Anda di halaman 1dari 10

BAB II

KONSEP TEORI

2.1 Definisi

Mioma uteri adalah neoplasma jinak, berasal dari otot uterus yang dalam kepustakaan
ginekologi terkenal dengan istilah-istilah fibroma uteri, atau uteria fibroid (Prawirohardjo,
2006 ).

Mioma uteri adalah tumor jinak otot rahim, disertai jaringan ikatnya (www.
Infomedika. htm, 2004).

Mioma uteri adalah neoplasma jinak berasal dari otot uterus, yang dalam kepustakaan
ginekologi juga terkenal dengan istilah-istilah fibrimioma uteri, leiomyoma uteri atau uterine
fibroid. (Prawirohardjo,1996:281) Mioma uteri adalah tumor jinak uterus yang berbatas tegas
yang terdiri dari otot polos dan jaringan fibrosa (Sy/lvia A.P, 1994).

2.2 Klasifikasi
Jenis mioma uteri yang paling sering adalah jenis intramural (54%), subserosa (48%),
submukosa (6,1%) dan jenis intraligamenter (4,4%).
1. Mioma submukosa
Berada di bawah endometrium dan menonjol ke dalam rongga uterus. Jenis ini
dijumpai 6,1% dari seluruh kasus mioma. Jenis ini sering memberikan keluhan gangguan
perdarahan. Mioma jenis lain meskipun besar mungkin belum memberikan keluhan
perdarahan, tetapi mioma submukosa, walaupun kecil sering memberikan keluhan
gangguan perdarahan.
Mioma submukosa umumnya dapat diketahui dari tindakan kuretase, dengan
adanya benjolan waktu kuret, dikenal sebagai currete bump dan dengan pemeriksaan
histeroskopi dapat diketahui posisi tangkai tumor. Tumor jenis ini sering mengalami
infeksi, terutama pada mioma submukosa pedinkulata. Mioma submukosa pedinkulata
adalah jenis mioma submukosa yang mempunyai tangkai. Tumor ini dapat keluar dari
rongga rahim ke vagina, dikenal dengan nama mioma geburt atau mioma yang dilahirkan,
yang mudah mengalami infeksi, ulserasi dan infark. Pada beberapa kasus, penderita akan
mengalami anemia dan sepsis karena proses di atas.
2. Mioma intramural
Terdapat di dinding uterus di antara serabut miometrium. Karena pertumbuhan tumor,
jaringan otot sekitarnya akan terdesak dan terbentuk simpai yang mengelilingi tumor. Bila
di dalam dinding rahim dijumpai banyak mioma, maka uterus akan mempunyai bentuk
yang berbenjol-benjol dengan konsistensi yang padat. Mioma yang terletak pada dinding
depan uterus, dalam pertumbuhannya akan menekan dan mendorong kandung kemih ke
atas, sehingga dapat menimbulkan keluhan miksi.
3. Mioma subserosa
Apabila mioma tumbuh keluar dinding uterus sehingga menonjol pada permukaan uterus
diliputi oleh serosa. Mioma subserosa dapat tumbuh di antara kedua lapisan ligamentum
latum menjadi mioma intraligamenter.
4. Mioma intraligamenter
Mioma subserosa yang tumbuh menempel pada jaringan lain, misalnya ke ligamentum atau
omentum kemudian membebaskan diri dari uterus sehingga disebut wondering parasitis
fibroid. Jarang sekali ditemukan satu macam mioma saja dalam satu uterus. Mioma pada
servik dapat menonjol ke dalam satu saluran servik sehingga ostium uteri eksternum
berbentuk bulan sabit.

2.2 Etiologi

Sampai saat ini belum diketahui penyebab pasti mioma uteri dan diduga
merupakan penyakit multifaktorial. Dipercayai bahwa mioma merupakan sebuah tumor
monoklonal yang dihasilkan dari mutasi somatik dari sebuah sel neoplastik tunggal. Sel-
sel tumor mempunyai abnormalitas kromosom, khususnya pada kromosom lengan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tumor, di samping faktor predisposisi
genetik, adalah estrogen, progesteron dan human growth hormone.

1. Estrogen.
Mioma uteri dijumpai setelah menarke. Seringkali terdapat pertumbuhan  tumor yang
cepat selama kehamilan dan terapi estrogen eksogen. Mioma uteri akan mengecil pada
saat menopause dan pengangkatan ovarium. Adanya hubungan dengan kelainan
lainnya yang tergantung estrogen seperti endometriosis (50%), perubahan fibrosistik
dari payudara (14,8%), adenomyosis (16,5%) dan hiperplasia endometrium
(9,3%).Mioma uteri banyak ditemukan bersamaan dengan anovulasi ovarium dan
wanita dengan sterilitas. 17B hidroxydesidrogenase: enzim ini mengubah estradiol
(sebuah estrogen kuat) menjadi estron (estrogen lemah). Aktivitas enzim ini
berkurang pada jaringan miomatous, yang juga mempunyai jumlah reseptor estrogen
yang lebih banyak daripada miometrium normal.
2. Progesteron
Progesteron merupakan antagonis natural dari estrogen. Progesteron menghambat
pertumbuhan tumor dengan dua cara yaitu: mengaktifkan 17B hidroxydesidrogenase
dan menurunkan jumlah reseptor estrogen pada tumor.
3. Hormon pertumbuhan
Level hormon pertumbuhan menurun selama kehamilan, tetapi hormon yang
mempunyai struktur dan aktivitas biologik serupa yaitu HPL, terlihat pada periode ini,
memberi kesan bahwa pertumbuhan yang cepat dari leiomioma selama kehamilan
mingkin merupakan hasil dari aksi sinergistik antara HPL dan Estrogen.

Dalam Jeffcoates Principles of Gynecology, ada beberapa faktor yang diduga kuat
sebagai faktor predisposisi terjadinya mioma uteri, yaitu :

1. Umur
Mioma uteri jarang terjadi pada usia kurang dari 20 tahun, ditemukan sekitar 10%
pada wanita berusia lebih dari 40 tahun. Tumor ini paling sering memberikan gejala
klinis antara 35 – 45 tahun.
2. Paritas
Lebih sering terjadi pada nullipara atau pada wanirta yang relatif infertil, tetapi
sampai saat ini belum diketahui apakan infertilitas menyebabkan mioma uteri atau
sebaliknya mioma uteri yang menyebabkan infertilitas, atau apakah kedua keadaan ini
saling mempengaruhi.
3. Faktor ras dan genetic
Pada wanita ras tertentu, khususnya wanita berkulit hitam, angka kejadian mioma
uteri tinggi. Terlepas dari faktor ras, kejadian tumor ini tinggi pada wanita dengan
riwayat keluarga ada yang menderita mioma.
4. Fungsi ovarium
Diperkirakan ada korelasi antara hormon estrogen dengan pertumbuhan mioma,
dimana mioma uteri muncul setelah menarke, berkembang setelah kehamilan dan
mengalami regresi setelah menopause. Pemberian agonis GnRH dalam waktu lama
sehingga terjadi hipoestrogenik dapat mengurangi ukuran mioma. Efek estrogen pada
pertumbuhan mioma mungkin berhubungan dengan respon mediasi oleh estrogen
terhadap reseptor dan faktor pertumbuhan lain. Terdapat bukti peningkatan produksi
reseptor progesteron, faktor pertumbuhan epidermal dan insulin-like growth factor
yang distimulasi oleh estrogen. Anderson dkk, telah mendemonstrasikan munculnya
gen yang distimulasi oleh estrogen lebih banyak pada mioma daripada miometrium
normal dan mungkin penting pada perkembangan mioma. Namun bukti-bukti masih
kurang meyakinkan karena tumor ini tidak mengalami regresi yang bermakna setelah
menopause sebagaimana yang disangka. Lebih daripada itu tumor ini kadang-kadang
berkembang setelah menopause bahkan setelah ooforektomi bilateral pada usia dini.
2.4 Patofisiologi

Jika tumor dipotong, akan menonjol diatas mimetrium sekitarnya karena


kapsulnya berkontraksi warnanya akan keputihan, tersusun atas berkas-berkas otot jalin-
menjalin dan melingkar-lingkat didalam matrik jaringan ikat. Pada bagian perifer serabut
otot tersusun atas lapisan  kosentrik serta serabut normal yang mengelilingi tumor
berorientasi sama antara tumor dan miometrium normal, terdapat lapisan jaringan areolar
tipis yang membentuk pseudokapsul, tempat masuknya pembuluh darah ke dalam
mioma.

Pada pemeriksaan mikroskopis, kelompok-kelompok sel otot berbentuk


kumparan dengan inti panjang dipisahkan  menjadi berkas-berkas oleh jaringan ikat.
Karena seluruh suplai darah mioma berasal dari beberapa pembuluh darah yang masuk
ke predokapsul, berarti pertumbuhan tumor tersebut selalu melampani suplai darahnya.
Ini menyebabkan degenerasi terutama pada bagian tengah mioma. Mula-mula terjadi
degenerasi nyalin mungkin menjadi degenerasi kistik. Atau klasifikasi dapat terjadi
kapanpun. Oleh ahli ginekologi pada obat ke-19 disebut “ batu rahim “. Pada kehamilan
dapat terjadi komplikasi, dengan diikuti ekstravasasi darah diseluruh tumor yang
memberikan gambaran, seperti daging sapi mentah, kurus dan 10% terjadi perubahan
tumor.

Pathw

2.6 Manifestasi klinis


Hampir separuh dari kasus mioma uteri ditemukan secara kebetulan pada
pemeriksaan pelvik rutin. Pada penderita memang tidak mempunyai keluhan apa-apa dan
tidak sadar bahwa mereka sedang mengandung satu tumor dalam uterus. Faktor-faktor
yang mempengaruhi timbulnya gejala klinik meliputi :

1. Besarnya mioma uteri.


2. Lokalisasi mioma uteri.
3. Perubahan-perubahan pada mioma uteri.

Gejala klinik terjadi hanya pada sekitar 35 % – 50% dari pasien yang terkena.
Adapun gejala klinik yang dapat timbul pada mioma uteri:
1. Perdarahan abnormal, merupakan gejala klinik yang sering ditemukan (30%). Bentuk
perdarahan yang ditemukan berupa: menoragi, metroragi, dan hipermenorrhea.
Perdarahan dapat menyebabkan anemia defisiensi Fe. Perdarahan abnormal ini dapat
dijelaskan oleh karena bertambahnya area permukaaan dari endometrium yang
menyebabkan gangguan kontraksi otot rahim, distorsi dan kongesti dari pembuluh
darah di sekitarnya dan ulserasi dari lapisan endometrium.
2. Penekanan rahim yang membesar :
 Terasa berat di abdomen bagian bawah.
 Gejala traktus urinarius: urine frequency, retensi urine, obstruksi ureter dan
hidronefrosis.
 Gejala intestinal: konstipasi dan obstruksi intestinal.
 Terasa nyeri karena tertekannya saraf.
3. Nyeri, dapat disebabkan oleh :
 Penekanan saraf.
 Torsi bertangkai.
 Submukosa mioma terlahir.
 Infeksi pada mioma.
4. Infertilitas, akibat penekanan saluran tuba oleh mioma yang berlokasi di cornu.
Perdarahan kontinyu pada pasien dengan mioma submukosa dapat menghalangi
implantasi. Terdapat peningkatan insiden aborsi dan kelahiran prematur pada pasien
dengan mioma intramural dan submukosa.
5. Kongesti vena, disebabkan oleh kompresi tumor yang menyebabkan edema
ekstremitas bawah, hemorrhoid, nyeri dan dyspareunia.
6. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan kehamilan.

Kehamilan dengan disertai mioma uteri menimbulkan proses saling mempengaruhi :

 Kehamilan dapat mengalami keguguran.


 Persalinan prematuritas.
 Gangguan proses persalinan.
 Tertutupnya saluran indung telur menimbulkan infentiritas.
 Pada kala III dapat terjadi gangguan pelepasan plasenta dan perdarahan.
2.7 Pemeriksaan penunjang

Menurut Mansjoer (2002), pemeriksaan yang dilakukan pada kasus Mioma Uteri adalah :

1. Pemeriksaan Darah Lengkap : Hb turun, Albumin turun, Lekosit turun/meningkat,


Eritrosit turun.

2. USG (Ultrasonografi) : terlihat massa pada daerah uterus.

3. Vaginal Toucher : didapatkan perdarahan pervaginam, teraba massa, konsistensi dan


ukurannya.

4. Sitologi : menentukan tingkat keganasan dari sel-sel neoplasma tersebut.

5. Rontgen : untuk mengetahui kelainan yang mungkin ada yang dapat menghambat
tindakan operasi.

6. ECG : Mendeteksi kelainan yang mungkin terjadi, yang dapat mempengaruhi


tindakan operasi.

7. Ultrasonografi
Ultrasonografi transabdominal dan transvaginal bermanfaat dalam menetapkan
adanya Mioma Uteri. Ultrasonografi transvaginal terutama bermanfaat pada uterus
yng kecil. Uterus atau massa yang paling besar paling baik diobservasi melalui
ultrasonografi transabdominal. Mioma Uteri secara khas menghasilkan gambaran
ultrasonografi yang mendemonstrasikan irregularitas kontur maupun pembesaran
uterus. Adanya klasifikasi ditandai oleh fokus-fokus hiperekoik dengan bayangan
akustik. Degenerasi kistik ditandai adanya daerah yang hipoekoik.

8. Histeroskopi
Dengan pemeriksaan ini dapat dilihat adanya Mioma Uteri submukosa, jika tumornya
kecil serta bertangkai. Tumor tersebut sekaligus dapat diangkat.
9. MRI (Magnetic Resonance Imaging)

MRI sangat akurat dalam menggambarkan jumlah,ukuran dan lokasi mioma, tetapi
jarang diperlukan. Pada MRI, mioma tampak sebagai massa gelap terbatas tegas dan
dapat dibedakan dari miometrium yang normal. MRI dapat mendeteksi lesi sekecil 3
mm yang dapat dilokalisasi dengan jelas, termasuk mioma submukosa. MRI dapat
menjadi alternatif ultrasonografi pada kasus -kasus yang tidak dapat disimpulkan.

2.8 Komplikasi

1. Perdarahan sampai terjadi anemia

2. Torsi tungkai mioma dari :


 Mioma uteri, subsemsa
 Mioma uteri subumatosa
3. Nekrosis dan infeksi, setelah tursi dapat terjadi nekrosis dan infeksi
4. Pengaruh timbale balik mioms dan kehamilan
 Pengaruh mioma terhadap kehamilan
 Infeksi
 Abortus
 Persalinan premature dan kelaianan letak
 Infeksia uteria
 Gangguan jalan persalinan
 Retensi plasenta
 Pengaruh kehamilan terhadap mioma uteri bertangkai

2.9 Penatalaksanaan
Penanganan yang dapat dilakukan ada dua macam yaitu penanganan secara
konservatif dan penanganan secara operatif.

1. Penanganan koservatif sebagai berikut :


 Observasi dengan pemeriksaan pelvis secara periodik setiap 3-6 bulan
 anemia, Hb < 89 % tranfusi PRC
 Pemberian zat besi
 Penggunaan agonis GnRH lenprotid asetat 3,75 mg 1M pada hari 1-3 menstruasi
setiap minggu sebanyak 3 kali. Obat ini mengakibatkan pengerutan tumor dan
menghilangkan gejala. Obat ini menekan sekresi genedropin dan menciptakan
keadaan hipohistrogonik yang serupa yang ditekankan pada periode
postmenopause efek maksimum dalam mengurangi ukuran tumor diobservasi
dalam 12 minggu. Terapi GnRH .
 Ini dapat pula diberikan sebelum pembedahan, karena memberikan beberapa
keuntungan , mengurangi kehilangan  darah selama pembedahan, dan dapat
mengurangi kebutuhan akan transfuse darah, namun obat ini menimbulkan
kehilangan masa tulang meningkat dan osteoporosis pada waktu tersebut.
2. Penanganan operatif bila
 Ukuran tumor lebih besar dari ukuran uterus 12-14 minggu.
 Pertumbuhan tumor ceppa.
 Mioma subserosa, bertangkai, dan torsi
 Bila dapat menjadi penyulit pada kehamilan berikutnya
 Hipermenoria pada mioma submukosa
 Penekanan pada organ sekitarnya

Jenis operasi dilakukan dapat berupa :

a. Enukluasi mioma
b. Histektomi
c. Miotektomi

2.10 Pengkajian fokus

 Pasien mengeluh nyeri saat menstruasi

 Pasien mengatakan ada perdarahan abnormal

 Pasien merasa penuh pada perut bagian kanan bawah

 Pasien mengeluh adanya perubahan pola BAK dan BAB

 Pasien merasa haidnya tidak teratur


( Data objektif )

 Ada benjolan pada perut bagian bawah yang padat, kenyal, permukaan tumor rata
serta adanya pergerakan tumor
 Pemeriksaan ginekologi dengan pemeriksaan bimanuat di dapat tumor menyatu
dengan rahim atau mengisi kavum douglas Inferti atau abortus

Anda mungkin juga menyukai