Anda di halaman 1dari 4

Jerit

Cerpen Alfin Zahra Firdausi


Petang itu, tak seperti suasana petang pada biasanya. Gelap langit menemani
perjalanan pulang gadis manis berambut panjang itu. Tepat pukul delapan malam, Nadin
sampai dari rumah neneknya. Malam ini, ia terpaksa di rumah sendirian. Ayah dan Ibunya
keluar kota untuk menghadiri hajatan pamannya.
“Gubraaak.” terdengar suara kursi dan meja jatuh karena saling bertabrakan di rumah
kosong itu.
Nadin menoleh ke arah timur. Tentu tidak ada siapa pun di rumah itu. Ini bukan kali
pertama Nadin mendengar suara aneh dari dalam rumah itu. Sudah hampir satu bulan
lamanya ia selalu mendengar suara-suara aneh di waktu yang sama. Dua hari yang lalu, Ia
juga mendengar suara itu hingga terdengar dari ruang tamu rumah Nadin. Ia duduk
berdampingan dengan ibunya. Namun, hanya Nadin lah yang mendengar suara tersebut.
Nadin memilih untuk mengabaikan suara itu seperti biasanya. Walaupun Ia
sebenarnya juga penasaran dengan apa yang terjadi di rumah kosong itu. Ia pun masuk ke
dalam rumahnya dan bergegas mandi.
Keesokan harinya, Ia pun pergi ke sekolah seperti biasanya. Kali ini ia tidak diantar.
Nadin di jemput sahabatnya, Bima.
“Udah sarapan kamu Din?” tanya Bima.
“Belum Bim. Kan mamaku ke luar kota, siapa dong yang masakin. Habis ini langsung
ke kantin dulu yuk sarapan. Laper banget aku” ujar Nadin.
“Ok Nadiiin.”
Sesampainya di SMP Pelita Harapan, mereka langsung bergegas menuju kantin untuk
beli makanan ringan dan susu cokelat. Sembari menunggu pesanan mereka siap, Nadin
menceritakan apa yang Ia alami semalam.
“Bim, aku tadi malem dengar lagi suara aneh dari rumah sebelah! Kurasa ada yang
aneh dari rumah itu?!” ekspresi Nadin menunjukkan rasa tidak nyaman.
“Tapi kamu ngga digangguin kan Din? Kamu ngga papa kan?” Bima pun tampak
khawatir.
“Aku ngga papa. Firasatku sepertinya ada sesuatu di dalamnya.” Nadin sembari
mengernyitkan dahi.
“Tadi aneh, sekarang ada sesuatu. Lama-kelamaan kamu yang makin aneh Din!”
sembari menggelengkan kepala.
“Kok kamu ngatain si Bim!! Awas kamu yaaa!” Nadin kesal dengan respon Bima.
Tiba-tiba ibu kantin berteriak. Tanda pesanan mereka telah siap. “Mbak Nadin, Mbak
Nadin. Pesanannya sudah siap”
Bima meninggalkan Nadin ke kelas terlebih dahulu, membuat Nadin semakin geram.
Menuju perjalan ke kelas, terlintas di benak Nadin untuk mengajak Bima masuk ke rumah itu
untuk melihat langsung apa yang sedang terjadi di sana. Ia tak sabar untuk mengutarakan
idenya ke Bima.
Sesampainya di kelas, Nadin pun langsung mengutarakan isi pikirannya.
“Bim, aku punya ide! Kamu harus ikut dan setuju dengan ideku” ujar Nadin
“Ide apa Din?” sahut Bima.
“Kita harus masuk ke dalam rumah itu.”
“HAA?! Serius kamu? Din, rumah kosong itu berhantu. Ngga usa macam-macam
masuk ke sana!”
Agar tidak terjadi perdebatan yang semakin memanas, Nadin menceritakan ide dan
tujuan masuk ke dalam rumah itu. Tujuan Nadin masuk ke dalam rumah itu hanya untuk
mengecek dan memastikan firasat buruknya salah dan tidak terjadi apa-apa di sana.
Sesampainya di rumah, ternayata Ayah dan Ibunya sudah sampai. Mereka
berbincang-bincang di ruang tamu. Nadin duduk termenung menghadap ke arah timur,
tempat rumah kosong itu berada. Diam-diam sang Ibu memperhatikan kegelisahan putrinya.
Ayah Nadin memberi kesempatan ibunya untuk berbicara dengan anaknya itu.
“Nak, sini deh sama ibu.” dengan tatapan dalam seorang ibu, Nadin menghampiri
ibunya.
“Ada apa bu? “ sahut Nadin
“Kamu gelisah ya Nak? Ada apa, cerita sama Ibu. Siapa tahu Ibu bisa membantu
masalah kamu.”
Nadin senang Ibunya berkata demikian. Dia bisa terbuka dengan semua masalah yang
sedang ia alami. Termasuk kejadian aneh yang sudah Ia alami hampir satu bulan lamanya. Ia
merasa diintai oleh seseorang melalui suara-suara aneh dari rumah kosong. Saat keduanya
asik berbincang, tiba-tiba terdengar suara jeritan bayi dari dalam rumah kosong.
“AAAA...Brukk, bruukk, bruuk” Nadin menoleh ke arah rumah itu. Dilihatnya sosok
bayi berkepala merah menangis tersedu-sedu sembari memukul-mukul jendela rumah.
Nadin pun teriak histeris melihat bayi itu. Si jabang bayi menoleh sembari melotot ke
arahnya. Ibunya pun kebingungan, mengapa Nadin teriak histeris.
“Ibuu, lihat di rumah itu. Ada sosok bayi berkepala merah melotot ke arahku Bu...”
Nadin sangat ketakutan melihat bayi itu.
“Mana Nak, tidak ada apa-apa di sana. Ibu tidak mendengar apa pun. Kamu
kecapekan nak. Tidur dan istirahatlah di kamar.” Ibu memberi nasehat dengan lembut dan
penuh kasih sayang.
Nadin beranjak dari kursi dan berjalan menuju kamarnya. Sebenarnya Ia tidak merasa
ketakutan, justru semakin penasaran. Ia teriak karena kaget melihat bayi menangis berkepala
merah melotot ke arahnya. Ia pun segera menelepon Bima untuk merencanakan kegiatan esok
hari sepulang sekolah. Ya. Masuk ke dalam rumah kosong itu.
“Tolooong. Tolong anakku. Anakku di sana sendirian. Aku tidak bisa menolongnya
sendirian. Bantu aku Nadiiin.” Teriak seorang wanita tak dikenal dalam mimpi Nadin.
“Haaa!!” Nadin berteriak dan mengucurkan banyak air keringat.
“Siapa wanita itu. Mengapa ia muncul di dalam mimpiku da meminta tolong
kepadaku.” gumam Nadin.
Tiba-tiba terdengar suara tangisan bayi yang amat kencang hingga memekakkan
gendang telinga Nadin. Ia melihat jam, dan benar. Sudah tepat pukul delapan malam. Suara
aneh dari rumah itu kembali terdengar dan ini kali pertamanya terdengar suara bayi. Biasanya
hanya terdengar suara benda jatuh atau benda yang sedang diseret. Ia semakin yakin bahwa
mimpinya dan suara tangisan bayi itu ada kaitannya.
“Naak. Nadin. Kamu sudah bangun Nak? Ayo makan malam dulu” teriak Ibu dari
ruang makan. Nadin pun segera turun dari kamar.
“Ibu, rumah kosong di sebelah rumah kita itu awalnya milik siapa ya?” Nadin
bertanya sembari mengunyah makanannya.
“Milik Mbak Naila. Kenapa kamu tiba-tiba bertanya Din?”
“Tidak apa-apa kok Bu, Cuma penasaran saja. Kenapa ya Ibu Mbak Naila pindah?
Apa ada masalah?” Tanya Nadin dengan penuh rasa penasaran.
Ibu menoleh ke arah Ayah. Ayah pun menggelengkan kepala. Ibu menjawab, “Iya
nak. Mbak Naila pindah karena ada alasan pribadi yang Ibu tidak bisa menceritakannya
padamu. Mungkin kalau kamu masih merasa penasaran, esok kalau kamu sudah menjelang
dewasa ya nak.”
Nadin pun tidak dapat berkata apa-apa lagi. Ia segera menyelesaikan makannya dan
bergegas ke kamar untuk menelpon Bima. Ia berencana untuk menyusun rencana sepulang
sekolah untuk masuk ke dalam rumah kosong itu.
Keesokan harinya, Nadin sangat bersemangat untuk bertemu Bima dan segera
mematangkan rencananya. Berbagai kemungkinan bisa terjadi di rumah itu, bisa saja
mungkin ada sosok astral atau bisa saja pembunuh atau penjahat. Sepulang sekolah, keduanya
segera pulang dan menuju ke rumah kosong itu.
“Kriiek, kriik kriik.” bunyi pintu rumah kosong saat dibuka. Mereka berjalan pelan
dan penuh kehatia-hatian agar mereka dapat kembali dengan selamat. Tiba-tiba terdengar
suara tawa anak kecil dari suatu kamar di lantai dua.
“Bim, kamu dengar kan?” tanya Nadin dengan rasa penuh kecemasan.
“Dengar Din. Ayo kita coba naik ke atas!”
“Ayo!” sahut Nadin.
Keduanya melihat bayang-bayang anak kecil menembus pintu ke dalam salah satu
kamar. Dengan perlahan, keduanya membuka kamar itu. Daaan!!!
“AAAAAAKH...!!! BI.. BIMAAA!” Nadin teriak histeris dan langsung memeluk
Bima ketakutan.
Ternyata tergeletak dua jasad yang telah membusuk penuh dengan ulat dan lalat. Satu
wanita berusia 30-an dan satu anak perempuan berada di pelukan wanita itu. Terdapat luka
sayat di tubuh kedua jasad.
“Tenang Nadiin!! Ini sudah di luar tanggung jawab kita, kita harus segera melaporkan
hal ini ke pihak berwajib. Ayo kita keluar dari rumah ini.” Bima segera menggandeng tangan
Nadin yang lemas lunglai untuk segera keluar dari rumah itu.
Bima langsung menelepon polisi untuk segera datang di rumah itu. Keduanya masih
tak percaya bahwa yang baru saja mereka lihat adalah korban pembunuhan.
“Bim, aku kenal dengan wajah wanita itu. Wanita itu pernah muncul di mimpiku
sesaat setelah aku mendengar suara tangisan dari rumah ini. Dia meminta pertolonganku.”
Nadin mulai meneteskan air mata penuh dengan rasa kecemasan dan ketakutan.
“Kamu hebat Nadin. Firasatmu benar. Kita memang harus masuk ke rumah ini agar
semua terungkap. Kamu juga telah menolong wanita itu melalui firasatmu. Tenangkan
hatimu Diin.” jawab Bima sembari mengelus kepala Nadin agar ia dapat menenangkan diri.
Tak lama setelah itu, polisi berdatangan dan segera mengnvestigasi perkara ini. Nadin
dan Bima pun dimintai keterangan sebagai saksi di kantor polisi.
Tiga bulan berlalu semenjak tragedi penemuan jasad di rumah kosong itu. Kasus
pembunuhan telah terungkap dan pembunuh juga sudah ditangkap oleh polisi. Tak disangka,
ternyata jasad wanita korban pembunuhan itu adalah Mbak Naila, penghuni asli rumah
tersebut.
Kasus yang mencemarkan nama baik Mbak Naila juga sudah tuntas. Namanya
kembali bersih setelah dua belas tahun di cap sebagai seorang pelacur. Kini rumah kosong itu
dihancurkan demi kepentingan bersama dan tidak menjadi tempat maksiat anak-anak muda di
sekitar komplek.

Anda mungkin juga menyukai