Anda di halaman 1dari 11

RESUME

PENGEMBANGAN MEDIA PEMBELAJARAN FISIKA


Pengembangan Media Pembelajaran Abad 21, Desain/ Model Pengembangan Media, Prosedur
Pengembangan Media, dan Uji Kualitas Media

Oleh:
SILVIA AGUSTIN
20175015/2020
Pendidikan Fisika

DOSEN PEMBIMBING :
Dr. Desnita, M.Si
Dr. Usmeldi, M.Pd

PROGRAM PASCASARJANA
PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN FISIKA
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2021
A. Media pembelajaran fisika abad 21
Salah satu tuntutan pembelajaran abad 21 yaitu integrasi teknologi sebagai media
pembelajaran untuk mengembangkan keterampilan belajar. Pembelajaran Abad 21 merupakan
pembelajaran yang mengintegrasikan kemampuan literasi, kecakapan pengetahuan, keterampilan
dan sikap, serta penguasaan terhadap teknologi. Literasi menjadi bagian terpenting dalam sebuah
proses pendidikan, peserta didik yang dapat melaksanakan kegiatan literasi dengan maksimal
tentunya akan mendapatkan pengalaman belajar lebih dibanding dengan peserta didik lainnya.
Literasi dalam pendidikan mencakup literasi informasi, literasi media dan literasi Information,
Communicationa and Technology (ICT) atau TIK. Literasi media dan literasi TIK mengandung
makna bahwa dalam pembelajaran guru harus melek dengan teknologi dalam mengembangkan
media pembelajaran berbasis TIK. Perkembangan berbagai media pembelajaran semakin pesat
seiring dengan adanya kemajuan teknologi yang juga semakin pesat. Dinamika teknologi saat ini
mencapai akselerasi yang luar biasa. Teknologi yang dipelajari beberapa tahun sebelumnya
mulai tergantikan dengan teknologi yang baru termasuk berbagai cara pembelajaran secara
konvensional.
Media adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim ke penerima pesan (Sadaiman
2014). Media pembelajaran dapat diartikan sebagai alat batu yang digunakan dalam proses
pembelajaran. Dengan adanya media yang dimaksudkan dapat mempermudah dalam peyampaian
materi ajar dari guru kepada siswa, sehingga siswa dapat dengan mudah dan efisien dalam
mencapai tujuan pembelajaran. Media juga berfungsi untuk pembelajaran individual dimana
kedudukan media sepenuhnya melayani kebutuhan belajar siswa. Media ajar yang
mengkombinasikan beberapa media pembelajaran berupa audio, video, teks, grafik, dan animasi.
Media ajar ini bersifat interaktif untuk mengendalikan suatu perintah atau perilaku alami dari
suatu presentasi (Prastowo 2014).
Media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan
(bahan pembelajaran) sehingga dapat merangsang perhatian, minat, pikiran dan perasaan siswa
dalam kegiatan belajar untuk mencapai tujuan pendidikan. Berbagai macam media yang dapat
digunakan, dari yang diproyeksikan dan yang tidak diproyeksikaan. Dalam kerangka
kompetensi abad 21 peserta didik diharapkan melek informasi, melek media, dan melek
Teknologi Informasi Komunikasi (TIK). Kurikulum 2013 yang berpijak pada paradigma
pembelajaran abad 21, dalam rancangannya menyebutkan bahwa dalam struktur kurikulum SMP
komputer akan menjadi sarana pada semua mata pelajaran. Hal ini menjadi landasan perlunya
media pembelajaran berbantuan komputer.
Berbagai penelitian yang telah dilakukan terhadap penggunaan media pembelajaran dalam
proses belajar mengajar sampai pada kesimpulan bahwa proses dan hasil belajar siswa
menunjukkan perbedaan yang berarti antara pembelajaran tanpa media dengan pembelajaran
menggunakan media. Oleh sebab itu penggunaan media pembelajaran dalam proses belajar
mengajar sangat dianjurkan untuk mempertinggi kualitas pembelajaran termasuk di dalamnya
media komputer (Sudjana & Rivai). Media pembelajaran berbasis Android merupakan media
pembelajaran yang dapat dioperasikan pada perangkat dengan sistem operasi Android (nugroho,
2016). Mednieks et al menjelaskan bahwa android memperkenalkan pendekatan yang lebih
tinggi dan lebih lengkap dengan disedikannya berbagai aplikasi penting yang memudahkan
penggunanya untuk mengakses informasi. Penggunaan smartphone tipe android juga dapat
mendukung pembelajaran abad 21, dimana siswa dapat belajar dimanapun dan kapanpun tanpa
dibatasi oleh ruang kelas.

B. Desain atau Model Pengembangan Media dan Prosedur Pengembangan


1. Model pengembangan ADDIE
Desain pembelajaran yang  sifatnya lebih generik adalah model ADDIE (Analysis-Design-
Develop-Implement-Evaluate). ADDIE muncul pada tahun 1990-an yang dikembangkan oleh
Reiser dan Mollenda.Salah satu fungsinya ADIDE yaitu menjadi pedoman dalam membangun
perangkat dan infrastruktur program pelatihan yang efektif, dinamis dan mendukung kinerja
pelatihan itu sendiri. Pembelajaran model addie merupakan pembelajaran yang efektif dan
efesien serta prosesnya bersifat interaktif, dimana hasil evaluasi setiapa fase dapat membawa
pengembangan pembelajaran ke fase sebelumnya. Hasil akhir dari suatu fase merupakan produk
awal bagi fase berikutnya
Model addie adalah jembatan antara peserta didik, materi, dan semua bentuk media,
berbasis teknologi dan bukan teknologi. Model ini mengasumsikan bahwa cara pembelajaran
tidak hanya menggunakan pertemuaan kuliah, buku teks, tetapi juga memungkinkan untuk
menggabungkan belajar di luar kelas dan teknologi ke dalam materi pelajaran. Artinya, model ini
memastikan pengembangan instruksional dimaksudkan untukmembantu pendidik dalam
pengembangan instruksi yang sistematis dan efektif. Hal ini digunakan untuk membantu para
pendidik mengatur proses pembelajaran dan melakukan penilaian hasil belajar peserta didik.
Model addie didasarkan pada lima proses belajar bahwa:
1.        Analysis (analisa)
2.        Design (disain / perancangan)
3.        Development (pengembangan)
4.        Implementation (implementasi/eksekusi)
5.        Evaluation (evaluasi/ umpan balik)
Melalui lima tahapan ini dapat membantu kita mengajar juga peserta didik dapat mengerti cara
pembelajaran yang disebut model addie ataukah yang lain, yang dapat di ilustrasikan sebagai
berikut :
Langkah-langkah Model Addie dalam pembelajaran
Langkah 1: Analisis (analysis)
Tahap analisis merupakan suatu proses mendefinisikan apa yang akan dipelajari oleh
peserta belajar, yaitu melakukan needs assessment (analisis kebutuhan), mengidentifikasi
masalah (kebutuhan), dan melakukan analisis tugas (task analysis). Oleh karena itu, output yang
akan kita hasilkan adalah berupa karakteristik atau profile calon peserta belajar, identifikasi
kesenjangan, identifikasi kebutuhan dan analisis tugas yang rinci didasarkan atas kebutuhan.
Langkah 2: Desain (Design)
Tahap ini dikenal juga dengan istilah membuat rancangan (blue-print). Ibarat bangunan,
maka sebelum dibangun gambar rancang bangun (blue-print) diatas kertas harus ada terlebih
dahulu. Apa yang kita lakukan dalam tahap desain ini? Pertama merumuskan tujuan
pembelajaran yang SMAR (spesifik, measurable, applicable, dan realistic). Selanjutnya
menyusun tes , dimana tes tersebut harus didasarkan pada tujuan pembelajaran yag telah
dirumuskan tadi. Kemudian tentukanlah strategi pembelajaran yang tepat harusnya seperti apa
untuk mencapai tujuan tersebut. Dalam hal ini ada banyak pilihan kombinasi metode dan media
yang dapat kita pilih dan tentukan yang paling relevan. Disamping itu, pertimbangkan pula
sumber-sumber pendukung lain, semisal sumber belajar yang relevan, lingkungan belajar yang
seperti apa seharusnya, dan lain-lain. Semua itu tertuang dalam sautu dokumen bernama blue-
print yang jelas dan rinci.
Langkah 3: Pengembangan (Development)
Pengembangan adalah proses mewujudkan blue-print alias desain tadi menjadi kenyataan.
Artinya, jika dalam desain diperlukan suatu software berupa multimedia pembelajaran, maka
multimedia tersebut harus dikembangkan. Atau diperlukan modul cetak, maka modul tersebut
perlu dikembangkan. Begitu pula halnya dengan lingkungan belajar lain yang akan mendukung
proses pembelajaran semuanya harus disiapkan dalam tahap ini. Satu langkah penting dalam
tahap pengembangan adalah uji coba sebelum diimplementasikan. Tahap uji coba ini memang
merupakan bagian dari salah satu langkah ADDIE, yaitu evaluasi. Lebih tepatnya evaluasi
formatif, karena hasilnya digunakan untuk memperbaiki sistem pembelajaran yang sedang kita
kembangkan.
Langkah 4: Implementasi (Implementation)
Implementasi adalah langkah nyata untuk menerapkan sistem pembelajaran yang sedang
kita buat. Artinya, pada tahap ini semua yang telah dikembangkan diinstal atau diset sedemikian
rupa sesuai dengan peran atau fungsinya agar bisa diimplementasikan. Misal, jika memerlukan
software tertentu maka software tersebut harus sudah diinstal. Jika penataan lingkungan harus
tertentu, maka lingkungan atau seting tertentu tersebut juga harus ditata. Barulah
diimplementasikan sesuai skenario atau desain awal.
Langkah 5: Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi adalah proses untuk melihat apakah sistem pembelajaran yang sedang dibangun
berhasil, sesuai dengan harapan awal atau tidak. Sebenarnya tahap evaluasi bisa terjadi pada
setiap empat tahap di atas. Evaluasi yang terjadi pada setiap empat tahap diatas itu dinamakan
evaluasi formatif, karena tujuannya untuk kebutuhan revisi. Misal, pada tahap rancangan,
mungkin kita memerlukan salah satu bentuk evaluasi formatif misalnya review ahli untuk
memberikan input terhadap rancangan yang sedang kita buat. Pada tahap pengembangan,
mungkin perlu uji coba dari produk yang kita kembangkan atau mungkin perlu evaluasi
kelompok kecil dan lain-lain.
Dengan adanya model instruksional berdasarkan ADDIE ini, jelas sangat membantu
pengembangan material dan program pelatihan yang tepat sasaran, efektif, maupun dinamis.
Aplikasi teori SDM maupun perilaku seperti social learning,  pembelajaran aktif (active
learning),  pembelajaran jarak jauh (distance learning), paham konstruktif (constructivism),
aliran strength based (positive-based management), aliran perilaku manusia (behaviourism),
maupun paham kognitif (cognitivism) akan sangat membantu pengembangan material pelatihan
bagi instruktur.
Contoh : Pengembangan media pembelajaran ini menggunakan model perancangan
media pembelajaran , model ADDIE. Model ADDIE memiliki 5 tahapan antara lain :
a) Analysis (Analisis),
b) Design (Desain),
c) Development (Pengembangan),
d) Implementation (Implementasi) dan
e) Evaluation (Evaluasi).
Tahap - tahap
penelitian pengembangan tersebut dijelaskan seperti dibawah ini:
1. Analysis (Analisis), tahap analisis terhadap pengembangan produk yang dilakukan terdiri
dari analisis materi dan analis media pembelajaran. Dari analisis tersebut dihasilkan
materi yang membutuhkan bantuan media sebagai alat bantu guru dalam menyampaikan
materi dan siswa untuk belajar mandiri yang dipilih adalah materi tekanan, karena
pokok bahasan tersebut membutuhan hal-hal yang konkret untuk memudahkan siswa
memahami materi tersebut.
2. Design (Desain), pada tahap desain yang dilakukan antara lain yaitu :
1) mendesain aplikasi media pembelajaran ;
2) Materi, gambar dan video yang sesuai dan tepat dengan materi tekanan),
3) Lembar validasi ahli media dan ahli materi.
3. Development (Pengembangan), hasil dari tahap pengembangan yaitu :
1) Aplikasi media pembelajaran berbasis android, aplikasi ini terdiri dari kompetensi
siswa, materi ajar, gambar, video, contoh soal, dan soal evaluasi interaktif;
2) Skor validasi media.

2. Model pengembangan yang dikembangkan oleh Borg and Gall.

Model ini mendiskripsikan langkah-langkah yang dijelaskan dalam prosedur


pengembangan (Mulyatiningsih 2014). Pemilihan prosedur pengembangan mengacu pada tahap-
tahap yang dikembangkan oleh Borg and Gall, terdapat sepuluh tahap yang harus dilakukan.
Prosedur penelitian yang dilakukan adalah
(1) analisis penelitian,
(2) perancangan desain media,
(3) perancangan media,
(4) pengujian media, dan
(5) tahap revisi produk.
3. Model pengembangan yang digunakan adalah model Luther dalam Ariesto (2003)
Pengembangan media pembelajaran dilakukan dalam 6 tahap yaitu: concept, design,
material collecting, assembly, testing, dan distribution.
Gambar 1. Model Pengembangan Multimedia Luther (Ariesto H.S, 2003)
1. Concept (pembuatan konsep)
Tahapan yang dilakukan dalam tahap konsep meliputi menentukan tujuan media
pembelajaran, menentukan konsep materi pembelajaran dan menentukan konsep isi media
pembelajaran. Konsep materi pembelajaran mengacu pada silabus kurikulum 2013 serta
menganalisa kebutuhan media yang digunakan melalui studi literature
2. Design (Perancangan)
Tahap ini dimulai dengan menyusun isi program, menentukan urutan penyajian dan
menyusun alur pembelajaran yang berupa flowchart. Hal ini ditujukan agar pembuatan media
pembelajaran lebih terarah. Langkah-langkah perancangannya meliputi:
a. Penulisan naskah materi yang akan dibuat sebagai media pembelajaran.
b. Pembuatan Storyboard di lampirkan
c. Menyusun alur pembelajaran yang berupa flowchart media pembelajaran momentum dan
impuls
d. Perancangan screen media
e. Menyusun garis besar isi dalam media secara garis besar isi dalam program media
3. Material Collecting (Pengumpulan bahan)
Tahap ini merupakan tahap lanjutan dari tahap perancangan. Adapun urutan dalam proses
pengumpulan bahan sebagai berikut:
a. Pengumpulan bahan-bahan yang diperlukan untuk media seperti animasi, musik,
gambar.
b. Pemrograman media, tahap ini digunakan sebagai bahan penjabaran dari garis besar isi
program media yang telah disusun.
4. Assembly (Tahap pembuatan media yang dihasilkan)
Tahap dimana seluruh objek media dibuat. Langkah-langkah yang dilakukan dalam
pembuatan media adalah:
a. Mengintegrasikan semua materi yang telah dibuat kedalam screen sesuai dengan
storyboard yang telah dibuat.
b. Mentransfer semua komponen yang telah dibuat kedalam screen dengan menggunakan
program
c. Setelah proses pemrograman selesai dilanjutkan dengan proses penyuntingan dan
pengemasan media pembelajaran dalam bentuk flash.
5. Testing (Tahap uji coba dan evaluasi)
Setelah tahap pembuatan dan seluruh data telah dimasukan, maka dilakukan pengujian untuk
memastikan apakah media yang dibuat mencapai tujuan pembuatannya. yang kemudian
divalidasi oleh ahli media dan ahli materi dilanjutkan dengan revisi sesuai dengan saran dan
komentar yang diberikan sebelum diuji cobakan kepada siswa yang kemudian dilakukan
evaluasi. Program yang telah divalidasikan kemudian diuji cobakan pada beberapa siswa sebagai
subyek penelitian. Siswa yang terlibat adalah siswa yang belum memperoleh materi yang
terdapat dalam media pembelajaran tersebut, akan tetapi sudah mengetahui prasyarat yang
diperlukan. Proses uji coba dilakukan hanya sekali dan selanjutnya akan dilakukan revisi jika
lembar evaluasi media pembelajaran tidak memenuhi kriteria interpretasi

C. Uji Kualitas media (instrument, data, analisis data dan acuan)


Jenis data yang digunakan pada pada pengembangan bisa bersifat kualitatif dan kuantitatif.
Data kualitatif yang diambil adalah saran dari tim validasi ahli, sedangkan data kuantitatif yang
diambil adalah angket persepsi siswa. Contohnya analisis data kualitatif Data kualitatif yang
berupa saran dari dosen pembimbing disajikan secara deskriptif kualitatif (reduksi data,
penyajian data dan verifikasi). Sedangkan pada saat melakukan penelitian dilakukan dengan cara
dokumentasi (berupa foto).
Analisis data kuantitatif Analisis data kuantitatif dilakukan secara statistik deskriptif (mean,
median, modus, mecari data mean, median, modus, standar deviasi maksimum dan minimum
dengan menggunakan bantuan software Microsoft excel. Validasi media dan materi Lembar
validasi ini digunakan untuk mengukur kevalidan media pembelajaran yang akan dikembangkan,
agar layak untuk digunakan maka ditunjuk ahli materi dan ahli media untuk mengoreksi media
pembelajaran yang dikembangkan.
Analisis validitas media pembelajaran Data yang diperoleh dari hasil penilaian media
pembelajaran dianalisis secara deskriptif kualitatif. Kriteria validitas media pembelajaran
menunjukkan kesesuaian antara teori penyusunan dengan media pembelajaran yang disusun, apa
media pembelajaran yang divalidasi itu valid atau tidak. Valid tidaknya media pembelajaran
ditentukan dari kecocokan persentase hasil validasi menggunakan persamaan:

Keterangan:
Va = Validitas dari ahli
TSe = Total skor empiris (hasil dari validasi ahli)
TSh = Total skor maksimal yang diharapkan (Akbar, 2013)
Kriteria validitas ditentukan dengan berdasarkan kriteria presentase menggunakan skala
Likert dengan pedoman interprestasi yang digunakan ditunjukkan pada Tabel. Tabel. Kriteria
Validitas media pembelajaran

Jenis data yang dikumpulkan pada penelitian ini adalah data kuantitatif yang diperoleh
melalui angket sebagai instrumen penelitian. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini
adalah menggunakan kuisioner. Kuisioner yang juga dikenal sebagai angket yaitu sebuah daftar
pertanyaan yang harus diisi oleh orang yang akan diukur (responden) (Arikunto 2013). Angket
atau kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi
seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawab (Sugiono
2015). Metode angket digunakan untuk mengukur kualitas serta tanggapan terhadap media
pembelajaran yang dikembangkan. Dalam angket yang di gunakan untuk mengukur kelayakan
media digunakan Skala Likert. Skala Likert dalam angket penelitian ini terdiri dari sangat setuju
yang memiliki skor 4, setuju berskor 3, kurang setuju berskor 2, dan tidak setuju berskor 1 yang
akan menghasilkan data interval. Data interval dapat dianalisis dengan menghitung rata-rata
jawaban berdasarkan skoring setiap jawaban dari responden (Sugiono 2015).

Data penelitian dikumpulkan dengan menggunakan lembar validasi ahli, lembar respon
dosen, lembar respon mahasiswa serta analisa data menggunakan skala likert. Rumus untuk
menghitung persentase sebagai berikut :

Keterangan :
ρ = Nilai rata-rata peraspek penilaian
f = jumlah total nilai jawaban dari validator
n = Jumlah Validator (Sudjono, 2012).

Angket respon terhadap penggunaan produk pilihan sesuai dengan konten pertanyaan.
Pengubahan hasil penilaian ahli media, ahli materi, dosen fisika dan mahasiswa fisika dari huruf
menjadi skor dengan ketentuan pada tabel berikut:

Hasil skor persentase yang diperoleh dari penelitian diinterpretasikan dalam kriteria tabel

Perhitungan reliabilitas data yang diperoleh dari hasil validasi media dua validator dapat
menggunakan persamaan indeks kesesuaian kasar:

Keterangan:
IKK = Indeks Kesesuaian Kasar (reabilitas)
n = Jumlah kode atau jawaban yang sama
N = Banyaknya objek yang diamati (Arikunto, 2010)

Hasil pengamatan memiliki kesepakatan baik bila Indeks Kesesuaian Kasar atau IKK > cukup
atau IKK > 0.6 menurut kriteria kesepakatan antar validator. Adapun kriteria reliabilitas yang
digunakan dapat dilihat dari tabel 2
Analisis kepraktisan media pembelajaran Data praktibilitas atau kepraktisan media
pembelajaran berdasarkan keterlaksanaan RPP yang berisi langkah-langkah yang harus
dilakukan guru, diamati oleh dua orang pengamat untuk memberikan penilaian skor yang tepat
pada tiap kali pertemuan dan berdasarkan pada petunjuk penilaian yang ada.Data Praktibilitas
pembelajaran dilihat berdasarkan analisis keterlaksanaan RPP yang berisi langkah-langkah yang
harus dilakukan guru.
Analisis kefektifan pembelajaran Keefektifan pembelajaran diukur dari tes hasil belajar
dengan melakukan pretest dan posttest, untuk mengetahui peningkatan tes hasil belajar kognitif
siswa maka dilakukan uji normalitas terlebih dahulu kemudan efektifitas hasil belajar ditentukan
dengan menggunakan persamaan normalized gain (N-gain) menurut Hake (1998).

Untuk kriteria efektivitas keterampilan berargumentasi siswa dapat dilihat pada Tabel 5. sebagai
berikut:

Sesuai dengan pendapat Nieveen (1999) yang menyebutkan bahwa keefektifan suatu
produk terjadi apabila siswa mengapresiasi program pembelajaran dan yang diinginkan
pembelajaran akan berdampak pada evaluasi pembelajaran. Artinya media tersebut akan efektif
apabila memberikan dampak yang baik pada proses evaluasi pembelajaran. Rusman dkk (2013)
menyebut bahwa penggunaan media berbasis virtual dapat menyediakan respons yang segera
terhadap hasil belajar yang dilakukan oleh siswa.
DAFTAR PUSTAKA

Dwi, Erlia, Pratiwi., Latifah, Sri., Mustari, Mukarramah. 2019. Pengembangan Media
Pembelajaran Fisika Menggunakan Sparkol Videoscribe. Indonesian Journal of
Science and Mathematics Education. 02 (3) : 303-309

Made, Desak, Anggraeni., Bele, Ferdinandus, Sole. 2018. E-Learning Moodle, Media
Pembelajaran Fisika Abad 21. Jurnal Penelitian dan Pengkajian Ilmu Pendidikan: e-
Saintika. 1 (2) : 57-65

Prasetya, Nugroho, Adi., Kurniawan, Yohanes. 2018. Meningkatkan Higher Order Thinking
Skill dan Sikap Terbuka Melalui Media Pembelajaran Android. Journal Of Komodo
Science Education. 1 (1) : 79-94

Pribadi, Benny A. 2009. Model Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta: PT. Dian Rakyat.

Rezekia, Sri., Ishafit. 2017. Pengembangan Media Pembelajaran Interaktif untuk Sekolah
Menengah Atas Kelas XI pada Pokok Bahasan Momentum. JPPPF - Jurnal
Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika. 3 (1) : 29-34

Suparman, Atwi. 2009. Desain Intruksional. Jakarta: Universitas Terbuka.

Syaifullah, Robith, Mahyuddin., Wati, Mustika., Misbah. 2017. Pengembangan Media


Pembelajaran Fisika Berbasis Zoomable Presentation Berbantuan Software Prezi Pada
Pokok Bahasan Listrik Dinamis. Berkala Ilmiah Pendidikan Fisika. 5 (2) : 229-240.

Wira, Epa, Darmawan. Analisis Kebutuhan Pengembangan Media Pembelajaran Sesuai


Dengan Guided Discovery. Prosiding Seminar Nasional. ISBN: 978-602-6258-07-6.

Yanti, Febri., Astalini, Kurniawan, Wawan. 2019. Pengembangan Media Pembelajaran


Fisika Menggunakan Swish Max4 Memahami Konsep Momentum Impuls dan
Tumbukan di SMA. Jurnal Pendidikan Fisika. 4 (1) : 92-100.

Yusuf, Irfan., Wahyu, Sri, Widyaningsih., Purwati, Dewi. 2015. Pengembangan Perangkat
Pembelajaran Fisika Modern Berbasis Media Laboratorium Virtual Berdasarkan
Paradigma Pembelajaran Abad 21 dan Kurikulum 2013. Pancaran, 4 (2) : 189-200

Anda mungkin juga menyukai