Anda di halaman 1dari 6

PANIC BUYING DAN DAMPAK KEPADA MASYARAKAT

Agung Permana Putra 085364525270 agungpermanaputra359@gmail.com

PENDAHULUAN
Pandemi yang disebabkan oleh Covid-19 atau biasa disebut dengan
Corona dirasakan oleh seluruh negara di penjuru dunia. Virus yang berasal dari
China pada akhir Tahun 2019 tidak disangka akan menjadi malapetaka oleh
hamper seluruh lapisan masyarakat. Virus ini memiliki dampak yang sangat
berpengaruh terhadap perekonomian. Penyebab rendahnya pertumbuhan ekonomi
di Indonesia ini karena turunnya minat konsumtif bagi masyarakat dan investasi,
baik dalam lingkup rumah tangga ataupun Pemerintahan.
Pada awal diumumkannya oleh Presiden Joko Widodo bahwa Covid-19
sudah menjangkit dua orang penduduk Indonesia yang positif, sehingga timbuh
reaksi dan kecemasan yang berlebih bagi masyarakat. Ada hal menarik yang
terjadi disaat awal pandemi ini yakni, Panic Buying. Panic Buying atau biasa
disebut kepanikan konsumtif terjadi oleh hampir seluruh lapisan masyarakat. Hal
ini disebabkan karena prilaku masyarakat yang menimbun bahan kebutuhan yang
dibeli di satu waktu, sehingga terjadi kekurangan pasokan bahan pokok khususnya
makanan dan alat kesehatan.
Pelaku ekonomi memanfaatkan hal ini karena disaat terjadinya Panic
Buying ditengah masyarakat maka hal ini bisa dijadikan fenomena ekonomi untuk
mencari keuntungan. Langkah awal yang dihadapi masyarakat karena munculnya
stigma bahwa virus ini akan mengakibatkan komoditas ekonomi akan terganggu.
Sehingga muncul kecemasan yang diharuskan bagi masyarakat untuk memasok
barang kebutuhan sebanyak-banyaknya dirumah.
Masyarakat dicemaskan karena peran media dalam menyampaikan
informasi. Cepatnya penyebaran informasi membuat masyarakat semakin
menjadi-jadi dalam hal konsumtif. Kecenderungan tersebut mengakibatkan
kebutuhan masyarakat menjadi tidak merata ditengah kondisi tersebut. Lonjakan
kasus setelah China yang terjadi pada Negara-Negara maju di Dunia khususnya di
Eropa dan Amerika semakin memperparah kepanikan masyarakat.
Kebutuhan masyarakat menjadi tidak seimbang karena seluruh barang yang sangat
diperlukan menjadi terbatas karena habis akibat prilaku konsumtif tersebut. Hal
inilah yang mengakibatkan pada awal pandemi Covid-19 harga barang dalam
beberapa waktu menjadi naik karena sangat terbatas.
PEMBAHASAN

Penimbunan barang yang dilakukan oleh konsumen atau masyarakat


ketika ada situasi tertentu yang dipandang gawat atau darurat kerap dikenal
dengan istilah panic buying. Perilaku panic buying ini menurut Enny Sri Hartati,
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF)
dipicu oleh faktor psikologis yang biasanya terjadi karena informasi tidak
sempurna atau menyeluruh yang diterima oleh masyarakat. Akibatnya, timbul
kekhawatiran di masyarakat sehingga menimbulkan respons tindakan belanja
secara masif sebagai upaya penyelamatan diri.
Dalam ekonomi, maraknya orang yang memburu suatu barang, seperti
masker, memengaruhi sisi permintaan. Sebagaimana hukum permintaan dan
penawaran dalam ekonomi berlaku yaitu: jika terjadi permintaan tinggi karena
tidak jumlah barang yang sedikit, maka harga barang akan semakin mahal.

Faktor inilah yang kemudian dimanfaatkan oleh para pemburu rente atau
pencari keuntungan. Sebab, di tengah kondisi panic buying, masyarakat
cenderung membeli barang lebih dari yang dibutuhkan. Jika hal ini dilakukan oleh
banyak orang, maka akibatnya adalah terjadi kelangkaan barang yang disebabkan
ketidakseimbangan antara demand dan supply. Kelangkaan akibat tidak
seimbangnya permintaan dan penawaran ini berujung pada kenaikan harga.

Steven Taylor, Profesor sekaligus Psikolog Klinis di University of British


Columbia, menjelaskan bahwa dalam kasus terjadinya bencana alam, terdapat
perbedaan gagasan yang jelas antara persiapan untuk menghadapi bencana dan
sekedar pembelian berlebih. Tapi, dalam kasus sebaran Virus Corona, ada banyak
ketidakpastian yang mendorong terjadinya perilaku pembelian berlebih. Panic
buying menurut Taylor didorong oleh kecemasan dan keinginan untuk berusaha
keras menghentikan ketakutan tersebut. “Panic buying membantu orang merasa
mengendalikan situasi. Dalam keadaan seperti ini, orang merasa perlu untuk
melakukan sesuatu yang sebanding dengan apa yang mereka anggap sebagai
tingkatan krisis”. Meski demikian, beberapa peneliti mengungkapkan bahwa
dalam menghadapi ancaman yang tidak diketahui, manusia cenderung
menggunakan pengetahuan yang telah mereka ketahui sebelumnya dari ancaman
serupa. Menurut Helene Joffe, Profesor Psikologi di University College London,
terdapat kesinambungan antara reaksi orang terhadap krisis massal.

Berikut beberapa kerugian dari panic buying yakni :

1. Meningkatkan Inflasi

Aktivitas pembelian yang berlebihan tentu akan berpengaruh kepada


perekonomian, fenomena panic buying oleh masyarakat akan memicu kelangkaan
berbagai produk dan berdampak pada kenaikan harga barang tersebut yang dapat
menyebabkan kenaikan inflasi yang akan mengganggu stabilitas ekonomi
Indonesia. Aksi panic buying yang hanya beberapa bulan sebelum Idul Fitri akan
menyebabkan kenaikan inflasi yang lebih awal dan lebih lama.
Hasil Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (BI) pada 18-19 Mei 2020
mencatat, inflasi tetap rendah dan mendukung stabilitas perekonomian.
Berdasarkan hasil survei Indeks Harga Konsumsi, inflasi pada April 2020 tercatat
0,08 persen (mtm), lebih rendah dari inflasi bulan sebelumnya sebesar 0,1 persen
(mtm). Inflasi yang rendah ini dipengaruhi oleh melemahnya permintaan akibat
dampak penyebaran Covid-19. Sehingga pasokan barang tetap memadai dan
lancarnya rantai distribusi. Hal ini tergambar pada dinamika komponen inflasi.

Inflasi inti menurun dipengaruhi konsistensi bank sentral dalam


mengarahkan ekspektasi inflasi sesuai target dan melambatnya permintaan
domestik. Kelompok volatile food mencatat deflasi. Terutama dipengaruhi oleh
koreksi harga di beberapa komoditas akibat melambatnya permintaan serta
memadainya pasokan.

2. Keuangan Rumah Tangga Terganggu

Saat kita merasa terancam, secara psikologis dapat berakibat pada berkurangnya
proses berpikir rasional dan lebih mudah terpengaruh dengan pola pikir
kelompok. Dalam kasus virus Corona ini, dengan tersebarnya berita banyaknya
kelompok masyarakat yang langsung memborong barang rumah tangga dalam
jumlah banyak, ternyata otomatis langsung diikuti oleh kelompok lainnya.

Namun, patut dipahami secara tidak sadar hal tersebut akan berdampak
pada keuangan rumah tangga, karena pembelian impulsif bisa saja menyedot dana
yang seharusnya digunakan untuk kebutuhan reguler penting lainnya seperti uang
sekolah anak atau cicilan rumah. Belum lagi jika pembelian dilakukan
menggunakan fasilitas kredit seperti misalnya kartu kredit, terjadi beban hutang
konsumsi yang terlalu prematur dan tidak pada tempatnya. Dalam perencanaan
keuangan rumah tangga, beban hutang konsumsi ini perlu dikendalikan.

Hal inilah yang harus diperhatikan oleh sebuah rumah tangga. Prilaku
konsumtif yang diakibatkan dengan ketakutan akan habisnya stok barang untuk
kebutuhan sehari-hari diwaktu pandemi sangat merugikan bagi keluarga itu
sendiri. Panic buying memberikan kesan bahwa seluruh mainset yang tertanam
pada masyarakat hanya akan menimbulkan egoisme seseorang. Karena bagi
mereka melihat dari sudut pandang bahwa pandemi ini akan meluluh lantahkan
segala hal. Hal inilah yang mengakibatkan bahwa perputaran ekonomi khusunya
barang dan komoditas pokok bagi masyarakat menjadi sangat naik.

3. Pemborosan

Banyak kondisi yang terjadi saat terjadinya panic buying dimana


masyarakat lebih mementingkan kecemasannya terhadap ketersediaan barang
dibandingkan dengan finansial yang dimiliki masing-masing, sementara stok
barang akan tetap cukup seperti apa yang dijanjikan pemerintah saat ini dan
kondisi virus Corona tidak seburuk yang ditakutkan di Tanah Air. Maka,
pembelian berdasarkan panic buying tersebut dapat dikategorikan sebagai salah
satu tindak pemborosan karena akan cukup sulit untuk menghabiskan bahan
makanan tadi sebelum masa kedaluwarsanya. Misalnya, beras mungkin berkutu
dan rusak apabila disimpan terlalu lama.

Hal ini banyak terjadi karena masyarakat tidak melihat resiko yang
diterima disaat menimbun kebutuhan pokok. Banyak yang tidak terpakai atau
memang sudah masuk masa kadaluarsa untuk digunakan. Hal ini tentu
mengakibatkan barang tersebut menjadi tidak bisa digunakan. Pemborosan yang
terjadi ditengah masyarakat sangatlah merugikan bagi masyarakat itu sendiri.
Banyak yang berubah mainset bahwa finansial tidak begitu dipermasalahkan
dibandingkan dengan kebutuhan yang diperlukan saat pandemi. Disatu sisi, hal
tersebut juga tidak disalahkan karena tergantung pandangan masing-masing.
Namun, jika dilihat dari sisi pengeluaran, tentu menjadikan masyarakat terlalu
boros dalam mengatur keuangan. Hal inilah yang menjadi factor bahwa panic
buying bukan hanya menghabiskan ketersediaan barang di pasar ekonomi,
melainkan merubah mainset diseluruh lapisan masyarakat.

Keuntungan bagi pemasok atau supplier yakni :

1. Meningkatkan Keuntungan

Situasi Panic Buying yang terjadi diseluruh dunia khususnya di Indonesia


justru mengakibatkan permintaan menjadi sangat meningkat tajam. Hal inilah
yang dimanfaatkan oleh pemasok khusunya barang ini yang sangat diperlukan
oleh masyarakat seperti bahan makanan ataupun alat kesehatan seperti masker,
handsanitizer dan sebagainya menjadi meningkat. Hal inilah yang mengakibatkan
produsen di beberapa jenis barang tersebut menjadi sangat untung ditengah situasi
tersebut. Oleh sebab itu, pandemi bagi beberapa pelaku usaha bukan menjadi
kondisi yang buruk, melainkan menjadi sangat untung karena produk mereka
memang sangat dibutuhkan disaat kondisi tersebut.

2. Membuka lapangan pekerjaan

Karena kebutuhan bagi barang barang inti disaat panic buying


dimanfaatkan dengan baik bagi masyarakat untuk banting stir menjadi pelaku
usaha. Banyak yang menjadi wirausaha dadakan karena beberapa komoditas
barang menjadi sangat harus dipenuhi. Seperti handsanitizer, proses
pembuatannya terbilang sangat mudah dan banyak masyarakat yang tidak
menyadari bahwa mereka sendiri sebenarnya mampu untuk mengolah sendiri.
Kemudian desinfektan juga tergolong sangat mudah diolah oleh masyarakat,
namun inilah peluang ekonomi yang dimanfaatkan bagi masyarakat.

Solusi dalam upaya meredam panic buying yakni :

Masyarakat harus lebih intens dalam membaca kondisi yang terjadi,


apakah hal tersebut merugikan mereka atau malah membuat segelintir kelompok
menjadi untung. Hal inilah yang harus diperhatikan bahwa masyarakat harus lebih
teliti dalam membaca dan menafsirkan berita dan desas-desus yang berkembang
di media massa. Cepatnya berkembang informasi mengakibatkan perubahan
mainset yang menyeluruh bagi masyarakat. Hal inilah yang menjadi sebuah pro
kontra dalam terserapnya informasi tersebut.

KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan

Kondisi Panic Buying yang terjadi bagi masyarakat sangatlah merubah


pola pandang masyarakat ditengah pandemic. Kebiasaan dan adaptasi yang
semula normal harus disesuaikan dengan kondisi dan situasi yang terjadi bagi
masyarakat. Beberapa hal yang menjadi kerugian bagi masyarakat yakni
meningkatkan infalsi bagi negara karena perputaran uang sangatlah banyak
dipasaran sementara kebutuhan barang sangat terbatas. Kemudian keuangan
rumah tangga menjadi sangat terganggu karena hal yang tidak seharusnya menjadi
prioritas. Kemudian kerugian yang terjadi bagi masyarakat karena banyak
keuangan yang dipergunakan kepada barang-barang yang seharusnya bukan
digunakan diwaktu yang mendesak.

Beberapa keuntungan yang dapat dirasakan bagi pelaku ekonomi yakni,


meningkatnya keuntungan dan ketersediaan lapangan pekerjaan baru. Hal ini
justru dijadikan peluang bagi beberapa masyarakat untuk dijadikan usaha bagi
beberapa barang yang menjadi buruan disaat pandemi.

2. Saran

Solusi yang harus diredam dalam upaya panic buying adalah masyarakat
harus lebih teliti dalam menerima informasi. Perubahan mainset yang terjadi
karena serapan informasi yang ada pada media massa. Hal inilah yang harus
dijadikan pembelajaran bahwa informasi yang diterima harus ditelaan dengan
baik.

DAFTAR PUSTAKA

Anisyah Al Fakir. Merdeka.com: Rendahnya Permintaan Akibat Corona Bikin


Inflasi April 2020 Capai 0,08 Persen. Diakses Tanggal 19 Desember 2020

https://www.merdeka.com/uang/rendahnya-permintaan-akibat-corona-bikin-
inflasi-april-2020-capai-008-persen.html

Dea Chadiza Syafina.Tirto.id:Panic Buying dan Dampaknya Terhadap Ekonomi


https://tirto.id/panic-buying-dan-dampaknya-terhadap-ekonomi-eDDT
Diakses Tanggal 18 Desember 2020

Dhera Arizona Pratiwi. Akurat.co:Fenomena Panic Buying Akibat Corona, Ini 3


Kerugian terhadap Ekonomi dan Keuangan
https://akurat.co/ekonomi/id-1046188-read-fenomena-panic-buying-akibat-
corona-ini-3-kerugian-terhadap-ekonomi-dan-keuangan Diakses Tanggal 19
Desember 2020

Iim Fathimah Timorria.Ekonomi Bisnis: Jakarta PSBB, Jangan 'Panic Buying'! Peritel
Jaga Harga dan Stok Kebutuhan

https://ekonomi.bisnis.com/read/20200912/12/1290695/jakarta-psbb-jangan-
panic-buying-peritel-jaga-harga-dan-stok-kebutuhan diakses Tanggal 18
Desember 2020

Pingit Area.Panic Buying dan Ancaman Virus Corona Menjangkiti Bisnis Retail

https://katadata.co.id/pingitaria/indepth/5e9a421407847/panic-buying-dan-
ancaman-virus-corona-menjangkiti-bisnis-retail diakses Tanggal 19 Desember
2020

Anda mungkin juga menyukai