Anda di halaman 1dari 40

1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Medis


1. Pengertian
Post partum merupakan masa sesudah melahirkan atau persalinan. Masa
beberapa jam sesudah lahirnya plasenta atau tali pusat sampai minggu ke enam
setelah melahirkan, setelah kelahiran yang meliputi minggu-minggu berikutnya
pada waktu saluran reproduksi kembali keadaan yang normal pada saat sebelum
hamil (Marmi, 2016).
Post partum adalah waktu penyembuhan dan perubahan, waktu kembali
pada keadaan tidak hamil, serta penyesuaian terhadap hadirnya anggota
keluarga baru. (Mitayani, 2015).
Masa puerperium atau masa nifas adalah masa yang dimulai setelah bayi
keluar dan plasenta keluar hingga keadaan kandungan kembali seperti keadaan
semula (sebelum hamil). Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu
(Ambarwati, 2015).
2. Anatomi Dan Fisiologi
a) Anatomi Organ Reproduksi Wanita
1) Organ Generatif Internal

Gambar 1.1 Organ Reproduksi Interna Pada Wanita

(Sumber: Wiknjo Sastro,2017).


2

Keterangan :

(a) Vagina
Vagina merupakan jaringan membran muskulo membranosa berbentuk
tabung yang memanjang dari vulva ke uterus berada diantara kandung
kemih dianterior dan rectum di posterior.
(b) Uterus
Uterus adalah organ muskuler yang berongga dan berdinding tebal
yang sebagian tertutup oleh peritoneum atau serosa. Berfungsi untuk
implantasi,memberi perlindungan dan nutrisi pada janin, mendorong
keluar janin dan plasenta pada persalinan serta mengendalikan
pendarahan dari tempat perlekatan plasenta.
(c) Serviks Uteri
Serviks merupakan bagian uterus yang terletak di bawah isthmus di
anterior batas atas serviks yaitu ostium interna, kurang lebih
tingginya sesuai dengan batas peritoneum pada kandung kemih.
Ostium eksterna terletak pada ujung bawah segmen vagina serviks
yaitu portio vaginalis. Serviks yang mengalami robekan yang dalam
pada waktu persalinan setelah sembuh bisa menjadi berbentuk tak
beraturan, noduler, atau menyerupai bintang.
(d) Korpus Uteri
Dinding korpus uteri terdiri dari 3 lapisan, yaitu endometrium,
miometrium dan peritoneum.
(1) Endometrium
Endometrium merupakan bagian terdalam dari uterus, berupa
lapisan mukosa yang melapisi rongga uterus pada wanita yang
tidak hamil. Endometrium berupa membrane tipis berwarna merah
muda, menyerupai beludru, yang bila diamati dari dekat akan
terlihat ditembusi oleh banyak lubang-lubang kecil yaitu muara
kelenjar uterine.
(2) Myometrium
Miometrium merupakan lapisan dinding uterus yang
merupakan lapisan muskuler. Miometrium merupakan jaringan
3

pembentuk sebagian besar uterus, terdiri kumpulan otot polos yang


disatukan jaringan ikat dengan banyak serabut elastin di dalamnya.
Selama kehamilan miometrium membesar namun tidak terjadi
perubahan berarti pada otot serviks. Dalam lapisan ini tersusun
serabut otot yang terdiri atas tunikla muskularis longitudinalis
eksterna,oblique media, sirkularis interna dan sedikit jaringan
fibrosa.
(3) Peritonium
Peritoneum merupakan lapisan serosa yang menyelubungi
uterus, dimana peritoneum melekat erat kecuali pada daerah
diatas kandung kemih dan pada tepi lateral dimana peritoneum
berubah arah sedemikian rupa membentuk ligamentum latum.
2) Organ Generatif Eksterna

Gambar 2.2.2. Organ Reproduksi Eksterna Pada Wanita

( Sumber: Wiknjo Sastro, 2017)

Keterangan :

(a) Mons Veneris


Mons veneris adalah bagian menonjol diatas simfisis.Pada wanita
dewasa ditutupi oleh rambut kemaluan.pada wanita umumnya batas
4

atasnya melintang sampai pinggir atas simfisis, sedangkan ke bawah


sampai sekitar anus dan paha.
(b) Labia Mayora (bibir-bibir besar)
Terdiri atas bagian kanan dan kiri, lonjong mengecil ke bawah,terisi
jaringan lemak serupa dengan yang ada di mons veneris. Ke bawah
dan belakang kedua labia mayora bertemu dan membentuk kommisura
posterior.
(c) Labia Minora (bibir-bibir kecil)
Labia Minora adalah suatu lipatan tipis dari kulit sebelah dalam bibir
besar. Ke depan kedua bibir kecil bertemu dan membentuk diatas
klitoris preputium klitoridis dan dibawah klitoris frenulum klitoridis. Ke
belakang kedua bibir kecil bersatu dan membentuk fossa navikulare.
Kulit yang meliputi bibir kecil mengandung banyak glandula sebasea
dan urat saraf yang menyebabkan bibir kecil sangat sensitif dan dapat
mengembang.
(d) Klitoris
Kira-kira sebesar kacang ijo tertutup oleh preputiu klitoridis, terdiri atas
glans klitoridis, korpus klitoridis, dan dua krura yang menggantungkan
klitoris ke os pubis. Glans klitoridis terdiri atas jaringan yang dapat
mengembang , penuh urat saraf dan amat sensitif.
(e) Vulva
Bentuk lonjong dengan ukuran panjang dari muka ke belakang dan
dibatasi dimuka oleh klitoris, kanan dan kiri oleh kedua bibir kecil dan
dibelakang oleh perineum; embriologik sesuai sinus urogenitalis. Di
vulva 1-1,5 cm di bawah klitoris ditemukan orifisium uretra eksternum
(lubang kemih) berbentuk membujur 4-5 mm dan .tidak jauh dari lubang
kemih di kiri dan kanan bawahnya dapat dilihat dua ostia skene.
Sedangkan di kiri dan bawah dekat fossa navikular terdapat kelenjar
bartholin, dengan ukuran diameter ± 1 cm terletak dibawah otot
konstriktor kunni dan mempunyai saluran kecil panjang 1,5-2 cm yang
bermuara di vulva. Pada koitus kelenjar bartolin mengeluarkan getah
lendir.
(f) Bulbus Vestibuli Sinistra et Dekstra
5

Terletak di bawah selaput lendir vulva dekat ramus os pubis, panjang 3-


4 cm, lebar 1-2 cm dan tebal 0,51- 1cm; mengandung pembuluh darah,
sebagian tertutup oleh muskulus iskio kavernosus dan muskulus
konstriktor vagina. Saat persalinan kedua bulbus tertarik ke atas ke
bawah arkus pubis, tetapi bagian bawahnya yang melingkari vagina
sering mengalami cedera dan timbul hamatoma vulva atau perdarahan.
(g) Introitus Vagina
Mempunyai bentuk dan ukuran berbeda , ditutupi selaput dara (hymen).
Himen mempunyai bentuk berbeda – beda.dari yang semilunar (bulan
sabit) sampai yang berlubang- lubang atau yang ada pemisahnya
(septum); konsistensi nya dari yang kaku sampai yang lunak sekali.
Hiatus himenalis (lubang selaput dara) berukuran dari yang seujung jari
sampai yang mudah dilalui oleh 2 jari. Umumnya himen robek pada
koitus. Robekan terjadi pada tempat jam 5 atau jam 7 dan sampai
dasar selaput dara. Sesudah persalinan himen robek pada beberapa
tempat.
(h) Perineum
Terletak antara vulva dan anus , panjangnya rata-rata 4 cm.
3. Tahapan dalam Post Partum Normal
Tahapan yang terjadi pada masa nifas adalah sebagai berikut:
a. Periode Immediate Post Partum
Masa segera setelah plasenta lahir sampai dengan 24 jam. Pada masa ini
sering terdapat masalah, misalnya perdarahan karena atonia uteri. Oleh
karena itu bidan/perawat dengan teratur harus melakukan pemeriksaan
kontraksi uterus, pengeluaran lokhea, tekanan darah, dan suhu.
b. Periode Early Post Partum (24 jam – 1 minggu)
Pada masa ini bidan/perawat memastikan ivolusi uteri dalam keadaan
normal, tidak ada perdarahan, lokhea tidak berbau busuk, serta ibu dapat
menyusui dengan baik.
c. Periode Late Post Partun (1 minggu – 5 minggu)
Pada periode ini bidan/perawat tetap melakukan perawatan dan
pemeriksaan sehari-hari serta konseling KB (keluarga berencana) (Sari dan
Rimandini, 2014:2).
6

4. Perubahan Fisiologi Post Partum Normal


a. Perubahan Sistem Reproduksi
1) Adaptasi Fisiologi Pada Post Partum :
(a) Proses Involusi
Proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil setelah melahirkan
disebut involusi. Proses dimulai setelah plasenta keluar akibat konstraksi
otot-otot polos uterus. Pada akhir persalinan tahap III, uterus berada
digaris tengah, kira-kira 2 cm dibawah umbilikus dengan fundus
bersandar pada promontorium sakralis. Ukuran uterus saat kehamilan
enam minggu beratnya kira-kira 1000 gr. Dalam waktu 12 jam, tinggi
fundus kurang lebih 1 cm diatas umbilikus. Fundus turun kira-kira 1-2 cm
setiap 24 jam. Pada hari keenam fundus normal berada dipertengahan
antara umbilikus dan simfisis fubis. Seminggu setelah melahirkan uterus
berada didalam panggul sejati lagi, beratnya kira-kira 500 gr, dua minggu
beratnya 350 gr, enam minggu berikutnya mencapai 60 gr (Bobak,
2016:493).
(b) Proses involusi uteri
Pada akhir persalinan kala III, uterus berada di garis tengah, kira-kira 2
cm dibawah umbilicus dengan bagian fundus bersandar pada
promotorium sakralis. Pada saat ini besar uterus kira-kira sama dengan
besar uterus sewaktu usia kehamilan 16 minggu dengan berat 1000
gram. Peningkatan kadar estrogen dan progesteron betanggung jawab
untuk pertumbuhan masif uterus selama masa hamil. Pertumbuhan
uterus pada masa prenatal bertanggung jawab pada hyperplasia,
peningkatan jumblah sel-sel otot dan hipertropi, yaitu pembesaran sel-sel
yang sudah ada. Pada masa post partum penurunan kadar hormon-
hormon ini menyebabkan terjadinya autolisis.
Proses involusi uterus adalah sebagai berikut:

(1) Autolysis

Autolysis merupakan proses penghancuran diri sendiri yang terjadi di


dalam otot uterine. Enzim proteolitik dan memendekkan jaringan otot
yang telah sempat mengendur hingga 10 kali panjangnya dari semula
7

dan 5 kali lebar semula selama kehamilan. Sitoplasma sel yang


berlebih akan tercerna sendiri sehingga tertinggal jaringan fibro elastic
dalam jumblah renik sebagai bukti kehamilan.

(2) Atrofi jaringan

Jaringan yang berpoliferasi dengan adanya estrogen dalam jumblah


besar, kemudian mengalami atrofi sebagai reaksi terhadap
penghentian produksi estrogen yang menyertai pelepasan plasenta.
Selain perubahan atrofi pada otot-otot uterus, lapisan desidua akan
mengalami atrofi dan terlepas dengan meninggalkan lapisan basal
yang akan berregenerasi menjadi endometrium yang baru.
(c) Konstraksi Uterus
Intensitas kontraksi uterus meningkat segera setelah bayi lahir, diduga
adanya penurunan volume intrauterin yang sangat besar. Hemostatis
pascapartum dicapai akibat kompresi pembuluh darah intramiometrium,
bukan oleh agregasi trombosit dan pembentukan pembekuan. Hormon
desigen dilepas dari kelenjar hipofisis untuk memperkuat dan mengatur
konstraksi. Selama 1-2 jam I pasca partum intensitas konstraksi uterus
bisa berkurang dan menjadi tidak teratur, karena untuk mempertahankan
kontraksi uterus biasanya disuntikkan aksitosan secara intravena atau
intramuscular diberikan setelah plasenta lahir (Bobak, 2016: 493).

(d) Tempat Plasenta


Setelah plasenta dan ketuban dikeluarkan, kontriksi vaskuler dan
trombosis menurunkan tempat plasenta ke suatu area yang meninggi
dan bernodul tidak teratur. Pertumbuhan endometrium menyebabkan
pelepasan jaringan nekrotik dan mencegah pembentukan jaringan parut
yang menjadi karakteristik penyembuhan luka. Proses penyembuhan
memampukan endometrium menjalankan siklusnya seperti biasa dan
memungkinkan implantasi untuk kehamilan dimasa yang akan datang.
Regenerasi endometrium selesai pada akhir minggu ketiga pascapartum,
kecuali bekas tempat plasenta (Bobak, 2016: 493).
8

(e) Perubahan-perubahan normal pada uterus selama post partum

Tabel 2.1 Perubahan uterus masa nifas :

Involusi uteri Tinggi fundus Berat Diamerter uteri Palpasi cerdik


uteri uteri
Plasenta lahir Setinggi pusat 1000 gr 12,5 cm Lembut/lunak
7 hari (minggu 1) Pertengahan 500 gr 7,5 cm 2 cm
antara pusat
dan shymphisis
14 hari (minggu 2) Tidak teraba 350 gr 5 cm 1 cm
6 minggu Normal 60 gr 2,5 cm Menyempit
Sumber : (Ambarwati E,R Diah, W. 2010)

Gambar 2.2 Involusi Uterus

Involusi uteri dari luar dapat diamati yaitu dengan memeriksa


fundus uteri dengan cara:

(1) Segara setelah persalian, tinggi fundus uteri 2 cm dibawah


pusat, 12 jam kemudian kembali 1 cm diatas pusat dan
menurun kira-kira 1 cm setiap hari.

(2) Pada hari kedua setelah persalinan tinggi fundus uteri 1 cm


dibawah pusat .pada hari ke 3 atau 4 tinggu fundus uteri 2
cm dibawah pusat. Pada hari 5-7 tinggi fundus uteri tidak
teraba.

Bila uterus mengalami atau terjadi kegagalan dalam


9

proses involusi tersebut dengan subinvolusi. Subinvolusi


dapat disebabkan oleh infeksi dan tertinggalnya sisa
plasenta / perdarahan lanjut.

(f) Lochea
Lochea adalah rabas uterus yang keluar setelah bayi lahir, mula-mula
berwarna merah lalu menjadi merah tua atau merah coklat. Rabas
mengandung bekuan darah kecil. Selama 2 jam pertama setelah lahir,
jumlah cairan yang keluar dari uterus tidak boleh lebih dari jumlah
maksimal yang keluar selama menstruasi.

(1) Lochia rubra : mengandung darah dan debris desidua dan debris
trofoblastik. Aliran menyembur menjadi merah muda dan coklat
setelah 3-4 hari (lochea serosa).

(2) Lochia sanguinolenta : berwarna merah kuning berisi darah dan


lender, hari ke 3-7 pasca persalinan.

(3) Lochia serosa : bewarna kuning, cairan tidak berdarah lagi, pada
hari ke 7-14 pasca persalinan

(4) Lochia alba : mengandung leukosit, desidua, sel epitel, mucus,


serum dan bakteri. Lochea alba bertahan selama 2-6 minggu
setelah bayi lahir.

(5) Lochia puruulenta : terjadi infeksi, keluar cairan seperti nanah dan
berbau busuk.

(6) Lochia statis : lochia tidak lancar keluarnya. (Bobak, 2016: 494).

(g) Serviks
Serviks menjadi lunak setelah ibu malahirkan. 18 jam pascapartum,
serviks memendek dan konsistensinya lebih padat kembali kebentuk
semula. Muara serviks berdilatasi 10 cm, sewaktu melahirkan, menutup
bertahap 2 jari masih dapat dimasukkan Muara serviks hari keempat
dan keenam pasca partum (Bobak, 2016: 495).
10

(h) Vagina dan Perineum

Vagina halus dan membengkak, dengan tonus yang buruk setelah


kelahiran dan akan kembali secara bertahap dalam 6-8 minggu.
Penurunan hormone. Estrogen pascapartum yang menurun berperan
dalam penipisan mucosa vagina dan hilangnya rugae. Vagina yang
semula sangat teregang akan kembali secara bertahap keukuran
sebelum hamil, 6-8 minggu setelah bayi lahir . Rugae akan kembali
terlihat pada sekitar minggu keempat. Perineum terjadi robekan pada
hamper semua persalinan pertama dan tidak jarang juga pada
persalinan berikutnya. Robekan perineum umumnya terjadi digaris
lengan dan biasa menjadi luas apabila keoala janin lahir terlalu cepat,
sudu arkus pubis lebih kecil dari pada biasanya, kepala janinmelewati
pintu panggul bawah dengan ukuran lebih besar dari pada Sirkumfersi
suboksipiti bregmatika. (Bobak, 2016:495).

(i) Payudara

Konsentrasi hormone yang menstimulasi perkembangan payudara


selama wanita hamil (estrogen, progesteron, human chrorionic
gonadotropin, prolaktin, dan insulin) menurun dengan cepat setelah
bayi lahir. Hari ketiga atau keempat pasca partum terjadi
pembengkakan (engorgement). Payudara bengkak, keras,nyeri bila
ditekan, dan hangat jika diraba (kongesti pembuluh darah menimbulkan
rasa hangat). Pembengkakan dapat hilang dengan sendirinya dan rasa
tidak nyaman berkurang dalam 24 jam sampai 36 jam. Apabila bayi
belum menghisap (atau dihentikan), laktasi berhenti dalam beberapa
hari sampai satu minggu. Ketika laktasi terbentuk, teraba suatu massa
(benjolan), tetapi kantong susu yang terisi berubah dari hari kehari.
Sebelum laktasi dimulai, payudara terasa lunak dan keluar cairan
kekuningan, yakni kolostrum, dikeluarkan dari payudara. Setelah laktasi
dimulai, payudara terasa hangat dan keras waktu disentuh. Rasa nyeri
akan menetap selama 48 jam, susu putih kebiruan (tampak seperti
susu skim) dapat dikeluarkan dari puting susu (Bobak, 2016:498).
11

(j) Laktasi

Sejak kehamilan muda, sudah terdapat persiapan-persiapan pada


kelenjar-kelanjar untuk menghadapi masa laktasi. Proses ini timbul
setelah ari-ari atau plasenta lepas. Ari-ari mengandung hormon
penghambat prolaktin (hormon placenta) yang menghambat
pembentukan ASI. Setelah ari-ari lepas ,hormone placenta tak ada lagi
sehingga terjadi produksi ASI. Sempurnanya ASI keluar 2-3 hari
setelah melahirkan. Namun sebelumnya di payudara sudah terbentuk
kolostrum yang bagus sekali untuk bayi, karena mengandung zat kaya
Gizi dan antibodi pembunuh kuman.

b. Perubahan Sistem Endokrin


Selama postpartum terjadi penurunan hormon human placenta latogen (HPL),
estrogen dan kortisol serta placental enzime insulinase membalik efek
diabetogenik kehamilan, sehingga kadar gula darah menurun pada masa
puerperium. Pada wanita yang tidak menyusui, kadar estrogen meningkat
pada minggu kedua setelah melahirkan dan lebih tinggi dari wanita yang
menyusui pascapartum hari ke-17 (Bobak, 2016: 496).
c. Perubahan Sistem Kardiovaskuler
Pada minggu ke-3 dan 4 setelah bayi lahir, volume darah biasanya turun
sampai mencapai volume sebelum hamil. Denyut jantung, volume sekuncup
dan curah jantung meningkat sepanjang hamil. Setelah wanita melahirkan
meningkat tinggi selama 30-60 menit, karena darah melewati sirkuit
uteroplasenta kembali ke sirkulasi umum. Nilai curah jantung normal
ditemukan pemeriksaan dari 8-10 minggu setelah wanita melahirkan(Bobak,
2016:499-500).
d. Perubahan Sistem Urinarius
Perubahan hormonal pada masa hamil (kadar steroid yang tinggi) turut
menyebabkan peningkatan fungís ginjal, sedangkan penurunan kadar steroid
setelah wanita melahirkan akan mengalami penurunan fungsi ginjal selama
masa pascapartum. Fungsi ginjal kembali normal dalam waktu 1 bulan setelah
wanita melahirkan. Trauma terjadi pada uretra dan kandung kemih selama
proses melahirkan, yakni sewaktu bayi melewati hiperemis dan edema.
12

Kontraksi kandung kemih biasanya akan pulih dalam 5-7 hari setelah bayi lahir
(Bobak, 2016:497-498).
e. Perubahan Sistem Cerna
Ibu biasanya lapar setelah melahirkan sehingga ia boleh mengkonsumsi
makanan ringan. Penurunan tonus dan motilitas otot traktus cerna menetap
selama waktu yang singkat setelah bayi lahir. Buang air besar secara spontan
bisa tertunda selama tiga hari setelah ibu melahirkan yang disebabkan karena
tonus otot usus menurun selama proses persalinan dan pada awal masa
pasca partum. Nyeri saat defekasi karena nyeri diperinium akibat episiotomi,
laserasi, atau hemoroid (Bobak, 2016: 498).
f. Perubahan Sistem Neurologi
Perubahan neurologi selama puerperium kebalikan adaptasi neourologis
wanita hamil, disebabkan trauma wanita saat bersalin dan melahirkan. Rasa
baal dan kesemutan pada jari dialami 5% wanita hamil biasanya hilang setelah
anak lahir. Nyeri kepala pascapartum disebabkan hipertensi akibat kehamilan ,
strees dan kebocoran cairan serebrospinalis. Lama nyeri kepala 1-3 hari dan
beberapa minggu tergantung penyebab dan efek pengobatan.
g. Perubahan Sistem Muskuloskeletal
Adaptasi sistem muskuloskeletal ibu terjadi selama hamil berlangsung terbalik
pada masa pascapartum. Adaptasi membantu relaksasi dan hipermeabilitas
sendi dan perubahan pusat berat ibu akibat pembesaran rahim. Stabilisasi
sendi lengkap pada minggu ke 6-8 setelah wanita melahirkan (Bobak, 2016:
500-501).
h. Sistem Integumen
Kloasma muncul pada masa hamil biasanya menghilang saat kehamilan
berakhir; hiperpigmentasi di aerola dan linea tidak menghilang seluruhnya
setelah bayi lahir. Kulit meregang pada payudara, abdomen, paha, dan
panggul mungkin memudar tapi tidak hilang seluruhnya. Kelainan pembuluh
darah seperti spider angioma (nevi), eritema palmar dan epulis berkurang
sebagai respon penurunan kadar estrogen.Pada beberapa wanita spider nevi
bersifat menetap (Bobak, 2016: 501-502).
13

2) Adaptasi Psikologis Post Partum :


Secara psikologis, setalah melahirkan seorang ibu akan merasakan
gejala-gejala psikiaters, demikian juga pada masa menyusui. Meskipun
demikian ada pula ibu yang tidak mengalami hanl ini. Agar perubahan
psikologi yang dialami tidak berlebihan, ibu perlu mengetahui tenatang hal
yang lebih lanjut. Wanita banyak mengalami perubahan emosi selama
masa nifas sementara ia menyesuaikan diri meenjadi seorang ibu.
Beberapa penulis berpendapat, dalam minggu pertama setelah
melahirkan, banyak wanita menunjukan gejala psikiatrik, terutama gejala
depresi dari ringan sampai berat serta gejala-gejala neurosis traumatik.
Berikut bebrapa faktor yang berperan antara lain, ketakutan yang
berlebihan dalam masa hamil, struktur perorangan yang tidak normal
sebelumnya, riwayat psikiatrik abnormal,riwayat perkawinan abnormal,
riwayat obstetrik (kandungan) abnormal, riwayat kelahiran mati atau
kelahiran cacat, riwayat penyakit lainnya.
Biasanya penderita dapat sembuh kembali tanpa atau dengan
pengobatan. Meskipun demikian, kadang di perlukan terapi oleh ahli
penyakit jiwa . sering pula, kelainan-kelainan psikiatrik ini berulang setelah
persalinan berikutnya. Hal yang perlu diperhatikan yaitu adapatsi
psikososial pada masa pasca persalinan. Bagi keluarga muda, masa pasca
persalinan merupakan “ awal keluarga baru” sehingga keluarga perlu
beradaptasi dengan peran barunya. Tanggung jawab keluarga bertambah
dengan hadirnya bayi beru lahir. Dorongan serta perhatian anggota
keluarga lainnya merupakan dukungan positif bagi ibu.
Menurut Rubin dalam Varney (2015) adaptasi psikologis post partum
dibagi menjadi beberapa fase yaitu :
a) Fase Taking In ( dependent)
Fase ini merupakan periode ketergantungan yang berlansung dari hari
pertama sampai hari kedua setelah melahirkan. Pada saat itu, fokus
perhatian ibu terutama pada dirinya sendiri.pengalaman selama proses
persalinan sering berulang diceritakannya. Kelelahan mebuat ibu cukup
istirahat untuk mencegah gejala kurang tidur, seperti muda tersinggung.
Hal ini membuat ibu cenderung menjadi pasif terhadap lingkungannya.
14

Oleh kerena itu kondisi ibu perlu di pahami dengan menjaga komunikasi
yang baik. Pada fase ini perlu di perhatikan pemberian ekstra makanan
untuk proses pemulihannya. Disamping nafsu makan ibu memang
meningkat.
b) Fase Taking Hold (dependent- independent)
Fase ini berlangsung antara 3-10 hari setelah melahirkan. Pada fase
taking hold, ibu ibu mersa kuatir akan ketidak mampuan dan rasa
tanggung jawabnya dalam merawat bayi. Selain itu perasaannya sangat
sensitiv sehingga mudah tersinggung jika komunakinya kurang hati-hati.
Oleh karena itu ibu memerlukan kesempatan yang baik untuk menerima
berbagai penyuluhan dalam merawat diri dan bayinya sehingga tumbuh
rasa percaya diri.
c) Fase Letting Go (independent)
Fase ini merupakan fase meneriam tanggung jawab akan peran barunya
yang menerima tanggung jawab peran barunya yang berlangsung 10
hari setelah melahirkan. Ibu sudah mulai menyesuaikan diri dengan
ketergantungan bayinya. Keinginan untuk merawat diri dan bayinya
meningkat pada fase ini.
3) Post partum blue
Adanya kalanya ibu mengalami perasaan sedih yang berkaitan
dengan bayinya. Keadaan ini disebut dengan baby blues, yang di sebabkan
oleh perubahan perasaan yang dialami .ibu saat hamil sehinnga sulit
menerima kehadiran bayinya. Perubahan perasaan ini merupakan respon
alami terhadap rasa lelah yang dirasakan. Selain itu, juga karena
perubahan fisik dan emosional selama beberapa bulan kehamilan. Disini
hormone memainkan peran utama dalam hal bagaimana ibu bereaksi
terhadap situasi yang berbeda. Setalah melahirkan dan lepasnya plasenta
dari dinding rahim, tubuh ibu mengalami perubahan besar dalam jumlah
hormone sehingga membutuhkan waktu untuk menyesuaikan diri. Di
samping perubahan fisik,hadirnya seorang bayi dapat membuat perbedaan
besar dalam kehidupan ibu dalam hubungannya dengan suami, orang tua,
maupun anggota keluarga lain. Perubahan ini akan kembali secara
15

perlahan setelah ibu menyesuaikan diri dengan peran barunya dan tumbuh
kembali dalam keadaan normal.
Gejala-gejala baby blues, antara lain menanggis, mengalami
perubahan perasaan, cemas, kesepian, kawatir mengenai sang bayi,
penurunan gairah sex, dan kurang percaya diri terhadap kemampuan
menjadi seorang ibu. Jika hal ini terjadi, ibu disarankan untuk melakukan
hal-hal berikut :
a) Mintalah bantuan suami atau jika ibu membutuhkan istirahat untuk
menghilangkan kelelahan.
b) Beritahu suami mengenai apa yang sedang ibu rasakan. Mintalah
dukungan dan dan pertolongannya.
c) Buang rasa cemas dan kawatir akan kemampuan merawat bayi.
d) Carilah hiburan dan luangkan waktu untuk diri sendri.
Ada kalanya ibu merasakan kesedihan karna kebebasan, otonomi,
interaksi social, kemandiriannya berkurang. Hal ini akan mengakibatkan
depresi pasca persalinan (depresi post partum ). Berikut ini gejala-gejala
depresi pasca persalinan:
a) Sulit tidur, bahkan ketika bayi sudah tidur.
b) Nafsu makan hilang.
c) Perasaan tidak berdaya atau kehilangan control.
d) Terlalu cemas atau tidak perhatian sama sekali pada bayi.
e) Tidak menyukai atau takut menyentuh bayi.
f) Pikiran yang menakutkan mengenai bayi.
g) Sedikit atau tidak ada perhatian terhadap penampilan pribadi.
h) Gejala fisik seperti banyak wanita sulit bernapas atau perasaan
berdebar- debar.
Seorang ibu multipara mudah mengalami/ menderita depresi
masa nifas . hal ini di sebabkan oleh kesibukan yang mengurusi anak-
anak sebelum kelahiran anakya ini. Ibu yang tidak mengurusi
mengurusi dirinya sendiri, seorang ibu cepat murung, mudah marah-
marah. Hal ini menandakan ibu menderita depresi masa nifas.
16

4) Depresi
Masa nifas adalah keadaan yang amat serius.wanita memerlukan
banyak istirahat dan dukungan. Gejala-gejala lain dari depresi masa nifas
yaitu ibu tidak merawat dirinya ataupun bayinya dan merasa mendengar
suara seseorang yang sesungguhnya tidak ada. Ibu menderita depresi
masa nifas mungkin perlu minum obat.ia harus di periksa oleh seoarang
ahli yang dapat menilainya secara psikologis, untuk mengetahui apakah ia
mebutuhkan pengobatan. Dan dibutuhkan juga dukungan keluarga, dengan
cara selalumengunjungindan menawarkan bantuan dan dorongan kepada
ibu.
5) Perawatan wanita pada masa nifas
Perawatan wanita pada masa nifas menjdi lebih mudah dengan
diperbolehkan ambulasi dini. Pemeriksaan secara teratur dilakukan pada
suhu tubuh dengan denyut nadi. Inspeksi perineum dilakukan setiap hari
untuk mengamati derajat edema, (jika ada) dan kedaan jahitan. Banyak
wanita yang mengalami kerusakan dan perbaikan perineum merasakan
nyeri yang hebat. Ia mungkin memerlukan analgesic, dan akan lebih
menyenangkan bila ia duduk di atas cincin karet.
Sifat dan jumlah lokia diamati dan dicatat serta diperiksa tinggi fundus
di atas simfisis pubis setiap hari. Kontraksi uterus terus berlangsung setelah
bayi lahir. Biasanya tidak nyeri, tetapi beberapa wanita mengalaminya
terutama pada waktu menyusui . mungkin diperlukan anagesik.
5. Etiologi
Faktor dilakukan episiotomi menurut APN Revisi 2014 adalah :

a. Persalinan yang lama karena perinium yang kaku


b. Gawat janin
c. Gawat ibu
d. Pada tindakan operatif (ekstraksi cunam, vakum)
Sedangkan menurut Rusda (2004), penyebab dilakukan episiotomi
berasal dari faktor ibu maupun faktor janin. Faktor ibu antara lain:
a. Primigravida
b. Perinium kaku dan riwayat robekan perinium pada persalinan lalu .
17

c. Terjadi peregangan perinium berlebihan misalnya persalinan sungsang,


persalinan cunam, ekstraksi vakum dan anak besar.
d. Arkus pubis yang sempit. Faktor Janin antara lain:
e. Janin premature.
f. Janin letak sungsang, letak defleksi, dan janin besar.
g. Keadaan dimana ada indikasi untuk mempersingkat kala II seperti pada
gawat janin, tali pusat menumbung.
6. Patofisiologi
Ibu dengan persalinan episiotomi disebabkan adanya persalinan yang lama:
gawat janin (janin prematur, letak sungsang, janin besar), tindakan operatif dan
gawat ibu (perineum kaku, riwayat robekan perineum lalu, arkus pubis sempit).
Persalinan dengan episiotomi mengakibatkan terputusnya jaringan yang dapat
menyebabkan menekan pembuluh syaraf sehingga timbul rasa nyeri dimana ibu
akan merasa cemas sehingga takut BAB dan ini menyebabkan resti konstipasi.
Terputusnya jaringan juga merusak pembuluh darah dan menyebabkan
resiko defisit volume cairan. Terputusnya jaringan menyebabkan resti infeksi
apabila tidak dirawat dengan baik kuman mudah berkembang karena semakin
besar mikroorganisme masuk ke dalam tubuh semakin besar resiko terjadi
infeksi, Ibu dengan persalinan dengan episiotomi setelah 6 minggu persalinan
ibu berada dalam masa nifas. Saat masa nifas ibu mengalami perubahan
fisiologis dan psikologis. Perubahan fisiologis pada ibu akan terjadi uterus
kontraksi. Kontraksi uterus bisa adekuat dan tidak adekuat. Dikatakan adekuat
apabila kontraksi uterus kuat dimana terjadi adanya perubahan involusi yaitu
proses pengembalian uterus ke dalam bentuk normal yang dapat menyebabkan
nyeri/ mules, yang prosesnya mempengaruhi syaraf pada uterus.Setelah
melahirkan ibu mengeluarkan lochea yaitu merupakan ruptur dari sisa plasenta
sehingga pada daerah vital kemungkinan terjadi resiko kuman mudah
berkembang. Dikatakan tidak adekuat dikarenakan kontraksi uterus lemah
akibatnya terjadi perdarahan dan atonia uteri.
Perubahan fisiologis dapat mempengaruhi payudara dimana setelah
melahirkan terjadi penurunan hormone progesteron dan estrogen sehingga terjadi
peningkatan hormon prolaktin yang menghasilkan pembentukan ASI dimana ASI
18

keluar untuk pemenuhan gizi pada bayi, apabila bayi mampu menerima asupan
ASI dari ibu maka reflek bayi baik berarti proses laktasi efektif.sedangkan jika ASI
tidak keluar disebabkan kelainan pada bayi dan ibu yaitu bayi menolak, bibir
sumbing, puting lecet, suplai tidak adekuat berarti proses laktasi tidak efektif.
Pada perubahan psikologos terjadi Taking In, Taking Hold, dan
Letting Go.Pada fase Taking In kondisi ibu lemah maka terfokus pada diri
sendiri sehingga butuh pelayanan dan perlindungan yang mengakibatkan defisit
perawatan diri. Pada fase Taking Hold ibu belajar tentang hal baru dan
mengalami perubahan yang signifikan dimana ibu butuh informasi lebih karena
ibu kurang pengetahuan.Pada fase Letting Go ibu mampu menyesuaikan diri
dengan keluarga sehingga di sebut ibu yang mandiri, menerima tanggung jawab
dan peran baru sebagai orang tua.
19

Pathway
Post partum Spontan

Perubahan fisiologi Perubahan Psikologi

Proses involusi Vagina dan Laktasi Taking In Taking Hold Letting Go


Perineum (ketergantungan) (Ketergantungan (kemandirian)
Kemandirian)
Peningkatan kadar Butuh perlindungan
Ocytosin, peningkatan dan pelayanan Belajar kondisi tubuh
kontraksi uterus mengenai mengalami
perawatan diri perubahan
dan bayi
Berfokus pada
Ruftur jaringan diri sendiri dan lemas

Trauma mekanis Personal Pembuluh darah rusak Butuh informasi


hygiene
Nyeri kurang baik Pendarahan Gangguan pola tidur
Kurang informasi
Genetalia kotor Devisit Volume
Struktur dan karakter payudara ibu
Resiko Infeksi
Hormon Estrogen Aliran darah
dipayudara berurai
Prolaktif meningkat dari uterus (involusi)

Pembentukan ASI Retensi darah


Dipembuluh payudara

Bengkak

ASI keluar Penyempitan pada duktus inviverus

Payudara bengkak ASI tidak keluar Retensi ASI

Nyeri Ketidakefektifan pemberian ASI Mastitis


(Amin Hadi aplikasi Nanda NIC NOC 2012-2014)
20

7. Klasifikasi
Menurut Anggraini (2010), tahap masa nifas di bagi menjadi 3 :
a. Purperium dini, Waktu 0-24 jam post partum. Purperium dini yaitu kepulihan
dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan. Dianggap telah
bersih dan boleh melakukan hubungan suami istri apabila setelah 40 hari.
b. Purperium intermedial, Waktu 1-7 hari post partum. Purperium intermedial
yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia yang lamanya 6 minggu.
c. Remote purperium ,Waktu 1-6 minggu post partum. Adalah waktu yang
diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutam bila selama hamil dan
waktu persalinan mempunyai komplikasi. Waktu untuk pulih sempurna bias
berminggu-minggu, bulanan bahkan tahunan. (Yetti Anggraini,2010).
8. Komplikasi
a. Pendarahan
Karena proses episiotomy dapat mengakibatkan terputusnya jaringan
sehingga merusak pembuluh darah terjadilah pendarahan.
b. Infeksi
Infeksi terkait dengan jalannya tindakan episiotomy berhubungan dengan
ketidaksterilan alat-alat yang digunakan.
c. Hipertensi
Penyakit hipertensi berperan besar dalam morbiditas dan mortalitas maternal
dan perinatal. Hipertensi diperkirakan menjadi komplikasi sekitar 7% sampai
10% seluruh kehamilan.
d. Gangguan Psikososial
Kondisi psikososial mempengaruhi integritas keluarga dan menghambat ikatan
emosional bayi dan ibu. Beberapa kondisi dapat mengancam keamanan dan
kesejahteraan ibu dan bayi.
9. Penatalaksanaan
Menurut Masriroh (2013) penatalaksanan yang diperlukan untuk klien dengan
post partum adalah sebagai berikut:
a. Meperhatikan kondisi fisik ibu dan bayi.
b. Mendorong penggunaan metode-metode yang tepat dalam memberikan
makanan pada bayi dan mempromosikan perkembangan hubungan baik
antara ibu dan anak.
21

c. Mendukung dan memperkuat kepercayaan diri si Ibu dan memungkinkannya


mingisi peran barunya sebagai seorang Ibu, baik dengan orang, keluarga baru,
maupun budaya tertentu.
10. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium, Hemoglobin, Leokosit, Gula darah, Laju endap
darah, dan urinalis.
b. Ultrasonografi.
22

B. Konsep Prosedur / Intervensi


1. Konsep Pemberian Kompres Hangat
a. Pengertian
Kompres hangat adalah tindakan yang dilakukan dengan memberikan
cairan hangat untuk memenuhi kebutuhan rasa nyaman, mengurangi atau
membebaskan nyeri, mengurangi atau mencegah terjadinya spasme otot, dan
memberikan rasa hangat, dan tujuannya untuk memperlancar sirkulasi darah,
dan mengurangi rasa sakit atau nyeri (Uliyah & Hidayah 2008, dalam jurnal
Fajriyah dan Winarsih, 2013). Kompres hangat merupakan metode
pemeliharaan suhu tubuh dengan menggunakan cairan atau alat yang dapat
menimbulkan hangat atau dingin pada bagian tubuh yeng memperlancar
sirkulasi darah, dan mengurangi rasa sakit atau nyeri. Dalam keperawatan
menurut (Andormoyo, 2013).
Manajemen nyeri non farmakologi merupakan tindakan menurunan
respon nyeri tanpa menggunakan agen farmakologi. Dalam melakukan
intervensi keperawatan, manajemen nyeri nonfarmakologi merupakan tindakan
independen dari seorang perawat dalam mengatasi respon pasien.
Penggunaan kompres hangat untuk area yang tegang dan nyeri dapat
meredakan nyeri tegang dan nyeri dapat meredakan nyeri dengan mengurangi
spesme otot yang disebebkan oleh iskemia, yang merangsang nyeri dan
menyebabkan vasodilatisi dan peningkatan aliran darah ke area tersebut
(Andormoyo, 2013).
Pada dasarnya, kompres hangat memberikan rasa hangat untuk
memenuhi kebutuhan rasa nyaman, mengurangi atau membebaskan nyeri,
mengurangi atau mencegah spasme otot dan memberikan rasa hangat pada
daerah tertentu. Kompres hangat dapat digunakan untuk mengurangi maupun
meredakan rangsangan pada ujung saraf atau memblokir arah berjalannya
impuls nyeri menuju ke otak meradang (Tamsuri & Hareni, 2011).
b. Manfaat
1) Melebarkan pembuluh darah dan memperbaiki peredarah dijaringan
tersebut.
2) Pada otot, panas memiliki efek menurun ketegangan.
3) Meningkatkan seldarah putih secara total dan fenomena reaksi peradangan
23

serta adanya dilatasi pembuluh darah yang mengakibatkan peningkatan


sirkulasi darah serta peningkatan kapiler (Fauziyah, 2013).
c. Cara pemberian kompres hangat
1) Persiapkan alat dan bahan.
a) Hot water bag (buli-buli) atau kain yang dapat menyerap air.
b) Air hangat dengan suhu 38 oC sampai 40 oC.
c) Thermometer air.
d) Baskom dan handuk kering
2) Tahap kerja
a) Cuci tangan
b) Jelaskan pada klien mengenai prosedur yang akan dilakukan.
c) Masukan air ke dalam botol atau masukan kain, lalu diperas.
d) Tempatkan botol atau kain didaerah yang terasa nyeri dan berikan.
e) Angkat botol atau kain setelah 15 menit, dan lakukan kompres ulang jika
nyeri belum teratasi.
f) Kaji perubahan yang terjadi selam kompres dilakukan.
24

C. Konsep Asuhan Keperawatan


Asuhan keperawatan adalah proses atau rangkaian kegiatan pada praktik
keperawatan yang diberikan secara langsung kepada klien/pasien di berbagai
tatanan pelayanan kesehatan. (Budiyono, 2015).
Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan
untuk mengumpulkan informasi atau data klien, agar dapat mengidentifikasi,
mengenali masalah, kebutuhan kesehatan dan keperawatan klien baik fisik, mental
sosial dan lingkungan. Pada tahap pengkajian, kegiatan yang dilakukan adalah
mengumpulkan data, seperti riwayat keperawatan, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
data sekunder lainnya (Catatan hasil pemeriksaan diagnostik, dan literatur).
Setelah didapatkan, maka tahap selanjutnya adalalah diagnosis. Diagnosa
keperawatan adalah terminologi yang digunakan oleh perawat profesional untuk
menjelaskan masalah kesehatan, tingkat kesehtan, respon klien terhadap penyakit
atau kondisi klien (aktual/potensial) sebagai akibat dari penyakit yang diderita.
Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah memvalidasi data,
menginterprestasikan dan mengidentifikasi masalah dari kelompok data dan
merumuskan diagnosa keperawatan.
Tahap perencanaan dilakukan setelah diagnosis dirumuskan. Adapun
kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah menyusun prioritas masalah,
merumuskan tujuan dan kriteria hasil, memilih strategi asuhan keperawatan,
melakukan konsultasi dengan tenaga kesehatan lain dan menuliskan atau
mendokumentasikan rencana asuhan keperawatan.
Implementasi merupakan tahap keempat dari proses keperawatan. Tahap
implementasi adalah tahap melakukan rencana yang telah di buat pada klien.
Adapun kegiatan yang ada pada tahap implementasi ini adalah pengkajian ulang
untuk memperbaharui data dasar, meninjau atau merevisi rencana asuhan yang
telah di buat dan melaksanakan intervensi keperawatan yang telah direncanakan.
Tahap evaluasi, pada tahap ini kegiatan yang dilakukan adalah mengkaji respon
klien setelah dilakukan intervensi keperawatan, membandingkan respon klien
dengan kriteria hasil, memodifikasi asuhan keperawatan dengan hasil evaluasi, dan
mengkaji ulang asuhan keperawatan yang telah di berikan.
Tahap akhir adalah proses dokumentasi, adalah kegiatan mencatat seluruh
tindakan yang telah dilakukan. Dokumentasi keperawatan sangat penting untuk
25

dilakukan karena berguna untuk menghindari kejadian tumpang tindih, memberikan


informasi ketidaklengkapan asuhan keperawatan, dan terbinanya koordinasi antar
teman sejawat atau pihak lain.
Pemeriksaan fisik dilakukan empat cara yaitu inspeksi, perkusi, palpasi, dan
auskultasi (IPPA). Inspeksi dilakukan dengan menggunakan indra penglihatan,
memerlukan pencahayaan yang baik, dan pengamatan yang teliti. Perkusi adalah
pemeriksaan yang menggunakan prinsip vibrasi dan getaran udara, dengan cara
mengetuk mengetuk permukaan tubuh dengan tangan pemeriksa untuk
memperkirakan densitas organ tubuh jaringan yang diperiksa. Palpasi menggunakan
serabut saraf sensori di permukaan telapak tangan untuk mengetahui kelembaban,
suhu, tekstur, adanya massa dan penonjola, lokasi dan ukuran organ, serta
pembengkakan. Auskultasi merupakan indra pendengaran, bisa menggunakan alat
bantu (stetoskop) ataupun tidak. Suara di dalam tubuh dihasilkan oleh gerakan
udara (misalnya suara nafas) atau gerakan organ (misalnya peristaltik usus).
(Debora, 2012).
1. Pengkajian
Asuhan masa nifas adalah penatalaksanaan asuhan yang diberikan pada
pasien mulai dari saat setelah lahirnya bayi sampai dengan kembalinya tubuh
dalam keadaan seperti sebelum hamil atau mendekati keadaan sebelum hamil
(Saleha, 2009).
Pengumpulan data pada pasien dan keluarga dilakukan dengan cara
anamnesa, pemeriksaan fisik dan melalui pemeriksaan penunjang (hasil
laboratorium).
a. Riwayat kesehatan
Riwayat kesehatan dengan cara mengumpulkan data-data tentang
respons pasien terhadap kelahiran bayinya serta penyesuaian selama masa
post partum. Pengkajian awal mulai dengan review prenatal dan intranatal
meliputi :
1) Lamanya proses persalinan dan jenis persalinan.
2) Lamanya ketuban pecah dini.
3) Adanya episiotomi dan laserasi.
4) Respon janin pada saat persalinan dan kondisi bayi baru lahir (nilai
APGAR).
26

5) Pemberian anestesi selama proses persalinan dan kelahiran.


6) Medikasi lain yang diterima selama persalinan atau periode immediate post
partum.
7) Komplikasi yang terjadi pada periode immediate post partum seperti atonia
uteri, retensi plasenta.Pengkajian ini digunakan untuk mengidentifikasi
faktor resiko yang signifikan yang merupakan faktor presdisposisi terjadinya
komplikasi post partum.

b. Pengkajian fisik

1) Tanda-tanda vital

Kaji tekanan darah, nadi, pernafasan dan suhu pada Ibu. Periksa
tanda-tanda vital tersebut setiap 15 menit selama satu jam pertama
setelah melahirkan atau sampai stabil, kemudian periksa setiap 30
menit untuk jam-jam berikutnya. Nadi dan suhu diatas normal dapat
menunjukan kemungkinan adanya infeksi. Tekanan darah mungkin
sedikit meningkat karena upaya untuk persalinan dan keletihan.
Tekanan darah yang menurun perlu diwaspadai kemungkinan adanya
perdarahan post partum.
a) Tekanan darah, normal yaitu < 140/90 mmHg. Tekanan darah
tersebut bisa meningkat dari pra persalinan pada 1-3 hari post
partum. Setelah persalinan sebagian besar wanita mengalami
peningkatan tekananan darah sementara waktu. Keadaan ini akan
kembali normal selama beberapa hari. Bila tekanan darah menjadi
rendah menunjukkan adanya perdarahan post partum. Sebaliknya bila
tekanan darah tinggi,merupakan petunjuk kemungkinan adanya pre-
eklampsi yang bisa timbul pada masa nifas. Namun hal ini
seperti itu jarang terjadi.
b) Suhu, suhu tubuh normal yaitu kurang dari 38 C. Pada hari ke 4
setelah persalinan suhu Ibu bisa naik sedikit kemungkinan
disebabkan dari aktivitas payudara. Bila kenaikan mencapai lebih dari
38 C pada hari kedua sampai hari-hari berikutnya, harus diwaspadai
adanya infeksi atau sepsis nifas.
c) Nadi, nadi normal pada Ibu nifas adalah 60-100. Denyut Nadi
27

Ibu akan melambat sampai sekitar 60 x/menit yakni pada waktu habis
persalinan karena ibu dalam keadaan istirahat penuh. Ini terjadi
utamanya pada minggu pertama post partum. Pada ibu yang nervus
nadinya bisa cepat, kira-kira 110x/mnt. Bisa juga terjadi gejala shock
karena infeksi khususnya bila disertai peningkatan suhu tubuh.
d) Pernafasan, pernafasan normal yaitu 20-30 x/menit. Pada umumnya
respirasi lambat atau bahkan normal. Mengapa demikian, tidak lain
karena Ibu dalam keadaan pemulihan atau dalam kondisi istirahat.Bila
ada respirasi cepat post partum (> 30 x/mnt) mungkin karena adanya
ikutan dari tanda-tanda syok.
2) Kepala dan wajah
a) Rambut, melihat kebersihan rambut, warna rambut, dan kerontokan
rambut.
b) Wajah, adanya edema pada wajah atau tidak. Kaji adanya flek hitam.
c) Mata, konjungtiva yang anemis menunjukan adanya anemia kerena
perdarahan saat persalinan.
d) Hidung, kaji dan tanyakan pada ibu, apakah ibu menderita pilek atau
sinusitis. Infeksi pada ibu postpartum dapat meningkatkan kebutuhan
energi.
e) Mulut dan gigi, tanyakan pada ibu apakah ibu mengalami
stomatitis, atau gigi yang berlubang. Gigi yang berlubang dapat
menjadi pintu masuk bagi mikroorganisme dan bisa beredar secara
sistemik.
f) Leher, kaji adanya pembesaran kelenjar limfe dan pembesaran
kelenjar tiroid. Kelenjar limfe yang membesar dapat menunjukan
adanya infeksi, ditunjang dengan adanya data yang lain seperti
hipertermi, nyeri dan bengkak.
g) Telinga, kaji apakah ibu menderita infeksi atau ada peradangan pada
telinga.
c. Pemeriksaan thorak
1) Inspeksi payudara
a) Kaji ukuran dan bentuk tidak berpengaruh terhadap produksi asi, perlu
diperhatikan bila ada kelainan, seperti pembesaran masif, gerakan yang
28

tidak simetris pada perubahan posisi kontur atau permukaan.


b) Kaji kondisi permukaan, permukaan yang tidak rata seperti adanya
depresi,retraksi atau ada luka pada kulit payudara perlu dipikirkan
kemungkinan adanya tumor.
c) Warna kulit, kaji adanya kemerahan pada kulit yang dapat menunjukan
adanya peradangan.
2) Palpasi Payudara
Pengkajian payudara selama masa post partum meliputi inspeksi ukuran,
bentuk, warna dan kesimetrisan serta palpasi apakah ada nyeri tekan guna
menentukan status laktasi. Pada 1 sampai 2 hari pertama post partum,
payudara tidak banyak berubah kecil kecuali sekresi kolostrum yang
banyak. Ketika menyusui, perawat mengamati perubahan payudara,
menginspeksi puting dan areola apakah ada tanda tanda kemerahan dan
pecah, serta menanyakan ke ibu apakah ada nyeri tekan. Payudara yang
penuh dan bengkak akan menjadi lembut dan lebih nyaman setelah
menyusui.
d. Pemeriksaan abdomen
1) Inspeksi Abdomen
a) Kaji adakah striae dan linea alba.
b) Kaji keadaan abdomen, apakah lembek atau keras. Abdomen yang
keras menunjukan kontraksi uterus bagus sehingga perdarahan dapat
diminimalkan. Abdomen yang lembek menunjukan sebaliknya dan dapat
dimasase untuk merangsang kontraksi.
c) Palpasi Abdomen
(1) Fundus uteri Tinggi : Segera setelah persalinan TFU 2 cm dibawah
pusat, 12 jam kemudian kembali 1 cm diatas pusat dan menurun
kira-kira 1 cm setiap hari. Hari kedua post partum TFU 1 cm
dibawah pusat Hari ke 3 - 4 post partum TFU 2 cm dibawah pusat.
Hari ke 5 - 7 post partum TFU pertengahan pusat-symfisis Hari ke
10 post partum TFU tidak teraba lagi.
(2) Kontraksi, kontraksi lemah atau perut teraba lunak menunjukan
konteraksi uterus kurang maksimal sehingga memungkinkan
terjadinya perdarahan.
29

(3) Posisi, posisi fundus apakah sentral atau lateral. Posisi lateral
biasanya terdorong oleh bladder yang penuh.
(4) Uterus, setelah kelahiran plasenta, uterus menjadi massa jaringan
yang hampir padat. Dinding belakang dan depan uterus yang tebal
saling menutup, yang menyebabkan rongga bagian tengah merata.
Ukuran uterus akan tetap sama selama 2 hari pertama setelah
pelahiran, namun kemudian secara cepat ukurannya berkurang oleh
involusi. (Martin, Reeder, G., Koniak, 2014).
(5) Diastasis rektus abdominis adalah regangan pada otot rektus
abdominis akibat pembesaran uterus jika dipalpasi "regangan ini
menyerupai belah memanjang dari prosessus xiphoideus ke
umbilikus sehingga dapat diukur panjang dan lebarnya. Diastasis ini
tidak dapat menyatu kembali seperti sebelum hamil tetapi dapat
mendekat dengan memotivasi ibu untuk melakukan senam nifas.
Cara memeriksa diastasis rektus abdominis adalah dengan meminta
ibu untuk tidur terlentang tanpa bantal dan mengangkat kepala, tidak
diganjal kemudian palpasi abdomen dari bawah prosessus xipoideus
ke umbilikus kemudian ukur panjang dan lebar diastasis.
e. Keadaan kandung kemih
Kaji dengan palpasi kandungan urine di kandung kemih. Kandung kemih yang
bulat dan lembut menunjukan jumlah urine yang tertapung banyak dan
hal ini dapat mengganggu involusi uteri, sehingga harus dikeluarkan.
f. Ekstremitas atas dan bawah
1) Varises, melihat apakah ibu mengalami varises atau tidak. Pemeriksaan
varises sangat penting karena ibu setelah melahirkan mempunyai
kecenderungan untuk mengalami varises pada beberapa pembuluh
darahnya. Hal ini disebabkan oleh perubahan hormonal.
2) Edema, Tanda homan positif menunjukan adanya tromboflebitis sehingga
dapat menghambat sirkulasi ke organ distal. Cara memeriksa tanda
homan adalah memposisikan ibu terlentang dengan tungkai ekstensi,
kemudian didorsofleksikan dan tanyakan apakah ibu mengalami nyeri pada
betis, jika nyeri maka tanda homan positif dan ibu harus dimotivasi untuk
mobilisasi dini agar sirkulasi lancar. Refleks patella mintalah ibu duduk
30

dengan tungkainya tergantung bebas dan jelaskan apa yang akan


dilakukan. Rabalah tendon dibawah lutut/ patella. Dengan menggunakan
hammer ketuklan rendon pada lutut bagian depan. Tungkai bawah akan
bergerak sedikit ketika tendon diketuk. Bila reflek lutut negative
kemungkinan pasien mengalami kekurangan vitamin B1. Bila gerakannya
berlebihan dan capat maka hal ini mungkin merupakan tanda pre eklamsi.
3) Perineum, kebersihan Perhatikan kebersihan perineum ibu. Kebersihan
perineum menunjang penyembuhan luka. Serta adanya hemoroid derajat 1
normal untuk ibu hamil dan pasca persalinan.
a) REEDA
REEDA adalah singkatan yang sering digunakan untuk menilai kondisi
episiotomi atau laserasi perinium. REEDA singkatan (Redness /
kemerahan, Edema, Ecchymosisekimosis, Discharge/keluaran, dan
Approximate/ perlekatan) pada luka episiotomy. Kemerahan dianggap
normal pada episiotomi dan luka namun jika ada rasa sakit yang
signifikan, diperlukan pengkajian lebih lanjut. Selanjutnya, edema
berlebihan dapat memperlambat penyembuhan luka. Penggunaan
kompres es (icepacks) selama periode pasca melahirkan umumnya
disarankan.
b) Lochia
Kaji jumlah, warna, konsistensi dan bau lokhia pada ibu post partum.
Perubahan warna harus sesuai. Misalnya Ibu postpartum hari ke tujuh
harus memiliki lokhia yang sudah berwarna merah muda atau keputihan.
Jika warna lokhia masih merah maka ibu mengalami komplikasi
postpartum. Lokhia yang berbau busuk yang dinamankan Lokhia
purulenta menunjukan adanya infeksi disaluran reproduksi dan harus
segera ditangani.
c) Varises
Perhatikan apakah terjadinya varises di dalam vagina dan vulva. Jika
ada yang membuat perdarahan yang sangat hebat
g. Pengkajian status nutrisi
Pengkajian awal status nutrisi pada periode post partum didasarkan pada data
ibu saat sebelum hamil dan berat badan saat hamil, bukti simpanan besi yang
31

memadai (misal : konjungtiva) dan riwayat diet yang adekuat atau penampilan.
Perawat juga perlu mengkaji beberapa faktor komplikasi yang memperburuk
status nutrisi, seperti kehilangan darah yang berlebih saat persalinan.
h. Pengkajian tingkat energi dan kualitas istirahat
Perawat harus mengkaji jumlah istirahat dan tidur, dan menanyakan apa yang
dapat dilakukan ibu untuk membantunya meningkatkan istirahat selama ibu di
rumah sakit. Ibu mungkin tidak bisa mengantisipasi kesulitan tidur setelah
persalinan.
i. Emosi
Emosi merupakan elemen penting dari penilaian post partum. Pasien post
partum biasanya menunjukkan gejala dari ”baby blues” atau “postpartum
blues” ditunjukan oleh gejala menangis, lekas marah, dan kadang-kadang
insomnia. Postpartum blues disebabkan oleh banyak faktor, termasuk fluktuasi
hormonal, kelelahan fisik, dan penyesuaian peran ibu. Ini adalah bagian
normal dari pengalaman post partum. Namun, jika gejala ini berlangsung lebih
lama dari beberapa minggu atau jika pasien post partum menjadi
nonfungsional atau mengungkapkan keinginan untuk menyakiti bayinya atau
diri sendiri, pasien harus diajari untuk segera melaporkan hal ini pada perawat,
bidan atau dokter.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnose keperawatan menurut (Amin Hadi aplikasi Nanda NIC-NOC 2014) :

a. Nyeri (akut) berhubungan dengan trauma jahitan luka episiotomi.

b. Risiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan atau kerusakan kulit.

c. Resiko menyusui tidak efektif berhubungan dengan kurang pengetahuan cara


perawatan payudara bagi ibu menyusui.

d. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang


perawatan post partum.

e. Risiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan penurunan


masukan/pergantian tidak adekuat, peningkatan haluaran urine dan
kehilangan tidak kasat mata meningkat misalnya perdarahan.
32

f. Gangguan pola tidur berhubungan dengan respon hormonal psikologis, proses


persalinan dan peoses melelahkan.
3. Intervensi Keperawatan

No Diagnose Noc Nic


1. NOC : NIC :
Nyeri (akut) b.d
Manajemen nyeri
trauma jahitan luka
 Tingkat nyeri 1. Lakukan pengkajian nyeri
episiotomi.
secara komprehensif
 Tingkat kenyamanan
termasuk lokasi,
Kriteria Hasil :
karakteristik, durasi,
1. Mampu mengontrol
frekuensi, kualitas dan faktor
nyeri (tahu penyebab
presipitasi.
nyeri, mampu
2. Observasi reaksi nonverbal
menggunakan tehnik
dari ketidaknyamanan
nonfarmakologi untuk
3. Gunakan teknik komunikasi
mengurangi nyeri,
terapeutik untuk mengetahui
mencari bantuan).
pengalaman nyeri pasien.
2. Melaporkan bahwa
4. Kaji kultur yang
nyeri berkurang dengan
mempengaruhi respon nyeri
menggunakan
5. Kaji tipe dan sumber nyeri
manajemen nyeri.
untuk menentukan
3. Mampu mengenali
intervensi.
nyeri (skala, intensitas,
6. Ajarkan tentang teknik non
frekuensi dan tanda
farmakologi (kompres
nyeri).
hangat).
4. Menyatakan rasa
7. Berikan obat analgetik untuk
nyaman setelah nyeri
mengurangi nyeri.
berkurang.
8. Tingkatkan istirahat.
5. Tanda vital dalam
9. Kolaborasikan dengan
rentang normal.
dokter jika ada keluhan dan
tindakan nyeri tidak
berhasil.
Pemberian analgsik

1. Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas, dan
derajat nyeri sebelum
pemberian obat.
33

2. Cek instruksi dokter tentang


jenis obat, dosis, dan
frekuensi.

3. Cek riwayat alergi.

4. Pilih analgesik yang


diperlukan atau kombinasi
dari analgesik ketika
pemberian lebih dari satu.

5. Tentukan pilihan analgesik


tergantung tipe dan
beratnya nyeri.

6. Tentukan analgesik pilihan,


rute pemberian, dan dosis
optimal.

7. Pilih rute pemberian secara


IV, IM untuk pengobatan
nyeri secara teratur.

8. Monitor vital sign sebelum


dan sesudah pemberian
analgesik pertama kali.
2. NOC : NIC :
Risiko infeksi b.d
(Kontrol infeksi)
trauma jaringan atau  Status kekebalan
1. Bersihkan lingkungan setelah
kerusakan kulit.  Pengetahuan :
dipakai pasien lain.
Pengendalian resiko
2. Instruksikan pada
Kriteria Hasil :
pengunjung untuk mencuci
1. Klien bebas dari tanda
tangan saat berkunjung dan
dan gejala infeksi.
setelah berkunjung
2. Mendeskripsikan
meninggalkan pasien.
proses penularan
3. Gunakan sabun antimikrobia
penyakit, factor yang
untuk cuci tangan.
mempengaruhi
4. Cuci tangan setiap sebelum
penularan serta
dan sesudah tindakan
penatalaksanaannya.
kperawtan.
3. Menunjukkan
5. Gunakan baju, sarung
kemampuan untuk
34

mencegah timbulnya tangan sebagai alat


infeksi. pelindung.
4. Jumlah leukosit dalam 6. Pertahankan lingkungan
batas normal. aseptik selama pemasangan
5. Menunjukkan perilaku alat.
hidup sehat. 7. Ganti letak IV perifer dan line
central dan dressing sesuai
dengan petunjuk umum.
8. Gunakan kateter intermiten
untuk menurunkan infeksi
kandung kencing.
(proteksi terhadap infeksi)

1. Monitor tanda dan gejala


infeksi sistemik dan lokal.

2. Monitor kerentanan
terhadap infeksi.

3. Partahankan teknik
aspesis pada pasien yang
beresiko.

4. Berikan perawatan kulit


pada area epidema.

5. Infeksi kulit dan membran


mukosa terhadap
kemerahan, panas,
drainase.

6. Inspeksi kondisi luka /


insisi bedah.

7. Inspeksi kulit dan


membran mukosa
terhadap kemerahan,
panas, drainase.

8. Inspeksi kondisi luka /


insisi bedah.
35

9. Ajarkan pasien cara


menghindari infeksi.
3. NOC : NIC :
Resiko menyusui
 Pasien mengatahui cara Pasien mengetahui cara
tidak efektif
perawatan payudara. perawatan payudara.
berhubungan dengan
 Asi keluar 1. Kaji pengetahuan pasien
kurang pengetahuan
 Payudara bersih mengenai laktasi dan
cara perawatan
 Payudara tidak bengkak perawatan payudara.
payudara bagi ibu
dan tidak nyeri. 2. Ajarkan cara merawat
menyusui.
payudara dan lakukan cara
brest care.
3. Jelaskan mengenai
mamfaat menyusui dan
mengenai gizi waktu
menyusui
4. Jelaskan cara menyusui
yang benar
4. NOC : NIC :
Kurang pengetahuan
b.d kurangnya  Pengetahuan : proses 1. Berikan penilaian tentang
informasi tentang penyakit. tingkat pengetahuan pasien
perawatan post tentang proses penyakit yang
 Pengetahuan : perilaku
partum. spesifik.
kesehatan
2. Jelaskan patofisiologi dari
Kriteria Hasil :
penyakit dan bagaimana hal
1. Pasien dan keluarga
ini berhubungan dengan
menyatakan
anatomi dan fisiologi, dengan
pemahaman tentang
cara yang tepat.
penyakit, kondisi,
prognosis dan 3. Gambarkan tanda dan gejala
program pengobatan. yang biasa muncul pada
2. Pasien dan keluarga penyakit, dengan cara yang
mampu tepat.
melaksanakan
4. Gambarkan proses penyakit,
prosedur yang
dengan cara yang tepat.
dijelaskan secara
benar. 5. Identifikasi kemungkinan

3. Pasien dan keluarga penyebab, dengna cara yang

mampu menjelaskan tepat.

kembali apa yang 6. Sediakan informasi pada


dijelaskan
36

perawat/tim
pasien tentang kondisi,
kesehatan lainnya
dengan cara yang tepat.

7. Sediakan bagi keluarga atau


SO informasi tentang
kemajuan pasien dengan
cara yang tepat.

8. Diskusikan perubahan gaya


hidup yang mungkin
diperlukan untuk mencegah
komplikasi di masa yang
akan datang dan atau proses
pengontrolan penyakit.

9. Diskusikan pilihan terapi atau


penanganan.

10. Dukung pasien untuk


mengeksplorasi atau
mendapatkan second opinion
dengan cara yang tepat atau
diindikasikan.

11. Eksplorasi kemungkinan


sumber atau dukungan,
dengan cara yang tepat.

12. Rujuk pasien pada grup atau


agensi di komunitas lokal,
dengan cara yang tepat.

13. Instruksikan pasien


mengenai tanda dan gejala
untuk melaporkan pada
pemberi perawatan
kesehatan, dengan cara
yang tepat
5. NIC : NOC :
Risiko tinggi
Pencegahan Perdarahan
kekurangan cairan 1. Status Sirkulasi : TTV
Defenisi : mengurangi
b.d penurunan dalam batas Normal.
stimulus yang
masukan/pergantian
2. Status Koagulasi : mempengaruhi resiko
tidak adekuat,
Tidak terdapat pendarahan pada pasien.
peningkatan haluaran
37

Aktifitas:
urine dan kehilangan bleeding
1. Memonitor pasien
tidak kasat mata
3. Pengetahun: secara ketat untuk
meningkat misalnya
Prosedur perdarahan.
perdarahan.
pengobatan. 2. Catatan tingkat
hemoglobin / hematokrit
sebelum dan sesudah
kehilangan darah,
seperti yang ditunjukkan.
3. Memantau tanda-tanda
dan gejala perdarahan
yang persisten (misalnya
memeriksa semua
sekresi atau darah
okultisme).
4. Memantau koagulasi,
termasuk waktu
prothombin (PT), waktu
tromboplastin parsial
(PTT), fibrinogen,
degradasi / split fibrin
produk, dan jumlah
trombosit, jika
diperlukan.
5. Memantau tanda-tanda
vital ortostatik, termasuk
tekanan darah.
6. Menjaga istirahat
selama perdarahan aktif.
7. Mengelola produk darah.
8. Melindungi pasien dari
trauma, yang dapat
menyebabkan
perdarahan.
9. Menghindari suntikan
(IV, IM, atau SQ), yang
sesuai.
10. Menginstruksikan pasien
ambulasi untuk memakai
sepatu.
38

11. Menggunakan sikat gigi


yang lembut untuk
perawatan mulut.
12. Menggunakan pisau
cukur listrik untuk
mencukur.
13. Menghindari prosedur
invasif, jika mereka
diperlukan, memantau
secara ketat untuk
perdarahan.
14. Mengkoordinasikan
waktu prosedur invasif
dengan transfusi
trombosit atau plasma
beku segar, jika sesuai.
15. Menahan diri dari
memasukkan benda ke
lubang berdarah.
16. Menghindari mengambil
suhu rectal.
17. Hindari mengangkat
benda berat.
18. Mengelola obat-obatan
(e.g., antasida), yang
sesuai.
19. Menginstruksikan pasien
untuk menghindari
aspirin atau
antikoagulan lainnya.
20. Menginstruksikan pasien
untuk meningkatkan
asupan makanan yang
kaya vitamin K.
21.Gunakan kasur terapi
untuk meminimalkan
trauma kulit.
22.Menghindari sembelit
(misalnya, mendorong
asupan cairan dan
39

pelunak tinja), yang


sesuai.
23.Menginstruksikan pasien
dan / atau keluarga pada
tanda-tanda perdarahan
dan tindakan yang tepat
(misalnya,
memberitahukan
perawat).
6. NOC : NIC :
Gangguan pola tidur
1. Mengidentifikasikan Istirahat pasien terpenuhi
b.d respon hormonal
penilaian untuk 1. Kaji tingkat kelelahan dan
psikologis, proses
mengakomodasi kebutuhan untuk istirahat,
persalinan dan
perubahan terhadap catat lama persalinan dan
peoses melelahkan.
anggota keluarga baru. jenis kelahiran.
2. Melaporkan peningkatan 2. Kaji factor-faktor bila ada
rasa sejahtera istirahat. yang mempengaruhi
istirahat.
3. Berikan informasi tentang
kebutuhsn untuk
tidur/istirahat setelah
kembali kerumah.

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan merupakan langkah keempat dalam tahap proses
keperawatan dengan melaksanakan berbagai strategi keperawatan (tindakan
keperawatan) yang telah direncanakan dalam rencana tindakan keperawatan.
(Perry % Potter, 2015)
a. Tindakan Keperawatan Mandiri
Tindakan yang dilakukan tanpa pesanan Dokter. Tindakan
keperawatan mandiri dilakukan oleh perawat, misalnya menciptakan
lingkungan yang tenang, memberi kompres hangat saat pasien merasa
nyeri.

b. Tindakan keperawatan Kolaboratif


40

Tindakan yang dilakukan oleh perawat apabila perawat bekerja


dengan anggota perawatan kesehatan yang lain dalam membuat keputusan
bersama yang bertahan untuk mengatasi masalah pasien.
5. Evaluasi Keperawatan
Langkah evaluasi dari proses keperawatan mengukur respons pasien
terhadap tindakan keperawatan dan kemajuan pasien kearah pencapaian tujuan.
Evaluasi terjadi kapan saja perawat berhubungan dengan pasien. Perawat
mengevaluasi apakah perilaku pasien mencerminkan suatu kemunduran atau
kemajuan dalam diagnose keperawatan. (Perry & Potter, 2015).
Pada saat akan melakukan pendokumentasian, menggunakan SOAP, yaitu :
S:Data subjektif merupakan masalah yang diutarakan pasien.
O:Data objektif merupakan tanda klinik dan fakta yang berhubungan dengan
diagnose keperawatan.
A:Analisis dan diagnose.
P:Perencanaan merupakan pengembangan rencana untuk yang akan datang
dari intervensi.
6. Dokumentasi Keperawatan
Dokumentasi didefinisikan sebagai segala sesuatu yang tertulis atau
tercetak yang dapat diandalkan sebagai catatan tentang bukti bagi individu
yang berwenang. (Perry & Potter, 2015).

Anda mungkin juga menyukai