Anda di halaman 1dari 4

Nama: Naztia Afifah

Nim:2001125089

1. Homo Socius
Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan, memiliki kesamaan struktur namun
dalam kesamaan tersebut masing-masing memiliki keunikan yang berbeda
(indevide), itulah sebabnya masing-masing disebut individu, namun masing-
masing sebagai kesatuan memiliki kelebihan yang membuat sesuatu harmonis
dan memiliki pula kekurangan yang membuat mereka saling membutuhkan,
saling membantu dan saling memberi hampir tidak ada seorang pun yang
mampu memenuhi hajat hidupnya tanpa bantuan yang lain, itulah sebabnya
manusia bermasyarakat, berkelompok, dan itu pula hakikat manusia sebagai
makhluk sosial (Syahidin, 2007:7:8)
Menurut Aristoteles (384 – 322 SM), manusia adalah makhluk yang pada
dasarnya selalu ingin bergaul dan berkumpul dengan sesama manusia lainnya
(zoon politicon yang artinya makhluk yang selalu hidup bermasyarakat). Pada
diri manusia sejak dilahirkan sudah memiliki hasrat/naluri yang kuat untuk
berhubungan atau hidup di tengah-tengah manusia lainnya. Naluri manusia
untuk hidup bersama dengan manusia lainnya disebut gregoriousness.
Ciri utama makhluk sosial adalah hidup berbudaya. Dengan kata lain hidup
menggunakan akal budi dalam suatu sistem nilai yang berlaku dalam kurun
waktu tertentu. Hidup berbudaya tersebut meliputi filsfat yang terdiri atas
pandangan hidup, politik, teknologi, komnikasi, ekonomi, sosial, budaya dan
keamanan.
2. Homo Sapiens
Hakikat manusia di antaranya sebagai makhluk bermoral (homo sapiens) yaitu
bahwa manusia yang normal pada intinya bisa mengambil keputusan dan
mampu membedakan hal yang baik dan buruk. Selain itu juga mampu
membedakan hal yang benar dan yang salah untuk kemudian mengerahkan
hidupnya ke tujuan-tujuan yang berarti sesuai dengan pilihan dan keputusan
hati nurani dalam mempertimbangkan baik/buruk dan salah/benar (Petrus,
2008). Untuk itu manusia dilengkapi dengan akal pikiran dan perasaan untuk
mempertahankan kedudukan mereka. Akal yang berpusat di otak berfungsi
untuk berfikir sedangkan perasaan pusatnya di hati yang berfungi untuk
merasa. (Sulistyarini).
Manusia sebagai makluk berakal, bahwa manusia itu mempunyai akal,
dan budi. Akal digunakan untuk berfikir agar menjadi berbudi (Petrus, 2008).
Dengan akal dan pikiran manusia dapat menerima dan mengembangkan ilmu
pengetahuan. Kemuliaan manusia tidak terlepas dari akal dan perasaan yang
fungsi nya tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Terkadang manusia merasa
sekaligus berfikir. Berbagai ungkapan emosi berupa sedih, kecewa, takut, dan
khwatir dapat mempengaruhi kegiatan berpikir seseorang (Baharuddin dan
Makin, 2007). Manusia dapat membuat keputusan, mengambil pelajaran yang
terjadi dalam kehidupan serta dapat mempertimbangkan baik buruknya segala
hal yang akan mempengaruhi kehidupannya.
Ciri utama sebagai makhluk berakal maka pada diri manusia melekat selalu
rasa ingin tahu, hasrat ingin tahu mendorong dirinya untuk mencari jawaban
yang benar mengenai berbagai hal yang dipertanyakan.
3. Homo Economicus
Makhluk economicus dikenal sebagai makhluk yang selalu berupaya sebisa
mungkin untuk memenuhi segala jenis kebutuhannya, baik kebutuhan yang
sifatnya materi ataupun kebutuhan yang sifatnya non materi, memang sudah
menjadi bagian yang kodrat bagi manusia untuk menjadi makluk yang homo
economicus karena pada dasarnya manusia kan selalu mengedepankan
pribadinya untuk memenuhi kebutuhannya tersebut dapat beraneka ragam
caranya mulai dari cara yang baik hingga cara yang dapat dikategorikan
sebagai suatu tindakan yang tidak bermoral.
Penjelasan yang paling sederhana mengenai apa itu homo ecomucis adalah,
bahwa sesungguhnya manusia sanga tmembutuhkan dan bergantung pada apa
yang di katakan sebagai alat pemuas kebutuhan, sederhannya kebutuhan
manusia terbagi menjadi 3 yaitu:
i. Kebutuhan yang sifatnya utama (Primer)
Kebutuhan ini sangat di utamakan bagi manusia karena jika kebutuhan
ini tidak terpenuhi maka hasilnya manusia akan sulit atau bahkan tidak
bisa melanjutkan kehidupannya. Kehidupan itu menyangkut pangan
(makan), sandang (pakaian), pangan (rumah sebagai tempat tinggal),
semua itu harus terepenuhi tanpa kecuali.
ii. Kebutuhan pendukung (Sekunder)
Kebutuhan ini adalah pelengkap bagi kebutuhan primer, kebutuhan ini
adalah kebutuhan yang jika tidak di penuhi maka manusia masih tetao
bisa untuk melanjutkan kehidupannya meski hanya menandalkan
kebutuhan yang bersifat orimer. Kebutuhan sekunder ini terealisasi
dari apapun jenis kebutuhan yang menyangkut langsung dengan
kebutuhan inti seperti jika dalam kebutuhan inti ada pangan, seperti
nasi, sayur, ikan dan lain sebagainya maka kebutuhan yang menjadi
kebutuhan sekundernya adalah piring dan gelas. Karena orang makan
tidak harus menjadikan piring dan gelas sebagai alat abntunya, bisa
juga menggunakan daun dan batok kelapa sebagai pengganti piring
dan gelas. Namun, alangkah baiknya jika menggunakan piring dan
gelas sebagai alat yang membantu dalam kegiatan pangan. Sama
halnya juga dengan kebutuhan lain seperti yang dilengkapi dengan
lemari sebagai pelengkapnya.
iii. Kebutuhan tambahan (Tersier)
Kebutuhan ini adalah kebutuhan yang sifatnya adalah tambahan. Yang
di maksud dengan tambahan adalah sebagai pemuas keingan memiliki
manusia. Sebagai contohnya adalah mobil dan kendaraan lainnya,
mengapa di katakan sebagai kebutuhan tersier karena tanpa ada mobil
pun manusia dapat terus melanjutkan kehidupannya dengan
menggunakan kendaraan umum sebagai alat transportasi.
Ciri makhluk economicus yaitu sikap tidak pernah puas, banyak keinginan
dan kebutuhan, cenderung melakukan tindakan ekonomi ata kepentingan
sendiri, cenderung melakukan tindakan ekonomi secara efisien, cenderung
melakukan kegiatan yang dekat dengan pencapaian tujuan.
4. Manusia sebagai Makhluk Individu
Manusia sebagai individu atau sebagai pribadi merupakan kenyatan yang
paling real dalam kesadaran manusia. Sebagai individu, manusia adalah salah
satu kesatuan yang tidak dapat dibagi, memiliki perbedaan dengan manusia
yang lainnya sehingga bersifat unik dan merupakan subjek yang otonom.
Setiap manusia mampu menempati posisi, berhadapan, menghadapi,
memasuki, memikirkan, bebas mengambil sikap, dan bebas mengambil
tindakan atas tanggung jawabnya sendiri (otonom). Oleh karena itu, manusia
adalah subjek dan tidak boleh dipandang sebagai objek. Berkenaan dengan hal
ini, Theo Hujibers menyatakan bahwa “manusia mempunyai kesendirian yang
ditujukan dengan kata pribadi” (Soerjanto P. dan K. Bertens, 1983); adapun
Iqbal menyatakan dengan isitilah individualitas atau khudi (L.G Syaiyidain,
1954).
Ciri makhluk individu mampu menempati posisi berhadapan, menghadapi,
memasuki, memikirkan, bebas mengambil sikap, dan bebas mengambil
tindakan atas tanggung jawabnya sendiri (Otonom).
5. Manusia sebagai Makhluk Berbudaya
Manusia memiliki inisiatif dan kreatif dalam menciptakan kebudayaan, hidup
berbudaya, dan membudaya. Kebudayaan bertautan dengan kehidupan
manusia sepenuhnya, kebudayan menyangkut sesuatu yang nampak dalam
bidang eksistensi setiap manusia. Manusia tidak terlepas dari kebudayaan,
bahkan manusia itu baru menjadi manusia karena bersama kebudayaannya (C.
A. Van Peursen, 1975). Sejalan dengan ini, Ernst Cassirer menegaskan bahwa
“manusia tidak menjadi manusia karena sebuah faktor di dalam dirinya seperti
misalnya naluri atau akal budi, melainkan fungsi kehidupannya, yaitu
pekerjaannya, kebudayaannya. Demikianlah kebudayaan termasuk hakikat
manusia” (C.A. Van Peursen, 1988). Ciri utama manusia sebagai makhluk
berbudaya adalah memanusiakan manusia.
6. Manusia sebagai Makhluk Beragama
Aspek keberagamaan merupakan salah satu karakterisitik esensial eksistensi
manusia yang terungkap dalam bentuk pengakuan atau keyakinan akan
kebenaran suatu agama yang diwujudkan dalam sikap dan perilaku. Hal ini
terdapat pada manusia manapun baik dalam rentang waktu (dulu-sekarang-
akan datang) maupun dalam rentang geografis tempat manusia berada.
Keberagaman menyiratkan adanya pengakuan dan pelaksanaan yang sungguh
atas suatu agama. Adapun yang dimaksud dengan agama ialah ”suatu sistem
credo (tata keimanan atau keyakinan) atas adanya sesuatu yang di anggapnya
mutlak itu; dan satu sistem norma ( tata kaidah) yang mengatur hubungan
manusia dengan manusia dan alam lainnya yang sesuai dan sejalan dengan tata
keimanan dan tata pribadatan termaksud di atas ( Endang Saifuddin Anshari,
1982).” Manusia memiliki potensi untuk mampu beriman dan bertajwa kepada
Tuhan YME. Di lain pihak, Tuhan pun telah menurukan wahyu melalui
utusan-utusannya, dan telah menggelar tanda-tanda di alam semesta untuk
dipikirkan oleh manusia agar manusia beriman dan bertakwa kepadanya.
Manusia hidup beragama karena agama menyangkut masalah-masalah yang
bersifat mutlak maka pelaksaan keberagaaman akan tampak dalam kehidupan
sesuai agama yang di anut masing-masing individu. Hal ini baik berkenaan
dengan sistem keyakinannya, sistem peribadatan mampu pelaksanaan tata
kaidah yang mengatur hubungan manusia dengan tuhannya, hubungan
manusia dengan manusia serta hubunganmanusia dengan alam. Contoh utama
makhluk beragama yaitu manusia mempunyai jiwa bebas dan hakikat yang
mulia.

Daftar Pustaka

https://www.pustaka.ut.ac.id/lib/wp-content/uploads/pdfmk/MKDK400102-M1.pdf

Leenhouwers, P, 1988, Manusia dan Lingkungannya Refleksi Filsafat Tentang Manusia,


PT. Gramedia, Jakarta.

Effendi, R. dan Setiadi. E.M 2010. Pendidikan Lingkungan, sosial, Budaya dan Reknologi.
Bandung UPI Press.

Anda mungkin juga menyukai