DISUSUN OLEH :
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Terapi
Oksigen. Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah
Keperwatan Kegawatdaruratan.
Penyusun
2
BAB I
PENDAHULUAN
3
8) Bagaimana tanda dan gejala keracunan oksigen?
4
BAB II
PEMBAHASAN
Sejalan dengan hal tersebut diatas menurut Titin, 2007, Terapi oksigen
adalah suatu tindakan untuk meningkatkan tekanan parsial oksigen pada inspirasi,
yang dapat dilakukan dengan cara:
a) Meningkatkan kadar oksigen inspirasi / FiO2 (Orthobarik ).
b) Meningkatkan tekanan oksigen (Hiperbarik).
5
Mencegah dan mengatasi hipoksemia / hipoksia serta mmempertahankan
oksigenasi jaringan yang adekuat.
Menurunkan kerja nafas dan miokard.
Menilai fungsi pertukaran gas
Alat Aliran (L/menit) Fi O2 (fraksi oksigen inspirasi)
1 0,24
2 0,28
3 0,32
Kanula nasal 4 0,36
5 0,40
6 0,44
5-6 0,40
Masker oksigen 6-7 0,50
7-8 0,60
6 0,60
7 0,70
Masker dengan
kantong reservoir 8 0,80
9 ≥0,80
10 ≥0,80
Terapi oksigen adalah upaya pengobatan dengan obat oksigen untuk mencegah
atau memperbaiki hipoksia jaringan, dengan cara meningkatkan masukin oksigen ke
dalam sistem respirasi, meningkatkan daya angkut oksigen dalam sirkulasi dan
meningkatkan pelepasan oksigen ke jaringan atau ekstrasi oksigen jaringan.
6
mengedarkannya keseluruh jaringan tubuh untuk keperluan metabolism aerob.
Apabila terjadi kesenjangan diantara hipoksia, yang pada akhirnya akan
mengubah perangai metabolisme aerob menjadi anaerob.
Terapi oksigen meliputi upaya-upaya meningkatkan masukin oksigen ke
dalam sistem respirasi, meningkatkan daya angkut hemodinamik dan
meningkatkan daya ektraksi oksigen jaringan, maka akan kesempatan ini hanya
dibahas upaya-upaya untuk meningkatkan masukan oksigen ke dalam sistem
respirasi, disesuaikan dengan sarana yang tersedia di bangsal.
7
Respon awal pernafasan terhadap ketinggian relatif ringan, karena
alkalosis cenderung melawanefek perangsangan oleh hipoksia. Timbulnya
asidosis laktat dalam otak akan menyebabkan penurunan pH LCSdan
meningkatkan respon terhadap hipoksia.
8
1) Pemberian oksigen secara berkesinambungan (terus menerus), Diberikan
apabila hasil analisis gas darah pada saat istirahat, didapat nilai:
PaO2 kurang dari 55 mmHg atau saturasi kurang dari 88%.
PaO2 antara 56-59 mmHg atau saturasi 89% disertai kor pulmonale,
polisitemia (hematokrit >56%).
2) Pemberian secara berselang
Diberikan apabila hasil analisis gas darah saat latihan didapat nilai:
Pada saat latihan PaO2 55 mmHg atau saturasi 88%
Pada saat tidur PaO255 mmHg atau saturasi 88% disertai komplikasi
seperti hipertensi pulmoner.somnolen dan aritmia.Pasien dengan
keadaan klinik tidak stabil yang mendapat terapi oksigen perlu
dievaluasi gas darah (AGD) serta terapi untuk menentukan perlu
tidaknya terapi oksigen jangka panjang.
Berdasarkan teori diatas maka dapat disimpulkan bahwa terapi oksigen pada
pasien yang mengalami gangguan pernapasan mampu memperbaiki aliran
oksigen ke paru dan meningkatkan pertahanan paru dan membantu transport
mukosilier dan pembersihan. Pemberian terapi oksigen diberikan dengan hati-hati
karna masing-masing metode terapi oksigen mempunyai cara yang berbeda da
nada beberapa kondidi yang harus dipenuhi sebelum melakukan terapi oksigen
9
yaitu diagnosis yang tepat, pengobatan optimal dan indikasi yang tepat pada
pemberian terapi oksigen itu sendiri.
10
Kerugian Tidak dapat memberikan konsentrasi oksigen yang lebih
dari 44%, tehnik memasukan kateter nasal lebih sulit dari pada
kanula nasal, nyeri saat kateter melewati nasofaring, dan mukosa
nasal akan mengalami trauma, fiksasi kateter akan memberi
tekanan pada nostril, maka kateter harus diganti tiap 8 jam dan
diinsersi kedalam nostril lain, dapat terjadi distensi lambung, terjadi
iritasi selaput lendir nasofaring, aliran dengan lebih dari 6 liter/mnt
dapat menyebabkan nyeri sinus dan mengeringkan mukosa hidung,
serta kateter mudah tersumbat dan tertekuk.
2. Kanul nasal / kanul binasal / nasal prong.
Merupakan suatu alat sederhana yang dapat memberikan
oksigen kontinyu dengan aliran1 – 6 liter/mnt dengan konsentrasi
oksigen sama dengan kateter nasal yaitu 24 % - 44 %.Persentase O2
pasti tergantung ventilasi per menit pasien. Pada pemberian
oksigendengan nasal kanula jalan nafas harus paten, dapat
digunakan pada pasien denganpernafasan mulut. FiO2 estimation
yaitu terdiri dari:
Flows FiO2
1 Liter /min : 24 %
2 Liter /min : 28 %
3 Liter /min : 32 %
4 Liter /min : 36 %
5 Liter /min : 40 %
6 Liter /min : 44 %
Formula : ( Flows x 4 ) + 20 % / 21 %
Keuntungan :
Pemberian oksigen stabil dengan volume tidal dan laju
pernafasan teratur, pemasangannya mudah dibandingkan kateter
nasal, murah, disposibel, klien bebas makan, minum, bergerak,
berbicara, lebih mudah ditolerir klien dan terasa nyaman. Dapat
digunakan pada pasien dengan pernafasan mulut, bila pasien
bernapas melalui mulut, menyebabkan udara masuk pada waktu
11
inhalasi dan akan mempunyai efek venturi pada bagian belakang
faring sehingga menyebabkan oksigen yang diberikan melalui
kanula hidung terhirup melalui hidung.
Kerugian :
Tidak dapat memberikan konsentrasi oksigen lebih dari 44%,
suplai oksigen berkurang bila klien bernafas melalui mulut, mudah
lepas karena kedalaman kanul hanya 1/1.5 cm, tidak dapat
diberikan pada pasien dengan obstruksi nasal. Kecepatan aliran
lebih dari 4 liter/menit jarang digunakan, sebab pemberian flow rate
yang lebih dari 4 liter tidak akan menambah FiO2, bahkan hanya
pemborosan oksigen dan menyebabkan mukosa kering dan
mengiritasi selaput lendir. Dapat menyebabkan kerusakan kulit
diatas telinga dan di hidung akibat pemasangan yang terlalu ketat
b. Low flow high concentration
1. Sungkup Muka Sederhana
Digunakan untuk konsentrasi oksigen rendah sampai sedang.
Merupakan alat pemberian oksigen jangka pendek, kontinyu atau
selang seling. Aliran 5 – 8 liter/mnt dengan konsentrasi oksigen 40 –
60%. Masker ini kontra indikasi pada pasien dengan retensi
karbondioksida karena akan memperburuk retensi. Aliran O2 tidak
boleh kurang dari 5 liter/menit untuk mendorong CO2 keluar dari
masker. FiO2 estimation :
Flows FiO2
5-6 Liter/min : 40 %
6-7 Liter/min : 50 %
7-8 Liter/min : 60 %
Keuntungan :
Konsentrasi oksigen yang diberikan lebih tinggi dari kateter
atau kanula nasal, sistem humidifikasi dapat ditingkatkan melalui
12
pemilihan sungkup berlubang besar, dapat digunakan dalam
pemberian terapi aerosol.
Kerugian :
Tidak dapat memberikan konsentrasi oksigen kurang dari 40%,
dapat menyebabkan penumpukan CO2 jika aliran rendah. Menyekap,
tidak memungkinkan untuk makan dan batuk.Bisa terjadi aspirasi bila
pasien mntah. Perlu pengikat wajah, dan apabila terlalu ketat
menekan kulit dapat menyebabkan rasa pobia ruang tertutup, pita
elastik yang dapat disesuaikan tersedia untuk menjamin keamanan
dan kenyamanan.
2. Sungkup Muka dengan Kantong Rebreathing/ Rebreathing mask
Kerugian :
Tidak dapat memberikan oksigen konsentrasi rendah, kantong
oksigen bisa terlipat atau terputar atau mengempes, apabila ini
13
terjadi dan aliran yang rendah dapat menyebabkan pasien akan
menghirup sejumlah besar karbondioksida. Pasien tidak
memungkinkan makan minum atau batuk dan menyekap, bisa
terjadi aspirasi bila pasien muntah, serta perlu segel pengikat.
14
dan tidak memungkinkan makan, minum atau batuk, bisa terjadi
aspirasi bila pasien muntah terutama pada pasien tidak sadar dan
anak-anak.
b. Sistem Aliran Tinggi
Memberikan aliran dengan frekuensi cukup tinggi untuk memberikan 2
atau 3 kali volume inspirasi pasien. Alat ini cocok untuk pasien dengan pola
nafas pendek dan pasien dengan PPOK yang mengalami hipoksia karena
ventilator. Suatu teknik pemberian oksigen dimana FiO2 lebih stabil dan tidak
dipengaruhi oleh tipe pernafasan, sehingga dengan tehnik ini dapat
menambahkan konsentrasi oksigen yang lebih tepat dan teratur.Contoh sistem
aliran tinggi:
1. Sungkup muka dengan venturi / Masker Venturi (High flow low
concentration).
Alat ini relatif mahal dibandingkan dengan beberapa alat yang telah
disebutkan di atas. Kelebihan alat ini adalah mampu memberikan FiO2
sesuai dengan yang dikehendaki, tidak tergantung dari aliran gas oksigen
yang diberikan. Tersedia dalam ukuran FiO2 24%, 35%, dan 40%
Keuntungan:
Konsentrasi oksigen yang diberikan konstan / tepat sesuai
dengan petunjuk pada ala : FiO2 tidak dipengaruhi oleh pola ventilasi,
serta dapat diukur dengan O2 analiser, Temperatur dan kelembaban
gas dapat dikontrol, Tidak terjadi penumpukan CO2.
Kerugian :
Harus diikat dengan kencang untuk mencegah oksigen
mengalir kedalam mata.Tidak memungkinkan makan atau batuk,
masker harus dilepaskan bila pasien makan, minum, atau minum
obat.Bila humidifikasi ditambahkan gunakan udara tekan sehingga
tidak mengganggu konsentrasi O2.
2. “OEM Mix-O Mask”
Alat ini hamper sama dengan sungkup venture. Perbedaannya pada
alat ini ditambah dengan pipa korugated sepanjang 20-30 cm dan bisa
ditambah adaptor humidifikasi.
15
3. Bag and Mask / resuscitator manual
Digunakan pada pasien :
Cardiac arrest
Respiratory failure
Sebelum, selama dan sesudah suction Gas flows 12 – 15 liter, selama
resusitasi buatan, hiperinflasi / bagging, kantong resusitasi dengan
reservoir harus digunakan untuk memberikan konsentrasi oksigen 74
% - 100 %. Dianjurkan selang yang bengkok tidak digunakan sebagai
reservoir untuk kantong ventilasi. Kantong 2.5 liter dengan kecepatan
15 liter/menit telah ditunjukkan untuk pemberian oksigen yang
konsisten dengan konsentrasi 95 % - 100 %. Penggunaan kantong
reservoar 2.5 liter juga memberikan jaminan visual bahwa aliran
oksigen utuh dan kantong menerima oksigen tambahan. Pengetahuan
tentang kantong dan keterampilan penggunaan adalah vital :
Kekuatan pemijatan menentukan volume tidal ( VT ).
Jumlah pijatan permenit menentukan frekuensi
Kekuatan dan frekuensi menentukan aliran puncak.
Hal – hal yang harus diperhatikan :
16
Pembersihan dan pendauran ketahanan kantong.Large Volume
Aerosol Sistem
4. Selang T / T piece / Briggs adaptor
Oksigen dialirkan ke humidifier, aliran harus cukup tinggi
untuk menutup ventilasi pasien per menit. Dengan Oksigen T- piece
memungkinkan pelembaban untuk selang ETT ( Endo Trakeal Tube )
atau trakeostomi.Tidak akan menimbulkan kondensasi dalam selang.
Pada pemakaiannya, kabut harus terlihat pada ekshalasi akhir. Flow
rate yang direkomendasikan adalah 10 liter/menit dengan nebuliser set
untuk menjaga inspired oxygen concentration (FiO2)
5. Sungkup terbuka / Face tent
Sama dengan selang T, digunakan untuk memberikan
pelembaban pada pasien di ruang pemulihan atau setelah ekstubasi.
Bila pasien merasakan masker terlalu menyekap, maka masker wajah
harus ditambahkan. Konsentrasi 40% dengan aliran 10-15 L/mnt
(Hudak & Gallo,1997), 8-12 liter/menit : 28%-100%.
Keuntungan : Lebih nyaman untuk anak, dapat digunakan sebagai
alternatif pemberian aerosol, dapat memberikan kelembaban yang
tinggi.
Kerugian :Posisi face tent sulit dipertahankan, FiO2 sulit dikontrol.
6. Collar trakeostomi
Keuntungan :
17
Sekresi dan lapisan kulit sekitar stoma dapat menyebabkan
iritasi dan infeksi. KeamananUntuk pasien :
Memastikan bahwa selangnya benar-benar masuk ke dalam
saluran pernapasan.
Selang atau kateter yang masuk ke dalam saluran napas harus
steril.
Tabung oksigennya dijauhkan dari jangkauan api.
7. Sungkup muka tekanan positif
Alat ini terdiri dari sungkup muka, ukuran tekanan yang ditara
dari 0-4 cm HO, tali pengikat kepala, katup serarah, kantong dari karet
elastic, pipa karet diameter agak besar dan meter aliran untuk oksigen
dalam silinder. Alat ini digunakan untuk memberikan nafas buatan
pada pasien yang menderita depresi nafas.
Salah satu resiko terapi oksigen adalah keracunan oksigen. Hal ini dapat
terjadi bila oksigen diberikan dengan fraksi lebih dari 50% terus-menerus selama
1-2 hari. Kerusakan jaringan paru terjadi akibat terbentuknya metabolik oksigen
18
yang merangsang sel PMN dan H2O2 melepaskan enzim proteolotikdan enzim
lisosom yang dapat merusak alveoli. Sedangkan resiko yang lain seperti retensi
gas karbondioksida dan atelektasis.
Oksigen 100% menimbulkan efek toksik, tidak saja pada hewan, namun
juga pada bakteri, jamur, biakan sel hewam dan tanaman. Apabila O2 80-100%
diberikan kepada manusia selama 8 jam atau lebih, saluran pernafasan akan
teriritasi, menimbulkan distres substernal, kongesti hidung, nyeri tenggorokan
dan batuk. Pemajanan selama 24-48 jam mengakibatkan kerusakan jaringan
paru.
Sejumlah bayi dengan sindroma gawat nafas yang diterapi dengan O2,
selanjutnya mengalami gangguan menahun yang ditandai dengan kista dan
pemadatan jaringan paru (displasia bronkopulmonal). Komplikasi lain pada
bayi-bayi ini adalah retinopti prematuritas (fibroplkasiaretrolental), yaitu
pembentukan jaringan vaskuler opak pada matayang dapat
mengakibatkankelainan penglihatan berat. Pemberian O2 100% pada tekanan
yang lebih tinggi berakibat tidak hanya iritasi trakeobronkial, tetapi juga kedutan
otot, bunyi berdering dalam telinga, rasa pening, kejang dan koma. Pajanan
terhadap O2 tekanan tinggi (oksigenasi hiperbarik) dapat menghasilkan
peningkatan jumlah O2 terlarut dalam darah. Oksigen bukan zat pembakar tetapi
dapat memudahkan terjadinya kebakaran, oleh karena itu klein dengan terapi
pemberian oksigen harus menghindari : Merokok, membuka alat listrik dalam
area sumber oksigen, menghindari penggunaan listrik tanpa “Ground”.
Efek samping terapi oksigen
Sepertinya halnya terapi dengan obat, pemberian terapi oksigen juga
menimbulkan efek samping, terutama terhadap sistem pernafasan sendiri,
terhadap susunan saraf dan juga mata terutama pada bayi premature.
1. Terhadap sistem respirasi, menimbulkan efek samping:
a. Depresi nafas
Keadaan ini terjadi pada pasien yang menderita PPOM dengan
hipoksia dan hiperkarbia kronik. Oleh karena pada penderita
PPOM kendali pusat nafas bukan oleh kondisi hiperkarbi seperti
19
pada keadaan normal, tetapi oleh kondisi hipoksia, sehingga
apabila kadar oksigen dalam darah meningkat malah akan
menimbulkan depresi nafas. Dianjurkan, terapi oksigen pada
penderita PPOM dilakukan dengan sistem aliran rendah dan
pemberiannya secara intermiten.
b. Keracunan oksigen
Terjadi akibat pemberian oksigen dengan konsentrasi tinggi
(>60%) dalam jangka waktu lama. Timbul perubahan pada paru
dalam bentuk: kongesti paru, penebalan membrane alveoli, edema,
konsolidasi dan atelectasis. Walaupun demikian pada keadaan
hipoksia berat, pemberian terapi oksigen dengan FiO2 sampai 100%
dalam waktu 6-12 jam untuk penyelamatan hidup seperti misalnya
pada saat resusitasi masih dianjurkan, setelah keadaan kritis
teratasi, segera FiO2 segera diturunkan.
c. Nyeri substernal
Keluhan ini terjadi akibat iritasi pada trakea yang menimbulkan
trakeitis. Hal ini terjadi pada pemberian oksigen konsntrasi tinggi
dan keluhannya akan lebih hebat lagi apabila oksigen yang
diberikan kering tanpa humidifikasi.
2. Terhadap susunan saraf
Pemberian terapi oksigen dengan konsentrasi tinggi sksn menimbulkan
keluhan paresthesia dan nyeri pada sendi
3. Pada mata
Pada bayi baru lahir terutama bayi premature, hiperoksia menyebabkan
kerusakan pada retina akibat proliferasi pembuluh darah disertai
perdarahan dan fibrosisi. Keadaan ini dikenal sebagai “retrolental
fibroplasia”
Hal yang harus dilaporkan dan didokumentasikan
1. Observasi dan catat terhadap penurunan kecemasan, peningkatan
pengetahuan, penurunan kelemahan, penurunan frekuensi nafas,
perubahan warna kulit, peningkatan saturasi oksigen.
20
2. Monitor dan dokumentasikan hasil analisa gas darah dan pulse oksimetri
untuk menilai keefektifan terapi oksigen. Therapy Oksigen berhasil jika :
Nilai PaO2 dan PaCO2 yang diharapkan tercapai : PaO2 = ( 4 – 5 ) x
FiO2.
3. Monitor dan dokumentasikan kulit disekitar telinga, hidung , mukosa
hidung terhadap iritasi.
4. Monitor dan dokumentasikan terjadinya efek samping / bahaya terapi
oksigen yang lain.
5. Observasi dan catat posisi alat (kanula/masker, dll) yang tepat pada
pasien.
6. Catat metode yang digunakan, berapa liter/ menit alirannya atau berapa
FiO2 yang diberikan.
2.8 KOMPLIKASI
21
Beberapa komplikasi ini dapat dikurangi dengan pemilihan system
penghantaran oksigen yang hati-hati dan tepat dan penggunaan alat
tambahan seperti system humidifikasi (Esmond & Mikelsons 2001).
Walaupun demikian, merupakan tanggung jawab semua orang yang
memberikan perawatan bagi pasien yang memerlukan terapi oksigen
untuk berhati-hati terhadap komplikasi yang mungkin terjadi dan
mengulang penilaian pasien, mempertimbangkan hasilnya terhadap
komplikasi yang mungkin,
22
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Oksigen (O2) merupakan salah satu komponen gas dan unsure vital dalam
proses metabolisme, untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel
tubuh. Secara normal elemen ini iperoleh dengan cara menghirup udara
ruangan dalam setiap kali bernafas. Penyampaian O2 ke jaringan tubuh
ditentukan oleh interaksi system respirasi, kardiovaskuler dan keadaan
hematologis.
Adanya kekurangan O2 ditandai dengan keadaan hipoksia, yang dalam
proses lanjut dapat menyebabkan kematian jaringan bahkan dapat
mengancam kehidupan. Klien dalam situasi demikian mengharapkan
kompetensi perawat dalaam mengenal keadaan hipoksemia dengan segera
untuk mengatasi masalah. tujuan utama pemberian O2 adalah (1) untuk
mengatasi keadaan Hipoksemia sesuai dengan hasil Analisa Gas Darah, (2)
untuk menurunkan kerja nafas dan meurunkan kerja miokard
Indikasi terapi oksigen ini adalah untuk pasien hipoksia, oksigenasi
kurang sedangkan paru normal, oksigenasi cukup sedangkan paru tidak
normal, oksigenasi cukup, paru normal, sedangkan sirkulasi tidak normal,
pasien yang membutuhkan pemberian oksigen konsentrasi tinggi, pasien
dengan tekanan partial karbondioksida ( PaCO2 ) rendah. Kontra indikasi
pemakaian terapi oksigen ini adalah pemakaian kanul nasal/kateter
binasal/nasal prong : jika ada obstruksi nasal, pemakaian kateter nasofaringeal
/ kateter nasal : jika ada fraktur dasar tengkorak kepala, trauma maksilofasial,
dan obstruksi nasal, pemakaian sungkup muka dengan kantong rebreathing :
pada pasien dengan PaCO2 tinggi, akan lebih meningkatkan kadar PaCO2
nya lagi. Komplikasi pemakaian terapi oksigen yang terlalu lama dapat
mengakibatkan keracunan oksigen, kerusakan jaringan paru terjadi akibat
terbentuknya metabolik oksigen yang merangsang sel PMN dan H 2O2
melepaskan enzim proteolotikdan enzim lisosom yang dapat merusak alveoli
DAFTAR PUSTAKA
23
Aryani, Ratna, 2009, Prosedur Klinik Keperawatan Pada Mata Ajar Kebutuhan Dasar
Manusia. Jakarta :CV.Trans Info Media
Astowo. Pudjo. 2005. Terapi oksigen: Ilmu Penyakit Paru. Bagian Pulmonologi dan
Kedokteran Respirasi. FKUI. Jakarta.
Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Medikal Bedah. Edisi bahasa Indonesia, vol.
8. EGC. Jakarta.
Potter & Perry. 2002. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, dan
Praktik. Volume 2. Edisi 4. EGC. Jakarta.
24