Anda di halaman 1dari 19

Makalah Agama

Tahun Pelajaran 2017/2018

Nama : Henrie Phinardi K


No. Absen : 07
Kelas : IX
Daftar Isi
Penjelasan 01
Proses Pertobatan 03
Perjalanan Misi Rasul Paulus 05
Konsili Yerusalem 10
Insiden di Antiokhia 10
Penangkapan Rasul Paulus 11
Perjalanan ke Roma 13
Kewarganegaraan Roma 14
Surat-surat Rasul Paulus 16
Penjelasan

Paulus dari Tarsus (awalnya bernama Saulus dari Tarsus) atau Rasul
Paulus, (3 – 67 M) diakui sebagai tokoh penting dalam penyebaran dan
perumusan ajaran kekristenan yang bersumberkan dari pengajaran Yesus
Kristus. Paulus memperkenalkan diri melalui kumpulan surat-suratnya dalam
Perjanjian Baru di Alkitab Kristen sebagai seorang Yahudi dari suku Benyamin,
[4]
yang berkebudayaan Yunani (helenis) dan warga negara Romawi. Ia lahir di
kota Tarsus tanah Kilikia (sekarang di Turki), dibesarkan di Yerusalem dan
dididik dengan teliti di bawah pimpinan Gamaliel.[3] Pada masa mudanya, ia
hidup sebagai seorang Farisi menurut mazhab yang paling keras dalam agama
Yahudi.[5] Mulanya ia seorang penganiaya orang Kristen (saat itu bernama
Saulus), dan sesudah pengalamannya berjumpa Yesus di jalan menuju kota
Damaskus, ia berubah menjadi seorang pengikut Yesus Kristus.[6]

Paulus menyebut dirinya sebagai "rasul bagi bangsa-bangsa non-Yahudi"


(Roma 11:13). Dia membuat usaha yang luar biasa melalui surat-suratnya
kepada komunitas non-Yahudi untuk menunjukkan bahwa keselamatan yang
dikerjakan oleh Yesus Kristus adalah untuk semua orang, bukan hanya orang
Yahudi. Gagasan Paulus ini menimbulkan perselisihan pendapat antara murid-
murid Yesus dari keturunan Yahudi asli dengan mereka yang berlatar belakang
bukan Yahudi. Mereka yang dari keturunan Yahudi berpendapat bahwa untuk
menjadi pengikut Yesus, orang-orang yang bukan Yahudi haruslah pertama-
tama menjadi Yahudi terlebih dulu. Murid-murid yang mula-mula, Petrus,
sempat tidak berpendirian menghadapi hal ini (lihat Galatia 2:11-14). Untuk
menyelesaikan konflik ini, diadakanlah persidangan di Yerusalem yang
dipimpin oleh Petrus dan Yakobus, saudara Yesus, yang disebut sebagai Sidang
Sinode atau Konsili Gereja yang pertama (Konsili Yerusalem).[7]
Konsili ini menghasilkan beberapa keputusan penting, misalnya:

1. untuk menikmati karya penyelamatan Yesus, orang tidak harus menjadi


Yahudi terlebih dahulu
2. orang-orang Kristen yang bukan berasal dari latar belakang Yahudi tidak
diwajibkan mengikuti tradisi dan pantangan Yahudi (misalnya perihal
tentang sunat dan memakan makanan yang diharamkan).
3. Paulus mendapat mandat untuk memberitakan Injil ke daerah-daerah
berbahasa Yunani.

Paulus dijadikan seorang Santo (orang suci) oleh seluruh gereja yang
menghargai santo, termasuk Katolik Roma, Ortodoks Timur, dan Anglikan, dan
beberapa denominasi Lutheran. Dia berbuat banyak untuk kemajuan Kristen di
antara para orang-orang bukan Yahudi, dan dianggap sebagai salah satu sumber
utama dari doktrin awal Gereja, dan merupakan pendiri kekristenan bercorak
Paulin/bercorak Paulus. Surat-suratnya menjadi bagian penting Perjanjian Baru.
Banyak yang berpendapat bahwa Paulus memainkan peranan penting dalam
menjadikan agama Kristen sebagai agama yang berdiri sendiri, dan bukan
sebagai sekte dari Yudaisme.
Proses Pertobatan

Pertobatan Paulus merupakan salah satu peristiwa terbesar sejarah Kekristenan.


Paulus telah bertanggung jawab atas begitu banyak kematian dan ribuan orang-
orang Kristen yang dipenjarakannya. Sekarang ia ada dalam perjalanan menuju
Damsyik, sebuah kota penting di Siria, untuk mengusir orang-orang Kristen di
sana.    Ada tiga peristiwa dari pengalaman pertobatan Paulus yang tercatat di
dalam Perjanjian Baru. Lukas menceritakannya menurut kenyataan sejarah dan
Paulus menceritakannya dengan kata-katanya sendiri sebanyak dua kali (semua
dapat ditemukan dalam Kitab Kisah Para Rasul).

Paulus telah membuat namanya ditakuti di antara semua orang Kristen di


Yerusalem. Dia telah berhasil memisahkan atau membungkam banyak orang
Kristen di kota suci itu. Kemudian, ia mendapat laporan tentang adanya
kelompok besar orang Kristen di kota Damsyik. Kota Damsyik, kira-kira 240
km jauhnya dari Yerusalem. Dia memutuskan untuk pergi ke sana untuk
melanjutkan penganiayaannya kepada orang- orang percaya ini. Dia telah diberi
kekuasaan penuh dan membawa surat izin untuk memasuki kota dan
menangkap semua orang Kristen di kota itu dan membawa mereka kembali
dalam keadaan terbelenggu ke Yerusalem. Paulus dan kawan-kawan memulai
perjalanan yang panjang menuju Damsyik. Perjalanan ini membutuhkan waktu
enam sampai tujuh hari dan selama perjalanan panjang ini anak muda yang
pandai dan penuh semangat ini mempunyai banyak waktu untuk berpikir.
Mungkin ia mulai meragukan tindakannya. Dia tidak habis berpikir dan tidak
mengerti bagaimana Stefanus bisa mati dengan begitu tenangnya. Dia tidak
dapat melupakan doa Stefanus ketika Stefanus “menutup mata” dengan damai.
Paulus merasa bahwa dia harus melakukan hal yang ia pandang benar, tetapi dia
terganggu oleh pertanyaan-pertanyaan yang tidak dapat dijawabnya. Oleh
karena itu, ia pun pergi ke Damsyik.
 Paulus menerima Injilnya dari Kristus sendiri, katanya, yakni dalam
pewahyuan pada perjalanan ke Damsyik (lihat juga 1Korintus 15:8).  Dari
pewartaan para murid ia sudah tahu bahwa Yesus diimani sebagai Kristus.
Justru itulah sebabnya bahwa ia menganiaya orang Kristen, yang dari sudut
Yahudi mesti dilihat sebagai orang murtad. Tetapi pada perjalanan ke Damsyik
ia mulai sadar bahwa orang Kristen benar, Yesus sungguh Almasih, Putra Allah.
Bagi Paulus ini suatu pengalaman batin. Tetapi pengalaman iman ini, yang
bersumber pada wahyu Allah sendiri, membuat Paulus menegaskan bahwa ia
tidak menerima Injilnya dari manusia[3]
Pelayanan awal

Rumah yang diyakini sebagai milik Ananias di Damaskus

Setelah perjumpaannya dengan Yesus dan menjadi buta, Saulus tinggal 3 hari di
kota Damaskus, di mana dia disembuhkan dari kebutaan dan dibaptis oleh
Ananias di Damaskus (tahun 34 M)[35] Saulus tinggal beberapa hari bersama-
sama dengan murid-murid di Damsyik.[36] Di kemudian hari dalam suratnya
kepada jemaat di Galatia, Saulus, yang sudah berganti nama menjadi Paulus,
mengatakan bahwa ia kemudian pertama-tama pergi ke tanah Arab, dan
kemudian kembali ke Damaskus.[37] Ketika itu juga ia memberitakan Yesus di
rumah-rumah ibadat, dan mengatakan bahwa Yesus adalah Anak Allah. Semua
orang yang mendengar hal itu heran dan berkata: "Bukankah dia ini yang di
Yerusalem mau membinasakan barangsiapa yang memanggil nama Yesus ini?
Dan bukankah ia datang ke sini dengan maksud untuk menangkap dan
membawa mereka ke hadapan imam-imam kepala?" Akan tetapi Saulus
semakin besar pengaruhnya dan ia membingungkan orang-orang Yahudi yang
tinggal di Damsyik, karena ia membuktikan, bahwa Yesus adalah Mesias.
Beberapa hari kemudian orang Yahudi merundingkan suatu rencana untuk
membunuh Saulus. Tetapi maksud jahat itu diketahui oleh Saulus. Siang malam
orang-orang Yahudi mengawal semua pintu gerbang kota, supaya dapat
membunuh dia. Sungguhpun demikian pada suatu malam murid-muridnya
mengambilnya dan menurunkannya dari atas tembok kota dalam sebuah
keranjang. Setibanya di Yerusalem Saulus mencoba menggabungkan diri
kepada murid-murid, tetapi semuanya takut kepadanya, karena mereka tidak
dapat percaya, bahwa ia juga seorang murid. Tetapi Barnabas menerima dia dan
membawanya kepada rasul-rasul dan menceriterakan kepada mereka,
bagaimana Saulus melihat Tuhan di tengah jalan dan bahwa Tuhan berbicara
dengan dia dan bagaimana keberaniannya mengajar di Damsyik dalam nama
Yesus. Dan Saulus tetap bersama-sama dengan mereka di Yerusalem, dan
dengan keberanian mengajar dalam nama Tuhan. Ia juga berbicara dan bersoal
jawab dengan orang-orang Yahudi yang berbahasa Yunani, tetapi mereka itu
berusaha membunuh dia. Akan tetapi setelah hal itu diketahui oleh saudara-
saudara anggota jemaat, mereka membawa dia ke Kaisarea dan dari situ
membantu dia ke Tarsus.[38] Dia menjelaskan dalam Surat Galatia bagaimana 3
tahun setelah pertobatannya, ia pergi ke Yerusalem (tahun 37 M). Di sana ia
bertemu Yakobus dan tinggal bersama Simon Petrus selama 15 hari
(Galatia 1:13-24).

Tidak ada catatan tertulis eksplisit bahwa Paulus telah mengenal Yesus secara
pribadi sebelum penyaliban-Nya, tetapi dipastikan bahwa ia mengetahui
pelayanan Yesus dan juga pengadilan Yesus di hadapan Imam Besar Yahudi.
Paulus menegaskan bahwa ia menerima Injil bukan dari orang lain, melainkan
oleh wahyu Yesus Kristus (Galatia 1:11-12).

Dalam suratnya kepada jemaat di Galatia itu Paulus mengisahkan bagaimana ia


dibantu melarikan diri dari kota Damaskus pada zaman pemerintahaan raja
Aretas dari Nabataea.[37] Raja Aretas (Harithat IV) yang wafat pada tahun 40
(lihat 2 Korintus 11:32-33) memerintah dari tahun 9 sampai 40 M.[39] Sejarawan
Flavius Yosefus mencatat detail perselisihan antara raja Aretas dengan raja
Herodes Antipas mengenai perbatasan.[40] Yosefus menuliskan Aretas sebagai
"raja Arabia Petrea" (Josephus Antiquities 18.5, Whiston 1957:539). Kaisar
Romawi Tiberius berpihak kepada Herodes Antipas dan memerintahkan
Vitellius, prokonsul di Suriah, "untuk berperang melawan Aretas." Dalam
perjalanan Vitellius menerima komunikasi yang mengabarkan kematian
Tiberius, maka ia menarik kembali tentaranya. Tiberius wafat pada tanggal 16
Maret 37 dan pada saat itu Damaskus berada di bawah kekuasaan Kekaisaran
Romawi dan dipimpin oleh Vitellius. Raja Aretas wafat pada tahun 40 sehingga
lolosnya Paulus dari Damaskus terjadi antara tahun 37 dan 40. Belum jelas
kapan Aretas menerima kuasa atas Damaskus dari Kaisar Caligula dalam
penyelesaian kasus di Suriah. Pemerintahan Areta di Damaskus dapat berawal
dari tahun 37 berdasarkan penemuan arkeologi berupa mata uang logam.
Dosker menulis: "Waktu Tiberias wafat pada tahun 37, dan mengingat urusan
Arabia sudah tuntas pada tahun 39, jelas bahwa pertobatan Paulus terjadi antara
tahun 34 dan 36. Tanggal ini kemudian menjadi pasti berkat sebuah koin dari
Damaskus, dengan gambar raja Aretas dan tahun "101". Jika tahun itu mengacu
pada era Pompian, berarti sama dengan tahun 37 M, sehingga pertobatan Paulus
terjadi pada tahun 34 (T. E. Mionnet, Description des medailles antiques
greques et romaines, V [1811], 284f.)."[41]

Dalam Surat Galatia, Paulus juga menceritakan bahwa 14 tahun setelah


pertobatannya (tahun 48 M) ia masuk kembali ke Yerusalem (Galatia 2:1-10).
Tidak diketahui sepenuhnya apa yang terjadi selama 14 tahun ini, karena Kisah
Para Rasul maupun Surat Galatia tidak memberikan detail jelas. [42] Pada akhir
masa ini, Barnabas pergi untuk mencari Paulus di Tarsus dan membawa dia
kembali ke Antiokhia (Kis 11:25).

Ketika bencana kelaparan terjadi di Yudea, diduga sekitar tahun 45-46[43] atau
48 M, Paulus dan Barnabas berangkat ke Yerusalem untuk memberikan
dukungan finansial dari komunitas Antiokhia.[44] Menurut Kisah Para Rasul,
Antiokhia menjadi pusat alternatif bagi penyebaran orang Kristen setelah
kematian Stefanus. Di Antiokhialah para pengikut Yesus pertama kali disebut
"Kristen"[45]
Perjalanan misi pertama

Bab Kisan, diyakini sebagai tempat Paulus melarikan diri dari penganiayaan di
Damaskus

Penulis Kisah Para Rasul menyusun perjalanan Paulus menjadi tiga perjalanan
terpisah. Perjalanan pertama, (Kis. 13-14) awalnya dipimpin oleh Barnabas,
yang mengambil Paulus dari Antiokhia menuju Siprus kemudian Asia Kecil
(Anatolia) selatan, dan kembali ke Antiokhia. Di Siprus, nama Yunani "Paulus"
mulai dipakai menggantikan nama Yahudi "Saulus". Di sini ia memarahi dan
membutakan mata Elimas si penyihir (Kis 13:8-12) yang berusaha menghalang-
halanginya menyampaikan ajaran-ajaran mereka. Dari titik ini, Paulus
digambarkan sebagai pemimpin kelompok.[46] Antiokhia dilayani sebagai pusat
kekristenan utama dari penginjilan Paulus.[2]

Perjalanan misi kedua

Dalam perjalanan misi kedua, setelah pertikaian dengan Barnabas karena


persoalan Yohanes Markus, Paulus ditemani oleh Silas. Mereka berangkat dari
Antiokhia, menuju Siria dan Kilikia, dan tiba di selatan Galatia. Di Listra,
Timotius bergabung dengan mereka. Mereka menyeberangi daerah Frigia dan
perbatasan Misia. Lalu mereka bergabung dengan Lukas di Troas. Dia
memutuskan untuk pergi ke Eropa, dan di Makedonia ia mendirikan komunitas
Kristen pertama Eropa: Jemaat Filipi. Juga di Tesalonika, Berea, Atena dan
Korintus. Dia tinggal selama 1,5 tahun di Korintus, di rumah sepasang suami-
isteri, Akwila dan Priskila (Kisah Para Rasul 18:11). Masa tinggalnya ini
bersamaan dengan waktu Galio menjabat singkat sebagai gubernur (prokonsul)
di Akhaya dari 1 Juli 51 sampai 1 Juli 52.[50] Pada musim dingin tahun 51, ia
menulis surat pertama kepada Jemaat Tesalonika, dokumen tertua dari
Perjanjian Baru. Tahun berikutnya ia kembali ke Antiokhia.

Perjalanan misi ketiga

Setelah tinggal di Antiokhia beberapa saat, Paulus pergi ke Galatia dan Frigia
untuk mendukung gereja-gereja yang telah ia dirikan pada perjalanan
sebelumnya (Kisah Para Rasul 18:23). Kemudian ia berkeliling pada wilayah
barat Bitinia dan tiba di Efesus dengan perjalanan darat. Di Efesus ia menulis
surat pertamanya kepada orang-orang Korintus pada tahun 54 dan surat kedua
pada akhir 57.

Setelah tiga tahun di Efesus, Paulus kemudian mengunjungi Asia Kecil dan
Yunani. Kemudian mendahului Lukas, ia berlayar ke Troas, disertai beberapa
murid-muridnya (Kisah Para Rasul 20:4), disebabkan karena rencana
pembunuhan terhadap dirinya oleh orang-orang Yahudi. Dan akhirnya ia
kembali ke Yerusalem dan bertemu dengan Yakobus di sana.
Konsili Yerusalem

Kebanyakan sarjana setuju bahwa pertemuan penting antara Paulus dan jemaat
di Yerusalem terjadi di antara tahun 48-50,[12] yang dijelaskan dalam Kis. 15:2
dan biasanya dilihat sebagai peristiwa yang sama dengan yang disebutkan oleh
Paulus dalam Galatia 2:1.[12] Pertanyaan kunci yang diajukan adalah apakah
non-Yahudi yang bertobat perlu disunat.[47] Pada pertemuan ini, Petrus, Yakobus
(saudara Yesus Kristus), dan Yohanes menyetujui misi Paulus bagi bangsa-
bangsa lain.

Insiden di Antiokhia

Meskipun perjanjian dicapai pada Konsili Yerusalem sebagaimana yang


dipahami oleh Paulus, Paulus menceritakan bagaimana ia kemudian di depan
umum mengkritik Petrus, atas keengganan Petrus untuk makan bersama dengan
orang Kristen non-Yahudi di Antiokhia, setelah menerima kunjungan orang-
orang Yahudi Kristen (karena secara tradisi, orang-orang Yahudi dilarang
makan bersama orang-orang bukan Yahudi).[48]

Di dalam Surat Galatia, yang merupakan sumber utama dari insiden di


Antiokhia ini, Paulus mencatat perkataannya kepada Petrus: "Jika engkau,
seorang Yahudi, hidup secara kafir dan bukan secara Yahudi, bagaimanakah
engkau dapat memaksa saudara-saudara yang tidak bersunat untuk hidup secara
Yahudi?" (Galatia 2:11-14). Paulus juga menyebutkan bahwa bahkan Barnabas
(rekan seperjalanannya hingga saat itu) ikut-ikutan bersikap seperti Petrus.[49]

Hasil akhir dari insiden tersebut masih belum jelas. The Catholic Encyclopedia
menyatakan: "catatan Paulus atas insiden itu tidak meninggalkan keraguan
bahwa Petrus melihat kebenaran dari teguran itu." Setelah kejadian itu Paulus
kemudian berangkat memulai misi berikutnya dari Antiokhia.
Penangkapan

Penangkapan Paulus, ilustrasi Alkitab di awal 1900-an.

Pemenggalan Paulus. Lukisan Enrique Simonet tahun 1887.

Paulus tiba di Yerusalem tahun 57 membawa uang sumbangan yang


dikumpulkan untuk jemaat di sana dari kota-kota yang dikunjunginya. [12] Ia
disambut hangat, tetapi juga ditanya dengan teliti oleh Yakobus mengenai
tuduhan bahwa ia "mengajar semua orang Yahudi yang tinggal di antara
bangsa-bangsa lain untuk melepaskan hukum Musa, sebab engkau mengatakan,
supaya mereka jangan menyunatkan anak-anaknya dan jangan hidup menurut
[51]
adat istiadat" Yahudi. Paulus dianjurkan untuk melakukan upacara
pentahiran, supaya "semua orang akan tahu, bahwa segala kabar yang mereka
dengar tentang engkau sama sekali tidak benar, melainkan bahwa engkau tetap
memelihara hukum Taurat."[52]
Tidak berapa lama setelah sampai di Yerusalem, Paulus ditangkap dengan
tuduhan membawa orang-orang bukan Yahudi ke dalam Bait Allah. Paulus
dibawa ke markas tentara Romawi dan dihadapkan kepada gubernur Romawi
Antonius Feliks di Kaisarea. Ia ditahan selama 2 tahun, sampai gubernur yang
baru, Perkius Festus, membuka kembali kasusnya pada tahun 59. Karena tidak
mau diadili di Yerusalem, Paulus menyatakan banding kepada Kaisar, sehingga
kemudian ia dikirim ke Roma dengan naik kapal.[53]
Perjalanan ke Roma

Kisah Para Rasul mencatat perjalanan Paulus ke Roma, termasuk kisah


terdamparnya kapal yang membawa Paulus di pulau Malta,[12][54] di mana ia
bertemu dengan Publius[55] dan penduduk pulau itu yang menyambut mereka
dengan ramah.[56] Setelah 3 bulan di sana, Paulus berangkat lagi dan tiba di
Roma tahun 60. Ia tinggal selama 2 tahun dalam tahanan rumah. [12](Kis 28:16)
Seluruhnya, Paulus menghabiskan 5,5 sampai 6 tahun dari masa pelayanannya
sebagai orang tahanan di dalam penjara.

Irenaeus, bapa gereja pada abad ke-2, mencatat bahwa Petrus dan Paulus adalah
tokoh-tokoh utama gereja di Roma dan mereka telah menunjuk Linus sebagai
uskup gereja Roma, meneruskan tugas mereka.[57] Paulus bukan uskup gereja di
Roma, nampaknya juga bukan perintisnya, karena sudah ada orang-orang
Kristen di Roma ketika Paulus tiba (Kis 28:14-15) dan Paulus juga menulis
surat kepada jemaat di Roma sebelum ia sempat mengunjungi Roma (Roma
1:1,7,11-13; Roma 15:23-29). Namun, Paulus dapat berperan penting dalam
mengorganisir dan membesarkan gereja mula-mula di Roma.
Kewarganegaraan Roma

Paulus secara sah memiliki kewarganegaraan Romawi dari sejak lahir (Kisah
Para Rasul 22:28). Kemungkinan besar kewarganegaraan ini diberikan kepada
keluarganya karena pengabdian orang tua atau leluhurnya kepada pemerintah
Romawi.

Sumber mengenai kewarganegaraan Paulus dicatat dalam beberapa bagian pada


Kisah Para Rasul:

 Kisah Para Rasul 16:37-39: Tetapi Paulus berkata kepada orang-orang


itu: "Tanpa diadili mereka telah mendera kami, warganegara-
warganegara Roma, di muka umum, lalu melemparkan kami ke dalam
penjara. Sekarang mereka mau mengeluarkan kami dengan diam-diam?
Tidak mungkin demikian! Biarlah mereka datang sendiri dan membawa
kami ke luar." Pejabat-pejabat itu menyampaikan perkataan itu kepada
pembesar-pembesar kota. Ketika mereka mendengar, bahwa Paulus dan
Silas adalah orang Rum, maka takutlah mereka. Mereka datang minta
maaf lalu membawa kedua rasul itu ke luar dan memohon, supaya
mereka meninggalkan kota itu.
 Kisah Para Rasul 22:25-29: Tetapi ketika Paulus ditelentangkan untuk
disesah, berkatalah ia kepada perwira yang bertugas: "Bolehkah kamu
menyesah seorang warganegara Rum, apalagi tanpa diadili?"
Mendengar perkataan itu perwira itu melaporkannya kepada kepala
pasukan, katanya: "Apakah yang hendak engkau perbuat? Orang itu
warganegara Rum." Maka datanglah kepala pasukan itu kepada Paulus
dan berkata: "Katakanlah, benarkah engkau warganegara Rum?" Jawab
Paulus: "Benar." Lalu kata kepala pasukan itu: "Kewarganegaraan itu
kubeli dengan harga yang mahal." Jawab Paulus: "Tetapi aku mempunyai
hak itu karena kelahiranku." Maka mereka yang harus menyesah dia,
segera mundur; dan kepala pasukan itu juga takut, setelah ia tahu,
bahwa Paulus, yang ia suruh ikat itu, adalah orang Rum.
 Kisah Para Rasul 23:23-27: Kemudian kepala pasukan memanggil dua
perwira dan berkata: "Siapkan 200 orang prajurit untuk berangkat ke
Kaisarea beserta 70 orang berkuda dan 200 orang bersenjata lembing,
kira-kira pada jam 9 malam ini. Sediakan juga beberapa keledai tunggang
untuk Paulus dan bawalah dia dengan selamat kepada wali negeri
Feliks." Dan ia menulis surat, yang isinya sebagai berikut: "Salam dari
Klaudius Lisias kepada wali negeri Feliks yang mulia. Orang ini ditangkap
oleh orang-orang Yahudi dan ketika mereka hendak membunuhnya, aku
datang dengan pasukan mencegahnya dan melepaskannya, karena aku
dengar, bahwa ia adalah warganegara Roma.

Kisah Para Rasul juga mencatat bahwa ketika Paulus diadili oleh Perkius
Festus, ia menuntut naik banding kepada Kaisar (Kisah Para Rasul 25-26).
Hanya yang berkewarganegaraan Romalah yang bisa naik banding langsung
kepada Kaisar. Karena naik banding itu, ia dikirim ke Roma.
Surat-surat Paulus

Paulus sedang menulis surat-suratnya, Abad 16 (Blaffer Foundation Collection,


Houston, Texas).

Surat-surat Paulus merupakan alat komunikasi antara dirinya dengan


komunitas-komunitas Kristen perdana, tetapi juga penting karena berisi uraian
teologisnya. Ada 13 surat dalam Perjanjian Baru yang menunjukkan Paulus
sebagai penulisnya.[58] Namun, saat ini sejumlah para ahli Perjanjian Baru
berdebat menentukan mana surat yang ditulis sendiri oleh Paulus (surat-surat
Pauline) dan mana surat yang mengatasnamakan dirinya sebagai penulis (surat-
surat Deutero-Pauline).[58] Konsensus yang sementara ini diterima di kalangan
para ahli Perjanjian Baru mengenai surat-surat Paulus adalah sebagai berikut:[58
`

Anda mungkin juga menyukai