Anda di halaman 1dari 28

CASE BASE DISCUSSION

ODS PRIMARY OPEN ANGLE GLAUCOMA

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik Dan Melengkapi Salah


Satu Syarat Dalam Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter
Bagian Ilmu Penyakit Mata RST dr. Soedjono Magelang

DISUSUN OLEH :
Robby Gunawan
30101607731

PEMBIMBING :
dr. Ni Luh Putu Widhyasti , Sp.M

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2020
LEMBAR PENGESAHAN
ODS NORMO TENSION GLAUCOMA

Disusun dan diajukan untuk memenuhi persyaratan tugas


Kepaniteraan Klinik Departemen Mata Rumah Sakit Tk. II dr. Soedjono
Magelang

Oleh:
Robby Gunawan
30101607731

Magelang, Februari 2021


Telah dibimbing dan disahkan oleh

Dosen Pembimbing,

(dr. Ni Luh Putu Widhyasti Sp.M)

2
BAB 1

STATUS PASIEN

1.1. IDENTITAS PASIEN


Nama : Ny.S
Usia : 76 tahun
Alamat : Rejosari
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Status perkawinan : Menikah
No RM : 11xxxxxx
Tanggal Pemeriksaan : 8 Februari 2021
1.2. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 8 Februari 2021
di Poli Mata RST dr. Soedjono Magelang

Keluhan Utama : pusing kepala sebelah kiri dan mata merasa “cekot-cekot”

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang ke Poliklinik mata RST dr. Soedjono Magelang pada


tanggal 8 Februari 2021 dengan keluhan mata kiri terasa pegal disertai
pusing kepala sebelah kiri sejak 1 bulan yang lalu .Sebelumnya pasien
sempat masuk IGD hingga opname di RST dr Soedjono,Magelang pada 19
Januari 2021 karena mendadak penglihatan mata kiri gelap..penglihatan
pada mata kiri menyempit juga diraskan pasien. Pasien juga menyangkal
tidak ada mual muntah

Riwayat Penyakit Dahulu

Hipertensi : + (12 tahun,terkontrol)


DM :-
Trauma : disangkal
Riwayat kelainan mata sejak lahir : disangkal
Riwayat penyakit mata : Katarak Senilis OD

3
Riwayat operasi mata : + (operasi katarak OD)

Riwayat Keluarga

Keluhan sakit serupa : disangkal


Hipertensi : disangkal
DM : disangkal
Riwayat Sosial Ekonomi

Pasien menggunakan BPJS. Kesan ekonomi cukup.

1.3. PEMERIKSAAN FISIK


STATUS GENERALIS
- Kesadaran : Composmentis
- Aktivitas : Normoaktif
- Kooperatif : Kooperatif
- Status Gizi : Baik
VITAL SIGN
- TD : 130/80 mmHg
- Nadi : 84x/menit
- RR : 20x/ menit
- Suhu : 36°C
STATUS OFTALMOLOGIS

OD OS
1. VISUS
Tajam penglihatan 6/12 6/20
2. BULBUS OCULI
Eksoftalmus (-) (-)
Endoftalmus (-) (-)
Strabismus (-) (-)
Gerak bola mata Nomal Normal

4
SUPRA SILIA
Hitam, distribusi Hitam, distribusi
merata, tidak rontok, merata, tidak rontok,
sekret (-), Simetris. sekret (-), simetris.
3. PALPEBRA SUPERIOR DAN INFERIOR
Edema (-) (-)
Ektropion (-) (-)
Entropion (-) (-)
Hordeolum (-) (-)
Kalazion (-) (-)
Massa (-) (-)
Dapat menutup mata (+) (+)
4. KONJUNGTIVA PALPEBRA SUPERIOR DAN INFERIOR
Hiperemis (-) (-)
Folikel (-) (-)
Papil (-) (-)
Anemi (-) (-)
Sikatrik (-) (-)
Kemosis (-) (-)
5. KONJUNGTIVA BULBI
Injeksi konjungtiva (-) (-)
Injeksi siliar (-) (-)
Injeksi episklera (-) (-)
Perdarahan (-) (-)
subkonjungtiva
Papil (-) (-)
Cobble stone (-) (-)
6. SKLERA
Warna Hiperemis Hiperemis
Ikterik (-) (-)

5
7. KORNEA
Kejernihan Jernih Jernih
Permukaan Licin Licin
Sesibilitas Baik Baik
Ulkus (-) (-)
Corpus alienum (-) (-)
Infiltrate (-) (-)
Perforasi (-) (-)
8. BILIK MATA DEPAN
Kejernihan Jernih Jernih
Kedalaman Dalam Dalam
Hifema (-) (-)
Hipopion (-) (-)
9. IRIS
Warna Coklat Coklat
Kripte (+) (+)
Bentuk Bulat Bulat
Sinekia (-) (-)
PUPIL
Letak Sentral Sentral
Bentuk Bulat Bulat
Ukuran ± 3 mm ± 3 mm
Reflek cahaya (+) (+)
LENSA
Kejernihan IOL,Pseudofakia Tampak kekeruhan
pada lensa
CORPUS VITREUS

Kejernihan Jernih Jernih


RETINA
Atrofi Papil - -

6
Ekskavasio Glaukomatosa - -
Medialisasi - -
CDR - -
AVG Thickness rnfl - -
FUNDUS REFLEKS
Cemerlang (+) (+)
TEKANAN INTRA OKULAR
N (+)
SISTEM LAKRIMASI
Epifora (-) (-)
Lakrimasi (-) (-)
TES KONFRONTASI
Menyempit Menyempit

1.4. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang
1.5. DIAGNOSIS BANDING
- Glaukoma Primer Sudut Terbuka
Ditegakan karena pada pasien terjadi penyempitan lapang pandang,
keluhan bersifat kronik, dan adanya penurunan penglihatan. Serta pada
pemeriksaan TIO didapatkan hasil TIO meningkat pada mata kiri
- Uveitis Anterior
Disingkirkan karena pada pasien tidak ditemukan injeksi silier,keratic
presipitat,dan tanda penyakit sistemik yang berhubungan dengan uveitis
anterior
- Retinopati Diabetika
Disingkirkan karena riwayat diabetes mellitus tidak ditemukan
- Age Related Macular Degeneration
Disingkirkan karena riwayat tajam penglihatan sentral
menurun,scotoma,maupun adaptasi saat cahaya gelap kurang baik tidak
ditemukan

7
1.6. DIAGNOSIS KERJA
Oculus Sinister Primary Open Angle Glaukoma
1.7. TERAPI
- Oral : Glauseta 10 tablet 3x1 sehari
Neurosanbe 10 tablet 1x1 sehari
Proneuron 10 tablet 1x1 sehari
1.8. EDUKASI
- Memberitahukan kepada pasien untuk memakai obat tetes mata dan
meminum obat secara teratur.
- Memberitahukan kepada pasien untuk kontol ke dokter secara teratur.
- Menjelaskan bahwa kerusakan pada syaraf mata akibat glaucoma bersidat
irreversible, tidak mungkin kembali seperti semula.
- Menjelaskan kepada pasien bahwa pengobatan yang dilakukan hanya
untuk mencegah memburuknya kondisi bukan untuk menyembuhkan.
- Memeberitahukan untuk pelaksanaan definitive pada keluhann pasien
akan dilakukan treabekulotomi
1.9. PROGNOSIS
Quo ad vitam : Ad bonam
Quo ad functionam : Dubia ad malam
Quo ad sanationam : ad malam
Quo ad kosmetikam : Ad bonam
1.10. KOMPLIKASI
Pada oculus sinister dapat berkembang menjadi Glaukoma Absolut dimana
terjadi kebutaan total.
1.11. RUJUKAN
Dalam kasus dilakukan rujukan ke Rumah Sakit dr.Sardjito,Yogyakarta
untuk dilaksanakan prosedur trabekulektomi.

8
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Bilik Mata Depan (COA)

2.1.1. Anatomi
Bilik mata depan merupakan struktur penting dalam hubungannya
dengan pengaturan tekanan intraokuler. Hal ini disebabkan karena
pengaliran cairan aquos harus melalui bilik mata depan terlebih
dahulu sebelum memasuki kanal Schlemm.
Bagian mata yang penting dalam glaucoma adalah sudut filtrasi.
Sudut filtrasi ini berada dalam limbus kornea. Limbus adalah bagian
yang dibatasi oleh garis yang menghubungkan akhir dari membrane
descement dan membrane bowman, lalu ke posterior 0,75 mm,
kemudian ke dalam mengalilingi kanal schlem dan trabekula sampai
ke COA. Limbus terdiri dari dua lapisan epitel dan stroma. Epitelnya
dua kali lebih tebal dari epitel kornea. Di dalam stroma terdapat serat
– serat saraf dan cabang akhir dari a. Siliaris anterior.
Sudut filtrasi berbatas dengan akar berhubungan dengan sklera dan
kornea, disini ditemukan sklera pur yang membentuk cincin
melingkar 360 derajat dan merupakan batas belakang sudut filtrasi,
serta tempat insersi otot siliar longitudinal. Pada sudut filtrasi
terdapat garis Schwalbe yang merupakan akhir perifer endotel dan
membrane descement dank anal schlemm yang menanpung cairan
mata keluar ke salurannya.
Kanal schlem merupakan kapiler yang dimodifikasi mengelilingi
kornea. Dindingnya terdiri dari satu lapisan sel. Pada dinding sebelah
dalam terdapat lubang – lubang sebesar 2 U, sehingga terdapat
hubungan langsung antara trabekula dank anal schlem. Dari kanal
schlem, keluar saluran kolektor, 20 – 30 buah, yang menuju ke
pleksus vena di dalam jaringan sklera dan episkelera dan vena siliaris
anterior di badan siliar.

9
2.2. Fisiologi Humor Aquos

Humor akuos merupakan cairan transparan yang mengisi bilik


anterior dan bilik posterior yang dibentuk dari plasma darah dan
disekresikan oleh epitelium siliaris nonpigmentasi. Humor akuos
merupakan sumber nutrisi untuk lensa dan kornea, serta merupakan media
untukmembuang produk sisa. Dibentuk dalam mata rata-rata 2-3
mikroliter tiap menit oleh epitelium siliaris. Komposisi humor akuos
serupa dengan plasma kecuali bahwa cairan ini memiliki konsentrasi
askorbat, piruvat, dan laktat yang lebih tinggi dan protein, urea dan
glukosa yang lebih rendah. Pada dasarnya, seluruh cairan ini dibentuk oleh
processus siliaris, yeng merupakan sebuah lipatan linear yang
menghubungkan badan siliar ke ruang belakang iris di mana ligamen-
ligamen lensa dan otot-otot siliaris juga melekat pada bola mata. Karena
struktur lipatan mereka, daerah permukaan prosessus siliaris kurang lebih
6 cm2 pada setiap mata. Permukaan dari prosessus ini ditututpi oleh sel
epitel yang bersifat sangat sekretoris.
Humor akuos hampir seluruhnya terbentuk sebagai sekresi aktif
dari lapisan epitel prosessus siliaris. Sekresi dimulai dengan transport aktif
dari ion natrium ke dalam ruangan di antara sel-sel epitel. Ion natrium
kemudian mendorong ion klorida dan bikarbonat, dan bersama-sama
mempertahankan sifat netralitas listrik. Kemudian semua ion ini bersama-
sama menyebabkan osmosis air dari jaringan dibawahnya ke dalam ruang
intersel epitel yang sama.
Setelah dibentuk di prosessus siliaris, humor akuos ini kemudian
mengalir diantara ligamen-ligamen lensa, kemudian melalui pupil ke
ruang anterior mata. Disini, cairan mengalir ke dalam sudut diantara
kornea dan iris dan kemudian melalui trabekula-trabekula dan akhirnya
masuk ke kanalis Schlemm. Kanalis Schlemm sebaliknya adalah sebuah
vena yang berdinding tipis yang meluas secara sirkumferensial ke segela
arah pada mata. Membran endotelnya yang berpori-pori sehingga bahkan
molekul protein yang besar pun sampai seukuran sel darah merah, dapat

10
lewati ruang anterior ke dalam kanalis Schlemm. Dan pada akhirnya
berakhir pada vena akuos dan vena episklera.

2.3. Definisi Glaukoma

Glaukoma merupakan penyakit yang ditandai dengan neuropati


saraf optik dan defek lapangan pandang yang seringkali disebabkan karena
peningkatan tekanan intraokuler. Glaukoma dapat mengganggu fungsi
penglihatan dan bahkan pada akhirnya dapat mengakibatkan kebutaan.
Glaukoma merupakan penyakit yang tidak dapat dicegah namun bila
diketahui secara dini dan dikendalikan maka glaukoma dapat diatasi untuk
mencegah kerusakan lebih lanjut. Penemuan dan pengobatan sebelum
terjadinya gangguan penglihatan adalah cara terbaik untuk mengontrol
glaukoma. Glaukoma dapat bersifat akut dengan gejala yang nyata dan
bersifat kronik yang hampir tidak menunjukkan gejala (Wulansari, 2007).

Gambar 2.1. Lapangan pandang normal dan glaukoma

2.4. Epidemologi Glaukoma

Diseluruh dunia, glaukoma dianggap sebagai penyebab kebutaan


yang tertinggi, 2% penduduk berusia lebih dari 40 tahun menderita
glaukoma. Glaukoma dapat juga didapatkan pada usia 20 tahun, meskipun
jarang. Pria lebih banyak diserang daripadawanita (Vaughan, 2007).

11
Di seluruh dunia, kebutaan menempati urutan ketiga sebagai
ancaman yang menakutkan setelah kanker dan penyakit jantung koroner
(Pertiwi; Friyeko, 2010). Di Amerika Serikat, kira-kira 2 juta orang pada
usia 40 tahun dan yang lebih tua mengidap glaukoma, sebanyak 120.000
adalah buta disebabkan penyakit ini. Banyaknya Orang Amerika yang
terserang glaukoma diperkirakan akan meningkatkan sekitar 3.3 juta pada
tahun 2020. Tiap tahun, ada lebih dari 300.000 kasus glaukoma yang baru
dan kira-kira 5400 orang-orangmenderita kebutaan. Glaukoma akut (sudut
tertutup) merupakan 10-15% kasus padaorang Kaukasia. Persentase ini
lebih tinggi pada orang Asia, terutama pada orang Burmadan Vietnam di
Asia Tenggara. Glaukoma pada orang kulit hitam, lima belas kali lebih
menyebabkan kebutaan dibandingkan orang kulit putih (Vaughan, 2007;
AHAF, 2010).
Diketahui bahwa angka kebutaan di Indonesia menduduki
peringkat pertama untuk kawasan Asia Tenggara. Menurut Badan
Kesehatan Dunia (WHO), angka kebutaan di Indonesia mencapai 1,5%
atau sekitar 3 juta orang. Persentase itu melampaui negara Asia lainnya
seperti Bangladesh dengan 1%, India 0,7% dan Thailand 0,3% ( Pertiwi;
Friyeko, 2010). Menurut Survei Kesehatan Indera Penglihatan dan
Pendengaran tahun 1993-1996, kebutaan tersebut disebabkan oleh katarak
(0,78%), glaukoma (0,2%), kelainan refraksi (0,14%) dan penyakit lain
yang berhubungan dengan usia lanjut (0,38%)
Hasil Penelitian RS. Cipto Mangunkusomo, Jakarta tahun 1998-
1999 di dapatkan data:
1. Glaukoma Primer Sudut terbuka : 94 orang
2. Glaukoma Primer Sudut tertutup : 121 orang
3. Glaukoma Juvenil dan Infantil : 21 orang
4. Glaukoma Sekunder : 81 orang ( Pertiwi; Friyeko, 2010)

Glaukoma akan lebih sering ditemukan pada ( Pertiwi; Friyeko S, 2010):


1. Tekanan intarokuler yang tinggi

12
Tekanan intraokulera/bola mata di atas 21 mmHg berisiko tinggi
terkena glaukoma. Meskipun untuk sebagian individu, tekanan bola
mata yang lebih rendah sudah dapat merusak saraf optik.
2. Umur 
Risiko glaukoma bertambah tinggi dengan bertambahnya usia.
Terdapat 2% dari populasi 40 tahun yang terkena glaukoma
3. Riwayat glaukoma dalam keluarga
Glaukoma jenis tertentu, anggota keluarga penderita galukoma
mempunyai risiko 6 kali lebih besar untuk terkena glaukoma. Risiko
terbesar adalah kakak-beradik kemudian hubungan orang tua dan
anak-anak.
4. Obat-obatan
Pemakaian steroid secara rutin, misalnya pemakaian tetes mata yang
mengandung steroid yang tidak terkontrol dapat menginduksi
terjdinya glaukoma
5. Riwayat trauma pada mata
6. Riwayat penyakit lain
- Riwayat penyakit Diabetes, Hipertensi
2.5. Patogenesis Glaukoma
Setiap hari mata memproduksi sekitar 1 sdt humor aquos yang
menyuplai makanan dan oksigen untuk kornea dan lensa dan membawa
produk sisa keluar dari mata melalui anyaman trabekulum ke Canalis
Schlemm ( Pertiwi; Friyeko S, 2010).
Pada keadaan normal tekanan intraokular ditentukan oleh derajat
produksi cairanmata oleh epitel badan siliar dan hambatan pengeluaran
cairan mata dari bola mata. Padaglaukoma tekanan intraokular berperan
penting oleh karena itu dinamika tekanannya diperlukan sekali. Dinamika
ini saling berhubungan antara tekanan, tegangan dan regangan ( Pertiwi;
Friyeko S, 2010).

13
1.Tekanan
Tekanan hidrostatik akan mengenai dinding struktur (pada mata
berupa dinding korneosklera). Hal ini akan menyebabkan rusaknya
neuron apabila penekan pada sklera tidak benar.
2.Tegangan
Tegangan mempunyai hubungan antara tekanan dan kekebalan.
Tegangan yang rendah dan ketebalan yang relatif besar dibandingkan
faktor yang sama pada papiloptik ketimbang sklera. Mata yang
tekanan intraokularnya berangsur-angsur naik dapat mengalami
robekan dibawah otot rektus lateral.
3.Regangan
Regangan dapat mengakibatkan kerusakan dan mengakibatkan nyeri.
Tingginya tekanan intraokuler tergantung pada besarnya produksi
aquoeus humor oleh badan siliar dan pengaliran keluarnya. Besarnya
aliran keluar aquoeus humor melalui sudut bilik mata depan juga
tergantung pada keadaan sudut bilik mata depan, keadaan jalinan
trabekulum, keadaan kanal Schlemm dan keadaan tekanan vena
episklera ( Pertiwi; Friyeko S, 2010).
Tekanan intraokuler dianggap normal bila kurang daripada 20
mmHg pada pemeriksaan dengan tonometer aplanasi. Pada tekanan
lebih tinggi dari 20 mmHg yang juga disebut hipertensi oculi dapat
dicurigai adanya glaukoma. Bila tekanan lebih dari 25mmHg pasien
menderita glaukoma (tonometer Schiotz ). (Vaughan, 2007) (Ames et
al, 2006).
Mekanisme utama penurunan penglihatan pada glaukoma
adalah atrofi sel ganglion difus, yang menyebabkan penipisan lapisan
serat saraf dan inti bagian dalam retina dan berkurangnya akson di
saraf optikus. Iris dan korpus siliar juga menjadi atrofi, dan prosesus
siliaris memperlihatkan degenerasi hialin (Vaughan, 2007).
Diskus optikus menjadi atrofi disertai pembesaran cekungan
optikus diduga disebabkan oleh gangguan pendarahan pada papil yang
menyebabkan degenerasi berkas serabut saraf pada papil saraf optik

14
(gangguan terjadi pada cabang-cabang sirkulus Zinn-Haller), diduga
gangguan ini disebabkan oleh peninggian tekanan intraokuler.
Tekanan intraokuler yang tinggi secara mekanik menekan papil saraf
optik yang merupakan tempat dengan daya tahan paling lemah pada
bola mata. Bagian tepi papil saraf optik relatif lebih kuat daripada
bagian tengah sehingga terjadi cekungan pada papil saraf
optik.Serabut atau sel syaraf ini sangat tipis dengan diameter kira-kira
1/20.000 inci. Bila tekanan bola mata naik serabut syaraf ini akan
tertekan dan rusak serta mati. Kematian sel tersebut akan
mengakibatkan hilangnya penglihatan yang permanen (Vaughan,
2007; Ames et al, 2006).

15
Gambar 2.2 Aliran Humor Aquos (Oktariana, 2009)
Keterangan gambar:
Normal dan abnormal aliran humor aquos :
a. Aliran normal melalui anyaman trabekula (panah besar) dan rute
uveasklera (panah kecil) dan anatomi yang berhubungan. Kebanyakan aliran
humor aquos melewati anyaman trabekula. Setiap rute dialirkan ke sirkulasi
vena mata.
b. Pada glaukoma sudut terbuka, aliran humor aquos melalui rute ini
terhalang.
c. Pada glakuoma sudut tertutup, posisi abnormal iris sehingga memblok
aliran humor aquos melewati sudut bilik mata depan (iridocorneal)

2.6. Klasifikasi Glaukoma


Terdapat beberapa macam pembagian glaukoma yakni berdasarkan
kondisi anatomi sudut pada kamera okuli anterior, penyebab, dan visus
penderitanya. Pembagian berdasarkan kondisi anatomi terbagi menjadi
sudut terbuka dan sudut tertutup. Sudut terbuka atau yang lebih dikenal
dengan Open Angle Galucoma yakni glaukoma dengan sudut COA dalam
umumnya terjadi secara kronis. Sudut tertutup yakni glaukoma yang
terjadi pada mata dengan sudut COA dangkal, umumnya terjadi serangan
akut pada glaukoma dengan sudut tertutup. Namun apabila tidak diobati
berkembang menjadi glaukoma kronis (Ilyas, 2011; Vaughan, 2007;
Wong, 2001).
Pembagian menurut penyebabnya yakni primer, sekunder, dan
tersier. Glaukoma primer yakni glaukoma yang terjadi pada mata yang
sebelumnya tidak ditemukan kelainan/penyakit. Sedangkan pada
glaukoma sekunder didapatkan faktor penyebab atau faktor resiko yang
mendasari. Misalkan pada katarak akan menyebabkan dua macam
glaukoma tergantung pada tahapannya. Pada fase imatur, lensa relatif
membesar hal ini dapat menyebabkan blok pupil, aliran aquos terganggu
dan menyebabkan iris terdorong ke depan akhirnya dapat terjadi
glaukoma sudut tertutup. Sedangkan pada fase matur akan terjadi

16
proteolisis di mana protein-protein yang dilepaskan akan mennyumbat
trabekular meshwork. Pada keadaan tersebut glaukoma yang terjadi
adalah glaukoma sekunder dengan sudut terbuka. Glaukoma sekunder
juga dapat terjadi pada penggunaan tetes mata steroid jangka waktu lama,
dislokasi lensa, pasca trauma, pasca operasi, dam seclutio pupil pasca
uveitis. Terakhir yakni glaukoma kongenital yakni glaukoma yang
ditemukan pada usia baru lahir sampai awal kanak-kanak. Dapat terjadi
akibat gangguan pertumbuhan struktur pada COA dan aniridia (Ilyas,
2011; Vaughan, 2007; Wong, 2001).
Glaukoma absolut yakni semua glaukoma dengan visus persepsi
cahaya negatif. Dapat terjadi pada semua jenis glaukoma (primer-
sekunder-kongenital dan sudut mata terbuka ataupun tertutup). Glaukoma
akut dapat menyebabkan Glaukoma absolut terjadi akibat kerusakan papil
nervus II tahap lanjut, kerusakan lapisan serat syaraf retina serta
gangguan vaskularisasi pada serat-serat syaraf tersebut (Ilyas, 2011;
Vaughan, 2007; Wong, 2001).

2.7. Manifestasi Klinis Glaukoma


Gejala klinis glaukoma sebagai berikut:
1. Biasanya terjadi secara tiba-tiba dan asimptomatik, sampai terjadi
penurunan penglihatan.
2. Beberapa pasien mengeluhkan adanya defek lapangan pandang
apabila sudah mencapai stadium lanjut.
3. Terjadi kesulitan dalam kemampuan membaca dekat akibat
kegagalan akomodasi karena adanya tekanan pada muskulus siliaris
dan suplai darah sehingga penderita mengganti kaca mata bacanya
secara berulang-ulang.
4. Terjadi keterlambatan dalam adaptasi gelap.
5. Riwayat penggunaan kortikosteroid dalam jangka waktu yang lama
Tanda klinis:
1. Pada pemeriksaan penyinaran oblik atau dengan slit-lamp didapatkan
bilik mata depan normal.

17
2. Peningkatan TIO yang dapat diukur dengan tonometri Schiotz,
aplanasi Goldmann dan Non Contact Tonometry (NCT).
Peningkatan TIO pada glaukoma yang disebabkan kortikosteroid
biasanya terjadi secara perlahan-lahan.
3. Perubahan pada diskus saraf optik, dibagi menjadi early
glaukomatous dan advanced glaucomatous changes.
a. Early glaucomatous changes ditandai dengan :
 Perubahan cup menjadi lebih oval dibagian vertikal akibat
adanya kerusakan pada jaringan saraf dibagian kutub
inferior dan superior.
 Asimetri dari cup (cekungan ) papil saraf optik.
 Cup yang besar (normal 0,3-0,4)
 Perdarahan disekitar papil saraf optik.
 Diskus tampak lebih pucat.
 Atrofi dari papil saraf optik.

Gambar 4. A dan B. diskus optikus normal. C dan D Early


glaukomatous changes. (dikutip dari kepustakaan 6).
b. Advanced glaukomatous changes ditandai dengan :
 Ekskavasi dari cup sampai ke diskus saraf optik dengan
CDR : 0,7 – 0.9
 Penipisan jaringan neuroretinal.
 Adanya pergeseran ke nasal dari pembuluh darah retina.

18
 Pulsasi dari arteriol retina mungkin tampak saat TIO sangat
tinggi dan patognomonik untuk glaukoma.
 Lamellar dot sign

Gambar 5. A dan B. Advanced glaukomatous change.s C dan


D. Atrofi optik glaukomatous. (dikutip dari kepustakaan 6).
4. Atrofi optik glaukomatous. Sebagai akibat progresif dari glaukoma
dimana semua jaringan retina pada diskus mengalami kerusakan dan
papil saraf optik terlihat putih/pucat. Factor mekanik dan vascular
memegang peranan penting terhadap terjadinya cupping dari diskus
saraf optik. Efek mekanik dari peningkatan TIO menyebabkan
penekanan terhadap nervus optikus pada lamina kribrosa sehingga
mengganggu aliran aksoplasmik dari nervus optikus. Selain itu
peningkatan TIO menyebabkan penekanan pada pembuluh darah di
retina sehingga terjadi iskemik pada retina.
5. Defek lapangan pandang

2.8. Diagnosis Banding


- Glaukoma Primer Sudut terbuka
Glaukoma yang berjalan kronis, bertahun-tahun dan tidak ada gejala
inflamasi atau kemerahan di mata. Ciri khas ada reflek pupil yang
melambat menandakan adanya kerusakan nervus optikus
- Glaukoma Absolut

19
Merupakan akhir dari semua glaukoma yang terbengkalai sampai buta
total. Dengan timbulnya serangan yang tanpa pengobatan adekuat
keadaan menjadi buruk sampai buta, perjalanan penyakitnya berupa
serangan yang hilang timbul. Pada stadium ini tidak terdapat tanda-tanda
kongesti. Kornea menjadi keruh oleh penyebaran sel pigmen iris pada
endotel, pupil sangat lebar pada penyinaran, iris atrofi, COA dangkal pada
funduskopi terdapat penggaungan dan atrofi papil saraf optik
- Glaukoma Primer sudut tertutup
Terjadi apabila ada kenaikan tekanan bola mata yang mendadak oleh akar
iris sehingga menghalangi keluarnya humor aqueus melalui trabekula.
Gejala yang timbul yaitu penurunan ketajaman penghlihatan tiba-tiba
disertai tanda kongesti yaitu mata merah dan kelopak mata bengkak.
- Hipertensi okular
Pasien dengan hipertensi okular memperlihatkan peningkatan tekanan
intraokular secara significan dalam beberapa tahun tanpa memperlihatkan
tanda-tanda adanya kerusakan nervus optik ataupun gangguan lapangan
pandang. Diagnosis ini secara umum ditegakkan jika didapatkan kenaikan
TIO di atas 21 mmHg sesuai dengan rata-rata TIO dalam populasi.
Beberapa dari pasien ini akan menunjukan peningkatan tekanan
intraokular tanpa lesi glaukoma, tetapi beberapi dari mereka akan
menderita glaukoma sudut terbuka.
- Glaukoma Bertekanan tinggi
Suatu keadaan dimana didapatkan penggaungan dari saraf optik disertai
kelainan lapang pandang tetatpi tekanan bola matanya tidak tinggi. Hal ini
karena outflow facility yang rendah
- Glaukoma Steroid
Glaukoma yang terjadi karena pemakaian steroid dalam jangka waktu
lama akibat terjadinya penurunan outflow facility dari humor aqueus
sehingga cairan bilik mata sukar melewati trabekula sehingga tekanan
bola mata meninggi.

2.9. Diagnosis

20
Diagnosis glaukoma sudut terbuka primer ditegakkan apabila
ditemukan kelainan-kelainan glaukomatosa pada diskus optikus dan
lapangan pandang disertai peningkatan TIO, sudut kamera anterior terbuka
dan tampak normal, dan tidak terdapat faktor penyebab yang dapat
meningkatkan tekanan intraokuler.1 Penegakan diagnosis dapat dilakukan
dengan cara.8
1. Mengukur peningkatan TIO dengan menggunakan tonometri Schiotz,
Aplanasi goldman, dan NCT.

Gambar 6. Tonometer di tempatkan pada mata yang sebelumnya ditetesi


pantokain. Gambarkan disebelah kanan memperlihatkan kontak langsung
antara tonometer dengan kornea (dikutip dari kepustakaan 8).
2. Gonioskopi. Sudut pada kamera anterior terbuka seperti pada orang
yang tidak menderita glaukoma.

Gambar 7. Gambaran hasil pemeriksaan gonioskopi. Pada glaukoma sudut


terbuka hasil gonioskopi seperti pada orang normal (dikutip dari
kepustakaan 8).

21
Gambar 8. Sistem Shaffer untuk grading dari glaucoma (dikutip dari kepustakaan
6).

Gambar 9. A. Tampilan hasil Gonioskopi B. konfigurasi sudut


pada bilik mata depan (dikutip dari kepustakaan 6).
3. Funduskopi. Pemeriksaan untuk melihat papil nervus optikus, untuk
melihat adanya cupping dan atropi papil glaukomatosa.

Gambar 10. A. Batas diskus optikus menjadi tegas dan lebih pucat disertai
pelebaran dari cup nervus optikus (tanda dari suatu atrofi papil) B.
Pembuluh darah menjorok kedalam cup (bayonet shaped kink) (dikutip
dari kepustakaan 8).

4. Perimetri. Untuk melihat adanya defek lapangan pandang

22
Gambar 11. Early glaukoma. Mata panah menunjukkan adanya defek
lapangan pandang. (dikutip dari kepustakaan 8).

2.10. Penatalaksanaan Glaukoma


2.10.1. Terapi Medikamentosa
1. Supresi pembentukan aqueous humour
a. Penghambat adrenergik beta bekerja dengan mengurangi produksi
humour aqueous. Preparat yang tersedia atara lain adalah timolol
maleat 0,25% dan 0,5%. Betaxolol 0,25% dan 0,5%, dan lain–lain.
Kontraindikasi utama penggunaan obat–obat ini adalah penyakit
obstruksi jalan napas kronik, terutama asma, dan defek hantaran
jantung. Betaxolol dengan selektivitas relatif tinggi terhadap
reseptor β1 lebih jarang menimbulkan efek samping respiratorik,
tetapi obat ini juga kurang efektif dalam menurunkan TIO. Depresi,
kebingungan, rasa lelah dapat timbul pada pemakaian obat
penghambat adrenergik beta topikal. Frekuensi timbulnya efek
sistemik dan tersedianya obat–obat lain telah menurunkan
popularitas obat penyekat agonis adrenergik alfa adrenergic beta
(Vaughan, 2007).
b. Brimonidine (larutan 0,2% dua kali sehari) merupakan yang
utamanya menghambat produksi aqueous serta meningkatkan
pengeluaran humor aqueous. Brimonidine dapat digunakan sebagai
terapi lini pertama atau tambahan, namun reaksi alergi sering
mengakibatkan reaksi alergi (Vaughan, 2007).
c. Larutan Dorzolamide hydrochloride 2% dan brinzolamide 1% (dua
atau tiga kali sehari) merupakan inhibitor karbonat anhidrase
topikal yang efektif sebagai terapi tambahan, meskipun tidak
seefektif inhibitor karbonat anhidrase sistemik. Efek samping
utama ialah rasa pahit sementara dan blefarokonjungtivitis alergi.
Dorzolamide juga tersedia dalam kombinasi dengan timolol dalam
satu larutan (Vaughan, 2007).

23
d. Inhibitor karbonat anhidrase sistemik yang paling sering digunakan
adalah acetazolamide, tetapi terdapat alternatif yaitu diklorfenamid
dan metazolamid yang digunakan pada glaukoma kronis ketika
terapi topikal sudah tidak memadai dan pada glaukoma akut
dimana tekanan intraokular yang sangat tinggi perlu segera
dikontrol. Obat-obat ini mampu menekan produksi humor aqueous
sebesar 40-60%. Acetazolamide dapat diberikan per oral dalam
dosis 125-250 mg sampai empat kali sehari atau sebagai Diamox
Sequels 500 mg sekali atau dua kali sehari, atau dapat diberikan
secara intravena (500 mg). Inhibitor karbonat anhidrase
menimbulkan efek samping mayor yang membatasi penggunaan
obat-obat ini untuk erapi jangka panjang (Vaughan, 2007).
2. Fasilitasi aliran keluar humor aqueous
a. Analog prostaglandin merupakan obat–obat lini pertama atau
tambahan yang efektif. Semua analog prostaglandin dapat
menimbulkan hiperemia konjungtiva, hiperpigmentasi kulit
preorbita, pertumbuhan bulu mata, dan penggelapan iris yang
permanen (Vaughan, 2007). Obat ini juga sudah jarang
dihubungkan dengan reaktivasi uveitis dan herpes keratitis serta
dapat menyebabkan edema macula pada individu dengan
predisposisi (Vaughan, 2007).
b. Obat parasimpatomimetik meningkatkan aliran keluar humor
aqueous humour dengan bekerja pada trabekular meshwork melalui
kontraksi otot siliaris. Pilocarpine jarang digunakan sejak
ditemukannya analog prostaglandin, tapi dapat bermanfaat pada
sejumlah pasien. Obat–obat parasimpatomimetik menimbulkan
miosis disertai penglihatan suram, terutama pada pasien katarak,
dan spasme akomodatif yang mungkin menganggu pada pasien usia
muda. Ablasio retina merupakan tindakan yang jarang tapi serius
(Vaughan, 2007).
c. Epinefrin 0,25-2% diteteskan sekali atau dua kali sehari dapat
meningkatkan aliran keluar humor aqueous humor dan sedikit

24
banyak disertai penurunan pembentukan humor aqueous humor.
Terdapat sejumlah efek samping okular eksternal termasuk refleks
vasodilatasi konjungtiva, endapan adrenokrom, konjungtivitis
folikularis dan reaksi alergi. Efek samping intraokular yang dapat
terjadi adalah edema macula sistoid pada afakik dan vasokonstriksi
saraf optik. Dipivefrin adalah suatu prodrug epinefrin yang
dimetabolisasi di intraokular menjadi bentuk aktifnya. Epineferin
dan dipivefrin jangan digunakan untuk mata dengan sudut kamera
anterior sempit (Vaughan, 2007).
3. Penurunan volume vitreus
a. Obat–obat hiperosmotik darah menyebabkan menjadi hipertonik
sehingga air tertarik keluar dari vitreus dan menyebabkan penciutan
vitreus. Selain itu juga terjadi penurunan produksi humor aqueous.
Penurunan volume vitreus bermanfaat dalam pengobatan glaukoma
sudut tertutup akut dan glaukoma maligna yang menyebabkan
pergeseran lensa kristalina ke anterior (disebabkan oleh perubahan
volume vitreus atau koroid) dan menimbulkan penutupan sudut
(Vaughan, 2007).
b. Glycerin (glycerol) oral 1 ml/kgBB dalam suatu larutan 50% dingin
dicampur dengan jus lemon adalah obat yang paling sering
digunakan, tapi harus berhati–hati bila digunakan pada pengidap
diabetes. Pilihan lain adalah isosorbide oral dan urea intravena atau
manitol intravena (Vaughan, 2007).
4. Miotik, midriatik, dan siklopegik
Konstriksi pupil sangat penting dalam penatalaksanaan
glaukoma sudut tertutup akut primer dan pendesakan sudut pada
iris plateau. Dilatasi pupil penting dalam pengobatan sudut akibat
iris bombe karena sinekia posterior (Vaughan, 2007).
Apabila penutupan sudut disebabkan oleh pergeseran lensa
ke anterior, siklopegik (siklopentolat dan atropin). Dapat digunakan
untuk melemaskan otot siliaris sehingga mengencangkan apparatus

25
zonularis dalam usaha untuk menarik lensa ke belakang (Vaughan,
2007).
2.10.2. Terapi Bedah dan Laser
1. Iridektomi dan iridotomi perifer
Sumbatan pupil paling baik diatasi dengan membentuk komunikasi
langsung antara kamera anterior dan posterior sehingga beda tekanan
antara keduanya menghilang. Hal ini dapat dicapai dengan laser
neodinium: YAG atau argon (iridotomi perifer) atau dengan tindakan
bedah iridektomi perifer (Vaughan, 2007).
2. Trabekuloplasti laser
Penggunaan laser (biasanya argon) untuk menimbulkan luka bakar
melalui suatu goniolensa ke jalinan trabekular dapat mempermudah
aliran keluar humor akueous karena efek luka bakar tersebut pada
jalinan trabekular dan kanalis Schlemm serta terjadinya proses-proses
selular yang meningkatkan fungsi jaringan trabekular. Teknik ini
dapat diterapkan bagi bermacam-macam bentuk glaukoma sudut
terbuka, dan hasilnya bervariasi bergantung pada penyebab yang
mendasari. Penurunan tekanan biasanya memungkinkan pengurangan
terapi medis dan penundaan tindakan bedah glaukoma. Pengobatan
dapat diulang (Vaughan, 2007).
3. Bedah drainase glaucoma
Tindakan bedah untuk membuat jalan pintas dari mekanisme
drainase normal, sehingga terbentuk akses langsung humor aqueous
dari kamera anterior ke jaringan subkonjungtiva atau orbita, dapat
dibuat dengan trabekulotomi atau insersi selang drainase.
Trabekulotomi telah menggantikan tindakan-tindakan drainase full
thickness misal sklerotomi bibir posterior, sklerostomi termal, trefin)
(Vaughan, 2007).
Penanaman suatu selang silikon untuk membentuk saluran keluar
permanen bagi humor aqueous adalah tindakan alternative untuk mata
yang tidak membaik dengan trabekulektomi atau kecil
kemungkinannya bereaksi dengan trabekulektomi. Sklerostomi adalah

26
suatu tindakan baru yang menjanjikan sebagai alternatif bagi
trabekulektomi (Vaughan, 2007).
Goniotomi adalah suatu teknik yang bermanfaat untuk mengobati
glaukoma kongenital primer yang tampaknya terjadi sumbatan
drainase humor aqueous di bagian dalam jalinan trabekular (Vaughan,
2007).
4. Tindakan siklodestruktif
Kegagalan terapi medis dan bedah dapat menjadi alasan untuk
mempertimbangkan tindakan dekstruksi korpus siliaris dengan laser
atau bedah untuk mengontrol tekanan intraocular. Krioterapi,
diatermi, ultrasonografi frekuensi tinggi, dan yang paling mutahir,
terapi laser neodinium: YAG thermal mode, dapat diaplikasikan ke
permukaan mata tepat di sebelah posterior limbus untukmenimbulkan
kerusakan korpus siliaris di bawahnya. Juga sedang diciptakan energi
laser argon yang diberikan secara transpupilar dan transvitreal
langsung ke prosessus siliaris. Semua teknik siklodekstruktif tersebut
dapat menyebabkan ftisis dan harus dicadangkan sebagai terapi bagi
glaukoma yang sulit diatasi (Vaughan, 2007).

27
DAFTAR PUSTAKA

Asbury, Vaughan. Oftalmologi Umum. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran ECG;


2010.
Basic and Clinical Science Course. External Disease and Cornea, part 1, Section
8, American Academy of Ophthalmology, USA 2008-2009 P.179-92
Edelhauser HF. The cornea and the sclera, chapter 4 in Adlers Physiology of The
eye Clinical'Aplication. 10 th ed. St.louis, Missouri, Mosby, 2005 : 47-103
Eva PR, Biswell R. Cornea In Vaughn D, Asbury T, eds. General Ophtalmology
17th ed. USA Appleton Lange; 2008. p. 126-49
Ilyas S. Mata Merah dengan penglihatan Turun Mendadak. In: Ilyas S. Ilmu
Penyakit Mata. 3rd ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2004. P.147-67
Liesegang TJ,Deutsch TA. External Disease and Cornea.  Section 8, AAO, San
Fransisco, 2008-2009: 181 – 9

Watsky MA, Olsen TW., Cornea and Sclera, In: Duane’s Clinical Ophthalmology,
(two volume, chapter four), (CD-ROOM). Lippincott Williams & Wilkins.
USA :  2003

Wong, Tien Yin, The Cornea in The Ophthalmology Examination Review.


Singapore, World Scientific 2001 : 89 – 90

28

Anda mungkin juga menyukai