mengungkapkan permasalahan
Latar Belakang
4. dispensasi kawin
A. Rumusan Masalah
3. bagaimana tinjauan sa’dudz dzariyah terhadap hilah hukum dalam batas usia
perkawinan
HILAH HUKUM DALAM BATAS USIA PERKAWINAN ( STUDI UU
NOMOR 16 TAHUN 2019 TENTANG PERUBAHAN ATAS UU NOMOR 1
TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN DALAM PERSPEKTIF SA’DUD
DZARRIYAH)
BAB II
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
4
Ar-Rum (30): 406.
5
A. Zuhdi Muhdor, Memahami Hukum Perkawinan (Bandung: Al-Bayan, 1994), get. Ke-1, hlm.
118.
6
Pasal 2, kompilasi Hukum Islam.
7
Ibid., Pasal 3.
kehidupan rumah tangga, dan tentu akan saling membutuhkan dalam status
keterikatan dan kebersamaan. Sebagimana dalam surah al-Baqarah ayat 187, yang
berbunyi:
(arab) Artinya:
Mereka (istri-istri) adalah pakaian bagimu dan kamupun adalah pakaian bagi
mereka.(Q.S. Al-Baqarah:187)8
Perkawinan dalam pengertian Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 pasal 1 adalah
ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri
dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.9 Dalam proses perkawinan, maka tidak
ada suatu masyarakat yang tidak memiliki aturan tentang perkawinan, sesuai
dengan ketentuan dan prinsip-prinsip yang dianut oleh masyarakat tersebut.
Meskipun hukum ataupun norma tentang perkawinan antar masyarakat yang satu
dengan yang lain berbeda, baik yang berkaitan dengan persyaratan maupun
tatacara perkawinan, tetapi semua aturan bertujuan mewujudkan kehidupan
berkeluarga dan bermasyarakat yang teratur sehingga terwujud keharmonisan dan
ketentraman dalam hidup.
Demikian juga dalam hukum adat tidak ada ketentuan batas umur untuk
melakukan pernikahan, namun biasanya kedewasaan seseorang dalam hukum adat
diukur dengan tanda-tanda bagian tubuh, apabila anak wanita sudah haid (datang
bulan), buah dada sudah menonjol berarti sudah dewasa. Bagi laki-laki ukurannya
dilihat dari perubahan suara, postur tubuh dan sudah mengeluarkan air mani atau
sudah mempunyai nafsu seks.11
Akan tetapi sekarang ini terkadang anak belum mencapai umur 19 tahun
sudah melangsungkan pernikahan karena alasan-alasan tertentu, untuk itu bagi
yang masih di bawah umur untuk melangsungkan pernikahan, maka harus
mendapat dispensasi nikah dari Pengadilan Agama setempat. Dari pasal tersebut
jelas bahwa suatu perkawinan baru dapat dilaksanakan apabila telah terpenuhinya
syarat-syarat yang telah ditentukan. Akan tetapi dalam hal tertentu walaupun salah
satu atau kedua calon mempelai tidak memenuhi syarat-syarat yang telah
ditentukan Undang-undang, bukan berarti mereka tidak dapat melakukan
perkawinan karena dapat dimintakan dispensasi kepada pengadilan. Meskipun
undang-undang memberikan kelonggaran bagi calon suami istri yang belum
mencapai umur untuk mengadakan perkawinan, hal ini bukan berarti setiap
permohonan dispensasi dapat dikabulkan. Karena pengadilan berwenang untuk
menolak permohonan dispensasi jika telah dilakukan pemeriksaan ternyata masih
terdapat hal-hal yang memungkinkan dicegahnya perkawinan dibawah umur.
Hilah secara bahasa berarti kecerdikan, tipu daya, dan yang dicari untuk
melepaskan diri dari suatu beban dan tanggung jawab. Secara istilah hilah
didefinisikan sebagai suatu siasat yang digunakan untuk menghindari kewajiban
syar‟iat.12 Hilah secara definisi diungkapkan oleh para ulama diantaranya:
menurut Ali Hasbalah hilah merupakan tindakan yang menyebabkan pelakunya
mengalami perubahan dari suatu keadaan kepada keadaan yang lain. Kemudian
penggunaan kata tersebut mengalami penyempitan makna yakni cara terselubung
yang mengantarkan kepada tujuannya. Seseorang tidak dapat sampai kepada
tujuannya kecuali melalui kecerdikan dan kecerdasan.13
12
84 Abdul Aziz Dahlan, et. All. Ensiklopedi Hukum Islam, Vol. 2 (Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve,
1996), hlm. 553.
13
Elimartati, “Hilah Al-Syari'ah Sebagai Upaya dalam Mewujudkan Maqashid Syari'ah,” Juris, Vol.
9 No. 1 (Juni 2010), hlm. 22
14
Lutfi Nur Fadilah, Al-Hilah Al-Syar‟iyyah dan kemungkinan penerapanya,” Elfalaky, Vol. 3 No. 1
(2019), hlm. 107.
15
Ibid., hlm. 108.
atau siasat untuk merubah bentuk hukum syara‟ dengan cara tipu daya. Dengan
tujuan dari melakukan hilah adalah untuk melepaskan diri dari suatu kewajiban
syara‟ dengan melakukan hukum syara’ yang jika dilihat sepintas terlihat benar
namun bila dicermati terlihat adanya suatu penyimpangan.88
Pengertian hilah yang dikemukakan di atas dapat diambil pemahaman bahwa:
a. Persoalan hilah terkait dengan tindakan yang mengakibatkan gugurnya
kewajiban yang disyariatkan terhadap mukallaf dengan melakukan suatu tindakan
yang pada dasarnya dibolehkan, namun tindakan itu terlarang karena ada maksud
tertentu.
b. Tujuannya adalah agar bisa mengubah substansi hukum syar‟i melalui
kecerdasan dan kecerdikan yang dimliki atau dengan kata lain melalui cara yang
terselubung yang sulit terdeteksi dari luar.
c. Tindakan tersebut dilakukan agar seseorang terbebas dari tuntutan syara’.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
E. Tinjauan Pustaka
1. Hilah Hukum adalah Hilah secara bahasa berarti kecerdikan, tipu daya, dan
yang dicari untuk melepaskan diri dari suatu beban dan tanggung jawab. Secara
istilah hilah didefinisikan sebagai suatu siasat yang digunakan untuk menghindari
kewajiban syar‟iat.
2. Batas Usia Perkawinan adalah batas minimal seorang calon mempelai apabila
ingin melaksanakan perkawinan di Indonesia. Yang mana batas Usia minimal
yang diatur dalam Undang-Undang No 16 Tahun 2019 adalah 19 tahun bagi calon
mempelai laki-laki dan 19 tahun bagi calon mempelai perempuan.
3. Sadd Al-dzar’iyah adalah suatu metode istinbath hukum dalam kajian ushul
fiqih untuk mencegah sesuatu perbuatan agar tidak sampai menimbulkan
mafsadah (kerusakan). Penggunaan terhadap mafsadah dilakukan karena ia
bersifat terlarang.
G. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
2. Pendekatan Penelitian
3. Sumber Data
Sumber data primer yang digunakan penulis dalam penelitian ini sebagai
berikut :
Sumber data sekunder yang digunakan penulis dalam skripsi ini adalah
literatur yang terkait dengan pembahasan ini, bisa dari literatur buku-buku fiqih
munakahat berbahasa Indonesia dan literatur-literatur lainnya.
5. Analisis Data
Seluruh data yang diperoleh akan dianalisis dan disusun secara sistematis
dengan metode analitik deskriptif. Pertama penulis menganalisis terkait hilah atau
celah hukum yang ada di Undang-Undang perkawinan Indonesia. Kemudian
untuk selanjutnya penulis menggunakan teori sa’dud dzarriyat untuk menganalisis
dispensasi perkawinan yang ada di Undang-Undang Perkawinan Indonesia.
Umtuk yang terakhir penulis mendeskripsikan hasil analisis yang bersifat umum
lalu ditarik kesismpulan khusus dari data-data tersebut.
H. Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
D. Kegunaan Penelitian
E. Penegasan Istilah
F. Tinjauan Pustaka
G. Metode Penelitian
H. Sistematika Penulisan
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran