Anda di halaman 1dari 43

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Rumah Sakit

2.1.1 Pengertian Rumah Sakit

Rumah Sakit adalah bagian integral dari suatu organisasi dan kesehatan

dengan fungsi menyediakan pelayanan paripurna (komprehensif), penyembuhan

penyakit (kuratif) dan pencegahan penyakit (preventif) kepada masyarakat.

Rumah Sakit juga merupakan pusat pelatihan bagi tenaga kesehatan dan pusat

penelitian medik (WHO, 2004).

Rumah Sakit merupakan suatu sistem/bagian dari sistem pelayanan

kesehatan, mempunyai tiga pilar otoritas, yang masing masing bekerja secara

otonom namun harus terkoordinasi dalam sistem tersebut. Ketiga pilar tersebut

adalah pilar pemilik, pilar professional kesehatan dan pilar manajemen. Ketiga

pilar tersebut masing masing mempunyai hirarki kekuasaan/kewenangan

(hierarchy of power) yang mempunyai sifat dan karakteristik yang berbeda.

Keserasian dan ketidakserasian antara pilar tersebut menentukan berhasil tidaknya

misi suatu rumah sakit [ CITATION Gem13 \l 1057 ].

2.1.2 Tugas Dan Fungsi Rumah Sakit

Rumah Sakit Umum mempunya\misi memberikan pelayanan kesehatan

yang bermutu dan terjangkau oleh masyarakat dalam rangka meningkatkan derajat

kesehatan masyarakat. Tugas rumah sakit umum adalah melaksanakan upaya

pelayanan kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna dengan

mengutamakan penyembuhan dan pemulihan yang dilaksanakan secara serasi dan

1
2

terpadu dengan

peningkatan dan pencegahan serta pelaksanaan upaya rujukan.

Menurut Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit, fungsi

rumah sakit adalah :

1. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai

dengan standar pelayanan rumah sakit.

2. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan

kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis.

3. Penyelenggaran pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka

peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan.

4. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi

bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan

memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.

2.2 Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Wangaya Kota Denpasar

2.2.1 Profil Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Wangaya Kota Denpasar

Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Wangaya Kota Denpasar adalah

Rumah Sakit Daerah (RSUD) tipe B Pendidikan milik Pemerintah Kota Denpasar

yang berdiri sejak tahun 1921 beralamat di Jalan Kartini Nomor 133, Denpasar

Provinsi Bali. RSUD Wangaya Kota Denpasar terdiri dari 3 (tiga) direktorat yaitu

direktorat Administrasi Umum, Direktorat Pelayanan Medis dan Keperawatan

serta Direktorat Penujang Medis dan Pengembangan Sumber Daya Manusia

(SDM). Didukung oleh 540 tenaga PNS dan 373 tenaga Non PNS, RSUD

Wangaya berusaha menjalankan pelayanan kesehatan terstandar akreditasi


3

paripurna kars 2012.

Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Wangaya Kota Denpasar termasuk

dalam klasifikasi Rumah Sakit Umum Kelas B, memiliki 15 ruang perawatan

dengan kapasitas 200 tempat tidur rawat inap, 80 termasuk di kamar kelas III dan

15 instalansi penunjang. Rumah sakit ini tersedia tempat tidur disemua kelas

kamar, dari kelas I sampai VVIP (Very-very Important Person). Sistem

pembayaran jasa pelayanan di RSUD Wangaya Kota Denpasar menggunakan cara

bayar out of packet, Pembayaran Umum, Jaminan Kesehatan Nasional (BPJS

Kesehatan), dan Asuransi Swasta.

Rekam Medis di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Wangaya Kota

Denpasar dikelola oleh bagian perencanaan dan Rekam Medis yang dimulai dari

pendaftaran yaitu dibagian registrasi pasien yang terdiri dari registrasi pelayanan

pasien rawat jalan dan rawat inap. Sistem penyimpanan Rekam Medis yang

diterapkan menggunakan sistem penyimpanan sentralisasi. Sistem penomorannya

adalah sistem penomoran unit (Unit numbering system) sedangkan sistem

penjajaran yang diterapkan adalah sistem angka akhir (terminal digit system).

Perekam medis di Rumah Sakit Umum Daerah Wangaya Kota Denpasar harus

mampu merencanakan, mengelola, melaksanakan, mengevaluasi, dan menilai

mutu Rekam Medis baik rawat jalan maupun rawat inap. Indikator pelayanan

kesehatan di RSUD Wangaya terdiri dari nilai BOR (Bed Ocupation Rate)

setinggi 67,67%, nilai LOS (Length of Stay) setinggi 4 hari, nilai TOI (Turn Over

Interval) setinggi 1,82 hari, nilai BTO (Bed Turn Over) setinggi 64,91 kali, nilai

NDR (Netto Death Rate) setinggi 20,03%, nilai GDR (Gross Death Rate) setinggi

34,36% (Profil RSUD Wangaya, 2018).


4

Kegiatan pelayanan dan sub pelayanan di Rumah Sakit Umum Daerah

(RSUD) Wangaya Kota Denpasar dilaksanakan di Instalasi meliputi : Instalasi

Rawat Jalan, Rawat Inap, Rawat Intensif, Gawat Darurat, Bedah Sentral,

Rehabilitasi Medik, Pemulangan Jenazah, Rekam Medis, Radiologi, Laboratorium

Klinik, Farmasi, Gizi, Sterilisasi Sentral, Binatu/Laundry, Pemeliharaan Sarana

dan Prasarana Rumah Sakit dan Instalasi Electro Data processing/ Sistem

Informasi Manejemen Rumah Sakit (SIM-RS).

2.2.2 Ketidaklengkapan Informasi Medis di Rumah Sakit Umum Daerah

(RSUD) Wangaya Kota Denpasar

Instalasi Rekam Medis adalah salah satu unit pelayanan di RSUD Wangaya

yang menyelenggarakan pelayanan Rekam Medis. Kegiatan Rekam Medis di

RSUD Wangaya meliputi pendaftaran pasien, assembling, ditribusi Rekam Medis,

penyimpanan Rekam Medis, pelaporan dan pengkodingan diagnosis penyakit dan

tindakan medis baik pasien rawat jalan, rawat inap maupun gawat darurat.

Proses assembling di RSUD Wangaya Kota Denpasar dilakukan setelah

Rekam Medis kembali ke instalasi Rekam Medis, petugas melakukan pengecekan

ketidaklengkapan Rekam Medis pasien sebelum dilakukan proses coding

diagnosis. Proses assembling dilakukan dengan review kualitatif dan kuantitatif

Rekam Medis, ketidaklengkapan Rekam Medis yang akan diteliti yaitu formulir

resume medis, formulir pemeriksaan penunjang, dan formulir catatan

perkembangan pasien terintegrasi yang pengisian formulir tersebut melibatkan

tenaga medis yaitu dokter dan perawat. Formulir tersebut akan menjadi informasi

dasar dalam menentukan keakuratan kode diagnosis dan pelaporan morbiditas.

Angka ketidaklengkapan informasi medis di Rumah Sakit Umum Daerah


5

Wangaya Kota Denpasar adalah 33 (55%) tidak lengkap terdapat pada resume

medis, 25 (30%) tidak lengkap terdapat pada catatan perkembangan pasien

terintegrasi, dan 20 (15%) tidak lengkap terdapat pada pemeriksaan penunjang

(Instalasi Rekam Medis RSUD Wangaya).

2.2.3 Proses Coding Diagnosis di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD)

Wangaya Kota Denpasar

Proses pengkodean diagnosis di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD)

Wangaya Kota Denpasar dilakukan oleh coder. Proses pengkodean diagnosis

pasien rawat jalan dan rawat inap non BPJS dilakukan pada ruangan yang sama,

sedangkan proses pengkodean diagnosis pasien BPJS dilakukan pada ruangan IPK

(Instalasi Penjamin Klaim). Proses pengkodean diagnosis di Sakit Umum Daerah

(RSUD) Wangaya Kota Denpasar yaitu Rekam Medis yang kembali dari bangsal

akan di lakukan proses assembling oleh petugas assembling kemudian dilakukan

pengkodean diagnosis yang dilakukan dengan cara melihat diagnosis pasien pada

resume medis dan pemeriksaan penunjang lainnya, proses coding dilakukan

dengan menggunakan ICD-10 elektronik (Instalasi Rekam Medis RSUD

Wangaya).

Proses pengkodean di Sakit Umum Daerah (RSUD) Wangaya Kota Denpasar

yaitu dengan melihat formulir resume medis pasien, catatan perkembangan pasien

terintegrasi dan hasil pemeriksaan penunjang medis, kemudian dilakukan proses

pengkodean diagnosis dengan menggunakan ICD-10 elektronik. Berdasarkan

hasil observasi diperoleh hasil angka ketidakakuratan kode diagnosis yaitu 92

(53%) tidak akurat. Ketidakakuratan kode diagnosis ini dikarenakan kode pada

karakter ke 4 selalu tidak diisi atau diberikan kode unspecified, kode tersebut tidak
6

akurat karena menurut hasil informasi medis ada lokasi yang lebih spesifik dari

ICD-10 Rule MB 4.

2.2.4 Gambaran Pelaporan Morbiditas di Rumah Sakit Umum Daerah

(RSUD) Wangaya Kota Denpasar

Pelaporan kegiatan pelayanan medis adalah proses kegiatan pembuatan

laporan kegiatan pelayanan medis di RSUD Wangaya Kota Denpasar yang

bermula dari penerimaan laporan masing-masing unit pelayanan, pengolahan data,

evaluasi data, pengetikan dan pengeprinan data dan informasi sampai distribusi ke

pihak-pihak yang berkepentingan.

Pelaporan morbiditas di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Wangaya Kota

Denpasar dilakukan setiap bulan dan dikirimkan setiap tahun ke Dinas Kesehatan.

Pelaporan morbiditas di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Wangaya Kota

Denpasar memuat data keadaan penyakit serta kode diagnosis penyakit yang akan

dijadikan sebagai dasar dalam pembuatan indeks 10 besar penyakit. Pelaporan

morbiditas tersebut diinput oleh petugas rekam medis di bagian pelaporan.

Sebelum dilakukan proses pelaporan morbiditas petugas rekam medis mengecek

kelengkapan dari rekam medis tersebut. Dari kelengkapan dari rekam medis

tersebut akan dijadikan acuan dalam mengkoding diagnosis suatu penyakit. Hasil

pengkodingan tersebut akan dijadikan dalam proses pembuatan pelaporan

morbiditas. Dalam proses pembuatan pelaporan morbiditas rawat inap masih

terdapat kendala daripada proses pengolahan pelaporan morbiditas pasien rawat

jalan. Salah satu kendala dalam pembuatan pelaporan morbiditas adalah banyak

rekam medis rawat inap yang belum terisi lengkap dan kode diagnosis yang tidak
7

akurat dan akan menyebabkan pelaporan morbiditas menjadi tidak akurat yaitu

sebesar 84 (48%). Data pelaporan morbiditas tersebut tidak akurat dikarenakan

pada saat dilakukan proses pengkodean diagnosis tidak hanya didasarkan pada

lembar ringkasan masuk dan keluar saja akan tetapi harus memperhatikan lembar

lain seperti lembar resume medis, catatan perkembangan pasien terintegrasi dan

lembar pemeriksaan penunjang yang akan menunjang keakuratan kode diagnosis

tersebut dan akan berpengaruh terhadap pelaporan morbiditas (Instalasi Rekam

Medis RSUD Wangaya).

2.2.5 Standar Operasioal Prosedur Pelaporan di Rumah Sakit Umum Daerah

(RSUD) Wangaya Kota Denpasar

Berdasarkan SOP RSUD Wangaya Kota Denpasar Proses pelaporan di

RSUD Wangaya Kota Denpasar adalah (SPO RSUD Wangaya) :

A. Pengumpulan Data

1. Menerima hasil rekapan data sensus harian pasien rawat inap dari petugas

sensus.

2. Mengumpulkan data kegiatan dari seluruh unit pelayanan sebagai bahan

pembuatan laporan SIRS Revisi 6.

3. Menerima hasil rekapan data penyakit pasien rawat jalan dari urusan

morbiditas.

4. Menerima hasil rekapan data penyakit pasien rawat inap dari morbiditas

pasien rawat inap.

5. Menerima laporan jumlah pemeriksaan laboratorium dan menerima

laporan lainnya dari unit – unit terkait yang diperlukan sebagai dasar pelaporan

internal dan eksternal.


8

B. Pengolahan

1. Hasil rekapan data tersebut di atas baik rawat jalan maupun rawat inap

outputnya berupa laporan bulanan, triwulanan dan tahunan yang sering dipakai

untuk keperluan intern dan ekstern rumah sakit.

2. Pengkodean penyakit pasien rawat inap dan outputnya berupa laporan

mingguan, bulanan, triwulan dan tahunan.

3. Rekapan data penyakit rawat jalan yang outputnya berupa laporan

mingguan, bulanan, triwulan dan tahunan.

4. Entry data sosial pasien baik pasien rawat jalan maupun pasien rawat inap,

kemudian outputnya berupa register pasien rawat jalan dan register pasien

rawat inap

5. Semua data yang berkenaan dengan kebutuhan pelaporan telah

terkomputerisasi dalam sistem billing rumah sakit.

2.3 Rekam Medis

2.3.1 Pengertian Rekam Medis

Rekam Medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang

identitas pasien, hasil pemeriksaan, pengobatan yang diberikan, tindakan,

pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien (Permenkes, 2008).

Rekam Medis adalah kumpulan fakta yang saling terkait dengan kehidupan

seorang pasien beserta riwayat kesehatannya, termasuk riwayat penyakit yang

pernah diderita dan semua tindakan atau operasi yang pernah dilakukan, ditulis

oleh tenaga kesehatan profesional yang bersama-sama berkontribusi memberi

pelayanan kesehatan terhadap pasien [ CITATION Ind14 \l 1057 ].


9

Rekam Medis adalah tempat penyimpanan data dan informasi mengenai

pelayanan kesehatan yang diberikan kepada pasien. Rekam Medis mencatat siapa,

apa, dimana dan bagaimana perawatan yang telah dilakukan untuk pasien. Sistem

penyelenggaraan Rekam Medis meliputi 5 kegiatan pokok, yaitu Penerimaan,

Pencatatan, Pengolahan, Pelaporan, Penyimpanan.

2.3.2 Tujuan Rekam Medis

Tujuan Rekam Medis adalah untuk menunjang tercapainya tertib

administrasi dalam rangka upaya peningkatan pelayanan kesehatan di Rumah

Sakit. Tanpa didukung suatu sistem pengelolaan Rekam Medis yang baik dan

benar, tidak akan tercapai tertib administrasi rumah sakit sebagaimana yang

diharapkan (Depkes, 2011).

2.3.3 Kegunaan Rekam Medis

Kegunaan Rekam Medis dapat dilihat dari beberapa aspek, antara lain

(Hatta, 2010) :

1. Aspek Administrasi

Rekam Medis yang mempunyai nilai administrasi karena isinya menyangkut

tindakan berdasarkan wewenang dan tanggung jawab sebagai tenaga medis dan

paramedis dalam mencapai tujuan pelayanan kesehatan.

2. Aspek Medis

Rekam Medis mempunyai nilai medik, karena catatan tersebut dipergunakan

sebagai dasar untuk merencanakan pengobatan/perawatan yang harus diberikan

kepada seorang pasien.

3. Aspek Hukum

Rekam Medis mempunyai nilai hukum, karena isinya menyangkut masalah


10

adanya jaminan kepastian hukum atas dasar keadilan, dalam rangka usaha

menegakkan hukum serta penyediaan bahan bukti untuk menegakkan keadilan.

4. Aspek Keuangan

Rekam Medis mempunyai nilai uang, karena isinya mengandung

data/informasi yang dipergunakan sebagai aspek keuangan.

5. Aspek Penelitian

Rekam Medis mempunyai nilai penelitian, karena isinya mengangkut

data/informasi yang dapat dipergunakan sebagai aspek penelitian dan

pengembangan ilmu pengetahuan di bidang kesehatan.

6. Aspek Pendidikan

Rekam Medis mempunyai nilai pendidikan, karena isinya menyangkut

data/informasi tentang perkembangan kronologis dan kegiatan pelayanan medis

yang diberikan kepada pasien. Informasi tersebut dapat dipergunakan sebagai

bahan/referensi pengajaran di bidang profesi si pemakai.

7. Aspek Dokumentasi

Rekam Medis mempunyai nilai dokumentasi, karena isinya menyangkut

sumber ingatan yang harus didokumentasikan dan dipakai sebagai bahan

pertanggungjawaban dan laporan rumah sakit.

2.3.4 Rawat Inap

Pelayanan rawat inap adalah pelayanan pasien untuk observasi, diagnosis,

pengobatan, rehabilitasi medik dan atau upaya pelayanan kesehatan lainnya

dengan menginap di rumah sakit (Kemenkes, 2003). Rawat inap adalah

pemeliharaan kesehatan di rumah sakit dimana penderita tinggal atau mondok

sedikitnya satu hari, berdasarka rujukan dari pelaksanaan pelayanan kesehatan


11

tingkat I atau dokter spesialis yang ditunjuk (Pujihastuti, 2014).

2.3.5 Formulir Rekam Medis Rawat Inap

Formulir Rekam Medis rawat inap adalah berkas yang memiliki fungsi

untuk merekam terjadinya transaksi pelayanan yang dilakukan di unit rawat inap.

Macam-macam formulir Rekam Medis yaitu : (1) Formulir ringkasan masuk dan

keluar (2) Resume medis (3) Lembar pengkajian medis umum (4) Grafik

perkembangan pasien (5) Formulir catatan perkembangan pasien terintegrasi (6)

Formulir informasi pasien dan keluarga (7) Formulir pemeriksaan penunjang (8)

Formulir pemeriksaan anestesi (9) Laporan operasi (10) Formulir pencatatan

pemberian obat (11) Catatan keperawatan (12) Resume Keperawatan (13)

Laporan persalinan dan identifikasi bayi (14) Laporan identifikasi bayi lahir (15)

Surat persetujuan rawat inap (16) Informed consent (Depkes, 2006).

Formulir yang diteliti dalam penelitian ini adalah :

1. Formulir Resume Medis

Formulir resume medis adalah ringkasan dari seluruh masa perawatan dan

pengobatan pasien sebagaimana yang telah diupayakan oleh para tenaga kesehatan

dan pihak terkait [ CITATION Hat14 \l 1033 ]. Isi ringkasan pulang atau resume

medis sekurang-kurangnya memuat : (1) Identitas pasien, (2) Diagnosis masuk

dan indikasi pasien dirawat, (3) Ringkasan hasil pemeriksaan fisik dan penunjang,

diagnosis akhir, dan tindak lanjut, (4) Nama dan tanda tangan dokter atau dokter

gigi yang memberikan pelayanan kesehatan. (Permenkes, 2008).

2. Formulir Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi

Formulir catatan perkembangan pasien terintegrasi adalah formulir yang

digunakan untuk mendokumentasikan perkembangan pasien serta tindakan dan


12

kegiatan dalam konteks pemberian asuhan keperawatan dan medis oleh semua

pemberi layanan kepada pasien dalam format yang sama. Yang dimaksud dengan

staf keperawatan dan medis adalah : dokter, perawat, staf rehabilitasi medik, ahli

gizi, dan apoteker (Depkes, 2006).

Pencatatan yang lengkap sangat berpengaruh terhadap pengambilan keputusan

terkait pelayanan yang diberikan oleh tenaga kesehatan. Metode penulisan catatan

perkembangan, yang menjelaskan tiga hal yaitu apa yang telah terjadi pada pasien,

apa yang direncanakan untuk pasien, dan bagaimana pasien bereaksi terhadap

terapi, ditempuh 4 langkah tentang proses pengambilan keputusan secara

sistematis yang dikenal dengan sebutan SOAP (Hatta, 2008).

3. Formulir Pemeriksaan Penunjang

Suatu pemeriksaan medis yang dilakukan atas indikasi tertentu guna

memperoleh keterangan medis yang lebih lengkap (Depkes, 2006). Formulir

pemeriksaan penunjang juga berpengaruh terhadap pelaporan morbiditas karena

formulir tersebut dapat dijadikan acuan dalam mencoding diagnosis suatu

penyakit.

2.3.6 Informasi Medis

Informasi medis adalah segala bentuk informasi yang memuat riwayat

medis seseorang selama mendapat pengobatan atau perawatan di Fasilitas

Pelayanan Kesehatan. Informasi medis ini bersifat rahasia sesuai dengan sumpah

dokter untuk merahasiakan segala sesuatu yang diketahui karena pekerjaan dan

keilmuannya, PP No. 10 Tahun 1966 tentang wajib simpan rahasia kedokteran. Isi

informasi medis memuat : (1) Identitas pasien Tanggal dan waktu, (2) Hasil

anamnesis, mencakup sekurang kurangnya keluhan dan riwayat penyakit, (3)


13

Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medik, (4) Diagnosis, (5) Rencana

penatalaksanaan, (6) Pengobatan dan tindakan, (7) Persetujuan tindakan bila

diperlukan, (8) Catatan observasi klinis hasil pengobatan, (9) Ringkasan pulang

(discharge summary), (10) Nama dan tanda tangan dokter, dokter gigi atau tenaga

kesehatan tertentu yang memberikan pelayanan kesehatan, (11) Pelayanan lain

yang dilakukan oleh tenaga kesehatan tertentu, (12) Untuk pasien khusus gigi

dilengkapi dengan otontogram klinik (Permenkes, 2008).

2.3.7 Kelengkapan Rekam Medis Rawat Inap

Kelengkapan rekam medis pasien rawat inap adalah terisinya item yang

wajib diisi dalam formulir rekam medis pasien rawat inap. Rekam medis

dikatakan lengkap apabila memenuhi syarat dibawah ini (Permenkes, 2008) :

1. Setiap tindakan yang dilakukan terhadap pasien, selambat lambatnya dalam

waktu 1 x 24 jam harus ditulis dalam lembaran rekam medis dan dilengkapi

dalam 2 x 24 jam

2. Semua pencatatan dalam lembaran rekam medis harus berisi identitas pasien,

tanda tangan dokter atau tenaga kesehatan lainnya sesuai dengan

kewenangannya, nama terang dan diberikan tanggal

3. Tenaga medis harus mengisi keterangan waktu, pemberian tanggal, dan koreksi

pada setiap tindakan yang diberikan kepada pasien. Dokter yang merawat dapat

memperbaiki kesalahan penulisan yang terjadi dengan wajar seperti mencoret

kata/kalimat yang salah dengan jalan memberikan satu garis lurus pada tulisan

tersebut.

4. Pencatatan yang dibuat oleh mahsiswa kedokteran atau mahasiswa lainnya di

tanda tangani dan menjadi tangung jawab oleh dokter yang merawat atau
14

dokter yang membimbingnya.

2.3.8 Faktor Faktor yang Mempengaruhi Ketidaklengkapan Rekam Medis

Salah satu faktor penyebab ketidaklengkapan pengisian informasi medis

diantaranya adalah waktu dokter yang sempit atau kurang, pasien yang banyak,

dan pasien (Pasien pulang atas permintaan sendiri). Petugas belum sepenuhnya

menyadari akan pentingnya kelengkapan pengisisan berkas Rekam Medis yang

isinya mengandung informasi yang penting, karena hal ini berpengaruh terhadap

mutu dan hal hal yang terkait di dalamnya. Selain itu, belum adanya ruang transit

dokter, yang bisa memberikan kenyamanan bagi dokter dalam mengerjakan tugas

tugasnya.

Kelengkapan pengisian dokumen Rekam Medis sangat penting dilakukan

karena Rekam Medis setiap pasien berfungsi sebagai tanda bukti sah yang dapat

dipertanggungjawabkan secara hukum. Oleh karena itu Rekam Medis yang

lengkap harus setiap saat tersedia dan berisi data atau informasi tentang pemberian

pelayanan kesehatan yang sudah diberikan secara jelas. Standar pelayanan

minimal kelengkapan pengisian dokumen Rekam Medis adalah 2x24 jam setelah

pasien rawat inap pulang [ CITATION Hat10 \l 1033 ]

1. Aspek Sumber Daya Manusia

a. Kepatuhan dokter dalam pengisian dokumen rekam medis pasien. Kepatuhan

dokter terhadap pengisian dokumen rekam medis merupakan salah satu faktor

yang mempengaruhi ketidaklengkapan. Dokter seringkali hanya menulis salah

satu diagnose pasien sehingga informasi kurang berkesinambungan.

b. Kurangnya ketelitian perawat dalam pegisian dokumen rekam medis. Perawat

juga berperan penting dalam kelengkapan dokumen rekam medis, karena setiap
15

tindakan akan dicatat dalam dokumen sehingga informasi dapat

berkesinambungan

2. Aspek pendukung

a. Desain Formulir. Salah satu faktor yang mempengaruhi adalah desain formulir,

desain formulir yang baik harus memenuhi syarat 1)Desain formulir

sesederhana mungkin, 2)Terminology yang mudah dipahami pada setiap

elelmen, 3)Adanya studi tentang tujuan formulir 4)Urutan-urutan item harus

logis

b. Sarana. Sarana prasarana adalah faktor yang mempengaruhi ketidaklengkapan

dokumen, karena apbila sarana prasarana yang baik akan mencerminkan

administrasi yang tertib

c. Prosedur pelaksanaan. Pada prosedur tetap, apabila dokumen pasien tidak

lengkap harus dilengkapi, dan dikembalikan pada bagian Assembling 2x24

jam,hal ini belum sepenuhnya dilakukan. Hal ini dikarenakan banyak dokter

disana bukan dokter tetap, atau dokter tersebut sudah tidak bekerja lagi.

Sehinnga mempengaruhi waktu pelaksaan kelengkapan dokumen pasien

(Permenkes, 2008)

2.3.9 Assembling

Assembling berarti proses perakitan atau pengurutan halaman rekam medis.

Pada proses ini dilakukan analisis untuk melihat kelengkapan rekam medis,

apabila terdapat rekam medis yang tidak lengkap maka unit rekam medis

menyerahkan kembali rekam medis kepada petugas medis [ CITATION Bud11 \l

1033 ]. Assembling adalah pengelolaan Rekam Medis berbasis kertas (paper

based documents) yang diolah, ditatas, dan disimpan secara manual ataupun
16

berbasis computerized patient record yang dikelola melalui system informasi

terpadu (Depkes, 2006).

Peran dan fungsi Assembling dalam pelayanan Rekam Medis yaitu sebagai

prakit formulir Rekam Medis, peneliti isi data Rekam Medis, pengendali Rekam

Medis yang tidak lengkap, pengendali penggunaan nomor Rekam Medis dan

formulir Rekam Medis. Tugas bagian assembling adalah melakukan analisis

kuantitatif dan kualitatif pada dokumen Rekam Medis.

2.3.10 Analisis Kuantitatif Rekam Medis

Analisis kuantitatif adalah telaah bagian tertentu dari isi Rekam Medis

dengan maksud menemukan kekurangan khusus yang berkaitan dengan

pencatatan dokumen Rekam Medis. Jadi analisis kuantitatif Rekam Medis

memuat analisis ketidaklengkapan mengenai formulir formulir yang harus ada

dalam dokumen Rekam Medis pasien serta pencatatan semua item pertanyaan

yang ada pada formulir formulir tersebut harus sesuai dengan pelayanan yang

diberikan kepada pasien. Untuk menilai kelengkapan dan keakuratan berkas

Rekam Medis, mengkaji 4 kreteria yakni identitas pasien, bukti rekaman,

keabsahan rekaman dan tata cara mencatat. Keempat unsur ini merupakan hal

yang sering dianggap sepele dalam pencatatan, sehingga pelaksanaannya

diindektikkan dengan tingkat kedisiplinan pengisian Rekam Medis [ CITATION

Hat10 \l 1033 ].

Komponen analisis kuantitatif mencakup review catatan medis yaitu

(Irmawati, 2019):

1. Review Identifikasi

Analisis kuantitatif dilakukan memeriksa setiap halaman catatan medis, untuk


17

identifikasi pasien meliputi No RM, Nama Pasien, Umur, Jenis kelamin. Jika

ditemukan suatu halaman tidak memiliki identifikasi, halaman ini harus di review

untuk memastikan apakah milik pasien yang catatan medisnya sedang dianalisis

dan identifikasinya dicatat.

2. Review Pelaporan

Rekam Medis berisi lembaran laporan-laporan tertentu yang umumnya ada

pada catatan medis fasilitas tertentu. Rumah sakit umumnya terdapat riwayat

penyakit, pemeriksaan fisik, observasi klinis (catatan kemajuan) dan kesimpulan

pada akhir perawatan inap (resume klinis dan keterangan diagnosis dan prosedur

final). Laporan lain yang diperlukan tergantung pada perjalanan penyakit pasien di

rumah sakit.

3. Review Autentifikasi

Analisis kuantitatif berfungsi untuk memastikan bahwa suatu entri telah

otentikasi. Otentikasi bisa berupa tanggal pelayanan, tanda tangan, nama terang,

stempel karet yang hanya dipegang oleh pemilik, inisial (singkatan nama) atau

kode akses komputer dan harus memiliki gelar profesi penulisannya.

4. Review Pencatatan

Entri harus selalu dilakukan dengan cara pencatatan yang baik. Analisis

kuantitatif tidak bisa memecahkan masalah tentang isi yang tidak bisa terbaca atau

tidak jelas atau lengkap, bisa digunakan untuk menandai entri yang tidak

bertanggal, dimana kesalahan tidak diperbaiki secara semestinya, terdapatnya

daerah “lompatan” yang seharusnya diberi garis untuk mencegah penambahan

kemudian terutama pada catatan kemajuan dan perintah dokter dan dimana

singkatan telah digunakan di dalam pernyataan diagnosa dan prosedur akhir.


18

Meliputi : cara penulisan, cara pembetulan kesalahan, penggunaan simbol dan

istilah yang sah.

2.3.11 Analisis Kualitatif Rekam Medis

Analisis kualitatif yaitu suatu review yang ditunjukkan terhadap rekam

medis untuk mengidentifikasi tentang ketidaklengkapan dalam pengisian rekam

medis. Analisis kualitatif meliputi pengisian rekam medis yang baik oleh staf

medis, para medis, dan unit penunjang medis lainnya (Depkes, 2006).

Komponen analisis kualitatif yaitu :

1. Review kelengkapan dan kekonsistensian diagnose adalah review kualitatif

yang bertujuan untuk memeriksa kekonsistenan pengisian diagnosa diantara

diagnose masuk, diagnose tambahan, diagnose akhir, diagnose keluar, diagnose

klinik, diagnose praoprasi, dan diagnose pascaoperasi (Depkes, 2006).

2. Review kekonsistenan pencatatan diagnose adalah review kualitatif yang

memeriksa penyesuaian atau kecocokan antara bagian I dengan bagian lain

dengan seluruh bagian dimana diagnose dari awal hingga akhir (Depkes, 2006).

3. Review pencatatan hal yang dilakukan saat perawatan dan pengobatan adalah

review yang berisikan pencatatan yang menjelaskan keadaan pasien dirawat

dan seluruh hasil pemeriksaan dan mencatat tindakan yang telah diberikan

kepada pasien (Depkes, 2006).

4. Review adanya informed consent yang seharusnya ada adalah review yang

menganalisa surat persetujuan dari pasien untuk memeriksa sudah diisi dengan

benar dan lengkap sesuai dengan prosedur dan aturan yang dibuat secara

konsisten (Depkes, 2006).

5. Review cara pencatatan adalah review kualitatif yang melihat cara pencatatan
19

yang meliputi waktu pencatatan, tulisan yang mudah dibaca, tidak menulis hal

hal atau komentar yang tidak ada kaitannya dengan pengobatan (Depkes,

2006).

6. Review hal hal yang berpotensi menyebabkan kerugian adalah review

mengenai semua catatan tentang kejadian yang dapat menyebabkan kerugian

adalah review mengenai semua catatan tentang kejadian yang dapat

menyebabkan atau berpotensi tuntutan kepada instalasi pelayanan kesehatan

baik oleh pasien maupun pihak ketiga (Depkes, 2006).

2.3.12 Pelaporan Rumah Sakit

Pelaporan yaitu proses pembuatan laporan untuk kepentingan internal dan

eksternal rumah sakit. Pihak internal yang membutuhkan informasi kesehatan

adalah direktur rumah sakit Direktur rumah sakit, Wakil direktur rumah sakit,

Kepala bagian/kepala bidang, Kepala instalasi, Kepala sub bagian medis dan unit

dalam fasilitas pelayanan kesehatan, seperti farmasi, keuangan, klinik, bangsal

dan manajemen. Pihak luar (eksternal) rumah sakit yang membutuhkan informasi

kesehatan adalah Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Dinas Kesehata

Provinsi, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Pelayanan Kesehatan dasar dan

rujukan, Pemasok obat dan alat kesehatan, Pemanfaatan laporan morbiditas dapat

digunakan dalam : pengambilan keputusan, pengambilan kebijakan, pedoman

petunjuk, pelaksanaan petunjuk, teknis program kesehatan. Kewajiban rumah

sakit dalam pembuatan laporan dapat digambarkan melalui data sistem pelaporan

rumah sakit (SPRS) yang dilaporkan kepada dinas kesehatan setempat (Hatta,

2013).
20

Secara garis besar, jenis pelaporan rumah sakit dibedakan menjadi 2, yaitu

laporan internal dan eksternal rumah sakit (Depkes, 2006). Pelaporan internal

rumah sakit disesuaikan dengan kebutuhan rumah sakit. Laporan internal rumah

sakit meliputi semua catatan hasil kegiatan yang dilakukan oleh rumah sakit.

Laporan ini dibuat dan dimanfaatkan oleh rumah sakit itu sendiri. Sedangkan yang

dimakud dengan pelaporan eksternal rumah sakit adalah laporan yang ditunjukkan

kepada instasi yang berwenang di atas rumah sakit.

Formulir pelaporan SIRS terdiri dari 5 (lima) Rekapitulasi Laporan (RL)

diantaranya :

1. RL 1 berisikan Data Dasar Rumah Sakit yang dilaporkan setiap waktu apabila

terdapat perubahan data dasar dari rumah sakit sehingga data ini dapat

dikatakan data yan bersifat terbarukan setiap saat (updated).

2. RL 2 berisikan Data Ketenagaan yang dilaporkan periodik setiap tahun.

3. RL 3 berisikan Data Kegiatan Pelayanan Rumah Sakit yang dilaporkan

periodik setiap tahun

4. RL 4 berisikan Data Morbiditas/Mortalitas pasien yang dilapokan periodik

setiap tahun

5. RL 5 yang merupakan Data Bulanan yang dilaporkan secara periodik setiap

bulan, berisikan data kunjungan dan data 10 (sepuluh) besar penyakit

(Permenkes, 2011).

2.4 Diagnosis

Diagnosis utama adalah kondisi yang menyebabkan pasien memperoleh

perawatan atau pemeriksaan, ditegakkan pada akhir episode pelayanan dan


21

bertanggungjawab atas kebutuhan sumber daya pengobatannya. Sedangkan

diagnosis primer adalah diagnosis yang paling bertanggung jawab akan mayoritas

asuhan yang diberikan kepada pasien, atau penggunaan sumber daya terbesar

untuk asuhan pasien. Pada umumnya diagnosis primer identik dengan diagnosis

utama (Hatta, 2008).

Diagnosis ditinjau dari prosesnya sebagai berikut :

1. Diagnosis Awal

Penetapan diagnosis awal yang belum diikuti dengan pemeriksaan yang lebih

mendalam.

2. Diagnosis Utama

Jenis penyakit utama yang diderita pasien setelah dilakukan pemeriksaan yang

lebih mendalam.

3. Diagnosis Akhir

Diagnosis yang menjadi sebab kenapa pasien dirawat dan didasarkan pada hasil

hasil pemeriksaan yang lebih mendalam.

2.4.1 Langkah- Langkah dalam Mengkoding Diagnosis

Berikut merupakan cara mengkoding diagnosis dengan menggunakan ICD

10 [ CITATION Hat14 \l 1057 ] :

1. Tentukan tipe pernyataan

yang akan dikode, dan buka volume 3 Alphabetical Index (kamus). Bila

pernyataan adalah istilah penyakit atau cedera atau kondisi lain yang terdapat

pada Bab I-XIX dan XXI (Vol 1), gunakanlah ia sebagai ”lead-term” untuk

dimanfaatkan sebagai panduan menelusuri istilah yang dicari pada seksi Indeks

(Volume 3). Bila pernyataan adalah penyebab luar (external cause) dari cedera
22

(bukan nama penyakit) yang ada di Bab XX (Vol 1), lihat dan cari kodenya

pada seksi II di Index (Vol 3)

2. ”Lead-term” (kata panduan)

untuk penyakit dan cidera biasanya merupakan kata benda yang memaparkan

kondisi patologisnya. Sebaiknya jangan menggunakan istilah kata benda

anatomi, kata sifat atau kata keterangan sebagai kata panduan. Walaupun

demikian beberapa kondisi ada yang diekspresikan sebagai kata sifat atau

eponim (menggunakan nama penemu) yang tercantum di dalam indeks sebagai

”lead-term”.

3. Baca dengan seksama dan

ikuti petunjuk catatan yang muncul di bawah istilah yang akan dipilih pada

volume 3.

4. Baca istilah yang terdapat

dalam tanda kurung ”()” sesudah lead-term (kata dalam tanda kurung =

modifier, tidak akan mempengaruhi kode). Istilah lain yang ada di bawah lead-

term (dengan tanda (-) minus = idem = indent) dapat mempengaruhi nomor

kode, sehingga semua kata kata diagnostik harus diperhitungkan).

5. Ikuti secara hati hati setiap

rujukan silang (cross references) dan perintah see dan see also yang terdapat

dalam indeks.

6. Lihat daftar tabulasi (Volume

1) untuk mencari nomor kode yang paling tepat. Lihat kode tiga karakter di

indeks dengan tanda minus pada posisi keempat yang berarti bahwa isian untuk

karakter keempat itu ada di dalam volume 1 dan merupakan posisi tambahan
23

yang tidak ada dalam indeks (Vol 3). Perhatikan juga perintah untuk

membubuhi kode tambahan (additional code) serta aturan cara penulisan dan

pemanfaatannya dalam pengembangan indeks penyakit dan dalam sistem

pelaporan morbiditas dan mortalitas.

7. Ikuti pedoman Inclusion dan

Exclusion pada kode yang dipilih atau bagian bawah suatu bab (chapter), blok,

kategori, dan subkategori

8. Tentukan kode yang anda

pilih

9. Lakukan analisis kuantitatif

dan kualitatif data diagnosis yang dikode untuk pemastian kesesuainnya

dengan pernyataan dokter tentang diagnosis utama di berbagai, lembar formulir

Rekam Medis pasien, guna menunjang aspek legal Rekam Medis yang

dikembangkan.

2.4.2 Aturan Reseleksi Diagnosis MB 1 – MB 5

Dalam penentuan diagnosis utama diperhatikan peraturan reseleksi.

Peraturan reseleksi diagnosis utama saat dicatat yaitu : pada keadaan adanya

informasi yang dapat menunjukkan bahwa dokter salah tidak mengikuti prosedur

ICD yang benar maka klasifikasi dari dokter yang merawat dan jika tidak

mungkin gunakan peraturan reseleksi pada ICD volume 2 (MB 1 – MB 5) (Word

Health Organization, 2004).

1. Rule MB 1 : Kondisi minor yang tercatat sebagai kondisi utama sama dengan

kondisi yang lebih signifikan sebagai kondisi lain. Kondisi minor (sederhana)

atau sudah berjalan lama atau masalah incidental dicatat sebagai kondisi utama
24

sama dengan kondisi yang lebih signifikan, relevan dengan pengobatan yang

diberikan dan atau spesialisasi yang merawat penderita tercatat sebagai kondisi

lain maka reseleksi kondisi terakhir sebagai kondisi utama.

Contoh : Kondisi Utama : Epilepsi

Kondisi lain : Otomycosis

Spesialis : THT

Reseleksi sebagai kondisi utama ialah Otoycosis B.36.9+, H62.2 *

2. Rule MB 2 : Beberapa kondisi tercatat sebagai kondisi utama. Beberapa

kondisi tercatat yang tidak dapat digabungkan dalam satu kode sebagai kondisi

utama sedangkan rincian yang lain ada yang menunjukkan salah satunya

sebagai kondisi utama yang diterima pasien sesuai dengan spesialisasi yang

menanganinya maka pilihlah keluhan atau kondisi yang ditunjukkan atau

dipilih yang pertama kali disebutkan.

Contoh : Kondisi utama : Cataract Staphylococcal Meningitis Ishemic Heart

Disease

Spesialis : Neurologi

Maka pilih kondisi utama Staphylococcal Meningitis G00.3

3. Rule MB 3 : Kondisi yang tercatat sebagai kondisi utama menggambarkan

gejala diagnosis, kondisi yang diobati. Tanda atau gejala (BAB XVIII) atau

masalah (BAB XXI) tercatat sebagai kondisi utama padahal jelas menunjukkan

tanda, gejala atau masalah diagnosis kondisi tercatat di suatu tempat lain dan

perawatan diberikan untuk yang terakhir maka pilih ulang diagnosis kondisi

sebagai kondisi utama agar kode diagnosis penyakit tepat dan akurat.

Contoh : Kondisi utama : Abdominal Pain


25

Kondisi lain : Acute Appendicitis

Prosedur appendictomi, maka pilih kondisi utama appendicitis acute K35.9

4. Rule MB 4 : Spesifikasi diagnosis tercatat sebagai kondisi utama

menggambarkan suatu kondisi umum. Sedangkan istilah yang menggambarkan

informasi yang lebih tepat tentang lokasi atau sifat dasar dari kondisi yang ada

dicatat di tempat lain, maka pilih ulang hal yang disebut terakhir.

Contoh : Kondisi utama : Congenital Heart Diseases

Kondisi lain : Ventricular Septal Defect

Maka pilih kondisi utama Ventricular Septal Defect Q21.

5. Rule MB 5 : Alternatif dari diagnosis utama. Gejala atau tanda tercatat sebagai

kondisi utama dengan indikasi disebabkan oleh kondisi lain pilih gejala sebagai

kondisi utama. Bila dua atau lebih keluhan tercatat sebagai pilihan diagnosis

untuk kondisi utama pilih kondisi pertama yang dicatat.

Contoh : Kondisi utama : Headache and tensionoracute sinusitis

Kondisi lain :-

2.4.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Akurasi Kode Diagnosis

Kecepatan dan ketepatan pemberian kode dari suatu diagnosis sangat

tergantung kepada pelaksana yang menangani Rekam Medis (Depkes, 2006)

disebutkan antara lain :

1. Tenaga Medis

Penetapan diagnosis seorang pasien merupakan kewajiban, hak dan

tanggungjawab dokter (tenaga medis) yang terkait tidak boleh diubah oleh

karenanya harus diagnosis yang ada dalam Rekam Medis diisi dengan lengkap

dan jelas sesuai dengan arahan yang ada dalam buku ICD 10.
26

2. Tenaga Rekam Medis sebagai Pemberi Kode Diagnosis

Tenaga medis sebagai seorang pemberi kode bertanggung jawab atas

keakuratan kode dari suatu diagnosis yang sudah ditetapkan oleh tenaga medis.

Oleh karenanya untuk hal yang kurang jelas atau yang tidak lengkap sebelum

kode ditetapkan, komunikasikan terlebih dahulu pada dokter yang membuat

diagnosis tersebut.

3. Tenaga Kesehatan Lainnya

Kelancaran dan kelengkapan pengisian Rekam Medis di instalasi rawat jalan

dan rawat inap atas kerjasama tenaga medis dan tenaga kesehatan lain dimasing-

masing instalasi kerja tersebut (Depkes, 2006).

2.4.4 Ketidakakuratan Kode (Coding)

Ketidakakuratan pengkodean diagnosis adalah suatu bentuk ketidaksesuaian

penulisan diagnosis penyakit dengan klasifikasi yang telah ditetapkan dalam ICD-

10 (Septriani, 2017). Dijelaskan ketidakakuratan kode diagnosis dan kode

tindakan adalah pengkodean penyakit yang tidak lengkap, tidak tepat, serta tidak

tertulis dan tidak terkodingnya diagnosis dan tindakan. Pengkodean dianggap

tepat dan akurat jika telah sesuai dengan kondisi pasien dengan segala tindakan

yang terjadi, lengkap sesuai aturan klasifikasi yang digunakan. Bila kode

mempunyai 3 karakter dapat diasumsikan bahwa kategori tidak dibagi. Seringkali

bila kategori dibagi, kode nomor pada indeks akan memberikan 4 karakter. Suatu

Dash pada posisi ke-4 (misalnya O03.-) mempunyai arti bahwa kategori telah

dibagi pada karakter ke-4 yang dapat ditemukan dengan merujuk ke daftar tabular.

Sistem Dagger (+) dan Assterisk (*) mempunyai aplikasi pada istilah yang akan

diberikan dua kode (Pramono, dkk, 2013). Ketidakakuratan pengkodean penyakit


27

dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor faktor yang dapat menyebabkan

kesalahan dalam menetapkan kode berdasarkan hasil penelitian Institute of

Medicine (Abdelhak, dkk, 2001) adalah :

(1) Kesalahan dalam membaca diagnosis yang terdapat dalam rekam medis,

disebabkan oleh rekam medis yang tidak lengkap

(2) Kesalahan dalam menentukan diagnosis utama yang dilakukan oleh dokter

(3) Kesalahan dalam menentukan kode diagnosis ataupun kode tindakan

(4) Kode diagnosis atau tindakan tidak valid atau tidak sesuai dengan isi dalam

rekam medis

(5) Kesalahan dalam menuliskan kembali atau memasukkan kode dalam

komputer. Kecepatan dan ketepatan pengkodean dari suatu diagnosis sangat

tergantung kepada pelaksana yang menangani rekam medis, yaitu tenaga

medis dalam menetapkan diagnosis, tenaga rekam medis yang memberikan

kode diagnosis, tenaga kesehatan lainnya yang terkait dalam melengkapi

pengisian rekam medis.

2.5 International Statistical Classification of Disease and Related Health

Problem Tenth Revision (ICD-10)

2.5.1 Pengertian ICD-10

ICD-10 adalah dimana memuat klasifikasi diagnostik penyakit dengan

standar internasional yang disusun berdasarkan sistem kategori dan

dikelompokkan dalam satuan penyakit menurut kreteria yang telah disepakati


28

pakar internasional. (Hatta, 2014).

2.5.2 Kegunaan ICD-10

Fungsi ICD-10 sebagai sistem klasifikasi penyakit dan masalah terkait

kesehatan digunakan untuk kepentingan informasi statistic morbiditas dan

mortalitas. Penerapan pengkodean sistem ICD-10 digunakan untuk (Hatta,2014) :

1. Mengindeks pencatatan penyakit dan tindakan di sarana pelayanan kesehatan

2. Masukan bagi sistem pelaporan diagnosis penyakit

3. Memudahkan proses penyimpanan dan pengambilan data terkait diagnosis

karakteristik pasien dan penyedia layanan

4. Bahan dasar dalam pengelompokan DRGs (diagnosis related groups) untuk

sistem penagihan pembayaran biaya pelayanan

5. Pelaporan nasional dan internasional morbiditas dan mortalitas

6. Tabulasi data pelayanan kesehatan bagi proses evaluasi perencanaan pelayanan

medis

7. Menentukan bentuk pelayanan yang harus direncanakan dan dikembangkan

sesuai kebutuhan zaman

8. Analisis pembiayaan pelayanan kesehatan

9. Untuk penelitian epidemiologi dan klinis

2.5.3 Struktur ICD-10

Struktur International Statistical Classification of Disease and Related

Health Problem Tenth Revision (ICD-10) terdiri dari (WHO, 2004) :

1. Volume ICD-10 :

Klasifikasi ICD-10 volume 2 terbitan Word Health Organization (2004), ICD

10 terdiri dari 3 volume yaitu :


29

a. Volume 1 adalah daftar tabulasi yang berupa daftar alfanumerik dari penyakit

dan kelompok penyakit beserta catatan inclusion dan exlusion dan beberapa

cara pemberian kode.

b. Volume 2 berisi pengenalan dan petunjuk bagaimana menggunakan volume 1

dan 3, petunjuk membuat sertifikat dan aturan-aturan kode mortalitas, petunjuk

mencatat dan mengkode kode mortalitas.

c. Volume 3 berupa index abjad dari daftar tabulasi volume 1, dan terdiri dari:

1) Pendahuluan, menerangkan kegunaan indeks secara umum.

2) Bagian I adalah daftar istilah abjad yang berhubungan dengan penyakit,

sifat cedera akibat kontak dengan pelayanan kesehatan dan faktor yang

mempengaruhi seseorang sakit.

3) Bagian II adalah daftar abjad sebab luar cedera morbiditas dan mortalitas.

4) Bagian III adalah susunan abjad obat-obatan dan bahan kimia

2. Jumlah BAB pada ICD 10

Jumlah Bab ICD 10 volume 2 terbitan Word Health Organization (2004), ICD

10 terdiri dari 22 Bab atau Chapter yaitu :

a. BAB I-XVII : Berhubungan dengan penyakit dan morbiditas.

b. BAB XVIII : Gejala, tanda, penemuan klinis dan laboratorium

yang abnormal yang tidak diklasifikasikan ditempat lain.

c. BAB XIX : Berhubungan dengan cedera, keracunan dan akibat

eksternal lain

d. BAB XX : Berhubungan mengenai morbiditas dan mortalitas

e. BAB XXI : Faktor yang mempengaruhi pelayanan kesehatan

dan kontak dengan pelayanan kesehatan


30

f. BAB XXII : Kode untuk tujuan khusus

3. Alfanumerik

Merupakan kombinasi angka dan huruf.

4. Blok kategori

Pada setiap bab dibagi dalam beberapa blok, dimana setiap blok kemudian

dibagi dalam 3, 4, dan 5 kategori.

5. Kategori 3 karakter

Karakter pertama dari kode adalah karakter abjad yang diikuti oleh 2 angka.

6. Kategori 4 karakter

Tidak untuk dilaporkan pada tingkat internasional tetapi penggunaan karakter

ke 4 sampai sub kategori (karakter ke-5).

2.5.4 Konvensi dan Tanda Baca ICD-10

Daftar tabulasi ICD-10 (Jilid I) memuat penggunaan singkatan tertentu,

memberi tanda baca, simbol dan istilah yang harus dimengerti dengan jelas.

Sehingga harus merujuk pada pemberian kode konvensi dan tanda baca yang

meliputi (Word Health Organization, 2004).

1. Parentheses ( )

Digunakan dalam volume I untuk 4 situasi penting yaitu :

a. Untuk mengurung supplementary word (kata tambahan) yang

mengikuti satu istilah diagnosis, tanpa mempengaruhi kode yang disediakan

bagi kata-kata di luar tanda kurung ( ).

b. Digunakan untuk mengurung kode suatu istilah yang

dikelompokkan ke exclusion (tidak termasuk atau diluar kelompok ini).

c. Pada judul blok untuk mengurung kode 3 karakter bagi kategori


31

yang termasuk ke included (termasuk) pada blok terkait.

d. Untuk mengurung kode dual classification sistem dagger (†) dan

asteris (*) atau sebaliknya.

2. Square brackets []

Tanda kurung besar ini digunakan untuk :

a. Membatasi sinonim kata alternative atau kalimat keterangan

Contoh : A30 Leprosy [Hansen’s Disease]

b. Menunjukkan ke catatan sebelumnya

Contoh : C00.8 Overlapping lesion of lip [see note 5 on page 182]

c. Merujuk ke pernyataan sebelumnya pada kelompok sub divisi 4

karakter biasanya pada suatu nomor kategori.

Contoh : F10.- Mental and behavioral disorders due to use of alkohol

3. Colon (:)

Tanda baca titik dua (:) mengikuti kata dari rubrik yang penulisan sebutan

istilah belum lengkap, memerlukan 1 atau lebih dari satu kata tambahan untuk

memodifikasi atau mengkualifikasi agar penulisan istilah diagnosa sesuai dengan

rubrik yang dimaksud.

Contoh : K36 Other Appendicitis

Appendicitis :

- Chronic

- Recurent

4. Brace ( })

Tanda kurung besar digunakan dalam istilah inclusion dan exclusion untuk

menunjukkan bahwa baik kata terdahulu maupun kata sesudahnya adalah istilah
32

lengkap.

Contoh : A09 Diarrhoea and gastroenteritis of presumed infectiousorigin

Catarrh, enteric or intestinal

5. NOS (Not Otherwise Specified)

Singkatan dari Not Otherwise Specified artinya ‘tidak dispesifikkan atau

dijelaskan “atau“ dikualifikasikan atau tidak memenuhi syarat untuk dituliskan.

Contoh : K14.9 Disease of Tongue, unspecified

6. NEC (Not Elsewhere Classified)

Artinya “yang tidak diklasifikasikan ditempat lain”. Apabila digunakan judul

pada kategori 3 karakter, NEC merupakan sebagai peringatan bahwa beberapa

jenis tertentu dari kondisi yang tercantum dalam rubrik tersebut, bila saja terdapat

pada klasifikasi lain.

Contoh : K73 Chronic hepatitis, not elsewhere classified

7. And in title (And pada judul)

Pada ICD 10 “dan” berarti “dan/atau”

Contoh : S49.9 Unspecified injury of shoulder and upper arm

Berarti cedera yang tak dispesifikasikan dari bahu atau cedera lengan atas yang

tak dispesifikasikan dari bahu dan lengan atas.

8. Point dash (.-)

Kasus karakter ke-4 dari suatu sub kategori diberi tanda – (dash) setelah tanda

.(point). Tanda .– menunjukkan bahwa ada karakter ke-4 dan harus dicari

dikategori yang tepat. Tanda ini ada divolume 1 atau 3.

Contoh : A06 Amoebiasis

Excludes other protozoal intestinal diseases (A07.-)


33

9. Dagger (†) dan asteris (*)

Sistem kode rangkap dari kombinasi kode melalui tambahan kode dagger (†)

dan asteris (*) telah digunakan pada ICD 10, sehingga penjelasan kondisi dalam

istilah yang mendasari penyebab atau etiologi (†) dan manifestasi (*). Prinsip dari

ICD-10 adalah kode dagger (†) yaitu kode primer dan harus selalu digunakan

untuk kondisi tunggal dan kode asteris (*) tidak pernah digunakan sendirian.

Contoh : A52.0 Cardiovascular syphilis

Cardiovascular syphilis NOS (198.0*)

10. Rujuk silang (Cross-reference)

Digunakan untuk mendupilkasi istilah yang diperlukan didalam indeks.

a. See (lihat)

Pemberi kode diminta untuk merujuk keistilah lain.

Contoh : Ingestion

Chemical – see table of drug and chemical

b. See also (lihat juga)

Pemberi kode harus merujuk ketempat lain dalam indeks. Jika pernyatan kode

berisi pernyataan lain yang ditemukan dibawah istilah see also.

Contoh : Index alphabetic injury (see also spesicified injury type)

11. Include

Include (termasuk) dimaksudkan sebagai tambahan yang penting, yang dapat

juga dipakai untuk kondisi yang berbeda atau sinonimnya yang bukan sebagai

klasifikasi kelompok tersebut.

Contoh : C45 Mesothelioma

Include :Morphology code M905 with behaviour code / 3


34

12. Exclude

Exclude (tidak termasuk) menunjukkan kode ditempat lain, kode yang benar

adalah kode yang diberi tanda kurung () yang mengikuti istilah tersebut.

Contoh : C38 Malignant Neoplasm of heart, mediatinum and pleura

Exclude :Mesothelioma(C45.-

2.6 Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan

BPJS Kesehatan adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyeleng-

garakan program jaminan sosial kesehatan. BPJS Kesehatan dibentuk dengan UU

No. 40 Tahun 2004 Tentang SJSN dan UU No. 24 Tahun 2011 Tentang BPJS.

BPJS Kesehatan berbadan hukum publik yang bertanggungjawab langsung

kepada Presiden. BPJS Kesehatan berkedudukan dan berkantor pusat di Ibu Kota

Negara RI. BPJS Kesehatan memiliki kantor perwakilan di provinsi dan kantor

cabang di kabupaten/kota. Dalam rangka melaksanakan fungsi sebagai

penyelenggara program jaminan kesehatan social bagi seluruh penduduk

Indonesia (Buku Pedoman BPJS).

BPJS Kesehatan diberi kewenangan untuk (Buku Pedoman BPJS) :

(1) Menagih pembayaran iuran;

(2) Menempatkan dana jaminan sosial untuk investasi jangka pendek dan jangka

panjang dengan mempertimbangkan aspek likuiditas, solvabilitas, kehati-

hatian, keamanan dana, dan hasil yang memadai;

(3) Melakukan pengawasan dan pemeriksaan atas kepatuhan Peserta dan Pemberi

Kerja dalam memenuhi kewajibannya;


35

(4) Membuat kesepakatan dengan fasilitas kesehatan mengenai besar pembayaran

fasilitas kesehatan yang mengacu pada standar tariff yang ditetapkan oleh

Pemerintah.

2.6.1 Tujuan BPJS

Tujuannya untuk mengoprasikan program bernama JKN (Jaminan

Kesehatan Nasional). JKN ini yang nantinya memberikan sumber daya bagi

masyarakat Indonesia untuk bisa merasakan asuransi di bidang kesehatan. Namun

tentu ada fitur-fitur tambahan yang menghiasi program ini, sehingga lebih dapat

merangkul seluruh aspek kehidupan.

Demi tercapainya tujuan dan terselenggaranya program dari Sistem Jaminan

Sosial Nasional, maka dibentuk Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang

selanjutnya disingkat BPJS. BPJS bertujuan untuk mewujudkan terselenggaranya

pemberian jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap

peserta atau anggota keluarganya. Terdapat 2 (dua) pengertian tentang BPJS yang

pertama BPJS Kesehatan dan yang kedua BPJS Ketenagakerjaan. BPJS Kesehatan

yang akan menyelenggarakan program jaminan kesehatan di instansi-instansi

kesehatan khususnya milik pemerintah dan sebagian milik swasta yang telah

melakukan kontrak dengan BPJS (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24

Tahun 2011).

2.7 Morbiditas

2.7.1 Pengertian Morbiditas

Morbiditas diartikan semua penyimpanan dari keadaan sehat, kesakitan

dapat dinyatakan pada orang yang sakit atau episode. Morbiditas adalah cakupan

kondisi penyakit, cedera dan alasan kontak dengan pelayanan kesehatan, termasuk
36

screening dan upaya pencegahan. Pemberian kode biasanya berkaitan dengan satu

peristiwa pelayanan kesehatan di institusi kesehatan maupun saat mengadakan

survei. Morbiditas dikaitkan dengan satu periode masa pemberian pelayanan

kesehatan (single episode) (Depkes, 2006).

Satu peristiwa (episode) pemberian pelayanan kesehatan didefinisikan

sebagai satu periode perawatan pasien atau kontak (atau kontak beruntun dalam

satu jangka waktu tertentu) dengan praktisi kesehatan dalam kondisi yang sama

atau sebagai akibat langsung. (Depkes, 2006).

Konsep pemberian kode morbiditas penyakit meliputi :

1. Pengkodean secara single condition

Ada dua cara dalam memberikan kode kondisi penyakit yaitu hanya memilih

satu diagnosis (single condition) atau mengkode semua keluhan (multiple

condition). Pilihan kode dengan kode satu diagnosis disebabkan adanya

keterbatasan sumber daya manusia atau karena yang diperlukan hanya perolehan

data yang lebih sederhana sesuai kebutuhan. Penentu kode (coder) harus

memperhatikan atas kode tunggal (single condition coding) yaitu harus memilih

keluhan utama (main condition) dari semua diagnosis yang muncul.

2. Pengkodean keluhan utama (main condition)

Keluhan utama (main condition) adalah diagnosis yang ditegakkan diakhir

episode pelayanan kesehatan dan menjadi kondisi utama penyebab pasien

memperoleh perawatan atau pemeriksaan. Keluhan utama merupakan kondisi

penentu yang bertanggungjawab atas episode pelayanan kesehatan klinis dan

coder tidak menjumpai kesulitan. Dalam memilih keluhan utama pasien yang

dirawat hanya untuk satu kondisi.


37

3. Pengkodean keluhan tambahan (other condition)

Kondisi lain didefinsikan sebagai keadaan yang menyertai atau berkembang

selama peristiwa atau episode pelayanan kesehatan dan mempengaruhi

manajemen pasien. Maksud dari mempengaruhi manajemen pasien yaitu untuk

keperluan pengkodean, kondisi lain dapat diartikan sebagai hal yang

mempengaruhi pasien yang sedang menjalani kegiatan : evaluasi klinis, perawatan

pengobatan (terapeutik), prosedur diagnostic, perpanjangan masa perawatan

dirumah sakit membutuhkan tambahan asuhan perawatan atau pemonitorian serta

penyebab luar yang menyertai (Depkes, 2006).

2.7.2 Pedoman untuk Pencatatan Data Diagnosis dalam Analisis Kondisi

Tunggal dari Data Morbiditas

Pedoman pencatatan data diagnosis dalam kondisi tunggal dari data

morbiditas terbagi menjadi (WHO, 2004) :

1. Secara Umum

Praktisi medis yang bertanggungjawab terhadap pengobatan pasien harus

menyeleksi kondisi utama dan kondisi lain dalam masing – masing periode

perawatan. Catatan yang lengkap, penting untuk manajemen pasien yang baik dan

merupakan data berharga bagi data epidemiologi dan stastistik tentang morbiditas

dan masalah kesehatan lainnya.

2. Detail dan spesifikasi

Masing–masing pernyataan diagnostik harus seinformatif mungkin agar dapat

menggolongkan kondisi tersebut dalam kategori yang paling spesifik.

Contoh : Acute Appendicitis with perforation

Diabetic cataract non insulin dependent Diabetes Melitus


38

3. Diagnosis atau gejala yang tidak khas

Diagnosis hingga akhir periode perawatan tidak ditemukan diagnosis yang

pasti, maka informasi yang paling spesifik dan kondisi yang diketahui

memerlukan perawatan atau pemeriksaan yang harus dicatat.

4. Alasan non morbid kontak dengan pelayanan kesehatan

Periode perawatan atau kontak dengan fasilitas kesehatan tidak selalu berkaitan

dengan pemeriksaan atau perawatan penyakit yang saat ini terjadi, tetapi dapat

terjadi pada seseorang yang tidak sakit menerima pelayanan kesehatan maka

detail dari kondisi yang ada harus dicatat sebagai kondisi utama.

5. Kondisi ganda

Periode perawatan menyangkut sejumlah kondisi yang berhubungan seperti

luka ganda, maka kondisi yang paling parah dan membutuhkan sumber daya lebih

besar dianggap sebagai kondisi utama, apabila tidak ada kondisi yang lebih

dominan maka kalimat luka multiple atau fraktur multiple dapat digolongkan

sebagai kondisi utama.

6. Kondisi akibat kausa eksterna

Kondisi seperti cedera, keracunan atau akibat penyebab luarnya tercatat maka

disebabkan maupun kondisi yang mempengaruhinya.

7. Pengobatan terhadap sequele

Episode perawatan ditujukan untuk pemeriksaan atau pengobatan kondisi

residual disuatu penyakit disaat ini sudah tidak ada, maka sequele tersebut harus

dijelaskan dan disebutkan asal – usulnya bersama dengan bukti bahwa penyakit

awalnya sudah tidak dijumpai lagi (Word Health Organization, 2004).

2.7.3 Pengertian Pelaporan Morbiditas Rumah Sakit


39

Pelaporan morbiditas rumah sakit adalah data keadaan morbiditas pasien

rawat inap dan rawat jalan di rumah sakit yang dilaporkan setiap tahun. Kegiatan

morbiditas individual pasien rawat inap meliputi (Permenkes, 2011) :

1. Morbiditas untuk pasien umum

Morbiditas untuk pasien umum isinya mencakup : identitas pasien, tanggal

masuk, dan tanggal keluar, diagnosis, penyebab luar cidera dan keracunan, operasi

atau tindakan, keadaan keluar rumah sakit dan sebagainya.

2. Morbiditas untuk pasien kebidanan

Morbiditas untuk pasien kebidanan isinya mencakup identitas pasien, tanggal

masuk dan tanggal keluar, cara melahirkan, diagnosis utama, masa getasi, operasi

atau tindakan, keadaan keluar rumah sakit, tanggal melahirkan, paritas, dan

jumlah kelahiran hidup atau mati.

3. Morbiditas untuk bayi lahir

Morbiditas untuk bayi lahir di rumah sakit isinya mencakup tanggal masuk dan

keluar pasien, tanggal lahir bayi, berat lahir, keadaan lahir, diagnosis utama, dan

keadaan keluar rumah sakit.

Pelaporan morbiditas adalah angka kesakitan yang berasal dari community

based yang diperoleh melalui studi morbiditas dan faciality based data yang

diperoleh dari fasilitas pelayanan kesehatan melalui sistem pencatatan dan

pelaporan secara rutin. Pelaporan morbiditas memuat data komplikasi penyakit

pasien rawat inap yang dikelompokkan menurut daftar tabulasi dasar untuk

masing-masing kelompok penyakit. Rekapitulasi Morbiditas Rawat Inap (RL 4a)

yaitu formulir untuk data keadaan morbiditas pasien rawat inap yang merupakan

formulir rekapitulasi dari jumlah pasien keluar rumah sakit (hidup dan mati) untuk
40

periode 1 tahun. Dari dikumpulkan dari tanggal 1 Januari sampai dengan 31

Desember setiap tahunnya. Data rekapitulasi morbiditas dari RL 4a tersebut

menjadi dasar dalam pembuatan ranking 10 besar penyakit yang ada dalam

pelaporan RL 5 (indeks 10 besar penyakit) (Permenkes, 2011).

2.7.4 Fungsi Pelaporan Morbiditas Pasien Rawat Inap

Pelaporan morbiditas pasien rawat inap dimanfaatkan oleh bagian internal

yaitu Direktur Rumah Sakit, Wakil Direktur Rumah Sakit, Kepala Bagian atau

Kepala Bidang, Kepala Instalasi, Kepala Sub Bagian, dan Medis. Laporan

Morbiditas dilaporkan kepada pihak eksternal yaitu Departemen Kesehatan

Republik Indonesia, Dinas Kesehatan Provinsi, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota,

Pelayanan Kesehatan Dasar dan Rujukan, Pemasok obat dan alat Kesehatan

(Rustiyanto, 2010).

Pelaporan morbiditas pasien rawat inap berfungsi sebagai salah satu alat

pertanggungjawaban dari pihak yang satu kepada pihak yang lain, sebagai alat

untuk membina kerjasama, saling pengertian, komunikasi dan koordinasi yang

cepat, untuk pengambilan keputusan, pengambilan kebijakan, pedoman, petunjuk

pelaksanaan, petunjuk teknis, dan program kesehatan (Rustiyanto, 2010).

2.7.5 Syarat Kualitas Pelaporan Morbiditas Rumah Sakit

Pelaporan morbiditas yang diberikan kepada pihak internal dan ekternal

harus memenuhi beberapa kriteria laporan berkualitas antara lain yaitu : (1)

Laporan harus benar dan objektif, (2) informasi yang dituangkan harus erat

hubungannya dengan masalah yang akan dikemukakan, (3) laporan harus jelas

dan cermat, (4) pembuat laporan harus menempatkan dirinya pada kedudukan

pembaca, maksudnya adalah dia sendiri harus benar-benar mengerti baik materi
41

dan susunan kalimatnya, (5) laporan harus langsung mengenai sasaran, (6) laporan

harus singkat, tepat, padat dan jelas, (7) laporan harus lengkap, laporan yang

lengkap harus mencakup segala segi dari masalah yang dikemukakan, uraiannya

tidak memberikan kesempatan terhadap timbulnya masalah atau pertanyaan baru,

(8) laporan harus tepat penerimanya (Kepmenkes, 2003).

Syarat penyusunan laporan yang berkualitas yaitu : (1) harus menguasai

masalah yang akan dilaporkan, (2) mempunyai minat, kesanggupan objektif, teliti,

memiliki kemampuan analisis, dan koperatif, (3) menggunakan bahasa tertulis

yang baik, (5) menggunakan kata dan istilah yang sederhana, jelas, dan mudah

dimengerti (Kepmenkes, 2003).

2.7.6 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pelaporan Morbiditas Rumah

Sakit

Pelaporan morbiditas rumah sakit dipengaruhi beberapa faktor yaitu

kelengkapan rekam medis, keakuratan kode diagnosis, dan petugas pelaporan.

Berikut ini adalah penjelasan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi

pelaporan morbiditas rumah sakit (Kasim, 2010) :

1. Kelengkapan informasi medis

Kelengkapan informasi medis berpengaruh terhadap pencatatan pelaporan

morbiditas rumah sakit, karena pencatatan pelaporan morbiditas bersumber dari

informasi medis yang ada dalam Rekam Medis pasien. Kelengkapan informasi

medis sekurang-kurangnya mencakup data identitas pasien, data perawatan

pasien, data pemeriksaan penunjang medis, serta data diagnosis medis pasien.

Kelengkapan informasi medis akan berpengaruh terhadap keakuratan kode

diagnosis yang akan digunakan sebagai dasar dalam pembuatan pelaporan


42

morbiditas (Suheri, 2016).

Kelengkapan informasi medis tidak secara langsung mempengaruhi pelaporan

morbiditas rumah sakit, pelaporan morbiditas dibuat dengan dasar dari indeks

penyakit yang ada dirumah sakit (Yulia, 2015).

2. Keakuratan Kode Diagnosis Penyakit

Keakuratan kode diagnosis pasien akan digunakan sebagai dasar dalam

menyusun indeks penyakit dan pembuatan laporan morbiditas pasien rawat inap.

Oleh karena itu maka kode diagnosis pasien sangat menentukan akurat dan

tidaknya pelaporan morbiditas yang akan dibuat (Rohman, 2011).

3. Petugas pelaporan

Petugas pelaporan mempunyai tanggung jawab dalam pembuatan pelaporan

morbiditas rumah sakit sesuai dengan data yang ada dilapangan. Pengetahuan,

pengalaman, dan ketrampilan petugas sangat menentukan dalam pembuatan

pelaporan morbiditas yang akurat dan berkualitas (Kasim, 2010).

2.7.7 Hubungan Kelengkapan Informasi Medis Terhadap Pelaporan

Morbiditas

Kelengkapan informasi medis berpengaruh terhadap pencatatan pelaporan

morbiditas rumah sakit, karena pencatatan pelaporan morbiditas bersumber dari

informasi medis yang ada dalam rekam medis pasien. Dari kelengkapan informasi

medis tersebut akan dijadikan sebagai acuan dalam mengcoding diagnosis suatu

penyakit (Sugiarsi, 2011). Coder harus memperhatikan kelengkapan informasi

medis yang berhubungan dengan keakuratan kode diagnosis. Dalam menetapkan

kode diagnosis pasien rawat inap yang akurat juga perlu memperhatikan informasi

tambahan seperti jenis kelamin, umur, kehamilan, riwayat penyakit, kompikasi,


43

hasil pemeriksaan dan lembar konsultasi. Dalam pemberian kode diagnosis tidak

hanya didasarkan pada ringkasan masuk dan keluar akan tetapi lembar lembar lain

yang berhubungan dengan proses pengkodean antara lain yaitu lembar

pemeriksaan penunjang, catatan perkembangan pasien terintegrasi, resume medis

dan lembar lainnya yang berhubungan dengan penegakan diagnosis, sehingga

lembar lembar tersebut harus dipastikan lengkap saat proses assembling (Suheri,

2016).

2.7.8 Hubungan Keakuratan Kode Diagnosis Terhadap Pelaporan

Morbiditas

Keakuratan kode diagnosis pasien akan digunakan sebagai dasar dalam

menyusun indeks penyakit dan pembuatan laporan morbiditas pasien rawat inap.

Ketepatan dan keakuratan kode diagnosis tersebut sangat bergantung pada

ketepatan penulisan diagnosis oleh dokter, kelengkapan informasi medis oleh

dokter, dan tenaga kesehatan lainnya serta petugas perekam medis selaku pemberi

kode. Coder harus memperhatikan kelengkapan informasi medis yang

berhubungan dengan penentuan diagnosis yang spesifik sehingga akan

berhubungan dengan keakuratan kode diagnosis. Kelengkapan informasi medis

dan keakuratan kode diagnosis sangat berperan penting terhadap keakuratan data

pelaporan morbiditas penyakit. Apabila kode diagnosis tidak akurat maka data

pelaporan morbiditas tidak akurat karena data morbiditas bersumber dari kode

penyakit (Permenkes, 2011). Kode diagnosis pasien sangat menentukan akurat

atau tidaknya pelaporan morbiditas yang akan digunakan (Rohman, 2011).

Anda mungkin juga menyukai