Paulus dari Tarsus (awalnya bernama Saulus dari Tarsus) atau Rasul
Paulus, (3 – 67 M) diakui sebagai tokoh penting dalam penyebaran dan
perumusan ajaran kekristenan yang bersumberkan dari pengajaran Yesus
Kristus. Paulus memperkenalkan diri melalui kumpulan surat-suratnya dalam
Perjanjian Baru di Alkitab Kristen sebagai seorang Yahudi dari suku Benyamin,
[4]
yang berkebudayaan Yunani (helenis) dan warga negara Romawi. Ia lahir di
kota Tarsus tanah Kilikia (sekarang di Turki), dibesarkan di Yerusalem dan
dididik dengan teliti di bawah pimpinan Gamaliel.[3] Pada masa mudanya, ia
hidup sebagai seorang Farisi menurut mazhab yang paling keras dalam agama
Yahudi.[5] Mulanya ia seorang penganiaya orang Kristen (saat itu bernama
Saulus), dan sesudah pengalamannya berjumpa Yesus di jalan menuju kota
Damaskus, ia berubah menjadi seorang pengikut Yesus Kristus.[6]
Paulus dijadikan seorang Santo (orang suci) oleh seluruh gereja yang
menghargai santo, termasuk Katolik Roma, Ortodoks Timur, dan Anglikan, dan
beberapa denominasi Lutheran. Dia berbuat banyak untuk kemajuan Kristen di
antara para orang-orang bukan Yahudi, dan dianggap sebagai salah satu sumber
utama dari doktrin awal Gereja, dan merupakan pendiri kekristenan bercorak
Paulin/bercorak Paulus. Surat-suratnya menjadi bagian penting Perjanjian Baru.
Banyak yang berpendapat bahwa Paulus memainkan peranan penting dalam
menjadikan agama Kristen sebagai agama yang berdiri sendiri, dan bukan
sebagai sekte dari Yudaisme.
Proses Pertobatan
Setelah perjumpaannya dengan Yesus dan menjadi buta, Saulus tinggal 3 hari di
kota Damaskus, di mana dia disembuhkan dari kebutaan dan dibaptis oleh
Ananias di Damaskus (tahun 34 M)[35] Saulus tinggal beberapa hari bersama-
sama dengan murid-murid di Damsyik.[36] Di kemudian hari dalam suratnya
kepada jemaat di Galatia, Saulus, yang sudah berganti nama menjadi Paulus,
mengatakan bahwa ia kemudian pertama-tama pergi ke tanah Arab, dan
kemudian kembali ke Damaskus.[37] Ketika itu juga ia memberitakan Yesus di
rumah-rumah ibadat, dan mengatakan bahwa Yesus adalah Anak Allah. Semua
orang yang mendengar hal itu heran dan berkata: "Bukankah dia ini yang di
Yerusalem mau membinasakan barangsiapa yang memanggil nama Yesus ini?
Dan bukankah ia datang ke sini dengan maksud untuk menangkap dan
membawa mereka ke hadapan imam-imam kepala?" Akan tetapi Saulus
semakin besar pengaruhnya dan ia membingungkan orang-orang Yahudi yang
tinggal di Damsyik, karena ia membuktikan, bahwa Yesus adalah Mesias.
Beberapa hari kemudian orang Yahudi merundingkan suatu rencana untuk
membunuh Saulus. Tetapi maksud jahat itu diketahui oleh Saulus. Siang malam
orang-orang Yahudi mengawal semua pintu gerbang kota, supaya dapat
membunuh dia. Sungguhpun demikian pada suatu malam murid-muridnya
mengambilnya dan menurunkannya dari atas tembok kota dalam sebuah
keranjang. Setibanya di Yerusalem Saulus mencoba menggabungkan diri
kepada murid-murid, tetapi semuanya takut kepadanya, karena mereka tidak
dapat percaya, bahwa ia juga seorang murid. Tetapi Barnabas menerima dia dan
membawanya kepada rasul-rasul dan menceriterakan kepada mereka,
bagaimana Saulus melihat Tuhan di tengah jalan dan bahwa Tuhan berbicara
dengan dia dan bagaimana keberaniannya mengajar di Damsyik dalam nama
Yesus. Dan Saulus tetap bersama-sama dengan mereka di Yerusalem, dan
dengan keberanian mengajar dalam nama Tuhan. Ia juga berbicara dan bersoal
jawab dengan orang-orang Yahudi yang berbahasa Yunani, tetapi mereka itu
berusaha membunuh dia. Akan tetapi setelah hal itu diketahui oleh saudara-
saudara anggota jemaat, mereka membawa dia ke Kaisarea dan dari situ
membantu dia ke Tarsus.[38] Dia menjelaskan dalam Surat Galatia bagaimana 3
tahun setelah pertobatannya, ia pergi ke Yerusalem (tahun 37 M). Di sana ia
bertemu Yakobus dan tinggal bersama Simon Petrus selama 15 hari
(Galatia 1:13-24).
Tidak ada catatan tertulis eksplisit bahwa Paulus telah mengenal Yesus secara
pribadi sebelum penyaliban-Nya, tetapi dipastikan bahwa ia mengetahui
pelayanan Yesus dan juga pengadilan Yesus di hadapan Imam Besar Yahudi.
Paulus menegaskan bahwa ia menerima Injil bukan dari orang lain, melainkan
oleh wahyu Yesus Kristus (Galatia 1:11-12).
Ketika bencana kelaparan terjadi di Yudea, diduga sekitar tahun 45-46[43] atau
48 M, Paulus dan Barnabas berangkat ke Yerusalem untuk memberikan
dukungan finansial dari komunitas Antiokhia.[44] Menurut Kisah Para Rasul,
Antiokhia menjadi pusat alternatif bagi penyebaran orang Kristen setelah
kematian Stefanus. Di Antiokhialah para pengikut Yesus pertama kali disebut
"Kristen"[45]
Perjalanan misi pertama
Bab Kisan, diyakini sebagai tempat Paulus melarikan diri dari penganiayaan di
Damaskus
Penulis Kisah Para Rasul menyusun perjalanan Paulus menjadi tiga perjalanan
terpisah. Perjalanan pertama, (Kis. 13-14) awalnya dipimpin oleh Barnabas,
yang mengambil Paulus dari Antiokhia menuju Siprus kemudian Asia Kecil
(Anatolia) selatan, dan kembali ke Antiokhia. Di Siprus, nama Yunani "Paulus"
mulai dipakai menggantikan nama Yahudi "Saulus". Di sini ia memarahi dan
membutakan mata Elimas si penyihir (Kis 13:8-12) yang berusaha menghalang-
halanginya menyampaikan ajaran-ajaran mereka. Dari titik ini, Paulus
digambarkan sebagai pemimpin kelompok.[46] Antiokhia dilayani sebagai pusat
kekristenan utama dari penginjilan Paulus.[2]
Setelah tinggal di Antiokhia beberapa saat, Paulus pergi ke Galatia dan Frigia
untuk mendukung gereja-gereja yang telah ia dirikan pada perjalanan
sebelumnya (Kisah Para Rasul 18:23). Kemudian ia berkeliling pada wilayah
barat Bitinia dan tiba di Efesus dengan perjalanan darat. Di Efesus ia menulis
surat pertamanya kepada orang-orang Korintus pada tahun 54 dan surat kedua
pada akhir 57.
Setelah tiga tahun di Efesus, Paulus kemudian mengunjungi Asia Kecil dan
Yunani. Kemudian mendahului Lukas, ia berlayar ke Troas, disertai beberapa
murid-muridnya (Kisah Para Rasul 20:4), disebabkan karena rencana
pembunuhan terhadap dirinya oleh orang-orang Yahudi. Dan akhirnya ia
kembali ke Yerusalem dan bertemu dengan Yakobus di sana.
Konsili Yerusalem
Kebanyakan sarjana setuju bahwa pertemuan penting antara Paulus dan jemaat
di Yerusalem terjadi di antara tahun 48-50,[12] yang dijelaskan dalam Kis. 15:2
dan biasanya dilihat sebagai peristiwa yang sama dengan yang disebutkan oleh
Paulus dalam Galatia 2:1.[12] Pertanyaan kunci yang diajukan adalah apakah
non-Yahudi yang bertobat perlu disunat.[47] Pada pertemuan ini, Petrus, Yakobus
(saudara Yesus Kristus), dan Yohanes menyetujui misi Paulus bagi bangsa-
bangsa lain.
Insiden di Antiokhia
Hasil akhir dari insiden tersebut masih belum jelas. The Catholic Encyclopedia
menyatakan: "catatan Paulus atas insiden itu tidak meninggalkan keraguan
bahwa Petrus melihat kebenaran dari teguran itu." Setelah kejadian itu Paulus
kemudian berangkat memulai misi berikutnya dari Antiokhia.
Penangkapan
Irenaeus, bapa gereja pada abad ke-2, mencatat bahwa Petrus dan Paulus adalah
tokoh-tokoh utama gereja di Roma dan mereka telah menunjuk Linus sebagai
uskup gereja Roma, meneruskan tugas mereka.[57] Paulus bukan uskup gereja di
Roma, nampaknya juga bukan perintisnya, karena sudah ada orang-orang
Kristen di Roma ketika Paulus tiba (Kis 28:14-15) dan Paulus juga menulis
surat kepada jemaat di Roma sebelum ia sempat mengunjungi Roma (Roma
1:1,7,11-13; Roma 15:23-29). Namun, Paulus dapat berperan penting dalam
mengorganisir dan membesarkan gereja mula-mula di Roma.
Kewarganegaraan Roma
Paulus secara sah memiliki kewarganegaraan Romawi dari sejak lahir (Kisah
Para Rasul 22:28). Kemungkinan besar kewarganegaraan ini diberikan kepada
keluarganya karena pengabdian orang tua atau leluhurnya kepada pemerintah
Romawi.
Kisah Para Rasul juga mencatat bahwa ketika Paulus diadili oleh Perkius
Festus, ia menuntut naik banding kepada Kaisar (Kisah Para Rasul 25-26).
Hanya yang berkewarganegaraan Romalah yang bisa naik banding langsung
kepada Kaisar. Karena naik banding itu, ia dikirim ke Roma.
Surat-surat Paulus