Anda di halaman 1dari 24

TERAPI OKSIGEN DALAM KEGAWATDARURATAN

DISUSUN OLEH :

Kd Kembar Ayu Manik Sukraeny P07120218 014


Ni Luh Putu Tanasya Putri P07120218 020

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
PRODI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Terapi
Oksigen. Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah
Keperwatan Kegawatdaruratan.

Saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah


membantu sehingga makalah ini dapat diselesaikan sesuai dengan
waktunya. Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu, saya
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
kesempurnaan makalah ini.

Semoga makalah ini memberikan informasi bagi seluruh masyarakat


khususnya mahasiswa Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan Denpasar
dan bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan bagi kita semua

Denpasar, 25 Januari 2021

Penyusun

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Sering kali pada saat pasien mengeluh sesak napas, maka secara otomatis
yang terpikir adalah pemberian oksigen. Tanpa memandang ”sebetulnya” perlu
atau tidaknya tindakan tersebut dilakukan. Jikapun perlu metoda apa yang
diperlukan dan berapa banyak kadar yang harus diberikan. Oksigen (O 2)
merupakan salah satu komponen gas dan unsur vital dalam proses metabolisme
untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel tubuh. Secara normal
elemen ini diperoleh dengan cara menghirup udara ruangan dalam setiap kali
bernapas. Penyampaian O2 ke jaringan tubuh ditentukan oleh interaksi sistem
respirasi, kardiovaskuler dan keadaan hematologis.

Pemberian oksigen pada pasien perlu mendapat perhatian khusus karena


pada pemberian yang tidak tepat dapat menimbulkan efek yang tidak
diharapkan seperti depresi pernapasan atau keracunan O 2. Cara yang tepat
pemberian oksigen adalah didasarkan pada hasil pemeriksaan analisa gas darah
(AGD) melalui penghitungan dengan menggunakan rumus. Melalui
penghitungan ini dapat ditentukan banyaknya/konsentrasi oksigen yang
diberikan serta dapat memilih alat yang dipakai dalam pemberian oksigen.
Artikel ini akan membahas mengenai terapi oksigen secara praktis.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah sebagai berikut.


1) Apakah definisi terapi oksigen?
2) Apa saja tujuan /kegunaan terapi oksigen?
3) Bagaimanakah indikasi terapi oksigen?
4) Bagaimana kontra indikasi terapi oksigen?
5) Bagaimana teknik pemberian oksigen?
6) Bagaimanakah resiko terapi oksigen?
7) Seperti apakah komplikasi?

3
8) Bagaimana tanda dan gejala keracunan oksigen?

1.3 TUJUAN PENULISAN


 Tujuan Umum

Untuk Mengetahui dan memahami dasar-dasar Terapi Oksigen


 Tujuan Khusus

Mahasiswa mampu mengerti dan memahami tentang :


1) Untuk mengetahui definisi terapi oksigen.
2) Untuk mengetahui tujuan /kegunaan
3) Untuk mengetahui indikasi
4) Untuk mengetahui kontra indikasi
5) Untuk mengetahui teknik pemberian oksigen
6) Untuk mengetahui resiko terapi oksigen
7) Untuk mengetahui komplikasi
8) Untuk mengetahui tanda dan gejala keracunan oksigen

4
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 DEFINISI TERAPI OKSIGEN

Terapi oksigen adalah memasukkan oksigen tambahan dari luar ke paru


melalui saluran pernafasan dengan menggunakan alat sesuai kebutuhan. (Standar
Pelayanan Keperawatan di ICU, Dep.Kes. RI, 2005). Terapi oksigen adalah
pemberian oksigen dengan konsentrasi yang lebih tinggi dari yang ditemukan
dalam atmosfir lingkungan. Pada ketinggian air laut konsentrasi oksigen dalam
ruangan adalah 21 %, (Brunner & Suddarth,2001)

Sejalan dengan hal tersebut diatas menurut Titin, 2007, Terapi oksigen
adalah suatu tindakan untuk meningkatkan tekanan parsial oksigen pada inspirasi,
yang dapat dilakukan dengan cara:
a) Meningkatkan kadar oksigen inspirasi / FiO2 (Orthobarik ).
b) Meningkatkan tekanan oksigen (Hiperbarik).

2.2 TUJUAN TERAPI OKSIGEN

Terapi oksigen memiliki tujuan diantranya untuk:


a) Meningkatkan konsentrasi O2 pada darah arteri sehingga masuk ke jaringan
untuk memfasilitasi metabolisme aerob
b) Mempertahankan PaO2> 60 mmHg atau SaO2> 90 % untuk :

5
 Mencegah dan mengatasi hipoksemia / hipoksia serta mmempertahankan
oksigenasi jaringan yang adekuat.
 Menurunkan kerja nafas dan miokard.
 Menilai fungsi pertukaran gas
Alat Aliran (L/menit) Fi O2 (fraksi oksigen inspirasi)

1 0,24
2 0,28
3 0,32
Kanula nasal 4 0,36
5 0,40
6 0,44
5-6 0,40
Masker oksigen 6-7 0,50
7-8 0,60
6 0,60
7 0,70
Masker dengan
kantong reservoir 8 0,80
9 ≥0,80
10 ≥0,80

Terapi oksigen adalah upaya pengobatan dengan obat oksigen untuk mencegah
atau memperbaiki hipoksia jaringan, dengan cara meningkatkan masukin oksigen ke
dalam sistem respirasi, meningkatkan daya angkut oksigen dalam sirkulasi dan
meningkatkan pelepasan oksigen ke jaringan atau ekstrasi oksigen jaringan.

Pada kondisi normal, sistem respirasi menghirup udara atmosfir yang


mengandung 21% oksigen dengan tekanan parsial 150 mmHg, selanjutnya
sampai di alveoli tekanan parsialnya akan turun menjadi 103 mmHg akibat
pengaruh tekanan uap air yang terjadi pada jalan nafas. Pada alveoli oksigen akan
segera berdifusi ke dalam aliran darah paru melalui proses aktif akibat perbedaan
tekanan. Di dalam darah sebagian besar oksigen terikat dengan hemoglobin
dengan daya ikat 1,39 ml/g hemoglobin dan sebagian kecil larut dalam plasma
dengan koefisien kelarutan 0,003. Kemudian hemodinamik berperan

6
mengedarkannya keseluruh jaringan tubuh untuk keperluan metabolism aerob.
Apabila terjadi kesenjangan diantara hipoksia, yang pada akhirnya akan
mengubah perangai metabolisme aerob menjadi anaerob.
Terapi oksigen meliputi upaya-upaya meningkatkan masukin oksigen ke
dalam sistem respirasi, meningkatkan daya angkut hemodinamik dan
meningkatkan daya ektraksi oksigen jaringan, maka akan kesempatan ini hanya
dibahas upaya-upaya untuk meningkatkan masukan oksigen ke dalam sistem
respirasi, disesuaikan dengan sarana yang tersedia di bangsal.

2.3 INDIKASI TERAPI OKSIGEN


a. Pasien hipoksia
Hipoksia hipoksik merupakan masalah pada individu normal pada
daerah ketinggian serta merupakan penyulit pada pneumonia dan berbagai
penyakit sistim pernafasan lainnya.
 Gejala dan tanda hipoksia hipoksik:
1. Pengaruh penurunan tekanan barometer
Penurunan PCO2 darah arteri yang terjadi akan menimbulkan alkalosis
respiratorik.
2. Gejala hipoksia saat bernafas oksigen
Di ketinggian 19.200 m, tekanan barometer adalah 47 mmHg, dan pada
atau lebih rendah dari tekanan ini cairan tubuh akan mendidih pada suhu
tubuh. Setiap orang yang terpajan pada tekanan yang rendah akan lebih
dahulu meninggal saat hipoksia, sebelum gelembung uap air panas dari
dalam tubuh menimbulkankematian.
3. Gejala hipoksia saat bernafas udara biasa
Gejala mental seperti irritabilitas, muncul pada ketinggian sekitar 3700 m.
Pada ketinggian 5500 m, gejala hipoksia berat, dan diatas 6100 m,
umumnya seseorang hilang kesadaran.
4. Efek lambat akibat ketinggian
Keadaan ini ditandai dengan sakit kepala, iritabilias, insomnia, sesak
nafas, serta mual dan muntah.
5. Aklimatisasi

7
Respon awal pernafasan terhadap ketinggian relatif ringan, karena
alkalosis cenderung melawanefek perangsangan oleh hipoksia. Timbulnya
asidosis laktat dalam otak akan menyebabkan penurunan pH LCSdan
meningkatkan respon terhadap hipoksia.

b. Pasien Gagal Nafas


Gagal nafas akibat sumbatan jalan nafas, defresi pusat nafas, penyakit
syaraf otot, trauma torak atau penyakit pada paru seperti misalnya ARDS
c. Pasien dengan Kegagalan Transportasi Oksigen
Kegagalan transporatsi oksigen akibat syok (kardiogenik, hipovolemik
dan septik), infark otot jantung anemia atau keracunan CO
d. Pasien dengan Kegagalan Ekstraksi Oksigen
Kegagalan ektraksi oksigen oleh jaringan akibat keracunan sianida
e. Pasien dengan Peningkatan Kebutuhan Terhadap Oksigen
Peningkatan kebutuhan jaringan terhadap oksigen, seperti pada luka bakar,
trauma ganda, infeksi berat, penyakit keganasan, kejang demam dll
f. Pasien pasca anesthesia trauma anastesia umum dengan gas gelak atau N2O
g. Oksigenasi cukup, paru normal, sedangkan sirkulasi tidak normal.
h. Pasien yang membutuhkan pemberian oksigen konsentrasi tinggi
i. Pasien dengan tekanan partial karbondioksida ( PaCO2 ) rendah.
Contoh pasien dengan tekanan partial karbondioksida ( PaCO2 ) rendah
adalah :
 Pasien dengan kadar O2 arteri rendah dari hasil AGD
 Pasien dengan peningkatan kerja napas dimana tubuh terjadi hipoksemia
ditandaidengan PaO2 dan SpO2 menurun. Pasien yang teridentifikasi
hipoksemia contohnya syok dan keracunan CO

Kriteria pemberian terapi oksigen tersebut dapat dilakukan dengan


beberapa cara dibawah ini:

8
1) Pemberian oksigen secara berkesinambungan (terus menerus), Diberikan
apabila hasil analisis gas darah pada saat istirahat, didapat nilai:
 PaO2 kurang dari 55 mmHg atau saturasi kurang dari 88%.
 PaO2 antara 56-59 mmHg atau saturasi 89% disertai kor pulmonale,
polisitemia (hematokrit >56%).
2) Pemberian secara berselang
Diberikan apabila hasil analisis gas darah saat latihan didapat nilai:
 Pada saat latihan PaO2 55 mmHg atau saturasi 88%
 Pada saat tidur PaO255 mmHg atau saturasi 88% disertai komplikasi
seperti hipertensi pulmoner.somnolen dan aritmia.Pasien dengan
keadaan klinik tidak stabil yang mendapat terapi oksigen perlu
dievaluasi gas darah (AGD) serta terapi untuk menentukan perlu
tidaknya terapi oksigen jangka panjang.

2.4 KONTRA INDIKASI TERAPI OKSIGEN

Aryani (2009) menjelaskan tidak ada konsentrasi pada pemberian terapi


oksigen dengan syarat pemberian jenis dan jumlah aliran yang tepat. Namun
demikian, perhatikan pada khusus berikut ini:
1) Pada klien dengan PPOM (Penyakit Paru Obstruktif Menahun)
Yang mulai bernapas spontan maka pemasangan masker partial rebreathing
dan non rebreathing dapat menimbulkan tanda dan gejala keracunan oksigen.
Hal ini dikarenakan jenis masker rebreathing dan non-rebreathing dapat
mengalirkan oksigen dengan konsentrasi yang tinggi yaitu sekitar 90-95%.
2) Face mask tidak dianjurkan pada klien yang mengalami muntah-muntah.
3) Jika klien terdapat obstruksi nasal maka hindari pemakaian nasal kanul.

Berdasarkan teori diatas maka dapat disimpulkan bahwa terapi oksigen pada
pasien yang mengalami gangguan pernapasan mampu memperbaiki aliran
oksigen ke paru dan meningkatkan pertahanan paru dan membantu transport
mukosilier dan pembersihan. Pemberian terapi oksigen diberikan dengan hati-hati
karna masing-masing metode terapi oksigen mempunyai cara yang berbeda da
nada beberapa kondidi yang harus dipenuhi sebelum melakukan terapi oksigen

9
yaitu diagnosis yang tepat, pengobatan optimal dan indikasi yang tepat pada
pemberian terapi oksigen itu sendiri.

2.5 TEKNIK PEMBERIAN OKSIGEN


Dapat dibagi menjadi 2 teknik, yaitu :

a. Sistem Aliran Rendah


Sistem aliran rendah diberikan untuk menambah konsentrasi udara
ruangan, bekerja dengan memberikan oksigen pada frekuensi aliran kurang
dari volume inspirasi pasien, sisa volume ditarik dari udara ruangan. Karena
oksigen ini bercampur dengan udara ruangan, maka FiO2 aktual yang
diberikan pada pasien tidak diketahui, menghasilkan FiO2 yang bervariasi
tergantung pada tipe pernafasan dengan patokan volume tidal klien. Alat
oksigen aliranrendah cocok untuk pasien stabil dengan pola nafas, frekuensi
dan volume ventilasi normal, misalnya klien dengan Volume Tidal 500 ml
dengan kecepatan pernafasan 16 – 20 kali permenit.
Contoh sistem aliran rendah adalah :
a. Low flow low concentration :
1. Kateter nasal
Merupakan suatu alat sederhana yang dapat memberikan
oksigen secara kontinyu dengan aliran 1 – 6 liter/mnt dengan
konsentrasi 24% - 44%. Alat ini mirip dengan kanul nasal, sederhana,
murah dan mudah dalam pemakaiannya. Tersedia dalam berbagai
ukuran sesuai dengan usia dan jenis kelamin pasien. Untuk anak-anak
digunakan kateter nomor 8-10 F, untuk wanita digunakan nomor 10-12
F dan untuk pria nomor 12-14 F. Fraksi oksigen yang dihasilkan sama
seperti kanul nasal.
 Keuntungan Pemberian oksigen stabil, klien bebas bergerak, makan
dan berbicara, dan membersihkan mulut, murah dan nyaman serta
dapat juga dipakai sebagai kateter penghisap. Dapat digunakan
dalam jangka waktu yang lama.

10
 Kerugian Tidak dapat memberikan konsentrasi oksigen yang lebih
dari 44%, tehnik memasukan kateter nasal lebih sulit dari pada
kanula nasal, nyeri saat kateter melewati nasofaring, dan mukosa
nasal akan mengalami trauma, fiksasi kateter akan memberi
tekanan pada nostril, maka kateter harus diganti tiap 8 jam dan
diinsersi kedalam nostril lain, dapat terjadi distensi lambung, terjadi
iritasi selaput lendir nasofaring, aliran dengan lebih dari 6 liter/mnt
dapat menyebabkan nyeri sinus dan mengeringkan mukosa hidung,
serta kateter mudah tersumbat dan tertekuk.
2. Kanul nasal / kanul binasal / nasal prong.
Merupakan suatu alat sederhana yang dapat memberikan
oksigen kontinyu dengan aliran1 – 6 liter/mnt dengan konsentrasi
oksigen sama dengan kateter nasal yaitu 24 % - 44 %.Persentase O2
pasti tergantung ventilasi per menit pasien. Pada pemberian
oksigendengan nasal kanula jalan nafas harus paten, dapat
digunakan pada pasien denganpernafasan mulut. FiO2 estimation
yaitu terdiri dari:
Flows FiO2
 1 Liter /min : 24 %
 2 Liter /min : 28 %
 3 Liter /min : 32 %
 4 Liter /min : 36 %
 5 Liter /min : 40 %
 6 Liter /min : 44 %
Formula : ( Flows x 4 ) + 20 % / 21 %
 Keuntungan :
Pemberian oksigen stabil dengan volume tidal dan laju
pernafasan teratur, pemasangannya mudah dibandingkan kateter
nasal, murah, disposibel, klien bebas makan, minum, bergerak,
berbicara, lebih mudah ditolerir klien dan terasa nyaman. Dapat
digunakan pada pasien dengan pernafasan mulut, bila pasien
bernapas melalui mulut, menyebabkan udara masuk pada waktu

11
inhalasi dan akan mempunyai efek venturi pada bagian belakang
faring sehingga menyebabkan oksigen yang diberikan melalui
kanula hidung terhirup melalui hidung.
 Kerugian :
Tidak dapat memberikan konsentrasi oksigen lebih dari 44%,
suplai oksigen berkurang bila klien bernafas melalui mulut, mudah
lepas karena kedalaman kanul hanya 1/1.5 cm, tidak dapat
diberikan pada pasien dengan obstruksi nasal. Kecepatan aliran
lebih dari 4 liter/menit jarang digunakan, sebab pemberian flow rate
yang lebih dari 4 liter tidak akan menambah FiO2, bahkan hanya
pemborosan oksigen dan menyebabkan mukosa kering dan
mengiritasi selaput lendir. Dapat menyebabkan kerusakan kulit
diatas telinga dan di hidung akibat pemasangan yang terlalu ketat
b. Low flow high concentration
1. Sungkup Muka Sederhana
Digunakan untuk konsentrasi oksigen rendah sampai sedang.
Merupakan alat pemberian oksigen jangka pendek, kontinyu atau
selang seling. Aliran 5 – 8 liter/mnt dengan konsentrasi oksigen 40 –
60%. Masker ini kontra indikasi pada pasien dengan retensi
karbondioksida karena akan memperburuk retensi. Aliran O2 tidak
boleh kurang dari 5 liter/menit untuk mendorong CO2 keluar dari
masker. FiO2 estimation :
Flows FiO2
 5-6 Liter/min : 40 %
 6-7 Liter/min : 50 %
 7-8 Liter/min : 60 %

 Keuntungan :
Konsentrasi oksigen yang diberikan lebih tinggi dari kateter
atau kanula nasal, sistem humidifikasi dapat ditingkatkan melalui

12
pemilihan sungkup berlubang besar, dapat digunakan dalam
pemberian terapi aerosol.
 Kerugian :
Tidak dapat memberikan konsentrasi oksigen kurang dari 40%,
dapat menyebabkan penumpukan CO2 jika aliran rendah. Menyekap,
tidak memungkinkan untuk makan dan batuk.Bisa terjadi aspirasi bila
pasien mntah. Perlu pengikat wajah, dan apabila terlalu ketat
menekan kulit dapat menyebabkan rasa pobia ruang tertutup, pita
elastik yang dapat disesuaikan tersedia untuk menjamin keamanan
dan kenyamanan.
2. Sungkup Muka dengan Kantong Rebreathing/ Rebreathing mask

Suatu teknik pemberian oksigen dengan konsentrasi tinggi


yaitu 35 – 60% dengan aliran 6–15 liter/mnt , serta dapat meningkatkan
nilai PaCO2. Udara ekspirasi sebagian tercampur dengan udara
inspirasi, sesuai dengan aliran O2, kantong akan terisi saat ekspirasi
dan hampir menguncup waktu inspirasi. Sebelum dipasang ke pasien
isi O2 ke dalam kantong dengan cara menutup lubang antara kantong
dengan sungkup minimal 2/3 bagian kantong reservoir. Memasang
kapas kering pada daerah yang tertekan sungkup dan tali pengikat
untuk mencegah iritasi kulit. FiO2 estimation :

Flows ( lt/mt ) FiO2 ( % )


 6 : 35 %
 8 : 40 – 50 %
 10 – 15 : 60 %
 Keuntungan :
Konsentrasi oksigen lebih tinggi dari sungkup muka
sederhana, tidak mengeringkan selaput lendir.

 Kerugian :
Tidak dapat memberikan oksigen konsentrasi rendah, kantong
oksigen bisa terlipat atau terputar atau mengempes, apabila ini

13
terjadi dan aliran yang rendah dapat menyebabkan pasien akan
menghirup sejumlah besar karbondioksida. Pasien tidak
memungkinkan makan minum atau batuk dan menyekap, bisa
terjadi aspirasi bila pasien muntah, serta perlu segel pengikat.

3. Sungkup Muka dengan Kantong Non Rebreathing/ Non rebreathing


mask

Teknik pemberian oksigen dengan konsentrasi oksigen yang


tinggi mencapai 90 % denganaliran 6 – 15 liter/mnt. Pada
prinsipnya udara inspirasi tidak bercampur dengan udaraekspirasi,
udara ekspirasi dikeluarkan langsung ke atmosfer melalui satu atau
lebih katup,sehingga dalam kantong konsentrasi oksigen menjadi
tinggi. Sebelum dipasang ke pasien isiO2 ke dalam kantong dengan
cara menutup lubang antara kantong dengan sungkup minimal2/3
bagian kantong reservoir. Memasang kapas kering pada daerah yang
tertekan sungkupdan tali pengikat untuk mencegah iritasi kulit.
Kantong tidak akan pernah kempes dengantotal. Perawat harus
menjaga agar semua diafragma karet harus pada tempatnya dan
tanpatongkat. FiO2 estimation :

Flows ( lt/mt ) FiO2 ( % )


 6 : 55 – 60
 8 : 60 – 80
 10 : 80 – 90
 12 – 15 : 90
 Keuntungan :
Konsentrasi oksigen yang diperoleh dapat mencapi 90%, tidak
mengeringkan selaput lendir.
 Kerugian :
Tidak dapat memberikan oksigen konsentrasi rendah. Kantong
oksigen bisa terlipat atau terputar, menyekap, perlu segel pengikat,

14
dan tidak memungkinkan makan, minum atau batuk, bisa terjadi
aspirasi bila pasien muntah terutama pada pasien tidak sadar dan
anak-anak.
b. Sistem Aliran Tinggi
Memberikan aliran dengan frekuensi cukup tinggi untuk memberikan 2
atau 3 kali volume inspirasi pasien. Alat ini cocok untuk pasien dengan pola
nafas pendek dan pasien dengan PPOK yang mengalami hipoksia karena
ventilator. Suatu teknik pemberian oksigen dimana FiO2 lebih stabil dan tidak
dipengaruhi oleh tipe pernafasan, sehingga dengan tehnik ini dapat
menambahkan konsentrasi oksigen yang lebih tepat dan teratur.Contoh sistem
aliran tinggi:
1. Sungkup muka dengan venturi / Masker Venturi (High flow low
concentration).
Alat ini relatif mahal dibandingkan dengan beberapa alat yang telah
disebutkan di atas. Kelebihan alat ini adalah mampu memberikan FiO2
sesuai dengan yang dikehendaki, tidak tergantung dari aliran gas oksigen
yang diberikan. Tersedia dalam ukuran FiO2 24%, 35%, dan 40%
 Keuntungan:
Konsentrasi oksigen yang diberikan konstan / tepat sesuai
dengan petunjuk pada ala : FiO2 tidak dipengaruhi oleh pola ventilasi,
serta dapat diukur dengan O2 analiser, Temperatur dan kelembaban
gas dapat dikontrol, Tidak terjadi penumpukan CO2.
 Kerugian :
Harus diikat dengan kencang untuk mencegah oksigen
mengalir kedalam mata.Tidak memungkinkan makan atau batuk,
masker harus dilepaskan bila pasien makan, minum, atau minum
obat.Bila humidifikasi ditambahkan gunakan udara tekan sehingga
tidak mengganggu konsentrasi O2.
2. “OEM Mix-O Mask”
Alat ini hamper sama dengan sungkup venture. Perbedaannya pada
alat ini ditambah dengan pipa korugated sepanjang 20-30 cm dan bisa
ditambah adaptor humidifikasi.

15
3. Bag and Mask / resuscitator manual
Digunakan pada pasien :
 Cardiac arrest
 Respiratory failure
 Sebelum, selama dan sesudah suction Gas flows 12 – 15 liter, selama
resusitasi buatan, hiperinflasi / bagging, kantong resusitasi dengan
reservoir harus digunakan untuk memberikan konsentrasi oksigen 74
% - 100 %. Dianjurkan selang yang bengkok tidak digunakan sebagai
reservoir untuk kantong ventilasi. Kantong 2.5 liter dengan kecepatan
15 liter/menit telah ditunjukkan untuk pemberian oksigen yang
konsisten dengan konsentrasi 95 % - 100 %. Penggunaan kantong
reservoar 2.5 liter juga memberikan jaminan visual bahwa aliran
oksigen utuh dan kantong menerima oksigen tambahan. Pengetahuan
tentang kantong dan keterampilan penggunaan adalah vital :
 Kekuatan pemijatan menentukan volume tidal ( VT ).
 Jumlah pijatan permenit menentukan frekuensi
 Kekuatan dan frekuensi menentukan aliran puncak.
Hal – hal yang harus diperhatikan :

 Observasi dada pasien untuk menentukan kantong bekerja dengan


baik dan apakah terjadi distensi abdomen.
 Kemudahan / tahanan saat pemompaan mengindikasikan komplain
paru.
 Risiko terjadinya peningkatan sekresi, pneumothorak,
hemothorak, atau spasmebronkus yang memburuk.
Syarat – syarat Resusitator manual :

 Kemampuan kantong untuk memberikan oksigen 100 % pada


kondisi akut.
 Masker bila dibutuhkan harus transparan untuk memudahkan
observasi terhadap muntah / darah yang dapat mengakibatkan
aspirasi.
 Sistem katup yang berfungsi tanpa gangguan pada kondisi akut.

16
 Pembersihan dan pendauran ketahanan kantong.Large Volume
Aerosol Sistem
4. Selang T / T piece / Briggs adaptor
Oksigen dialirkan ke humidifier, aliran harus cukup tinggi
untuk menutup ventilasi pasien per menit. Dengan Oksigen T- piece
memungkinkan pelembaban untuk selang ETT ( Endo Trakeal Tube )
atau trakeostomi.Tidak akan menimbulkan kondensasi dalam selang.
Pada pemakaiannya, kabut harus terlihat pada ekshalasi akhir. Flow
rate yang direkomendasikan adalah 10 liter/menit dengan nebuliser set
untuk menjaga inspired oxygen concentration (FiO2)
5. Sungkup terbuka / Face tent
Sama dengan selang T, digunakan untuk memberikan
pelembaban pada pasien di ruang pemulihan atau setelah ekstubasi.
Bila pasien merasakan masker terlalu menyekap, maka masker wajah
harus ditambahkan. Konsentrasi 40% dengan aliran 10-15 L/mnt
(Hudak & Gallo,1997), 8-12 liter/menit : 28%-100%.
 Keuntungan : Lebih nyaman untuk anak, dapat digunakan sebagai
alternatif pemberian aerosol, dapat memberikan kelembaban yang
tinggi.
 Kerugian :Posisi face tent sulit dipertahankan, FiO2 sulit dikontrol.
6. Collar trakeostomi
Keuntungan :

 Sama dengan selang T, Memberikan pelembaban untuk pasien


dengan trakeostomi.
 Gelang – gelang adaptor mencegah bunyi gemuruh selang
trakeostomi.
 Bagian depan memungkinkan penghisapan tanpa melepas
masker.
 Kondensasi dalam collar dapat dialirkan ke dalam selang
pasien.
Kerugian :

17
 Sekresi dan lapisan kulit sekitar stoma dapat menyebabkan
iritasi dan infeksi. KeamananUntuk pasien :
 Memastikan bahwa selangnya benar-benar masuk ke dalam
saluran pernapasan.
 Selang atau kateter yang masuk ke dalam saluran napas harus
steril.
 Tabung oksigennya dijauhkan dari jangkauan api.
7. Sungkup muka tekanan positif
Alat ini terdiri dari sungkup muka, ukuran tekanan yang ditara
dari 0-4 cm HO, tali pengikat kepala, katup serarah, kantong dari karet
elastic, pipa karet diameter agak besar dan meter aliran untuk oksigen
dalam silinder. Alat ini digunakan untuk memberikan nafas buatan
pada pasien yang menderita depresi nafas.

2.6 PEDOMAN TERAPI OKSIGEN


Langkah-langkah baku yang harus diikuti sebelum memberikan terapi
oksigen adalah:
1) Tentukan status oksigenasi pasien dengan pemeriksaan klinis dan
pemeriksaan Analisis gas darah.
2) Pilih sistem yang akan digunakan, (aliran rendah atau tinggi).
3) Tentukan konsentrasi oksigen yang dikehendaki: tinggi (>60%), sedang
(35-60%) atau rendah (<35%)
4) Pantau keberhasilan terapi oksigen dengan pemeriksaan fisik pada sistem
respirasi dan kardiovaskular
5) Periksa analisis gas darah secara periodic dengan selang waktu minimal
30 menit
6) Apabila dianggap perlu ubah cara pemberiannya.

2.7 RESIKO TERAPI OKSIGEN

Salah satu resiko terapi oksigen adalah keracunan oksigen. Hal ini dapat
terjadi bila oksigen diberikan dengan fraksi lebih dari 50% terus-menerus selama
1-2 hari. Kerusakan jaringan paru terjadi akibat terbentuknya metabolik oksigen

18
yang merangsang sel PMN dan H2O2 melepaskan enzim proteolotikdan enzim
lisosom yang dapat merusak alveoli. Sedangkan resiko yang lain seperti retensi
gas karbondioksida dan atelektasis.

Oksigen 100% menimbulkan efek toksik, tidak saja pada hewan, namun
juga pada bakteri, jamur, biakan sel hewam dan tanaman. Apabila O2 80-100%
diberikan kepada manusia selama 8 jam atau lebih, saluran pernafasan akan
teriritasi, menimbulkan distres substernal, kongesti hidung, nyeri tenggorokan
dan batuk. Pemajanan selama 24-48 jam mengakibatkan kerusakan jaringan
paru.

Sejumlah bayi dengan sindroma gawat nafas yang diterapi dengan O2,
selanjutnya mengalami gangguan menahun yang ditandai dengan kista dan
pemadatan jaringan paru (displasia bronkopulmonal). Komplikasi lain pada
bayi-bayi ini adalah retinopti prematuritas (fibroplkasiaretrolental), yaitu
pembentukan jaringan vaskuler opak pada matayang dapat
mengakibatkankelainan penglihatan berat. Pemberian O2 100% pada tekanan
yang lebih tinggi berakibat tidak hanya iritasi trakeobronkial, tetapi juga kedutan
otot, bunyi berdering dalam telinga, rasa pening, kejang dan koma. Pajanan
terhadap O2 tekanan tinggi (oksigenasi hiperbarik) dapat menghasilkan
peningkatan jumlah O2 terlarut dalam darah. Oksigen bukan zat pembakar tetapi
dapat memudahkan terjadinya kebakaran, oleh karena itu klein dengan terapi
pemberian oksigen harus menghindari : Merokok, membuka alat listrik dalam
area sumber oksigen, menghindari penggunaan listrik tanpa “Ground”.
 Efek samping terapi oksigen
Sepertinya halnya terapi dengan obat, pemberian terapi oksigen juga
menimbulkan efek samping, terutama terhadap sistem pernafasan sendiri,
terhadap susunan saraf dan juga mata terutama pada bayi premature.
1. Terhadap sistem respirasi, menimbulkan efek samping:
a. Depresi nafas
Keadaan ini terjadi pada pasien yang menderita PPOM dengan
hipoksia dan hiperkarbia kronik. Oleh karena pada penderita
PPOM kendali pusat nafas bukan oleh kondisi hiperkarbi seperti

19
pada keadaan normal, tetapi oleh kondisi hipoksia, sehingga
apabila kadar oksigen dalam darah meningkat malah akan
menimbulkan depresi nafas. Dianjurkan, terapi oksigen pada
penderita PPOM dilakukan dengan sistem aliran rendah dan
pemberiannya secara intermiten.
b. Keracunan oksigen
Terjadi akibat pemberian oksigen dengan konsentrasi tinggi
(>60%) dalam jangka waktu lama. Timbul perubahan pada paru
dalam bentuk: kongesti paru, penebalan membrane alveoli, edema,
konsolidasi dan atelectasis. Walaupun demikian pada keadaan
hipoksia berat, pemberian terapi oksigen dengan FiO2 sampai 100%
dalam waktu 6-12 jam untuk penyelamatan hidup seperti misalnya
pada saat resusitasi masih dianjurkan, setelah keadaan kritis
teratasi, segera FiO2 segera diturunkan.
c. Nyeri substernal
Keluhan ini terjadi akibat iritasi pada trakea yang menimbulkan
trakeitis. Hal ini terjadi pada pemberian oksigen konsntrasi tinggi
dan keluhannya akan lebih hebat lagi apabila oksigen yang
diberikan kering tanpa humidifikasi.
2. Terhadap susunan saraf
Pemberian terapi oksigen dengan konsentrasi tinggi sksn menimbulkan
keluhan paresthesia dan nyeri pada sendi
3. Pada mata
Pada bayi baru lahir terutama bayi premature, hiperoksia menyebabkan
kerusakan pada retina akibat proliferasi pembuluh darah disertai
perdarahan dan fibrosisi. Keadaan ini dikenal sebagai “retrolental
fibroplasia”
 Hal yang harus dilaporkan dan didokumentasikan
1. Observasi dan catat terhadap penurunan kecemasan, peningkatan
pengetahuan, penurunan kelemahan, penurunan frekuensi nafas,
perubahan warna kulit, peningkatan saturasi oksigen.

20
2. Monitor dan dokumentasikan hasil analisa gas darah dan pulse oksimetri
untuk menilai keefektifan terapi oksigen. Therapy Oksigen berhasil jika :
Nilai PaO2 dan PaCO2 yang diharapkan tercapai : PaO2 = ( 4 – 5 ) x
FiO2.
3. Monitor dan dokumentasikan kulit disekitar telinga, hidung , mukosa
hidung terhadap iritasi.
4. Monitor dan dokumentasikan terjadinya efek samping / bahaya terapi
oksigen yang lain.
5. Observasi dan catat posisi alat (kanula/masker, dll) yang tepat pada
pasien.
6. Catat metode yang digunakan, berapa liter/ menit alirannya atau berapa
FiO2 yang diberikan.

2.8 KOMPLIKASI

Terdapat banyak masalah yang berhubungan dengan terapi oksigen,adapun


yang paling sering terjadi adalah :
 Retensi karbondioksida.
 Asidosis respiratorik (Guyton & Hall 2000).
 Penurunan dorongan hipoksik untuk bernapas (Smith 2004).
 Kekeringan mukosa dan disfungsi mukosiliar (Bourke 2003).
 Dehidrasi akibat sekresi respirasi dan retensi sputum (Pilkington 2004).
 Atelektasi (kolaps paru); karena kosentrasi oksigen inspirasi yang tidak
dapat menurunkan produksi surfaktan (suatu substansi yang menstabilkan
membrane alveolar dan menurunkan tegangan permukaan) (Jevon &
Ewens 2001).
 Toksisitas oksigen khususnya cenderung terjadi setelah berespirasi selama
lebih dari 48 jam pada campuran gas yang mengandung oksigen
konsentrasi tinggi. Hal ini mungkin kemudian berkembang menjadi adult
respiratory distress syndrome yang memiliki hubungan mortalitas yang
tinggi (Bateman & Leech 1998).
 Risiko kebakaran.

21
Beberapa komplikasi ini dapat dikurangi dengan pemilihan system
penghantaran oksigen yang hati-hati dan tepat dan penggunaan alat
tambahan seperti system humidifikasi (Esmond & Mikelsons 2001).
Walaupun demikian, merupakan tanggung jawab semua orang yang
memberikan perawatan bagi pasien yang memerlukan terapi oksigen
untuk berhati-hati terhadap komplikasi yang mungkin terjadi dan
mengulang penilaian pasien, mempertimbangkan hasilnya terhadap
komplikasi yang mungkin,

2.9 TANDA DAN GEJALA KERACUNAN OKSIGEN


 Terjadi penurunan vital capacity (Vc)
 Paraesthesia, sakit sendi, mual dan muntah
 Atelectesia
 Perubahan mental dan gangguan penglihatan

22
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Oksigen (O2) merupakan salah satu komponen gas dan unsure vital dalam
proses metabolisme, untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel
tubuh. Secara normal elemen ini iperoleh dengan cara menghirup udara
ruangan dalam setiap kali bernafas. Penyampaian O2 ke jaringan tubuh
ditentukan oleh interaksi system respirasi, kardiovaskuler dan keadaan
hematologis.
Adanya kekurangan O2 ditandai dengan keadaan hipoksia, yang dalam
proses lanjut dapat menyebabkan kematian jaringan bahkan dapat
mengancam kehidupan. Klien dalam situasi demikian mengharapkan
kompetensi perawat dalaam mengenal keadaan hipoksemia dengan segera
untuk mengatasi masalah. tujuan utama pemberian O2 adalah (1) untuk
mengatasi keadaan Hipoksemia sesuai dengan hasil Analisa Gas Darah, (2)
untuk menurunkan kerja nafas dan meurunkan kerja miokard
Indikasi terapi oksigen ini adalah untuk pasien hipoksia, oksigenasi
kurang sedangkan paru normal, oksigenasi cukup sedangkan paru tidak
normal, oksigenasi cukup, paru normal, sedangkan sirkulasi tidak normal,
pasien yang membutuhkan pemberian oksigen konsentrasi tinggi, pasien
dengan tekanan partial karbondioksida ( PaCO2 ) rendah. Kontra indikasi
pemakaian terapi oksigen ini adalah pemakaian kanul nasal/kateter
binasal/nasal prong : jika ada obstruksi nasal, pemakaian kateter nasofaringeal
/ kateter nasal : jika ada fraktur dasar tengkorak kepala, trauma maksilofasial,
dan obstruksi nasal, pemakaian sungkup muka dengan kantong rebreathing :
pada pasien dengan PaCO2 tinggi, akan lebih meningkatkan kadar PaCO2
nya lagi. Komplikasi pemakaian terapi oksigen yang terlalu lama dapat
mengakibatkan keracunan oksigen, kerusakan jaringan paru terjadi akibat
terbentuknya metabolik oksigen yang merangsang sel PMN dan H 2O2
melepaskan enzim proteolotikdan enzim lisosom yang dapat merusak alveoli
DAFTAR PUSTAKA

23
Aryani, Ratna, 2009, Prosedur Klinik Keperawatan Pada Mata Ajar Kebutuhan Dasar
Manusia. Jakarta :CV.Trans Info Media

Astowo. Pudjo. 2005. Terapi oksigen: Ilmu Penyakit Paru. Bagian Pulmonologi dan
Kedokteran Respirasi. FKUI. Jakarta.

Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Medikal Bedah. Edisi bahasa Indonesia, vol.
8. EGC. Jakarta.

Francis, Caia. 2011. Perawatan Respirasi. Jakarta: Erlangga

Ganong, F. William. 2003. Fisiologi Kedokteran Edisi 20. EGC. Jakarta.

Ikawati, Z. 2009. Anatomi Dan Fisiologi Sistem Pernapasan. PDF. Rohsiswatmo, R.


2010. Terapi Oksigen Pada Neonatus. Divisi Perinatologi Ilmu Kesehatan
Anak FKUI - RSCMk FKUI – RSCM. Jakarta.

Latief, A. Said. 2002. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Bagian Anestesiologi dan


Terapi Intesif. Jakarta

Potter & Perry. 2002. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, dan
Praktik. Volume 2. Edisi 4. EGC. Jakarta.

Rogayah, R. 2009. The Principle Of Oxigen Therapy. Departemen Pulmonologi Dan


Respiratori FK UI. Jakarta.

Wiryana,Made,dkk2010.Ilmu Anestesia Dan Reanimasi.Jakarta:Indeks.

24

Anda mungkin juga menyukai