Anda di halaman 1dari 25

MENGKAJI ASPEK HUKUM DAN ETIKA BISNIS

McDonald’s INDONESIA

FARRAS ARYO BRAMASTA


K15191106

Dalam Rangka Memenuhi Ujian Akhir Semester


Mata Kuliah Hukum dan Etika Bisnis
Dosen : Dr. Sadikin Kuswanto, SH., MM., MMin.

MAGISTER MANAJEMEN DAN BISNIS


SEKOLAH BISNIS
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2021
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Perkembangan bisnis di Indonesia yang sangat pesat seiring


dengan pertumbuhan ekonomi di segala bidang terutama bidang perdagangan yang
mulai menawarkan produk investasi seperti franchise (Waralaba), lisensi, dan lain-
lain. Diantara sekian banyak produk investasi yang ditawarkan. Bisnis waralaba
merupakan salah satu alternatif investasi yang dipilih karena proses pengoperasiannya
yang mudah, dan sistem manajerial yang sudah jelas, serta sesuai dengan standar
operasi yang telah dilaksanakan di perusahaan secara umum. Bisnis waralaba
merupakan metode bisnis yang terbukti mampu meningkatkan akselerasi
pengembangan perekonomian dan merupakan sistem yang tepat bagi terciptanya
kesempatan berusaha. Sebagai suatu cara pemasaran dan distribusi, waralaba juga
merupakan suatu alternatif lain disamping saluran konvensional yang dimiliki oleh
perusahaan sendiri.
Salah satu bisnis waralaba yang berkembang pesat di Indonesia adalah
McDonald’s. McDonald's Corp. pertamakali didirikan pada tahun 1940 oleh dua
bersaudara Dick dan Mac McDonald, sebelum dibeli oleh Ray Kroc pada tanggal 15
April 1955 dan kemudian diperluas ke seluruh dunia. Di Indonesia Restoran
McDonald's pertama kali berdiri di Sarinah, Jakarta dan dibuka pada 23 Februari 1991.
Penerapan praktek manajemen yang baik oleh Ray Kroc dalam mencapai visi nya
sebagai restoran cepat saji dengan standar kualitas yang sama di seluruh franchisees
nya. Apabila ditinjau dari segi manajemen sumber daya manusia, McDonalds sebagai
sebuah organisasi telah melakukan proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan,
pengkoordinasian dan pengawasan.
Perkembangan bisnis waralaba yang semakin marak dan kompleks praktiknya
telah memunculkan fenomena baru dari segi aspek ekonomi maupun hukum,
khususnya yang menghendaki adanya pengaturan yang lebih komprehensif untuk
terciptanya kepastian hukum, perlindungan hukum, dan kerjasama yang
menguntungkan. Dalam makalah ini akan dikaji aspek hukum dan etika bisnis pada
McDonald’s Indonesia, yang pada saat ini hak merknya dipegang oleh PT Rekso
Nasional Food (PT RNF).

Tujuan Penulisan

Mengkaji aspek hukum dan etika bisnis pada McDonald’s Indonesia yang akan
dikaitkan dengan ketujuh topik hukum etika bisnis; Perseroan terbatas, aspek hukum
bisnis, sistem hukum bisnis, perikatan dan perjanjian, sengketa bisnis, dan HAKI.
TINJAUAN PUSTAKA

Hukum bisnis merupakan suatu perangkat kaidah hukum yang mengatur tata
cara pelaksanaan kegiatan bisnis, industri atau keuangan yang dihubungkan dengan
produksi atau pertukaran barang dan/atau jasa demi mendapatkan keuntungan dengan
resiko tertentu (Djoyo 2019). Atau hukum bisnis dapat pula diartikan sebagai
serangkaian aturan dan larangan yang menjadi pedoman perusahaan secara
keseluruhan dalam bertindak, sehingga perusahaan menjadi lebih terarah, berdaya
saing, dan berkinerja yang baik (Tambunan & Tambunan 2019). Dalam hukum bisnis,
terdapat istilah subjek dan objek hukum. Menurut Saliman (2005), subjek hukum
merupakan sesuatu yang menurut hukum dapat memiliki hak dan kewajiban yang
memiliki kewenangan untuk bertindak.
Subjek hukum terbagi lagi menjadi dua yaitu : manusia/orang pribadi
(natuurelijke persoon) yang sehat secara rohani, badan hukum (rechts person).
Sedangkan, objek hukum adalah segala sesuatu yang bisa berguna bagi subjek hukum
dan dapat menjadi pokok suatu hubungan hukum dan dilakukan oleh subjek hukum,
biasanya berupa benda atau hak yang dimiliki atau dikuasai oleh subjek hukum. Benda
yang dimaksud dalam pengertian tersebut dijelaskan lebih detail dalam Pasal 503
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) yang menyebutkan bahwa
benda dibedakan menjadi dua, yaitu Benda berwujud (Tanah, rumah, kendaraan, dan
sebagainya) dan benda tidak berwujud (hak cipta, hak paten, merek, dan sebagainya.
Dan benda juga dibagi lagi menjadi dua berdasarkan Pasal 504 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata (KUH Perdata) yaitu benda bergerak dan benda tidak bergerak.
Setelah memahami arti hukum bisnis, perlu diketahui dua aspek pokok dalam
hukum bisnis. Saliman (2005), membagi aspek hukum menjadi dua, yaitu :
1. Aspek kontrak (perjanjian), yang menjadi sumber hukum utama, dimana masing-
masing pihak terikat untuk patuh kepada kontrak yang telah disepakati
sebelumnya.
2. Aspek kebebasan berkontrak, dimana para pihak bebas untuk membuat dan
menentukan isi dari kontrak yang telah disepakati.

Adapun beberapa hal yang perlu dipahami ketika mendalami ilmu tentang
hukum dan etika bisnis adalah sebagai berikut; pengertian mengenai perseroan terbatas,
aspek-aspek hukum bisnis, cara penyelesaian sengketa bisnis, sistem hukum dan
hukum bisnis, hak kekayaan intelektual, hukum perikatan dan hukum perjanjian, serta
hukum ketenagakerjaan (IR). Secara detail, pembahasan mengenai hal-hal yang
berkaitan dengan ilmu hukum tersebut adalah sebagai berikut :

A. Perseroan Terbatas

Perseroan terbatas adalah salah satu jenis badan usaha yang dilindungi oleh
hukum dengan modal yang terdiri dari saham. Seseorang dikatakan sebagai
pemilik PT apabila memiliki bagian saham sebesar dari jumlah yang
ditanamkannya (Tambunan & Tambunan 2019). Sesuai dengan Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 2007 yang membahas mengenai Perseroan Terbatas (PT),
dikatakan bahwa perusahaan berjenis Perseroan Terbatas adalah suatu badan usaha
yang berbentuk badan hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian dan
melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam
saham atau disebut juga dengan persekutuan modal.
Dalam menjalankan perusahaan berjenis Perseroan Terbatas, modal saham
yang dimiliki bisa dijual kepada pihak lain. Hal ini berarti sangat memungkinkan
terjadi perubahan organisasi atau kepemilikan perusahaan tanpa harus
membubarkan dan mendirikan perusahaan kembali. Selain itu, oleh karena
dibentuk berdasarkan kesepakatan, maka bisa dipastikan bahwa PT didirikan oleh
minimal 2 (dua) orang. Pembuatan perjanjian ini harus diketahui oleh notaris dan
dibuatkan aktanya untuk mendapatkan pengesahan dari Menteri Hukum dan HAM
sebelum resmi menjadi perusahaan berjenis PT.
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas atau
UUPT mengklasifikasikan perusahaan PT ke dalam 3 (tiga) jenis, yaitu:
1) Perseroan Terbatas Tertutup
Salah satu ciri khas perusahaan PT tertutup adalah para pemegang
saham yang hanya berasal dari kalangan tertentu atau orang-orang yang
sudah saling mengenal sebelumnya, seperti misalnya dalam perusahaan
keluarga
2) Perseroan Terbatas Publik
Pasal 1 ayat 8 UUPT menyebutkan bahwa Perseroan Publik adalah
jenis perseroan yang telah memenuhi kriteria jumlah pemegang saham dan
modal disetor sesuai dengan ketentuan peraturannya. Sementara itu, Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1995 mengenai Pasar Modal atau UUPM Pasal 1
ayau 22 menyebutkan, sebuah perusahaan dikatakan perseroan publik apabila
saham telah dimiliki oleh sedikitnya 300 orang dengan jumlah modal yang
disetorkan minimal sebesar Rp3 juta.
3) Perseroan Terbatas (PT) Terbuka (Tbk.)
Disebutkan dalam Pasal 1 ayat 7 UUPT, bahwa PT Terbuka
melakukan penawaran saham secara terbuka. Tidak hanya itu, PT jenis ini
juga harus mampu memenuhi segala persyaratan yang dibutuhkan untuk PT
Publik, dengan melakukan penawaran pada Bursa Efek alias menjual saham
kepada masyarakat.

Dalam sistem bisnis, saham dapat juga diartikan sebagai modal untuk
mendirikan dan menjalankan perseroan terbatas secara keseluruhan. Modal yang
digunakan untuk mendirikan perusahaan tersebut diatur dengan ketentuan yang
memiliki standar tertentu. Adapun ketentuan modal dan saham perseroan terbatas
adalah sebagai berikut :
a. Ketentuan Modal
1. Modal dasar (MD) PT yang terdiri dari keseluruhan saham
2. MD PT minimal sebesar Rp 50.000.000,-
3. Modal yang disetorkan minimal 25% dari MD kecuali ditentukan lain
untuk kegiatan usaha tertentu
4. Modal ditempatkan harus dibuktikan dengan bukti penyetoran yang sah
dari pemegang saham
5. Penyetoran dapat dalam bentuk uang dan/atau dalam bentuk lainnya
6. Penambahan modal perseroan dapat dilakukan berdasarkan hasil Rapat
Umum Pemegang Saham (RUPS)
b. Ketentuan Saham
1. Saham persoroan dikeluarkan atas nama pemiliknya
2. Nilai saham harus dalam mata uang rupiah
3. Pemegang saham berhak: dicatat, menghadiri dan mengeluarkan suara
dalam RUPS, menerima deviden, menerika sisa kekayaan hasil likuidasi
4. Klasifikasi (karakteristik) saham dapat lebih dari satu

Selain pemegang saham, terdapat pihak penting lainnya didalam bagan


organisasi PT, yaitu Dewan direksi dan Dewan komisaris. Dewan Komisaris (DK)
adalah Organ Perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan
atau khusus sesuai dengan AD serta memberi nasehat kepada Direksi. Dan apabila
anggota komisaris lebih dari satu orang maka salah satunya diangkat sebagai
Komisaris Utama. Setiap anggota Dewan Komisaris ikut bertanggung jawab
secara pribadi (tanggung renteng apabila komisaris lebih dari satu orang) atas
kerugian perseroan apabila bersalah atau lalai menjalankan tugasnya. Sedangkan
Dewan direksi merupakan organ perseroan yang berwenang dan bertanggung
jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan, baik di
dalam maupun di luar pengadilan. Jika anggota direksi lebih dari satu orang maka
salah satunya harus diangkat menjadi Direktur Utama.
Perbedaan kewenangan pemegang saham (RUPS) yang tidak dimiliki
antara dewan direksi dan dewan komisaris yaitu :
1. Mengangkat dan memberhentikan Direksi dan Komisaris
2. Menyetujui peleburan, penggabungan, pengambilan alih, dan pemisahan
3. Mengubah AD
4. Membubarkan perseroan

B. Aspek Hukum Bisnis

Hukum bisnis merupakan suatu aturan tertulis yang berisi perintah,


larangan, serta hak-hak dan kewajiban semua pihak dalam keseluruhan proses
pada sistem bisnis. Apabila membahas hukum bisnis, maka perlu juga diketahui
tentang aspek-aspek hukum bisnis itu sendiri. Adapun beberapa aspek hukum
bisnis adalah sebagai berikut : Aspek hukum Leasing, aspek hukum Waralaba
(franchise), aspek hukum Asuransi, dan aspek hukum Perbankan. Aspek hukum
memiliki sistem, aturan, dan kontrak perjanjian yang berbeda-beda. Secara detail,
aspek hukum bisnis adalah sebagai berikut :

1. Leasing
Istilah leasing berasal dari bahasa Inggris, yaitu lease yang berarti
sewa menyewa. Istilah lain yang digunakan untuk menerjemahkan leasing
maupun lease ke dalam bahasa Indonesia adalah sewa guna usaha. Menurut
Keputusan Bersama Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian dan Menteri
Perdagangan Republik Indonesia No. KEP-122/ MK/ IV/ 2/ 1974, No. 32/ M/
SK/ 2/ 1974, No. 30/ Kpb/I/ 1974 tentang perizinan usaha leasing, Leasing
dapat diartikan sebagai kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk
penyediaan barang-barang modal untuk digunakan oleh suatu perusahaan
untuk suatu jangka waktu tertentu, berdasarkan pembayaran-pembayaran
secara berkala disertai dengan hak pilih (opsi) dari perusahaan tersebut untuk
membeli barang-barang modal yang bersangkutan atau memperpanjang
jangka waktu leasing berdasarkan nilai sisa yang telah disepakati bersama.
Sedangkan menurut Keputusan Menteri Keuangan Republik
Indonesia No. 1169/KMK.01/ 1991 tentang Kegiatan Sewa Guna Usaha
(Leasing), Leasing merupakan suatu kegiatan pembiayaan dalam bentuk
penyediaan barang modal baik secara sewa guna usaha dengan hak opsi
(finance lease) maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease)
untuk dipergunakan oleh lessee selama jangka waktu tertentu berdasarkan
pembayaran secara berkala.
Tujuan dari leasing adalah memperoleh hak untuk memakai benda
milik orang lain, yang disebabkan oleh pertimbangan ekonomis, yakni
memperoleh hak untuk memakai suatu benda tanpa sekaligus memperoleh
hak milik atas benda tersebut, atau memperoleh hak untuk memakai suatu
benda tersebut sekaligus memperoleh hak milik atas benda tersebut (Salim
2010). Menurut Fuady (2014), adapun pihak-pihak yang terkait dalam
Kontrak Leasing adalah sebagai berikut :
1) lessor
Pihak yang memberikan pembiayaan dengan cara leasing kepada
pihak yang membutuhkannya. lessor bisa saja perusahaan yang
bersifat multifinance, atau khusus pada leasing saja.
2) lessee
Pihak yang memerlukan barang modal, barang modal mana dibiayai
oleh lessor dan diperuntukkan kepada lessee.
3) Supplier
Pihak yang menyediakan barang modal yang menjadi objek leasing,
barang modal mana dibayar oleh lessor kepada supplier untuk
keperluan lessee.

2. franchise
Kata franchise berasal dari bahasa prancis affranchir yang artinya to
free (membebaskan). Dengan istilah franchise di dalamnya terkandung
seseorang memberikan kebebasan dari ikatan yang menghalangi kepada
orang lain untuk menggunakan atau membuat atau menjual sesuatu (Basarah
dan Mufidin 2008). Sedangkan menurut pasal 1 Peraturan Pemerintah No. 16
Tahun 1997 tentang tata cara pelaksanaan pendaftaran waralaba, waralaba
(franchise) adalah perikatan dimana salah satu pihak diberikan hak untuk
memanfaatkan dan/atau mengggunakan hak atas kekayaan intelektual atau
penemuan atau ciri khas usaha yang dimiliki pihak lain dengan suatu imbalan
berdasarkan persyaratan yang ditetapkan pihak lain tersebut dalam rangka
penyediaan dan/atau penjualan barang atau jasa.
Waralaba (franchise) dapat diartikan sebagai kontrak perjanjian
pemakaian nama, merk dagang, dan logo perusahaan tertentu dari pemberi
waralaba (franchisor) yang didalamnya dicantumkan ikhtisar peraturan
pengoperasiannya oleh perusahaan yang menggunakan (franchise), jasa yang
disediakan oleh pemberi waralaba (franchisor), dan persyaratan keuangan
(Susilowati 2013). Pada intinya waralaba itu adalah sebuah sistem
pendistribusian barang ataupun jasa konsumen untuk menggunakan merek
dagang, dan sistem yang harus diterapkan oleh pemberi waralaba. Pada
dasarnya franchise adalah sebuah perjanjian mengenai metode
pendistribusian barang dan jasa kepada konsumen.

Menurut Fuady (2014), franchise mempunyai karakteristik yuridis


sebagai berikut :
a) Unsur Dasar Ada 3 (tiga) unsur dasar yang harus selalu dipunyai,
yaitu :
i. Pihak yang mempunyai bisnis franchise disebut sebagai
franchisor.
ii. Pihak yang mejalankan bisnis franchise yang disebut sebagai
franchisee.
iii. Adanya bisnis franchise itu sendiri.
b) Produk Bisnisnya unik
c) Konsep Bisnis Total Penekanan pada bidang pemasaran dengan
konsep P4 yakni Product, Price, Place serta Promotion
d) franchise Memakai / Menjual Produk
e) Franchisor Menerima Fee dan Royalty
f) Adanya pelatihan manajemen dan skill khusus
g) Pendaftaran Merek Dagang, Paten atau Hak Cipta
h) Bantuan Pendanaan dari Pihak Franchisor
i) Pembelian Produk Langsung dari Franchisor
j) Bantuan Promosi dan Periklanan dari Franchisor
k) Pelayanan pemilihan Lokasi oleh Franchisor
l) Daerah Pemasaran yang Ekslusif
m) Pengendalian / Penyeragaman Mutu
n) Mengandung Unsur Merek dan Sistem Bisnis

3. Asuransi
Kata asuransi diambil dari bahasa inggris (Insurance) yaitu
pertanggungan. Jadi asuransi ini merupakan suatu kesepakatan antara dua
pihak atau lebih untuk memberikan jaminan akan suatu hal yang dijanjikan
akibat sesuatu yang tidak bisa diramalkan (Muslehuddin 1999). Secara
sederhana, asuransi ini dapat diartikan seperti menyediakan payung sebelum
hujan. Selanjutnya, setelah membaca pengertian asuransi, dua pihak yang
kalian baca di atas yakni pihak penanggung dan pihak tertanggung. Pihak
penanggung ialah badan yang menanggung asuransi dari pihak tertanggung.
Sedangkan, pihak tertanggung adalah pihak yang mengasuransikan dirinya ke
pihak penanggung. Kemudian, selama kesepakatan asurani ini berlangsung,
akan ada persyaratan yang disebut “Premi”. Premi ini adalah suatu biaya
yang dikeluarkan oleh pihak tertanggung sebagai persyaratan kepada badan
penanggung.
Menurut Prawoto A (1995), ada beberapa 3 jenis asuransi yang
dijalankan oleh suatu perusahaan asuransi, yakni Asuransi Kerugian,
Asuransi Jiwa, dan Reasuransi. Asuransi Kerugian adalah perusahaan yang
menanggung kerusakan, kerugian, menurunnya suatu kegunaan dari suatu hal,
tanggung jawab hukum atas dasar rugi kepada pihak ketiga, yang timbul dari
suatu peristiwa yang terjadi. Kemudian, Asuransi Jiwa adalah perusahaan
yang menanggung resiko antara hidup atau matinya suatu jiwa yang
diasuransikan. Yang ketiga yakni Reasuransi yakni perusahaan yang
memberikan pertanggungan terhadap suatu perusahaan asuransi lainnya.

4. Perbankan
Menurut Abdurrachman (1991), perbankan (banking) merupakan
kegiatan yang menjual-belikan mata uang, surat efek, dan instrument yang
dapat diperdagangkan. Sedangkan menurut Simorangkir (1998), perbankan
merupakan kegiatan yang dilakukan oleh badan usaha Lembaga keuangan
yang bertujuan memberikatan kredit atau jasa-jasa. Adapun pemberian kredit
dilakukan baik dengan modal sendiri atau dengan dana-dana yang
dipercayakan oleh pihak ketiga. Di dalam dunia perbankan, terdapat istilah
dasar yaitu kreditur dan debitur, pengertian debitur/debitor adalah pihak
yang memberikan dana/pinjaman, sedangkan kreditur/kreditor adalah pihak
yang memiliki pinjaman dalam konteks ini adalah pinjaman ataupun
simpanan dana terhadap bank (Abdurrachman 1991).

C. Sistem Hukum dan Hukum Bisnis

Menurut Sri Soemantri (1996), dalam kamus umum Bahasa Indonesia,


sistem ialah sekelompok bagian-bagian (alat dan sebagainya) yang bekerja
bersama-sama untuk melakukan sesuatu tujuan tertentu, misalnya sistem urat
syaraf dalam tubuh, sistem pemerintahan dan lain-lain. Sedangkan hukum
merupakan serangkaian ketentuan-ketentuan yang harus ditaati isinya dan bersifat
mengikat, bila perlu pelaksanaannya diberikan sanksi, proses pembuatannya
diajukan dan ditetapkan oleh Presiden dan DPR (Kamus Hukum).
Hukum meliputi perencanaan, pembentukan, penelitian, dan
pengembangan hukum. Pembentukan materi hukum dipengaruhi politik hukum
yang dapat berubah-ubah karena adanya kepentingan tergantung siapa parpol
yang sedang berkuasa saat ini. Maka sistem hukum bisnis dapat diartikan sebagai
hukum positif yang mengatur hak dan kewajiban yang timbul dari berbagai
perikatan dan aktivitas bisnis, yang berfungsi sebagai informasi dan pengatur
yang berguna bagi praktisi bisnis untuk memahami hak dan kewajibannya dalam
praktik bisnis yang dijamin oleh kepastian hukum.
Pemahaman mengenai sistem hukum dan hukum bisnis sangat penting
untuk dipelajari dalam menghadapi dunia bisnis dan kehidupan sehari-hari, karena
hampir setiap hal yang kita lakukan berkaitan dengan hukum yang semakin lama
semakin berkembang dengan baik. Itulah sebabnya pemahaman mengenai hukum
bisnis perlu untuk dipelajari. Adapun tujuan hukum bisnis diantaranya adalah
untuk menjamin berfungsinya keamanan mekanisme pasar secara efisien dan
lancer, untuk melindungi berbagai jenis usaha, khususnya untuk jenis Usaha Kecil
Menengah (UKM), untuk membantu memperbaiki sistem keuangan dan sistem
perbankan, memberikan perlindungan terhadap pelaku ekonomi atau pelaku bisnis,
dan untuk mewujudkan sebuah bisnis yang aman dan adil untuk semua pelaku
bisnis.
Sistem hukum juga memiliki beberapa Fungsi/Manfaat dalam hukum
bisnis, diantaranya adalah :
1) Dapat dijadikan sumber informasi yang bermanfaat bagi semua pelaku bisnis.
2) Dapat memberikan penjelasan tentang hak dan kewajiban dalam praktik
bisnis. Pelaku bisnis dapat lebih mengetahui hak dan kewajibannya saat
mambangun sebuah usaha agar usaha atau bisnis mereka tidak menyimpang
dari aturan yang ada didunia perbisnisan yang telah tertulis di perundang-
undangan dan tidak ada yang dirugikan

D. Perikatan dan Perjanjian

Perikatan adalah suatu hubungan hukum terkait harta benda antara dua
orang yang mewajibkan salah satu pihak untuk memenuhi tuntutan kepada pihak
lainnya yang memiliki hak tersebut. Sedangkan perjanjian merupakan suatu
peristiwa dimana suatu pihak berjanji kepada pihak lainnya untuk melaksanakan
suatu hal (Subekti 1990). Dari perjanjian itulah akan muncul perikatan, meskipun
adapula perikatan yang muncul tanpa diawali dengan perjanjian, seperti adanya
peraturan Undang-undang yang mewajibkan masyarakatnya untuk mematuhi
aturan yang telah dibuat. Menurut Soimin (2013), perjanjian menganut sistem
terbuka. Artinya macam-macam hak atas benda adalah terbatas dan aturan-aturan
yang mengenai hak-hak atas benda itu bersifat memaksa, sedangkan hukum
perjanjian memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk
mengadakan perjanjian yang berisi apa saja, asalkan tidak melanggar ketertiban
umum dan kesusilaan. Sistem terbuka yang mengandung asas kebebasan
membuat perjanjian, dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata lazimnya
disimpulkan dalam Pasal 1338 ayat (1).
Menurut Subekti (1990), perjanjian terdiri dari tujuh asas, dimana
diantaranya yaitu :
1) Asas sistem terbuka : hukum perjanjian memberikan kebebasan yang seluas-
luasnya kepada masyarakat untuk mengadakan perjanjian yang berisi apa saja,
asalkan tidak melanggar ketertiban umum dan kesusilaan.
2) Asas konsensualisme : suatu perjanjian lahir pada detik tercapainya
kesepakatan atau persetujuan antara kedua belah pihak mengenai hal-hal yang
pokok dari apa yang menjadi objek perjanjian.
3) Asas personalitas : setiap perjanjian dibuat untuk para pihak yang membuat
perjanjian itu sendiri, kecuali adanya derden beding atau perjanjian untuk
pihak ketiga (Pasal 1317 KUHPerdata), seperti asuransi bea siswa
4) Asas itikad baik : suatu perjanjian yang dibuat haruslah dilaksanakan dengan
mengindahkan norma-norma kepatutan dan kesusilaan yang berarti bahwa
perjanjian itu harus dilaksanakan sedemikian rupa sehingga tidak merugikan
salah satu pihak.
5) Asas Pacta Sunt Servanda : (Pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata), semua
perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-undang bagi
mereka yang membuatnya, asal memenuhi syarat-syarat sahnya perjanjian
(Pasal 1320 KUHPerdata). Asas ini merupakan dasar bagi istilah “kebebasan
berkontrak”.
6) Asas force majeur : Asas ini memberikan kebebasan bagi debitur atau salah
satu pihak dari segala kewajibannya untuk membayar ganti rugi akibat tidak
terlaksananya perjanjian karena suatu sebab yang memaksa seperti kebakaran,
kebanjiran, huru-hara, bencana alam dll.
7) Asas Exceptio non Adiempleti Contractus : pembelaan bagi debitur untuk
dibebaskan dari kewajibannya membayar ganti rugi akibat tidak dipenuhinya
perjanjian, dengan alasan bahwa krediturpun telah melakukan suatu kelalaian.
Biasanya berlaku dalam perjanjian timbal balik.

Dalam prosesnya, perjanjian sendiri dapat dinyatakan batal. Pembatalan


perjanjian dan pembatalan perjanjian demi hukum terjadi apabila kesepakatan
perjanjian tersebut mengandung unsur paksaan, penipuan, dan kekeliruan. Atau
perjanjian dapat juga dibatalkan apabila pihak yang membuat perjanjian belum
dewasa. Pada poin ini, dewasa yang dimaksud adalah > 17 tahun atau telah
menikah. Namun apabila pihak yang belum dewasa tersebut ternyata memperoleh
manfaat dari perjanjian tersebut tanpa merugikan pihak-pihak lainnya, maka
perjanjian tersebut dapat dikatakan sah.
Dalam perjanjian dan perikatan bisnis dikenal juga istilah prestasi dan wan
prestasi. Prestasi merupakan suatu hubungan hukum yang lahir karena perjanjian
dan melibatkan dua pihak atau lebih, yaitu pihak kreditur dan debitur. Debitur
wajib melakukan suatu prestasi yang bentuknya: memberi sesuatu, berbuat
sesuatu, atau tidak berbuat sesuatu. Syarat dari prestasi adalah: tertentu, dapat
ditentukan, harus mungkin atau halal. Sedangkan, Wan prestasi memiliki arti
apabila seseorang tidak memenuhi prestasinya yang merupakan kewajibannya
sebagaimana mestinya, terlambat atau memenuhi kewajibannya tapi tidak
sebagaimana diperjanjikan.
Apabila debitur melakukan wan prestasi, ada 4 langkah yang dapat dipilih
kreditur:
1. Kreditur dapat meminta pelaksanaan perjanjian, walaupun pelaksanaannya
sudah terlambat
2. Kreditur dapat meminta ganti kerugian saja
3. Kreditur dapat meminta agar perjanjian tetap dilaksanakan sekaligus
disertai permintaan ganti rugi
4. Kreditur dapat meminta kepada hakim untuk membatalkan perjanjian
disertai tuntutan ganti rugi

Sedangkan ganti rugi yang dapat dituntut karena disebabkan oleh wan
prestasi adalah:
1. Kosten, yaitu kerugian yang berupa biaya-biaya kongkrit yang telah
dikeluarkan
2. Schaden, yaitu kerugian yang sungguh-sungguh menimpa harta bendanya
3. Interessen, yaitu keuntungan yang akan diperolehnya seandainya pihak
debitur tidak lalai
E. Hubungan Industrial

Hubungan Industrial adalah hubungan antara semua pihak yang tersangkut


atau berkepentingan atas proses produksi barang atau pelayanan jasa di suatu
perusahaan. Pihak yang paling berkepentingan atas keberhasilan perusahaan dan
perubungan langsung sehari-hari adalah pengusaha atau manajemen dan pekerja.
Disamping itu masyarakat juga mempunyai kepentingan, baik sebagai pemasok
faktor produksi yaitu barang dan jasa kebutuhan perusahaan, maupun sebagai
masyarakat konsumen atau pengguna hasil-hasil perusahaan tersebut. Pemerintah
juga mempunyai kepentingan langsung dan tidak langsung atas pertumbuhan
perusahaan, antara lain sebagai sumber penerimaan pajak. Jadi hubungan
industrial adalah hubungan antara semua pihak yang berkepentingan tersebut.
Disamping para stakeholder tersebut para pelaku hubungan industrial telah
berkembang dengan melibatkan para konsultan hubungan industrial atau
pengacara, para arbitrator, konsiliator, mediator, dan dosen; serta hakim-hakim
pengadilan hubungan industrial. Fungsi utama hubungan industrial, yaitu :
1) Untuk menjaga kelancaran atau peningkatan produksi
2) Untuk memelihara dan menciptakan ketenangan kerja
3) Untuk mencegah dan menghindari adanya pemogokan
4) Untuk ikut menciptakan serta memelihara stabilitas nasional.
Menurut Pasal 1 angka 16 UU No.13 tahun 2003, Hubungan industrial
yang berlaku di Indonesia adalah Hubungan Industrial Pancasila, yang merupakan
hubungan antar pelaku dalam proses produksi barang dan jasa (pekerja,
pengusaha, dan pemerintah) yang didasarkan atas nilai-nilai yang merupakan
manifestasi dari keseluruhan sila-sila dari Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang tumbuh dan berkembang di atas
kepribadian dan kebudayaan nasional Indonesia. Adapun ciri-ciri dari Hubungan
Industrial Pancasila adalah:
1) Mengakui dan meyakini bahwa bekerja bukan hanya bertujuan untuk
sekedar mencari nafkah saja, akan tetapi sebagai pengabdian kepada
tuhannya, kepada sesama manusia, kepada masyarakat, bangsa dan negara;
2) Menganggap pekerja bukan hanya sekedar faktor produksi belaka, tetapi
sebagai manusia pribadi dengan segala harkat dan martabatnya;
3) Melihat antara pekerja dan pengusaha bukanlah mempunyai kepentingan
yang bertentangan, akan tetapi mempunyai kepentingan yang sama yaitu
kemajuan perusahaan, karena dengan perusahaan yang maju semua pihak
akan mendapatkan kesejahteraan;
4) Setiap perbedaan pendapat antara pekerja dan pengusaha harus
diselesaikan dengan jalan musyawarah untuk mencapai mufakat yang
dilakukan secara kekeluargaan;
5) Terdapat keseimbangan antara hak dan kewajiban kedua belah pihak dalam
perusahaan, keseimbangan itu dicapai bukan didasarkan atas perimbangan
kekuatan (balance of power), akan tetapi atas dasar rasa keadilan.

Hubungan industrial akan serasi jika dikembangkan dan dilaksanakan


dengan baik, maka dapat membantu meningkatkan produksi, menambah
kemungkinan kesempatan kerja, dan lebih membantu menjamin pembagian yang
merata dari hasil pembangunan nasional. Di samping itu hubungan industrial ini
dapat membantu pemerintah dalam bekerja sama dengan organisasi-organisasi
pengusaha serta buruh. Jadi hubungan tersebut berfungsi sebagai motivator untuk
menggerakkan partisipasi sosial dan menyukseskan pembangunan sehingga
tercipta ketenangan bekerja dan ketenangan berusaha.
Berdasarkan Pasal 1 angka 1 UU No.2 Tahun 2004 pengertian dari
perselisihan hubungan industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan
pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh
atau serikat buruh karena adanya perselisihan hak, perselisihan kepentingan,
perselisihan hubungan kerja, dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh
dalam suatu perusahaan.
Sementara itu, dalam Pasal 2 UU No.2 Tahun 2004 menyebutkan
beberapa jenis perselisihan hubungan industrial, yaitu:
1. Perselisihan Hak Berdasarkan Pasal 1 angka 2 UU No.2 Tahun 2004
perselihan hak adalah perselisihan yang timbul karena tidak dipenuhinya hak,
akibat adanya perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan
peraturan perundang-undangan, perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau
perjanjian kerja bersama.
2. Perselisihan Kepentingan Berdasarkan Pasal 1 angka 3 UU No.2 Tahun 2004
perselisihan kepentingan adalah perselisihan yang timbul dalam hubungan
kerja karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pembuatan,
dan/atau perubahan syarat-syarat kerja yang ditetapkan dalam perjanjian kerja,
atau peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
3. Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja Berdasarkan Pasal 1 angka 4 UU
No.2 Tahun 2004 perselisihan pemutusan hubungan kerja adalah perselisihan
yang timbul karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pengakhiran
hubungan kerja yang dilakukan oleh salah satu pihak.
4. Perselisihan Antar Serikat Pekerja/Serikat Buruh Berdasarkan Pasal 1 angka 5
UU No.2 Tahun 2004 perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh adalah
perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dengan serikat pekerja/serikat
buruh lain hanya dalam satu perusahaan, karena tidak adanya persesuaian
paham mengenai keanggotaan, pelaksanaan hak, dan kewajiban
keserikatpekerjaan
Prosedur penyelesaian perselisihan hubungan industrial sebagaimana
diatur dalam UU No.2 Tahun 2004 dapat diselesaikan melalui 2 (dua) jalur, yaitu
penyelesaian di luar pengadilan (non litigasi) dan penyelesaian melalui pengadilan
(litigasi). Penyelesaian perselisihan hubungan industrial di luar pengadilan dapat
dilaksanakan melalui perundingan bipartit dan perundingan tripartite (mediasi,
konsiliasi, arbitrase), sedangkan penyelesaian perselisihan hubungan industrial
melalui pengadilan dilaksanakan pada Pengadilan Hubungan Industrial.

F. Penyelesaian Sengketa Bisnis

Pertumbuhan ekonomi yang pesat dan kompleks melahirkan berbagai


macam bentuk kerja sama bisnis. mengingat kegiatan bisnis yang semakin
meningkat, maka tidak mungkin dihindari terjadinya sengketa diantara para pihak
yang terlibat. Sengketa muncul dikarenakan berbagai alasan dan masalah yang
melatar belakanginya, terutama karena adanya conflict of interest diantara para
pihak yang bersengketa. Sengketa yang timbul diantara para pihak yang terlibat
dalam berbagai macam kegiatan bisnis atau perdagangan dinamakan sengketa
bisnis. Secara rinci, menurut Maxwell J. Fulton, sengketa bisnis adalah sesuatu
yang muncul selama berlangsungnya proses transaksi yang berpusat pada
ekonomi pasar. Sengketa bisnis terbagi menjadi beberapa jenis, yaitu : Sengketa
perniagaan, Sengketa perbankan, Sengketa Keuangan, Sengketa Penanaman
Modal, Sengketa Perindustrian, Sengketa HKI, Sengketa Konsumen, Sengketa
Kontrak, Sengketa pekerjaan, Sengketa perburuhan, Sengketa perusahaan,
Sengketa hak, Sengketa property, dan Sengketa Pembangunan konstruksi.
Saat para pihak dalam bisnis mengalami sengketa bisnis, terdapat lembaga
penyelesaian sengketa bisnis di Indonesia yaitu Pengadilan Umum, Pengadilan
Niaga, dan Arbitrase, dan alternatif. Dan penyelesaian sengketa alternative dibagi
menjadi beberapa cara untuk menyelesaikan sengketa tersebut, diantaranya
adalalah : Negosiasi, Mediasi, Konsiliasi, Konsultasi, dan Penilaian Para Ahli.
Cara-cara penyelesaian ini dapat digunakan agar pertikaian dapat segera teratasi,
bermula dari penyelesaian dengan membicarakan baik – baik diantara kedua
pihak yang bertikai, selanjutnya bila pertikaian tidak dapat diselesaikan diantara
mereka maka dibutuhkan pihak ketiga yaitu sebagai mediasi, selanjutnya jika
tidak dapat melalui mediasi maka dibutuhkan pihak yang tegas untuk
menyelesaikan permasalahan yang ada.
Jika tidak dapat diselesaikan juga maka membutuhkan badan hokum
seperti pengadilan untuk menyelesaikan masalah tersebut, cara ini bisa disebut
dengan Ligitasi. Secara keseluruhan cara – cara tersebut dapat digunakan
sehingga pertikaian dapat terselesaikan. Secara lebih detail, penjelasan mengenai
cara penyelesaian sengketa yang biasa digunakan menurut Wibowo (2005) adalah
sebagai berikut :
1) Negosiasi
Proses yang melibatkan upaya seseorang untuk mengubah (atau tak
mengubah) sikap dan perilaku orang lain. Proses untuk mencapai
kesepakatan yang menyangkut kepentingan timbal balik dari pihak-pihak
tertentu dengan sikap, sudut pandang, dan kepentingan-kepentingan yang
berbeda satu dengan yang lain. Negosiasi adalah suatu bentuk pertemuan
antara dua pihak: pihak kita dan pihal lawan dimana kedua belah pihak
bersama-sama mencari hasil yang baik, demi kepentingan kedua pihak.
Adapun pola perilaku dalam negosiasi, yaitu :
a) Moving against (pushing), yaitu menjelaskan, menghakimi,
menantang, tak menyetujui, menunjukkan kelemahan pihak lain.
b) Moving with (pulling), yaitu memperhatikan, mengajukan
gagasan, menyetujui, membangkitkan motivasi,
mengembangkan interaksi.
c) Moving away (with drawing), yaitu menghindari konfrontasi,
menarik kembali isi pembicaraan, berdiam diri, tak menanggapi
pertanyaan.
d) Not moving (letting be), yaitu mengamati, memperhatikan,
memusatkan perhatian pada “here and now”, mengikuti arus,
fleksibel, beradaptasi dengan situasi.
2) Mediasi
Mediasi adalah proses penyelesaian sengketa melalui proses
perundingan atau mufakat para pihak dengan dibantu oleh mediator yang
tidak memiliki kewenangan memutus atau memaksakan sebuah
penyelesaian. Ciri utama proses mediasi adalah perundingan yang
esensinya sama dengan proses musyawarah atau konsensus. Sesuai dengan
hakikat perundingan atau musyawarah atau konsensus, maka tidak boleh
ada paksaan untuk menerima atau menolak sesuatu gagasan atau
penyelesaian selama proses mediasi berlangsung. Segala sesuatunya harus
memperoleh persetujuan dari para pihak. Adapun prosedur-prosedur
mediasi adalah sebagai berikut :
a. Setelah perkara dinomori, dan telah ditunjuk majelis hakim oleh
ketua, kemudian majelis hakim membuat penetapan untuk mediator
supaya dilaksanakan mediasi.
b. Setelah pihak-pihak hadir, majelis menyerahkan penetapan mediasi
kepada mediator berikut pihak-pihak yang berperkara tersebut.
c. Selanjutnya mediator menyarankan kepada pihak-pihak yang
berperkara supaya perkara ini diakhiri dengan jalan damai dengan
berusaha mengurangi kerugian masing-masing pihak yang
berperkara.
d. Mediator bertugas selama 21 hari kalender, berhasil perdamaian atau
tidak pada hari ke 22 harus menyerahkan kembali kepada majelis
yang memberikan penetapan.
e. Jika terdapat perdamaian, penetapan perdamaian tetap dibuat oleh
majelis.
Dalam proses mediasi, terdapat mediator yang membantu para
pihak dengan cara tidak memutus atau memaksakan pandangan atau
penilaiannya atas masalah-masalah selama proses mediasi berlangsung
kepada para pihak. Mediator adalah pihak netral yang membantu para
pihak dalam proses perundingan guna mencari berbagai kemungkinan
penyelesaian sengketa tanpa menggunakan cara memutus atau
memaksakan sebuah penyelesaian. Ciri-ciri penting dari mediator adalah :
Netral, membantu para pihak, dan tanpa menggunakan cara memutus atau
memaksakan sebuah penyelesaian. Adapun tugas yang dilakukan oleh
mediator adalah :
a. Mediator wajib mempersiapkan usulan jadwal pertemuan mediasi
kepada para pihakuntuk dibahas dan disepakati.
b. Mediator wajib mendorong para pihak untuk secara langsung
berperan dalam proses mediasi.
c. Apabila dianggap perlu, mediator dapat melakukan kaukus atau
pertemuan terpisah selama proses mediasi berlangsung.
d. Mediator wajib mendorong para pihak untuk menelusuri dan
menggali kepentingan mereka dan mencari berbagai pilihan
penyelesaian yang terbaik bagi para pihak.
3) Arbitrase

Istilah arbitrase berasal dari kata “Arbitrare” (bahasa Latin) yang


berarti kekuasaan untuk menyelesaikan sesuatu perkara menurut
kebijaksanaan (Tektona 2011). Tujuan arbitrase itu sendiri adalah untuk
menyelesaikan perselisihan dalam bidang perdagangan dan hak dikuasai
sepenuhnya oleh para pihak, dengan mengeluarkan suatu putusan yang
cepat dan adil,Tanpa adanya formalitas atau prosedur yang berbelit-belit
yang dapat yang menghambat penyelisihan perselisihan.
Berdasarkan pengertian arbitrase menurut UU Nomor 30 Tahun
1990 diketahui bahwa: Arbitrase merupakan suatu perjanjian, perjajian
arbitrase harus dibuat dalam bentuk tertulis, perjanjian arbitrase tersebut
merupakan perjanjian untuk menyelesaikan sengketa untuk dilaksanakan di
luar perdilan umum. Terdapat dasar-dasar (sumber) hukum arbitrase di
Indonesia. Menurut Silondae (2010), beberapa dasar hukum tersebut
diantaranya adalah :
a. Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 : “semua peraturan yang ada
masih langsung berlaku, selama belum diadakan yang baru menurut
UUD ini.” Demikian pula halnya dengan HIR yang diundang pada
zaman Koloneal Hindia Belanda masih tetap berlaku, karena hingga
saat ini belum diadakan pengantinya yang baru sesuai dengan
Peraturan Peralihan UUD 1945 tersebut.
b. Pasal 377 HIR : “Jika orang Indonesia atau orang Timur Asing
menghendaki perselisihan mereka diputus oleh juru pisah atau
arbitrase maka mereka wajib memenuhi peraturan pengadilan yang
berlaku bagi orang Eropah”. Sebagaimana dijelaskan di atas,
peraturan pengadilan yang berlaku bagi Bangsa Eropah yang
dimaksud Pasal 377 HIR ini adalah semua ketentuan tentang Acara
Perdata yang diatur dalam RV.
c. Pasal 615 s/d 651 RV : meliputi persetujuan arbitrase dan
pengangkatan para arbiter (Pasal 615 s/d 623 RV), pemeriksaan di
muka arbitrase (Pasal 631 s/d 674 RV), putusan Arbitrase (Pasal 631
s/d 674 RV), upaya-upaya terhadap putusan arbitrase (Pasal 641 s/d
674 RV), dan berakhirnya acara arbitrase (Pasal 648-651 RV).
d. Penjelasan Pasal 3 ayat (1) UU No. 14 /1970 tentang Ketentuan-
ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman : menyatakan
“ Penyelesaian perkara diluar pengadilan atas dasar perdamaian atau
melalui wasit atau arbitrase tetap diperbolehkan”.
e. Pasal 80 UU NO. 14/1985 : Satu-satunya undang-undang tentang
Mahkamah Agung yang berlaku di Indonesia yaitu UU No. 14/1985,
sama sekali tidak mengatur mengenai arbitrase.
f. Pasal 22 ayat (2) dan (3) UU No. 1/1967 tentang Penanaman Modal
Asing : menurut pasal 22 ayat 2 “Jikalau di antara kedua belah pihak
tercapai persetujuan mengenai jumlah, macam, dan cara pembayaran
kompensasi tersebut, maka akan diadakan arbitrase yang putusannya
mengikat kedua belah pihak”
G. HAKI

Menurut BPATP (2021), HKI atau HAKI yakni Hak Kekayaan Intelektual
merupakan hak yang timbul untuk hasil pikir otak yang menghasilkan suatu
produk atau proses yang berguna untuk manusia. Pada intinya HKI adalah hak
untuk menikmati secara ekonomis hasil dari suatu kreativitas intelektual. Objek
yang diatur dalam HKI adalah karya-karya yang timbul atau lahir karena
kemampua intelektual manusia. Secara garis besar HKI dibagi dalam 2 (dua)
bagian, yaitu : Hak cipta (copyright) dan Hak kekayaan industri (industrial
propertyrights) yang mencakup paten ( patent ), desain industri (industrial design),
merek ( trademark ), desain tata letak sirkuit terpadu ( layout design of integrated
circuit ), rahasia dagang ( trade secret), penanggulangan praktik persaingan
curang ( repression of unfair competition), dan perlindungan Varietas Tanaman
( plant variety protection).
Menurut Margono (2003), Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta
atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau
memberi izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan
menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pada dasarnya, hak cipta
lahir secara otomatis pada saat karya diciptakan. Namun, untuk memperkuat bukti
kepemilikan atas hak cipta, pekerja kreatif atau pencipta karya sebaiknya
melindungi hasil ciptaannya dengan mengajukan permohonan pencatatan ciptaan
ke Menteri Hukum dan HAM.
Setelah permohonan diajukan, ciptaan akan diperiksa dan dicatatkan
dalam daftar umum ciptaan yang dapat diakses masyarakat umum. setiap hasil
karyanya dari risiko penyalahgunaan oleh pihak lain. Sebab bisa saja pelanggaran
tersebut menghalangi hak-hak ekonomi pihak yang terlibat dalam kelahiran
sebuah karya. Sehingga apabila suatu saat terjadi pelanggaran yang merugikan
pencipta, hak cipta yang telah dicatatkan tersebut dapat digunakan sebagai bukti
di persidangan. Sedangkan Hak kekayaan industri adalah hak yang mengatur
segala sesuatu milik perindustrian, terutama yang mengatur perlindungan hukum
(Putra, 2018).
Hak kekayaan industri sangat penting untuk didaftarkan oleh perusahaan-
perusahaan karena hal ini sangat berguna untuk melindungi kegiatan industri
perusahaan dari hal-hal yang sifatnya menghancurkan seperti plagiatisme. Dengan
di legalkan suatu industri dengan produk yang dihasilkan dengan begitu industri
lain tidak bisa semudahnya untuk membuat produk yang sejenis/ benar-benar
mirip dengan mudah. Dalam hak kekayaan industri salah satunya meliputi hak
paten dan hak merek.
Hak paten merupakan hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada
inventor atas hasil invensinya di bidang teknologi untuk selama waktu tertentu
melaksanakan sendiri invensinya ataumemberikan persetujuan kepada pihak
lain untuk melaksanakan (Hartini, 2005). Adapun invensi adalah ide inventor
yang dituangkan ke dalam suatu kegiatan pemecahan masalah yang spesifik di
bidang teknologi, dapat berupa produk atau proses atau penyempurnaan dan
pengembangan produk atau proses. Berdasarkan Pasal 8 Undang-Undang Nomor
14 Tahun 2001 tentang Paten, paten diberikan untuk jangka waktu selama 20
tahun, terhitung sejak tanggal penerimaan dan jangka itu tidak dapat
diperpanjang. Sedangkan untuk paten sederhana diberikan jangka waktu 10 tahun,
terhitung sejak tanggal penerimaan dan jangka waktu tersebut tidak dapat
diperpanjang.
Paten diberikan berdasarkan permohonan dan setiap permohonan hanya
dapat diajukan untuk satu invensi atau beberapa invensi yang merupakan satu
kesatuan invensi. Dengan demikian, permohonan paten diajukan dengan
membayar biaya kepada Direktorat Jendral Hak Paten Departemen Kehakiman
dan HAM. Namun, permohonan dapat diubah dari paten menjadi paten sederhana.
Sedangkan hak merek adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada
pemilik Merek yang terdaftar untuk jangka waktu tertentu dengan menggunakan
sendiri Merek tersebut atau memberikan izin kepada pihak lain untuk
menggunakannya (Putra 2018).
PEMBAHASAN

A. Gambaran umum McDonald’s Indonesia

McDonald’s merupakan restoran fast food terbesar di dunia yang diawali


pada tahun 1955 di California, Amerika Serikat. Dengan produk unggulan berupa
Burger bernama Bigmac, McDonald’s hingga saat ini telah memiliki ribuan
restoran yang tersebar di lebih dari 100 negara, salah satunya Indonesia.
McDonald’s pertama kali masuk ke Indonesia pada tahun 1991 dengan membuka
restoran pertamanya di Sarinah, Thamrin. Pada tahun 2009 PT. Rekso Nasional
Food (RNF) yang merupakan salah satu anak perusahaan dari Rekso Group
menandatangani Master franchise Agreement dengan McDonald’s International
Property Company (MIPCO) yang memberikan izin untuk mengoperasikan semua
restoran dengan brand McDonald’s dan membuka restoran baru di seluruh
Indonesia. Hingga saat ini PT.RNF telah membuka sekiranya lebih dari 200 gerai
McDonald’s tersebar di berbagai kota di Indonesia yang didukung dengan lebih
dari 14.000 karyawan di seluruh Indonesia. PT. RNF melalui McDonald’s
Indonesia selalu berkomitmen penuh menyuguhkan pelayanan yang terbaik bagi
pelanggan, menghadirkan kualitas makanan terdepan, serta memberikan manfaat
yang besar bagi masyarakat Indonesia.

B. PT. RNF sebagai Perseroan Terbatas

Perseroan Terbatas merupakan badan hukum yang merupakan persekutuan


modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal
dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang
ditetapkan dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas. Sebagai badan hukum,
maka tanggung jawab pemegang saham terbatas, tidak melakukan tanggung
jawab secara pribadi atas perikatan dan kerugian yang dialami melebihi saham
yang dimiliki. Dewan Komisaris adalah Organ Perseroan yang bertugas
melakukan pengawasan secara umum dan atau khusus, serta memberi nasehat
kepada Direksi. Sedangkan Dewan direksi merupakan organ perseroan yang
berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk
kepentingan perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan.
PT RNF selaku perusahaan dengan usaha bisnis jenis waralaba,
kepemilikan saham dipegang oleh pihak utamanya yaitu Sosro Group yang secara
keseluruhan menguasai kepemilikan saham McDonald’s Indonesia. Sedangkan
dalam menjalankan proses bisnisnya, PT RNF mempercayakan posisi komisaris
diduduki oleh satu pihak saja yang bertugas mengawasi kinerja para dewan
komisaris, dewan komisaris PT RNF adalah putra bungsu dari pemilik sosro
group. Sedangkan untuk posisi dewan direksi, PT RNF membagi posisi tersebut
menjadi beberapa bagian, yaitu dewan direksi HR, dewan direksi Operasional,
dewan direksi Marketing dan CBI, dewan direksi Supply Chain, dewan direksi
Procurement, dewan direksi IT & Finance, dan dewan direksi PR. Dimana para
dewan direksi ini dipimpin oleh seorang direksi utama yang bertanggung jawab
langsung kepada dewan komisaris.
C. PT. RNF dari segi Aspek Hukum Bisnis

Hukum bisnis merupakan suatu aturan tertulis yang berisi perintah,


larangan, serta hak-hak dan kewajiban semua pihak dalam keseluruhan proses
pada sistem bisnis. Apabila membahas hukum bisnis, maka perlu juga diketahui
tentang aspek-aspek hukum bisnis itu sendiri. Adapun beberapa aspek hukum
bisnis adalah sebagai berikut : Aspek hukum Leasing, aspek hukum Waralaba
(franchise), aspek hukum Asuransi, dan aspek hukum Perbankan. Setiap aspek
hukum memiliki sistem, aturan, dan kontrak perjanjian yang berbeda-beda.
Misalnya saja pada PT Rekso Nasional Food (RNF), aspek hukum yang berlaku
pada perusahaan ini adalah aspek hukum Waralaba (franchise).
Usaha bisnis yang menggunakan sistem waralaba seperti PT RNF
dibangun atas dasar hubungan perjanjian waralaba. Perjanjian waralaba
merupakan suatu pedoman hukum yang menggariskan tanggung jawab dari
pemilik waralaba (franchisor) dengan pemegang waralaba (franchisee). Pada
umumnya, setiap franchisor memiliki suatu standar perjanjian tertentu yang harus
dipatuhi oleh franchisee dimana perjanjian tersebut disusun oleh para ahli hukum
yang telah ditunjuk oleh franchisor, sehingga kandungannya sebagian besar
menguntungkan pihak franchisor atau minimal tidak merugikan dan melindungi
franchisor tersebut. Sedangkan disisi pemegang waralaba (franchisee),
keuntungan pihak franchise adalah dapat menikmati kekayaan intelektual yang
dimiliki pemilik waralaba, baik dalam rangka penyediaan atau penjualan barang
dan jasa maupun penggunaan brand sehingga mendapatkan keuntungan dari
penjualan tersebut.

D. Sistem Hukum di PT RNF

Menurut SM. Amin, Hukum adalah kumpulan peraturan yang terdiri dari
norma dan sanksi-sanksi. Tujuan hukum adalah mengadakan ketertiban dalam
pergaulan manusia, sehingga keamanan dapat terpelihara. Sedangkan hukum
bisnis dapat diartikan sebagai hukum positif yang mengatur hak dan kewajiban
yang timbul dari berbagai perikatan dan aktivitas bisnis, yang berfungsi sebagai
informasi dan pengatur yang berguna bagi praktisi bisnis untuk memahami hak
dan kewajibannya dalam praktik bisnis yang dijamin oleh kepastian hukum.
Dalam hal ini, PT RNF atau yang biasa dikenal sebagai pemegang hak
merk McDonald’s di Indonesia merupakan subjek badan hukum, sedangkan
Objek hukumnya adalah HAKI Brand McDonald’s beserta aset-asetnya. Sebagai
perusahaan yang memiliki banyak stakeholder, PT RNF mengatur semua kegiatan
kerjasama bisnis dalam hukum bisnis yang dibuat dalam bentuk kontrak
kerjasama, dimana pihak yang terikat dalam kontrak tersebut harus tunduk kepada
perjanijan yang disepakatinya. Kontrak kerjasama yang dibuat oleh PT RNF
untuk stakeholdernya biasanya ditentukan bersama agar dapat mengikat namun
tidak memberatkan satu sama lain.
Berbeda dari usaha bisnis waralaba lainnya, McDonald’s Indonesia
merupakan usaha bisnis waralaba yang kepemilikan bisnisnya untuk wilayah
Indonesia dipegang oleh satu pemilik perusahaan (satu kepemilikan saham), yaitu
dibawah naungan PT RNF dalam Sosro Group. Sehingga, kerjasama dengan
stakeholder yang dilakukan oleh PT RNF adalah kerjasama/kontrak dengan
McDonald’s International Corp. dan juga supplier-supplier yang menyuplai segala
kebutuhan dalam mendukung proses jalannya bisnis waralaba ini, diantaranya
seperti : food material & beverage, paper & packaging, serta equipments. Dari
berbagai kerjasama tersebut akan muncul beberapa kontrak kerjasama yang isinya
tentu telah disepakati bersama, sehinga keseluruhan aturan yang tertera dalam
kontrak perjanjian kerjasama yang telah disepakati itulah disebut juga hukum
positif yang berlaku pada kerjasama PT RNF dan stakeholdernya secara
menyeluruh.

E. Perikatan dan Perjanjian di PT RNF

Perikatan adalah suatu hubungan hukum terkait harta benda antara dua
orang yang mewajibkan salah satu pihak untuk memenuhi tuntutan kepada pihak
lainnya yang memiliki hak tersebut. Sedangkan perjanjian merupakan suatu
peristiwa dimana suatu pihak berjanji kepada pihak lainnya untuk melaksanakan
suatu hal. Dari perjanjian itulah akan muncul perikatan. Dalam prosesnya,
perjanjian sendiri dapat dinyatakan batal. Pembatalan perjanjian dan pembatalan
perjanjian demi hukum terjadi apabila kesepakatan perjanjian tersebut
mengandung unsur paksaan, penipuan, dan kekeliruan.
Pada studi kasus pada PT RNF sendiri tentu terdapat banyak sekali
perjanjian dalam menjalankan bisnisnya sebagai usaha bisnis jenis waralaba.
Perjanjian yang paling utama tentunya adalah perjanjian antara PT RNF dan
pemilik waralaba itu sendiri yaitu McDonald’s International Corp. dimana
perjanjian ini tentu telah memenuhi ketujuh asas yang menjadi syarat sebuah
perjanjian dikatakan sah. Dalam hal ini, PT RNF selaku master franchise telah
terikat dalam pejanjian yang dilakukannya dengan McDonald’s International Corp.
Dalam perjanjian waralaba, aturan-aturan dari perjanjian tersebut ditentukan oleh
franchisor dimana setiap franchisor memiliki suatu standar perjanjian tertentu
yang harus dipatuhi oleh franchisee. Perjanjian tersebut disusun oleh para ahli
hukum yang telah ditunjuk oleh para franchisor, yang artinya perjanjian pasti
telah mempertimbangkan asas-asas perjanjian yang berlaku.
Sebuah contoh pemenuhan asas perjanjian dalam perjanjian waralaba yaitu
sebagian besar isi perjanjian yang menguntungkan pihak franchisor atau minimal
tidak merugikan dan melindungi franchisor tersebut, sedangkan disisi pemegang
waralaba (franchisee), keuntungan pihak franchisee adalah dapat menikmati
kekayaan intelektual yang dimiliki pemilik waralaba, baik dalam rangka
penyediaan atau penjualan barang dan jasa maupun penggunaan brand sehingga
mendapatkan keuntungan dari penjualan tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa
perjanjian tersebut memenuhi asas personalitas dimana perjanjian dibuat oleh para
pihak yang terlibat dalam perjanjian itu sendiri, selain itu juga memenuhi asas
konsensualitas dimana kedua pihak sepakat atas isi perjanjian dan keuntungan
setiap pihak yang telah tertulis dalam perjanjian tersebut. Dan tentunya juga
memenuhi asas Itikad baik dan asas sistem terbuka karena perjanjian tersebut
dibuat dan disepakati tanpa adanya paksaan.
Contoh lainnya seperti perjanjian antara McDonald’s dengan vendor-
vendor equipment, dimana tidak semua equipment didalam kitchen Restaurant
McDonald’s dibeli, tetapi terdapat juga equipment yang disewa dengan
melibatkan vendor (third party). Dalam hal ini, apabila terjadi force majeur tentu
akan ada kesepakatan dalam perjanjian antara vendor dengan PT RNF sebagai
debitur terkait ganti rugi akibat bencana yang tidak pasti seperti kebakaran, banjir,
dan lain sebagainya. Dan hal tersebut berkaitan erat dengan asas Force Majeur
dan asas Exceptio non Adiempleti Contractus.

F. Hubungan Industrial dalam PT RNF

Berdasarkan Undang-Undang No.13 Tahun 2003, hubungan antara


pengusaha dan pekerja dinamakan dengan hubungan industrial. Hubungan
industrial merupakan hubungan antara semua pihak yang berkepentingan dalam
proses berjalannya perusahaan. Hubungan industrial diciptakan untuk mencari
keseimbangan antara kepentingan pekerja, pengusaha dan pemerintah, dimana
masing-masing komponen mempunyai kepentingan. Bagi pekerja, perusahaan
merupakan sumber penghasilan dan penghidupan, bagi pengusaha perusahaan
adalah wadah untuk mengeksploitasi modal guna mendapat keuntungan,
sedangkan bagi pemerintah, perusahaan adalah sebagai agen untuk kegiatan
perekonomian.
Seperti perusahaan lain pada umumnya, McDonald’s Indonesia dibawah
PT RNF, pastinya memiliki hubungan industrial dengan seluruh stakeholder-nya.
Hal ini tentunya disebabkan adanya kebutuhan dari tiap komponen yang berperan
dalam aktivitas operasional McDonald’s Indonesia. PT RNF sebagai pemegang
hak merk membutuhkan tenaga kerja untuk menjalankan kegiatan operasionalnya,
sedangkan karyawan dari PT RNF membutuhkan tempat untuk mendapatkan
penghasilan untuk penghidupannya.
Menurut Thoha (1987), Faktor pendorong terpenting yang menyebabkan
manusia bekerja, adalah adanya kebutuhan yang harus dipenuhi. Dorongan ini
pula yang menyebabkan seseorang itu berperilaku, yang dapat mengendalikan dan
menentukan arah umum. Oleh sebab itu perusahaan perlu memperhatikan
kebutuhan karyawannya agar karyawan merasa puas terhadap pekerjaannya yang
nantinya akan berimbas pada komitmen karyawan pada perusahaan. Begitu pula
dengan McDonald’s dengan sistem operasinya yang telah ter-standard, apabila PT
RNF ingin mempertahankan kualitas pelayanannya maka perlu untuk
memperhatikan kebutuhan dan kepuasan karyawannya.
Seiring berjalannya kegiatan operasional, McDonald’s Indonesia pernah
terjadi perselisihan dengan karyawannya. Hal ini disebabkan oleh salah satu
karyawan PT RNF yang dianggap melakukan kesalahan berat karena telah
melanggar peraturan perusahaan. PT RNF menggugat seorang karyawannya
bernama Wahyudi Djunaedi yang merupakan Store Manager McDonald’s di
Karawaci Mall melalui Pengadilan Hubungan Industrial (PHI), dengan nomor
gugatan 026/ZSP/PHI.G/II/2014. Dalam gugatannya, PT RNF menyatakan bahwa
tergugat telah menjual barang-barang milik perusahaan tanpa melalui prosedur
yang ditetapkan perusahaan, dan PT RNF menginginkan tergugat di PHK tanpa
pesangon. Sebelumya, kasus ini sudah disidangkan di tingkat mediasi Disnaker
DKI Jakarta. Disnaker mengeluarkan anjuran nomor 012/ANJ/D/XII/2013 tanggal
24 Desember 2013 yang menganjurkan perusahaan untuk membayar pesangon,
uang penghargaan masa kerja, uang penggantian hak, dan uang THR tahun 213
dengan total Rp. 166 juta.

G. Penyelesaian Sengketa Bisnis di PT RNF

Pertumbuhan ekonomi yang pesat dan kompleks melahirkan berbagai


macam bentuk kerja sama bisnis. Jika mengingat kegiatan bisnis yang semakin
meningkat, maka tidak mungkin dihindari juga akan terjadinya sengketa diantara
para pihak-pihak yang terlibat. Sengketa bisnis muncul dikarenakan berbagai
alasan dan masalah yang melatar belakanginya, terutama karena adanya conflict
of interest diantara para pihak. Secara spesifik, sengketa bisnis merupakan sebuah
peristiwa atau permasalahan yang muncul selama proses transaksi yang berpusat
pada ekonomi pasar maupun proses bisnis itu sendiri. Selain itu, sengketa bisnis
dapat juga diartikan sebagai pertentangan antara dua pihak atau lebih yang
berawal dari persepsi yang berbeda tentang suatu kepentingan atau hak milik yang
dapat menimbulkan akibat hukum bagi keduanya.
Adapun sengketa bisnis yang pernah dialami oleh PT RNF yaitu sengketa
kontrak, sengketa hak, dan sengketa properti. Kasus yang dialami PT RNF adalah
persengketaan antara Bambang N. Rachmadi dengan McDonald’s pusat pada
tahun 2007 hingga tahun 2009. Persengketaan ini disebabkan adanya pemutusan
perjanjian waralaba yang dilakukan secara sepihak oleh McDonald’s Corp. Hal ini
bermula dengan ditandatanganinya perjanjian waralaba utama (master waralaba)
antara PT RNF dan Mcdonald’s International property Company yang
mengalihkan hak PT BNR untuk membangun restoran siap saji Mcdonald’s di
Indonesia kepada PT RNF, setelah PT RNF membeli aset PT BNR.
Bambang merasa telah dikhianati oleh Mcdonald’s Corp. karena ia sebagai
sosok yang membangun brand image McDonald’s dari nol agar dikenal luas di
pasar Indonesia, telah dilupakan jasa-jasanya dalam membesarkan brand
McDonald’s di Indonesia. Pada akhirnya, McDonald’s Corp. memutuskan
kontrak dengan Bambang N. Rachmadi secara sepihak, mengingat pengalihan hak
waralaba dan penjualan aset berupa 97 restoran telah diberikan kepada pengusaha
nasional lainnya dan pemilik sebuah perusahaan grup besar. Maka langkah
terakhir yang bisa diambil oleh Bambang N. Rachmadi adalah menyelesaikan isu
sengketanya dengan cara mediasi.
Bambang N. rachmadi selaku penggugat, mengajukan gugatan perdata
terhadap McDonald’s Amerika di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada tangal
10 Maret 2009, dengan tuntutan ganti rugi materil US$ 5,5 juta dan immateriil
sebesar US$ 100 juta. menunjuk Perhimpunan Waralaba dan Lisensi Indonesia
(Wali) menjadi mediator sebagai upaya damai antara pihaknya dengan pemegang
franchise (waralaba) McDonald's Amerika Serikat.
H. HAKI yang dimiliki McDonald’s

Pengertian HAKI adalah hasil usaha atau kreativitas manusia yang


dilindungi secara hukum. HAKI sendiri berkaitan erat dengan benda yang tidak
berwujud sehingga dapat melindungi karya seseorang. Sedangkan HAK Cipta
adalah hak ekslusif yang dapat dimiliki pencipta/penemu dari suatu penemuan
serta menerima hak untuk memperbanyak ciptaannya ataupun memberikan ijin
kepada orang lain untuk melakukan hal itu. Dan terakhir yaitu hak paten, hak
paten adalah hak ekslusif yang diberikan oleh negara kepada investor atas hasil
invensinya dibidang teknologi. Definisi invensi sendiri diartikan sebagai
penemuan yang mengandung unsur perbaharuan (tidak sama).
Dalam studi kasus pada PT RNF, perusahaan tersebut mendapatkan izin
untuk menggunakan maupun memperbanyak HAKI dan Hak paten dari pemilik
waralaba brand McDonald’s yaitu McDonald’s International Corp. Adapun HAKI
dan Hak Paten McDonald’s yang diizinkan untuk diperbanyak oleh PT RNF
adalah berupa Merek dagang, desain industri, jingle, maskot, signature menu,
receipt, dan masih banyak lagi. Detail merek McDonald’s sendiri dilambangkan
dengan logo berhurufkan “m” berwarna kuning, tampilannya dapat dilihat pada
Gambar 1. Selain itu McDonald’s juga memiliki slogan yaitu “I’m lovin it” yang
selalu digunakan pada video promosi McDonald’s. Selain itu, PT RNF juga
diizinkan untuk memperbanyak dan menjual Menu BigMac yang telah
menyandang hak paten sebagai Menu Signature milik McDonald’s. Gambar
Menu BigMac dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 1 Logo McDonald’s

Gambar 2 Signature Menu McDonald’s


KESIMPULAN

McDonald’s merupakan restoran fast food terbesar di dunia yang hingga saat
ini telah memiliki ribuan restoran yang tersebar di lebih dari 100 negara. Hak merk
McDonald’s di Indonesia saat ini dimiliki oleh PT. Rekso Nasional Food (PT RNF).
PT RNF merupakan perseroan terbatas yang kepemilikan sahamnya dipegang oleh
Sosro Group. Aspek hukum yang berlaku pada PT RNF adalah Waralaba (franchise),
dimana PT RNF saat ini merupakan master franchise dari merk McDonald’s di
Indonesia. Dalam perjanjian waralaba, aturan-aturan dari perjanjian tersebut
ditentukan oleh McDonald’s pusat selaku franchisor, yang memiliki suatu standar
perjanjian tertentu yang harus dipatuhi oleh PT RNF selaku franchisee. Dengan
adanya perjanjian ini, PT RNF terikat dan harus tunduk terhadap perjanjian dengan
McDonald’s pusat, disamping itu keuntungan PT RNF adalah dapat menikmati
kekayaan intelektual yang dimiliki oleh McDonald’s.

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrachman. 1991. Ensiklopedia ekonomi, keuangan, dan perdagangan. Jakarta(ID):


Pradnya
Badan Pengelola Alih Teknologi Pertanian. 2021. Teknologi Pertanian. Jakarta(ID):
Litbang Pertanian
Basarah M, Mufidin F. 2008. Bisnis franchise dan Aspek-aspek Hukumnya. Jakarta
(ID): Citra Aditya Bakti
Djoyo E. 2019. Hukum Bisnis. Bisnis Entrepreneur. Vol (10:15)
Fuady M. 2014. Konsep Hukum Perdata. Jakarta (ID): PT Raya Grafinda
Hartini R. 2005. Kajian Implementasi Prinsip-Prinsip Perlindungan HAKI Dalam
Peraturan Per-UU-an HAKI di Indonesia. Jurnal Humanity. Vol (1:1)
Nugroho J. 2005. Kajian Kritis Thd UU No 3 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan
Alternatif Penyelesain Sengketa Dalam Kaitannya Dengan Prinsip Kebebasan
Berkontrak di Indonesia. Jurnal Hukum Argumentum, 5(1)
Prawoto A. 1995. Hukum Asuransi dan Kesehatan Perusahaan Asuransi. Jakarta
(ID):BPFE
Putra AS. 2018. Hak Atas Kekayaan Intelektual dalam Dunia Teknologi Berbasis
Revolusi Industri 4.0. Jakarta (ID): Nasional Darmajaya
Saliman AR. 2005. Hukum bisnis untuk perusahaan : Teori dan contoh kasus Stok
Opname. Jakarta (ID): Kencana
Silondae AA. 2010. Aspek hukum dalam ekonomi dan bisnis. Jakarta (ID): Mitra
wacana media
Simorangkir. 1998. Ekonomi Dasar-Dasar dan Mekanisme Pasar. Jakarta (ID): Aksara
Persada
Soimin S. 2010. Kitab Undang-Undang Hukum Jakarta (ID): Nora Kudus
Soemantri S. 1996. Sistem Ekonomi Nasional Untuk Sebesar-Besar Kemakmuran
Rakyat. Jakarta (ID): Rajawali
Subekti R. 1990. Hukum Perjanjian. Jakarta (ID): Intermasa
Susilo E, taufan G. 2013. Persepsi Manajer tentang pengaruh Informasi Akuntansi dan
Ekonomi Bisnis . Suistanable Competitive Advantage. 3(1)
Suyud Margono, Hukum dan Perlindungan Hak Cipta, Pustaka Mandiri, Jakarta, 2003.
Syahdeini SR. 1993. Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan Seimbang bagi Para
Pihak dalam Perjanjian di Indonesia. Jakarta (ID): IBI
Tambunan TS, Tambunan WRG. 2019. Bisnis. Jakarta (ID): Prenada Media
Tektona RI. 2011. Arbitrase Sebagai Alternatif Solusi Penyelesaian Sengketa Bisnis
Pengadilan. Jurnal Penelitian Ilmu Hukum. Vol 6(1)
Undang-Undang No.3 Tahun 1999 tentang Arbitrase. Jakarta (ID): Citra Aditya Bakti
Wibowo BR. 2005. Menyelesaikan Sengketa Bisnis di Luar Pengadilan. Surabaya (ID):
Universitas Airlangga

Anda mungkin juga menyukai