Anda di halaman 1dari 9

PENGARUH TERAPI RELAKSASI AUTOGENIK dan TERAPI GUIDED IMAGERY

TERHADAP NYERI SENDI PADA LANSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA INA KAKA AMBON

Selgia Siahaya 1, Sonhaji 2, Sawitry 3

Progam Studi S1 Keperawatan Stikes Karya Husada Semarang


Jl. R. Soekanto No.46,Sambiroto, Kec. Tembalang, Kota Semarang
Email : selgia091997@gmail.com

ABSTRAK

Latar belakang : Salah satu masalah kesehatan yang paling sering dialami lansia adalah nyeri sendi. Nyeri sendi
yang ditimbulkan dari skala ringan hingga berat dapat mengganggu aktivitas lansia. Lansia tidak dapat
melakukan aktivitas dengan nyaman sehingga menurunkan kualitas hidup lansia. Lansia menjadi mudah lelah
dan membatasi rentang geraknya sehingga sendi menjadi kaku, kesulitan berjalan serta dapat menimbulkan
kecacatan. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di Panti Sosial Tresna Werdha Ina kaka Ambon
terdapat 47 lansia, dan sekitar 20 orang lansia mengalami nyeri sendi. Tujuan : Mengetahui pengaruh terapi
relaksasi autogenik dan terapi guided imagery terhadap nyeri sendi pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha
Ina kaka Ambon. Metode : kuantitatif dengan desain two group pre test and post test design, dengan sampel 16
responden dan tiap kelompok 8 responden, menggunakan teknik matched case control untuk pengambilan
sampel. Hasil : hasil analisis statistik diperoleh data bahwa tidak terdapat perbedaan antara terapi relaksasi
autogenik dan guided imagery pada lansia dengan nyeri sendi dengan ρ-value 0,558>0,05. Kesimpulan :
relaksasi autogenik maupun guided imagery efektif terhadap penurunan nyeri sendi pada lansia.

Kata Kunci : relaksasi autogenik, guided imagery, nyeri sendi, lansia

ABSTRACT

Background: One of the health problems most often experienced by the elderly is joint pain. Joint pain that
results from mild to severe can interfere with the activities of the elderly. The elderly cannot do activities
comfortably so that it reduces the quality of life of the elderly. The elderly become easily tired and limit their
range of motion so that joints become stiff, have difficulty walking and can cause disability. Based on a
preliminary study conducted at the Tresna Werdha Ina kaka Social Home in Ambon, there were 47 elderly
people, and about 20 elderly people experienced joint pain. Purpose: To determine the effect of autogenic
relaxation therapy and guided imagery therapy on joint pain in the elderly at the Tresna Werdha Ina kaka
Social Home, Ambon. Methods: quantitative with a two group pre test and post test design, with a sample of 16
respondents and each group of 8 respondents, using the matched case control technique for sampling.
Results: The results of statistical analysis showed that there was no difference between autogenic relaxation
therapy and guided imagery in the elderly with joint pain with a ρ-value of 0.558> 0.05. Conclusion: Autogenic
relaxation and guided imagery are effective in reducing joint pain in the elderly.

Keywords: autogenic relaxation, guided imagery, joint pain, elderly


2

LATAR BELAKANG Berdasarkan data dari Riskesdas 2018


Lansia merupakan kelompok umur menunjukan bahwa jumlah lansia yang
60 tahun keatas pada manusia yang telah mengalami nyeri sendi dengan karakteristik
memasuki tahapan akhir dari fase kelompok usia 55-64 tahun sebanyak
kehidupannya. Pada usia lansia akan 15,5%, 65-74 tahun sebanyak 18,63% dan
cenderung mengalami perubahan struktur pada usia ≥75 tahun dilaporkan sebanyak
fungsi baik fisik maupun mental. Perubahan 18,95%. Di Indonesia, nyeri sendi adalah
ini mengakibatkan lansia mengalami salah satu dari
gangguan hampir seluruh sistem tubuh,
salah satu gangguan sistem yang sering 12 penyakit tidak menular dengan angka
dialami lansia adalah penurunan pada kejadian sebesar 24,7%.
sistem musculoskeletal (Azizah. Lilik, M, Penyebab nyeri sendi yang paling
2011). sering adalah proses penuaan, pada
Perubahan fisilogis yang terjadi pada keadaan ini terjadi kerusakan pada tulang
lansia dapat mengenai sitem rawan sendi, tulang rawan sendi akan
musculoskeletal. Masalah umum yang menjadi menjadi tipis, sehingga membuat
biasanya dialami oleh lansia yaitu nyeri permukaan tulang tumbuh saling
sendi. Nyeri sendi adalah suatu berdekatan. Kartilago pada persendian
peradangan sendi yang ditandai dengan menjadi rentan terhadap gesekan. Hal ini
pembengkakan sendi, warna kemerahan, mengakibatkan deformitas sendi yang
panas, nyeri dan terjadinya gangguan secara khas dan akan mengakibatkan
gerak. Bagian yang terkena biasanya terjadinya nyeri sendi (Handono, F, 2013).
adalah persendian pada jari-jari, tulang Dampak yang ditimbulkan akibat nyeri
punggung, sendi penahan berat tubuh (lutut sendi pada lansia dapat berakibat fatal
dan panggul). Banyak lansia yang sehingga sendi tidak bisa digunakan, sendi
menganggap nyeri sendi adalah hal yang menjadi kaku, kesulitan berjalan, bahkan
sepele. Mereka tidak memperhatikan gaya sampai lumpuh total. Rasa sakit yang
hidupnya, seperti pola makan, latihan fisik timbul juga dapat mengganggu aktivitas
yang tepat atau rutin melakukan olahraga kegiatan sehari-hari. Nyeri itu sendiri dapat
(Aspiani, R.Y, 2014). memiliki dampak yang besar terhadap
Prevalensi kejadian nyeri sendi pada kualitas hidup pasien. Efek nyeri dapat
tahun 2016 yang dilaporkan oleh menyebabkan penurunan aktifitas, isolasi
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) adalah sosial, gangguan tidur, kecemasan dan
mencapai 20% dari penduduk dunia yang depresi (Nainggolan, O, 2010).
mengalami nyeri sendi, dimana 5-10% Cara yang dapat digunakan untuk
adalah mereka yang berusia 5-20 tahun mengurangi nyeri sendi pada pasien secara
dan 20% adalah mereka yang berusia 55 nonfarmakologi adalah dengan teknik
tahun. Penderita nyeri sendi di seluruh relaksasi autogenik dan guided imagery.
dunia telah mencapai angka 355 juta jiwa, Relaksasi autogenik merupakan
artinya 1 dari 6 orang di dunia ini menderita relaksasi yang bersumber dari diri sendiri
nyeri sendi. berupa kata-kata atau kalimat pendek
3

ataupun pikiran yang bisa membuat pikiran menggunakan obat-obatan, senam,


tentram. Relaksasi autogenik dilakukan pemberian kompres hangat dan relaksasi
dengan membayangkan diri sendiri berada nafas dalam.
dalam keadaan damai dan tenang, berfokus Tujuan penelitian ini untuk mengetahui
pada pengaturan nafas dan detakan pengaruh terapi Relaksasi Autogenik dan
jantung. Respon relaksasi tersebut akan terapi Guided Imagery terhadap nyeri sendi
merangsang peningkatan kerja saraf pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha
parasimpatis yang akan menghambat kerja Ina kaka Ambon.
dari saraf simpatis. Tujuan teknik relaksasi
autogenik adalah membawa pikiran ke METODE PENELITIAN
dalam kondisi mental yang optimal Penelitian ini adalah penelitian
(Saunders, S, 2012). Kuantitatif dengan jenis penelitian yang
Terapi guided imagery adalah suatu dipakai adalah quasy eksperiment. Desain
teknik relaksasi untuk mengkhayalkan atau penelitian menggunakan two group pre test
mengimajinasikan tempat dan kejadian and post test design yang terdiri dari dua
berhubungan dengan rasa yang kelompok yang masing-masing kelompok
menyenangkan secara terbimbing diberikan intervensi yang berbeda.
(Apostolo,J, dkk,2012). Kelompok pertama diberikan intervensi
Manfaat dari guided imagery yaitu Relaksasi Autogenik dan kelompok kedua
untuk peningkatan konsentrasi serta diberikan intervensi Terapi Guided Imagery
peningkatan rasa bugar yang memberikan dengan cara dilakukan pengukuran skala
rasa nyaman, menurunkan denyut jantung, nyeri sebelum dan sesudah intervensi.
tekanan darah, kecepatan pernafasan, Penelitian ini dilaksanakan pada
menciptakan perasaan damai, serta Februari 2020 sampai dengan Juli 2020, di
menurunkan ketegangan otot dan Panti Sosial Tresna Werdha Ina kaka
kecepatan metabolisme. Guided imagery Ambon. Populasi dalam penelitian adalah
akan memberikan efek rileks dengan 20 lansia yang mengalami nyeri sendi
menurunkan ketegangan otot sehingga sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi
nyeri akan berkurang. Pasien yang dengan menggunakan teori Roscoe.
melakukan guided imagery diharuskan Dengan sampel 16 responden dan tiap
berkonsentrasi terhadap imajinasi yang kelompok 8 responden, menggunakan
disukai dengan dipimpin oleh perawat teknik matched case control untuk
(Rahayu, U,. Nursiswati, 2010). pengambilan sampel.
Berdasarkan hasil survey yang
dilakukan peneliti di Panti Sosial Tresna HASIL dan PEMBAHASAN
Werdha Ina kaka Ambon terdapat 47 1. Analisa Univariat
lansia, dan sekitar 20 orang dari jumlah a. Skala nyeri sendi sebelum dan
lansia yang mengalami nyeri sendi. sesudah relaksasi autogenik
Penanganan nyeri sendi yang dilakukan Tabel 1. Distribusi frekuensi nyeri sendi
bagi para lansia di Panti Sosial Tresna sebelum dan sesudah relaksasi
Werdha Ina kaka Ambon yaitu masih
4

autogenik di Panti Sosial Tresna Terapi relaksasi autogenik ini akan


Werdha Ina Kaka Ambon memberikan perasaan nyaman,

Hasil penelitian pada tabel 1 menunjukan Relaksasi n Mean Max Min SD


Autogenik
bahwa distribusi frekuensi nyeri sendi sebelum
Sebelum 8 6,63 8 5 ±1,061
perlakuan relaksasi autogenik rata-rata skala Sesudah 8 4,38 6 2 ±1,302
nyeri 6,63, dimana pada skala ini rasa nyeri mengurangi stres, memberikan
intens yang berarti rasa nyeri yang menusuk ketenangan dan mengurangi ketegangan
begitu kuat. Dan setelah diberikan perlakuan akibat nyeri.
relaksasi autogenik rata-rata skala nyeri 4,38,
dimana pada skala ini rasa nyeri sudah mulai b. Skala nyeri sendi sebelum dan sesudah
Terapi n Mean Max Min SD guided imagery
Guided Tabel 2. Distribusi frekuensi nyeri sendi
Imagery
sebelum guided imagery di Panti Sosial
Sebelum 8 6,38 8 5 ±1,061
Sesudah 8 3,75 6 2 ±1,389 Tresna Werdha Ina Kaka Ambon
berkurang dan terasa seperti sakit gigi.
Umumnya pada lansia yang berada di Hasil penelitian pada tabel 2 menunjukan
Panti Sosial Tresna Werdha Ina Kaka bahwa distribusi frekuensi nyeri sendi sebelum
Ambon mengalami nyeri sendi pada bagian perlakuan guided imagery rata-rata skala nyeri
sendi lutut dan panggul yang membuat 6,38, dimana pada skala ini rasa nyeri intens
mereka sulit dalam beraktivitas sehari-hari. yang berarti rasa nyeri yang menusuk begitu
Karena nyeri yang dialami lansia membuat kuat. Dan setelah diberikan perlakuan guided
imagery rata-rata skala nyeri 3,75, dimana pada
aktivitas mereka terbatas dan kadang harus
skala ini rasa nyeri sudah mulai berkurang dan
membutuhkan orang lain atau perawat
terasa seperti di suntik.
dalan membantu aktivitas maka peneliti
memberikan relaksasi autogenik kepada Terapi guided imagery adalah metode
lansia yang mengalami keluhan nyeri sendi, relaksasi untuk mengkhayalkan atau
karena relaksasi ini mudah untuk dilakukan mengimajinasikan tempat dan kejadian
dan tidak menimbulkan resiko. berhubungan dengan rasa relaksasi yang
Relaksasi autogenik merupakan menyenangkan (Patricia dalam Kalsum,
relaksasi yang bersumber dari diri sendiri 2012).
berupa kata-kata atau kalimat pendek yang Guided imagery merupakan imajinasi
bisa membuat pikiran tenang. Relaksasi yang dirancang secara khusus untuk
autogenik berusaha untuk menghipnosis mencapai efek positif. Dengan
diri sendiri, sehingga dapat mengontrol membayangkan hal-hal yang
tekanan-tekanan yang datang dari luar menyenangkan maka akan terjadi
maupun dari dalam diri, caranya dengan perubahan aktifitas motorik sehingga otot-
memikirkan perasaan hangat, berat, dan otot yang tegang menjadi rileks, respon
dingin pada anggota tubuh (Syafitri, E.N., terhadap bayangan menjadi semakin jelas.
Hal tersebut terjadi karena rangsangan
2018.).
5

imajinasi berupa hal-hal yang Penelitian ini secara umum


menyenangkan akan dijalankan kebatang menjelaskan bahwa relaksasi
otak menuju sensor thalamus untuk autogenik dapat menurunkan nyeri,
diformat. Sebagian kecil rangsangan itu dan hal ini juga sesuai dengan
ditransmisikan ke amigdala dan penelitian Dian, Junila (2015) yang
hipokampus, sebagian lagi dikirim ke mencoba menggunakan relaksasi
korteks serebi. Sehingga pada korteks autogenik terhadap skala nyeri sendi
serebi akan terjadi asosiasi pengindraan pada lansia, berdasarkan hasil
(Gonzales, M. A., & Ledesma, C. J.A, 2010). penelitian tersebut menunjukkan
bahwa rata-rata skala nyeri sendi
2. Analisisa Bivariat
sebelum dilakukan terapi relaksasi
a. Perbedaan nyeri sendi sebelum dan autogenik adalah 5.19, dan rata-rata
sesudah relaksasi autogenik skala nyeri sendi sesudah dilakukan
Dari hasil analisis normalitas terapi relaksasi autogenik adalah 3,23.
data menggunakan uji Shapiro-Wilk
Hasil ini menjelaskan dengan
diketahui bahwa pada variabel nilai
baik bahwa pada perlakuan relaksasi
skala nyeri sendi sebelum sebesar
autogenik akan membantu proses
0,366 dan sesudah relaksasi autogenik
penurunan skala nyeri terhadap nyeri
sebesar 0,178 Karena Nilai Signifikan
sendi sehingga dengan pelaksanaan
dari data penelitian tersebut > 0,05
secara rutin dan berkonsentrasi
maka dapat disimpulkan bahwa data
dengan baik dapat mengurangi
penelitian berdistribusi normal,
kegiatan farmakologi dalam mengatasi
Selanjutnya, karena data berdistribusi
nyeri sendi.
normal maka kita melakukan pengujian
data dengan menggunakan uji t Hasil ini juga lebih menegaskan
dependence/paired t test. bahwa dengan relaksasi autogenik
yang merupakan salah satu teknik
Tabel 3. Perbedaan nyeri sendi sebelum dan
relaksasi atau latihan fisik yang dapat
sesudah relaksasi autogenik di Panti Sosial
menghasilkan hormon endorphin.
Tresna Werdha Ina Kaka Ambon
Pre N Me SD Mi Ma t P-
Autog an n x val
Dari hasil uji beda sebelum dan enik - ue
sesudah diberikan relaksasi autogenik, 8 2,2 0,8 1,5 2,9 7,1 0,0
Post
dapat dilihat bahwa n sebanyak 8 50 86 09 91 80 00
Autog
responden, nilai rata-rata sebesar
enik
2,250 dan nilai p-value sebesar 0,000 <
0,05 maka Ho ditolak yang berarti Hormon ini berfungsi sebagai obat
dapat disimpulkan bahwa terdapat penenang alami yang di produksi oleh
pengaruh relaksasi autogenik terhadap otak yang menimbulkan rasa nyaman
nyeri sendi di Panti Sosial Tresna sehingga dapat mengurangi rasa nyeri.
Werdha Ina kaka Ambon.
6

fraktur yang dimana dari 14 responden,


12 responden mengalami penurunan
b. Perbedaan nyeri sendi sebelum dan
nyeri setelah perlakuan guided imagery.
sesudah guided imagery
Dari hasil analisis normalitas
data menggunakan uji Shapiro-Wilk Hasil ini menjelaskan dengan baik
diketahui bahwa pada variabel nilai bahwa pada perlakuan guided imagery
skala nyeri sendi sebelum sebesar akan membantu proses penurunan skala
0,366 dan sesudah guided imagery nyeri terhadap nyeri sendi sehingga
sebesar 0,521 Karena Nilai Signifikan dengan pelaksanaan secara rutin dan
dari data penelitian tersebut > 0,05 berkonsentrasi dengan baik dapat
maka dapat disimpulkan bahwa data mengurangi kegiatan farmakologi dalam
penelitian berdistribusi normal. mengatasi nyeri sendi.
Selanjutnya, karena data berdistribusi
Hasil ini juga lebih menegaskan
normal maka kita melakukan pengujian
bahwa pada saat seseorang berimajinasi
data dengan menggunakan uji t
atau menghayalkan sesuatu yang
dependence/paired t test.
menyenangakan atau yan disukai maka
Tabel 4. Perbedaan nyeri sendi
Pre - N Me SD Mi Ma t P-
sebelum dan sesudah guided imagery
Post an n x val
di Panti Sosial Tresna Werdha Ina
guid ue
Kaka Ambon
ed 8 2,6 0,5 2,1 3,0 14,3 0,0
imag 25 18 92 58 46 00
ery
hipokampus akan memproses menjadi
sebuah memori. Ketika terdapat
rangsangan berupa imajinasi yang
menyenangkan memori yang tersimpan
akan muncul kembali dan menimbulkan
Dari hasil uji beda sebelum dan suatu persepsi. Dari hipokampus
sesudah diberikan guided imagery, dapat rangsangan yang telah mempunyai
dilihat bahwa n sebanyak 8 responden, makna dikirim ke amigdala yang akan
nilai rata-rata sebesar 2,625 dan nilai p- membentuk pola respon yang sesuai
value sebesar 0,000 < 0,05 maka Ho dengan makna rangsangan yang
ditolak yang berarti dapat disimpulkan diterima. Sehingga subjek akan lebih
bahwa terdapat pengaruh guided imagery mudah untuk mengasosiasikan dirinya
terhadap nyeri sendi di Panti Sosial dalam menurunkan sensasi nyeri yang di
Tresna Werdha Ina kaka Ambon. alami. Sehingga lama kelamaan dengan
Penelitian ini didukung oleh memberikan stimulus perasaan yang
penelitian Novia Dwi Astuti, dkk (2018) menyenangkan rasa nyeri akan
yang menggunakan terapi guided imagery berangsur-angsur menghilang dan
terhadap nyeri pada pasien post operasi tergantikan menjadi perasaan senang
7

(Gonzales, M. A., & Ledesma, C. J.A, post-test guided imagery sebesar 9,13.
2010). Dari hasil perbedaan mean rank dan sum
of rank tersebut dapat diketahui bahwa
c. Efektifitas relaksasi autogenik dan guided
guided imagery lebih efektif dibandingkan
imagery terhadap penurunan skala nyeri
dengan relaksasi autogenik, karena
sendi pada lansia di Panti Sosial Tresna
semakin tinggi mean rank dan sum of
Werdha Ina Kaka Ambon
rank maka perlakuan tersebut semakin
Sebelum melakukan uji efektifitas,
efektif.
terlebih dahulu dilakukan uji kenormalan
Hal ini dikarenakan guided imagery
data menggunakan Shapiro-Wilk. Dari
tidak hanya mengatur pola pernafasan,
hasil analisis normalitas data diketahi
namun juga membentuk suatu bayangan
bahwa pada nilai selisih pre-test dan post-
yang indah yang dapat diterima sebagai
test relaksasi autogenik sebesar 0,018
rangsangan panca indra, sehingga
dan selisih dari pre-test dan post-test
ketidaknyamanan yang ada akan
guided imagery sebesar 0,004, karena
dikeluarkan dan tubuh akan menjadi lebih
nilai signifikan dari data penelitian
rileks dan nyaman.
tersebut <0,05 maka dapat disimpulkan
Hal tersebut bisa dijelaskan melalui
data penelitian memiliki distribusi data
konsep pengkondisian klasik berupa
yang tidak normal, sehingga
imajinasi tentang pengalaman yang
menggunakan uji Mann Whitney dan
menyenangkan, sehingga menimbulkan
didapatkan hasil sebagai berikut :
reaksi terhadap stimulus. Pemasangan
satu stimulus dengan stimulus lainnya
Tabel 5. Efektifitas relaksasi autogenik
akan menimbulkan efek pengkondisian.
dan guided imagery terhadap penurunan
Ketika individu mengalami nyeri maka
skala nyeri sendi pada lansia di Panti
respon yang muncul adalah sensasi nyeri.
Sosial Tresna Werdha Ina Kaka Ambon
Variabel N Mean Sum p
Of
Berdasarkan tabel 5 dapat
Ranks
diketahui Dari Hasil Uji Maan Whitney
Relaksasi 8 7,88 63
Nilai Signifikan (2-Tailed) antara selisih
Autogenik 0,558
PreTest - PostTest Relaksasi Autogenik
Guided 8 9,13 73
dan selisih PreTest - PostTest Guided
Imagery sebesar 0,558. Karena nilai Imagery
Ket Selisih 1,25
signifikan dari data Penelitian tersebut >
0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa Tetapi ketika individu mengalami nyeri
tidak terdapat perbedaan antara dan stimulus yang dimunculkan adalah
kelompok perlakuan terapi relaksasi perasaan menyenangkan maka reaksi
autogenik dan guided imagery pada yang muncul adalah perasaan senang.
lansia dengan nyeri sendi. Sehingga lama kelamaan dengan
Tetapi dari tabel hasil dapat dilihat memberikan stimulus perasaan yang
bahwa nilai mean selisih pre-test dan menyenangkan rasa nyeri akan
post-test relaksasi autogenik sebesar berangsur-angsur menghilang dan
7,88 dan nilai mean selisih pre-test dan tergantikan menjadi perasaan senang.
8

Sehingga dengan demikian guided pengetahuan bagi lansia tentang cara


imagery lebih efektif dari relaksasi mengurangi nyeri yang dialami.
autogenik sebagimana yang ditemukan 3. Institusi Pendidikan
dalam penelitian ini dan diperkuat oleh Penelitian ini dapat menjadi literatur bagi
teori yang ada. mahasiswa keperawatan khususnya
tentang penelitian kuantitatif.
4. Peneliti
KESIMPULAN
Penelitian ini dapat memberikan
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan pengetahuan dan pengalaman peneliti
bahwa frekuensi nyeri sendi sebelum dalam melakukan riset kuantitatif
perlakuan relaksasi autogenik rata-rata skala khususnya untuk mengetahui pengaruh
nyeri 6,63. Frekuensi nyeri sendi sesudah terapi Relaksasi Autogenik dan terapi
perlakuan relaksasi autogenik rata-rata skala Guided Imagery untuk menurunkan nyeri
nyeri 4,38. Frekuensi nyeri sendi sebelum sendi pada lansia.
perlakuan guided imagery rata-rata skala nyeri
6,38. Frekuensi nyeri sendi sesudah perlakuan
REFERENSI
guided imagery rata-rata skala nyeri 3,75.
Setelah dilakukan pengujian data maka ada Aspiani, R.Y. (2014). Buku Ajar Asuhan
perbedaan skala nyeri sendi sebelum dan Keperawatan Gerontik. Jakarta: Trans Info
sesudah dilakukan relaksasi autogenik dan Media
guided imagery dengan p-value 0,000. Dan
Apostolo, J., & Katharine, K. (2012). The
berdasrkan dari hasil perbedaan mean rank
effects of guided imagery on comfort,
dan sum of rank dapat diketahui bahwa guided
depression, anxiety, and stress of psychiatric
imagery lebih efektif dibandingkan dengan
inpatients with depressive disorders. Journal
relaksasi autogenik, karena semakin tinggi
Archives of Psychiatric Nursing, 23, 403-414.
mean rank dan sum of rank maka perlakuan
tersebut semakin efektif. Azizah. Lilik, M. (2011). Keperawatan Lanjut
Usia. Yogyakarta : Graha Ilmu
Gonzales, M. A., & Ledesma, C. J.A. (2010).
SARAN
Effects of Guided imagery on postoperative
1. Pelayanan kesehatan outcomes in patients undergoing same-day
Dapat memberikan informasi mengenai surgical procedures: arandomized, single-blind
terapi Relaksasi Autogenik dan terapi study. AANA Journal, 78, 181-188.
Guided Imagery terhadap nyeri sendi,
Handono, F. 2013. Penyakit tulang dan
sehingga dapat direncanakan program
persendian. Salemba Medika. Jakarta
kesehatan, misalnya upaya sosialisasi
serta upaya berkelanjutan lainnya. Nainggolan, O. (2010). Prevalensi dan
2. Bagi lansia Determinan Penyakit Rematik di Indonesia.
Dengan pemberian teknik relaksasi Majalah Kedokteran Indonesia, Volume: 59.
Autogenik ataupun Guided Imagery,
lansia yang mengalami nyeri sendi akan Patricia dalam Kalsum, (2012). Pengaruh
merasakan rileks dan nyeri dapat Teknik Relaksasi Guided Imagery terhadap
berkurang serta dapat menambah Penurunan Tingkat Kecemasan Wanita
9

dengan Insomnia Usia 20-25 Tahun. Jurnal


Makalah Kesehatan FKUB.
Profil Riset Kesehatan Dasar. 2018. Diambil
kembali
dariwww.depkes.go.id:http://www.depkes.go.id
recources/download/general/hasil
%RISKESDAS%2018.pdf
Rahayu, U,. Nursiswati,. Srianti, a. (2010).
Pengaruh guided imagery relaxtation terhadap
nyeri kepala pada pasien cidera kepala.
Skripsi, Universitas Padjadjaran.
Saunders, S. (2012). Autogenic Theraphy :
Short term theraphy for long term gain. July
12, 2013. Brithish Autogenic Society, Chairma.
http://www.autogenic-teraphy.org.uk.
Syafitri, E.N., 2018. Pengaruh Teknik
Relaksasi Autogenik Terhadap Penurunan
Tingkat Stres Kerja pada Karyawan PT. Astra
Honda Motor Di Yogyakarta. Jurnal
Keperawatan Respati Yogyakarta, 5(2),
pp.395–398.

Anda mungkin juga menyukai