Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH FILSAFAT PENDIDIKAN

“Landasan Agama, Landasan Filosofis, Landasan Sosiologi,


Landasan Hukum dan Landasan Moral”

Dosen Pengampu:
Laurensia Masri P, S.Pd, M.Pd

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 11

Gebby Gratia Infusa Limbong 4202411018


Sifra Febrika Jaya Sidabutar 4203311075
Khairul Adrian 4203111035
Veronika Apriana Sinaga 4203111128
Renaldy Andreas Sinaga 4203111007

PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan kesempatan bagi kami sehingga kami bisa menyusun atau menyelesaikan
makalah mata kuliah Filsafat Pendidikan yang bertopik tentang “Landasan Agama, Landasan
Filosofis, Landasan Sosiologi, Landasan Hukum dan Landasan Moral”
Penulisan ini kami sajikan secara ringkas dan sederhana sesuai dengan kemampuan
yang kami miliki dan tugas ini disusun dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Filsafat
Pendidikan. Makalah ini disusun dengan harapan dapat menambah pengetahuan dan
wawasan kita semua.
Dalam kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang
telah membantu kami dalam pengerjaan makalah ini terutama kepada Ibu Laurensia Masri P,
S.Pd, M.Pd selaku Dosen Pengampu yang telah membimbing kami.
Kami menyadari bahwa makalah yang kami buat ini masih banyak kekurangan, baik
dalam segi penulisan maupun dalam penempatan kata demi kata. Oleh karena itu, kami
sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna penyempurnaan penulisan
makalah ini. Kami juga berharap tugas ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan khusunya
bagi kami sendiri.

Penyusun
Medan, Desember 2020

Kelompok 11
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................. i

DAFTAR ISI............................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .......................................................................................... 1
C. Tujuan ............................................................................................................ 1

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Landasan ...................................................................................... 2
B. Jenis-jenis Landasan ...................................................................................... 2
1. Landasan Agama ...................................................................................... 2
2. Landasan Filosofi ..................................................................................... 3
3. Landasan Sosiologi .................................................................................. 8
4. Landasan Hukum ..................................................................................... 11
5. Landasan Moral ....................................................................................... 12

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan .................................................................................................... 14
B. Saran .............................................................................................................. 14

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 15


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Pendidikan merupakan salah satu faktor vital dalam kehidupan manusia. Setiap
individu membutuhkan pendidikan agar meraka dapat mempertahankan hidup mereka dan
juga agar mereka dapat diterima di dalam pergaulan. Sebenarnya bukan hanya manusia yang
melakukan proses belajar, hewan pun sebenarnya melakukan proses belajar, hanya saja dalam
prosesnya hewan lebih mengandalkan instinganya.
Pendidikan dibutuhkan untuk mencetak generasi baru yang lebih bermutu. Dengan
harapan dapat memperbaiki kondisi Indonesia saat ini. Pendidikan dilaksanakan dengan
tujuan memanusiakan manusia. Dimana dalam hal itu dimaksudkan untuk membentuk insan
yang dapat mematuhi norma-norma yang ada.
Untuk mewujudkan tujuan dari pendidikan itu, maka diperlukan sebuah landasan
pendidikan yang diharapkan dapat membuat pendidikan berfungsi seperti apa
seharusnya.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian landasan pendidikan?
2. Apa saja jenis-jenis landasan pendidikan?
3. Bagaimana pengaruh agama bagi pendidikan?
4. Bagaimana pengaruh filsafat bagi pendidikan?
5. Bagaimana pengaruh sosiologi bagi pendidikan?
6. Bagaimana pengaruh hokum bagi pendidikan?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa pengertian landasan pendidikan.
2. Untuk mengetahui apa saja jenis-jenis landasan pendidikan.
3. Untuk mengetahui apa saja pengaruh landasan pendidikan.
4. Untuk menyelesaikan tugas mata kuliah filsafat pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Landasan Pendidikan


Pendidikan adalah sesuatu yang universal dan berlangsung terus menerus dari generasi
ke generasi. Upaya memanusiakan mannusia melalui pendidikan diselenggarakan sesuai
dengan pandangan hidup sosial budaya setiap masyarakat. Pemahaman tentang landasan
pendidikan sangat penting untuk digunakan dalam mengambil keputusan dan tindakan yang
tepat dalam pendididkan. Hal ini penting karena hasil pendidikan tidak segera nampak
sehingga setiap keputusan dan tindakan yang dilakukan dalam pendidikan harus diuji
kebenarannya.
Landasan pendidikan pada hakikatnya adalah dasar-dasar, titik pijak yang melandasi
operasionalisasi system pendidikan. Landasan Pendidikan diperlukan dalam dunia pendidikan
khususnya di negara kita Indonesia,agar pendidikan yang sedang berlangsung dinegara kita
ini mempunyai pondasi atau pijakan yang sangat kuat karena pendidikan di setiap negara
tidak sama. Untuk negara kita diperlukan landasan pendidikan berupa landasan
hukum,landasan filsafat,landasan sejarah,landasan sosial budaya,landasan psikologi,dan
landasan ekonomi yang sesuai dengan kondisi tujuan dan cita-cita bangsa.

B. Jenis - Jenis Landasan Pendidikan


Jenis-jenis landasan pendidikan yang berkembang antara lain :
A. Landasan Agama
Agama mengatur seluruh aspek kehidupan pemeluknya sebagai individu, anggota
masyarakat serta lingkungannya. Agama merupakan penghambaan manusia terhadap
Tuhannya. Agama bersifat dogmatis, otoriter serta imperatif sehingga setiap pemeluknya
harus mentaati aturan, nilai serta norma yang ada di dalammnya. Aturan-aturan tersebut
bersifat mengikat dan berfungsi sebagai pedoman bagi pemeluknya untuk mencapai
kebahagian yang diidamkannya. Bila aturan tersebut dilanggar maka dampaknya bukan
hanya pada individual saja tetapi juga lingkungan sekitar.
Agama dalam konsep-konsep di atas bersifat universal dan sederhana. Konsep-konsep
tersebut diharapkan dapat dikenakan kepada semua agama yang dikenal selama ini. Bila
konsep-konsep tersebut dipaksakan sama untuk semua agama, maka konsekuensi yang
diterima adalah adanya pluralisme agama. Padahal tidak semua agama menyepakati
adanya pluralisme. Bila berbicara tentang agama maka tidak akan pernah lepas dari
pendidikan. Agama selalu bersifat pendidikan karena di dalamnya ada transfer ilmu dan
pengetahuan yang bersifat dogmatis. Lain halnya bila berbicara tentang pendidikan maka
tidak selalu berkaitan dengan agama. Namun dalam proses pendidikan maka pendidikan
harus sejalan dengan agama dan saling melengkapi sehingga output yang dihasilkan oleh
pendidikan bersifat menyeluruh/paripurna. Hal ini sesuai dengan Visi Kementrian
Pendidikan Nasional tahun 2025 yaitu menghasilkan insan Indonesia Cerdas dan
Kompetitif (insan-insan paripurna). Yang dimaksud dengan insan Indonesia Cerdas adalah
cerdas komprehensif yaitu cerdas spiritual, cerdas emosional, cerdas sosial, cerdas
intelektual dan cerdas kinestetis.
Pembentukan manusia yang Cerdas dan Kompetitif tidak semata dilakukan hanya
dengan transfer ilmu dan pengetahuan saja tetapi juga penanaman nilai-nilai moral yang
sesuai dengan nilai dan norma yang terdapat di dalam agama. Hal ini dilakukan agar
output pendidikan yang dihasilkan tidak hanya cerdas secara ilmu dan pengetahuan tetapi
juga memiliki akhlak dan moral yang baik. Akhlak dan moral inilah yang menjadi
penyeimbang dan penggerak output pendidikan sehingga tidak lepas control dan tidak
menjadi sombong dengan hasil yang dicapainya. “Science without religion is blind, and
religion without science is lame”. (Albert Einstein)
Negara indonesia memiliki 5 Agama, dimana setiap agama memiliki penganut ajaran
masing-masing. Adapun ke 5 agama tersebut antara lain, Hindu, Buda, Protestan, Katolik
dan Islam. Maka setiap agama memiliki landasan agamis terhadap pendidikan. Karena
landasan agama terhadap pendidikan merupakan landasan yang paling mendasari dari
landasan-landasan pendidikan lainnya.

B. Landasan Filosofis.
Landasan Filosofis merupakan landasan yang berkaitan dengan makna atau hakikat
pendidikan, yang berusaha menelaah masalah-masalah pokok seperti: Apakah pendidikan
itu, mengapa pendidikan itu diperlukan, apa yang seharusnya menjadi tujuannya, dan
sebagainya. Landasan filosofis adalah landasan yang berdasarkan atau bersifat filsafat
(falsafat, falsafah). Kata filsafat (philosophy) bersumber dari bahasaYunani, phileinberarti
mencintai, dan sophos atau sophis berarti hikmah, arif, atau bijaksana. Filsafat menelaah
sesuatu secara radikal, menyeluruh dan konseptual yang menghasilkan konsepsi-kosnsepsi
mengenai kehidupan dan dunia. Konsepsi-konsepsi silosofis tentang kehidupan manusia
dan dunianya pada umumnya bersumber dari dua faktor, yaitu:
1. Religi dan etika yang bertumpu pada keyakinan
2. Ilmu pengetahuan yang mengandalkan penalaran. Filsafat berada dianatara
keduanya: Kawasannya seluas religi, namun lebih dekat dengan ilmu pengetahuan
karena filsafat timbul dari keraguan dan karena mengandalkan akal manusia

Pengguanaan istilah filsafat dapat dalam dua pendekatan yakni:


1. Filsafat dari kelajuan dari berfikir ilmiah, yang dapat dilakukan oleh setiap orang
serta sangat bermanfaat dalam memberi makna kepada ilmu pengetahuan itu.
2. Filsafat sebagai kajian khusus yang formal yang mencangkup logika, epistemology
(tentang benar dan salah), etika (tentang baik dan buruk), estetika (tentang indah dan
jelek), metafisika (tentang hakikat yang ada termasuk akal itu sendiri), serta social
dan politik (filsafat pemerintah)

Tinjauan filosofis tentang sesuatu, termasuk pendidikan, berarti berpikir bebas serta
merentang pikiran sampai sejauh-jauhnya tentang sesuatu itu. Penggunaan istilah filsafat
dapat dalam dua pendekatan, yakni:
1. Filsafat sebagai kelanjutan dari berpikir ilmiah, yang dapat dilakukan oleh setiap
orang serta sangat bermanfaat dalam memberi makna kepada ilmu pengetahuannya
itu.
2. Filsafat sebagai kajian khusus yang formal, yang mencakup logika, epistemology
(tentang benar dan salah), etika (tentang baik dan buruk), estetika (tentang indah dan
jelek), metafisika (tentang hakikat yang “ada”, termasuk akal itu sendiri), serta social
dan politik (filsafat pemerintahan).

Kajian-kajian yang dilakukan oleh berbagai cabang filsafat (logika, epistemology,


etika, dan estetika, metafisika dan lain-lain) akan besar pengaruhnya terhadap pendidikan,
karena prinsip-prinsip dan kebenaran-kebenaran hasil kajian tersebut pada umumnya
diterapkan dalam bidang pendidikan. Peranan filsafat dalam bidang pendidikan tersebut
berkaitan dengan hasil kajian antara lain tentang:
a. Keberadaan dan kedudukan manusia sebagai mahluk didunia ini, seperti yang
disimpulkan sebagai zoon politicon, homo sapiens, animal educandum, dan
sebagainya.
b. Masyarakat dan kebudayaannya.
c. Keterbatasan manusia sebagai mahluk hidup yang banyak menghadapi tantangan
d. Perlunya landasan pemikiran dalam pekerjaan pendidikan, utamanya filsafat
pendidikan (Wayan Ardhana, 1986: Modul1/9)

Berbagai pandangan filosofis tentang manusia dan aliran duniannya yang


dikemukakan oleh berbagai aliran dalam filsafat ternyata sangat bervarasi, bahkan kadang
bertentangan, secara historis terdapat dua aliran yang saling bertentangan yakni idealisme
dan naturalisme (positivisme) dengan segala variasi masing-masing (Abu Hanifah, 1950)
kedua aliran tersebut telah berkembang pula beberapa aliran lain sehingga terdapat aliran-
aliran filsafat materi, filsafat cita, filsafat hidup, filsafat hakikat, filsafat eksistensi dan
filsafat ujud (Beerling 1951:40) Wayan Ardhamna dan kawan-kawan (1986: Modul 1/12-
18) mengemukakan bahwa aliran-aliran filsafat itu bukan hanya mempengaruhi
pendidikan tetapi juga telah melahirkan aliran filsafat pendidikan seperti:
(a) Idealisme
(b) Realisme
(c) Perenialisme
(d) Esensialisme
(e) Pragmatisme dan progresivisme
(f) Eksistensialisme

Waini Rasyidin (dalam Redja Mudyahadjo, et.al,. 1992: 140-150) membedakan


antara aliran filsafat yang besar pengaruhnya terhadap pendidikan adalah idealisme,
realisme (positivisme, materialisme), neothomisme dan pragmatisme sedangkan mazhab
filsafat pendidikan adalah esensialisme, perenialisme, progresivisme, dan
rekonstruksionisme.
Naturalism merupakan aliran filsafat yang menganggap segala kenyataan yang bisa
ditangkap oleh pancaindra sebagai kebenaran yang sebenarnya. Realisme menekankan
pada pengakuan adanya kenyataan hakiki yang objektif di luar manusia. Positivisme
mengemukakan bahwa kalau sesuatu itu memang ada maka adanya itu pastilah dapat
diamati dan atau diukur.
Pragmatisme merupakan aliran filsafat yang mengemukakan bahwa segala sesuatu
harus dinilai dari segi nilai kegunaan praktis dengan kata lain paham ini menyatakan yang
berdasar itu harus benar atau ukuran kebenaran didasarkan ada kemanfaatan dari sesuatu
itu kepada manusia. Salah seorang tokoh pragmatisme mengemukakan bahwa penerapan
konsep pragmatisme secara eksperimental melalui lima tahap yaitu:
1. Situasi tak tentu (indeterminate situation) yakni timbulnya situasi ketegangann
didalam pengalaman yang perlu dijabarkan secara spesifik
2. Diagnosis yakni mempertajam masalah termasuk perkiraan faktor penyebabnya
3. Hipotesis yakni penemuan gagasan yang diperkirakan dapat mengatasi masalah.
4. Pengujian hipotesis yakni pelaksanaan berbagai hipotesis dan membandingkan
hasilnya serta implikasinya masing-masing jika dipraktekkan
5. Evaluasi, yakni mempertimbangkan hasilnya setelah hipotesis terbaik dilaksanakan.

Bagi pragmatisme, pendidikan adalah suatu proses eksperimental dan metode


pengajar yang penting adalah metode pemecahan masalah. Progresivisme menentang
pendidikan tradisional serta mengembangkan teori pendidikan dengan prinsip-prinsip
antara lain:
(a) Anak harus bebas agar dapat berkembang wajar
(b) Menumbuhkan minat melalui pengalaman langsung untuk merangsang belajar.
(c) Guru harus menjadi peneliti dan pembimbing kegiatan belajar.
(d) Harus ada kerjasama sekolah dan rumah
(e) Sekolah progresif harus merupakan suatu laboratorium untuk melakukan
eksperimentasi.

Meskipun seringkali terjadi pertentangan antar agama dan filsafat, namun terdapat
bebera[a tokoh besar yang mengemukakan pandangan filosofis yang berpijak pada filsafat
agama seperti Ibnu Sina atau Avicenna (980-1037), Al-Gazali (1058-1111), dan Ibnu Rush
atau Averroes (1126-1198) dari agama islam, st, Thomas Aquinas (1225-1274) dari agama
katolik yang dapat dianggap puncak skolastik Kristen denga bfilsafat neothomisme Lao-
tse dari Tacis China, Rabidranat tagore di India dan sebagainya. Pendapat aliran ini
termasuk manusia sebagai penciptaan tertinggi.
Selanjutnya perlu dikemukakan secara ringkas empat mazhab filsafat pendidikan
yang besar pengaruhnya dalam pemikiran dan penyelenggaraan pendidikan. Keempat
mazhab filsafat pendidikan itu (Redja Mudyahardjo, et. Al., 1992: 144-150; Wayan
Ardhana, 1986 :14-18) adalah:
1. Esensialisme.
Esensialisme merupakan mazhab filsafat pendidikan yang menerapkan prinsip
idealisme dan realisme secara eklektis. Berdasarkan eklektisisme tersebut tersebut maka
esensialisme tersebut menitikberatkan penerapan prinsip idealisme atau realisme dengan
tidak meleburkan prinsip-prinsipnya. Filsafat idealisme memberikan dasara tinjauan yang
realistic. Matematika yang sangat diutmakan idealisme, juga penting artinya bagi filsafat
realism, karena matematika adalah alat menghitung penjumlahan dari apa-apa yang riil,
materiil dan nyata
Menurut Mazhab ensesialisme, yang termasuk the liberalarts, yaitu:
1. Penguasaan bahasa termasuk rerorika
2. Gramatika
3. Kesusateraan
4. Filsafat
5. Ilmu kealaman
6. Matematika
7. Sejarah
8. Seni keindahan (fine arts)

2. Perenialisme
Ada persama antara perenialisme dan esensialisme, yakni keduanya membela
kurikulum tradisional yang berpusat pada mata pelajaran yang poko-pokok (subject
centered). Perbedaannya ialah perenialisme menekankan keabadian teori kehikamatan,
yaitu:
a. Pengetahuan yang benar (truth)
b. Keindahan (beauty)
c. Kecintaan kepada kebaikan (goodness)

Oleh karena itu dinamakan perenialisme karena kurikulumnya berisi materi yang
konstan atau perennial. Prinsip pendidikan antaralain:
a. Konsep pendidikan itu bersifat abadi, karena hakikat manusia tak pernah berubah.
b. Inti pendidikan haruslah mengembangkan kekhususan mahluk manusia yang unik,
yaitu kemampuan berpikir.
c. Tujuan belajar ialah mengenal kebenaran abadi dan universal.
d. Pendidikan merupakan persiapan bagi kehidupan sebenarnya.
e. Kebenaran abadi itu diajarkan melalui pelajaran-pelajaran dasar (basic subjects).
3. Pragmatisme dan Progresivisme
Pragmatisme adalah aliran filsafat yang memandang segala sesuatu dari nilai
kegunaan praktis, di bidang pendidikan, aliran ini melahirkan progresivisme yang
menentang pendidikan tradisional. Progresivisme yaitu perubahan untuk maju.
Manusia akan mengalami perkembangan apabila berinteraksi dengan lingkungan
sekitarnya berdasarkan pemikiran. Progresivisme atau gerakan pendidikan progresif
mengembangkan teori pendidikan yang mendasarkan diri pada beberapa prinsip, antara
lain sebagai berikut:
a. Anak harus bebas untuk dapat berkembang secara wajar
b. Pengalaman langsung merupakan cara terbaik untuk merangsang minat belajar.
c. Guru harus menjadi seorang peneliti dan pembimbing kegiatan belajar.
d. Sekolah progresif harus merupakan sebuah laboratorium untuk melakukan reformasi
pedagogis dan ekperimentasi.

4. Rekonstruksionisme
Rekonstruksionalisme adalah suatu kelanjutan yang logis dari cara berpikir
progresif dalam pendidikan. Individu tidak hanya belajar tentang pengalaman-
pengalaman-pengalaman kemasyarakatan masa kini disekolah, tapi haruslah memelopori
masyarakat kearah masyarakatbaru yang diinginkan. Dan dalam pengertian lain.
Rekonstruksionisme adalah mazhab filsafat pendidikan yang menempatkan
sekolah/lembaga pendidikan sebagai pelopor perubahan masyarakat.

C. Landasan Sosiologi
Manusia selalu hidup berkrlompok, sesuatu yang juga terdapat pada makhluk hidup
lainnya, yakni hewan. Meskipun demikian, pengelompokan manusia jauh lebih rumit dari
pengelompokan hewan.
Kehidupan manusia dipelajari oleh filsafat, yang berusaha membedakan manusia
sebagai individu dan manusia sebagai anggota masyarakat. Pandangan aliran-aliran
filsafat tentang realitas sosial itu berbeda-beda, sehingga ditemukan bermacam-macam
aliran filsafat sosial.
Sosiologi lahir dalam abad ke-19 di Eropa, karena pergeseran pandangan tentang
masyarakat, sebagai ilmu empiris yang memperoleh pijakan yang kukuh. Nama sosiologi
untuk pertama kali digunakan August Comte (1798-1857) pada tahun 1839, sosiologi
merupakan ilmu pengetahuan positif yang mempelajari masyarakat. Sosiologi mempelajari
berbagai tindakan sosial yang menjelma dalam realitas sosial. Karena banyaknya realitas
sosial maka lahirlah berbagai cabang sosiologi seperti sosiologi kebudayaan, sosiologi
ekonomi, sosiologi agama, sosiologi pengetahuan, sosiologi pendidikan, dan lain-lain.
a. Pengertian tentang Landasan Sosiologi
Kegiatan pendidikan merupakan suatu proses interaksi antara dua individu atau
bahkan dua generasi, yang memungkinkan generasi muda memperkembangkan diri.
Perhatian sosiologi terhadap kegiatan pendidikan semakin intensif. Dengan meningkatkan
sosiologi pada kegiatan pendidikan tersebut, maka lahirlah cabang pendidikan sosiologi.
Sosiologi pendidikan merupakan analisis ilmiah tentang proses sosial dan pola-pola
interaksi sosial pendidikan yang meliputi 4 bidang :
1. Hubungan sistem pendidikan dengan aspek masyarakat.
2. Hubungan kemanusian disekolah
3. Pengaruh sekolah pada prilaku anggotanya.
4. Sekolah dalam komunitas, mempelajari interaksi sekolah dengan kelompok sosial
lain dalam satu komunitas.

Kajian sosiologi tentang pendidikan pada prinsipnya mencakup semua jalur


pendidikan, baik pendidikan sekolah maupun pendidikan luar sekolah. Proses sosialisasi
pertama kali dimulai dari lingkungan keluarga karena keluarga merupakan lembaga sosial
pertama bagi setiap manusia. Dalam UU RI No. 2 Tahun 1989 Pasal 10 Ayat 4 dinyatakan
bahwa “Pendidikan keluarga merupakan bagian dari jalur pendidikan luar sekolah yang
diselenggarakan dalam keluarga, dan yang memberikan keyakinan agama, nilai budaya,
nilai moral, dan nilai keterampilan.. Meskipun pendidikan formal telah mengambil
sebagian tugas keluarga dalam mendidik anak tetapi pengaruh keluarga tetap penting.
Selanjutnya disamping sekolah dan keluarga, proses pendidikan juga dipengaruhi oleh
berbagai kelompok sosial dalam masyarakat, seperti kelompok keagamaan, organisasi
pemuda, pramuka, dll. Terdapat satu kelompok yang disebut kelompok sebaya yang juga
merupakan agen sosial yang mempunyai pengaruh kuat searah dengan bertambahnya usia
anak. Sebagai lembaga sosial , kelompok sebaya tidak mempunyai struktur yang jelas dan
tidak mempunyai tujuan yang bersifat permanen. Tapi kelompok sebaya dapat
menciptakan solidaritas yang sangat kuat diantara anggota kelompoknya. Terdapat
beberapa hal yang disumbangkan oleh kelompok sebaya dalam proses sosialisasi anak,
antara lain bahwa kelompok sebaya memberi model, memberikan identitas, serta
memberikan dukungan juga dapat memberikan jalan pada anak untuk lebih independen
dan menumbuhkan sikap kerjasama dan membuka horison anak lebih luas.

b. Masyarakat Indonesia sebagai Landasan Sosiologis Sistem Pendidikan Nasional


(Sisdiknas).
Masyarakat mencakup sekelompok orang yang berinteraksi antar sesamanya, saling
tergantung dan terikat oleh nilai dan norma yang dipatuhi bersama, serta pada umumnya
bertempat tinggal disuatu wilayah tertentu, dan adakalanya mereka memiliki hubungan
darah atau memiliki kepentingan bersama. Masyarakat sebagai kesatuan hidup memiliki
ciri utama antara lain :
1. Adanya interaksi antar warga-warganya.
2. Pola tingkah laku warganya diatur oleh adat istiadat, norma-norma, hukum, dan
aturan-aturan yang khas.
3. Ada rasa identitas kuat yang mengikat pada warganya.

Dari dulu higga kini, ciri yang menonjol dari masyaraakat Indonesia adalah
masyarakat majemuk yang tersebar diribuan pulau di nusantara. Melalui penjalanan yang
panjang, masyarakat yang bhineka tersebut akhirnya mencpai satu kesatuan politik untuk
mendirikan suatu negara serta berusaha mewujudkan satu masyarakat Indonesia sebagai
masyarakat yang bhineka tunggal ika. Sampai saat ini, masyarakat Indonesia masih
ditandai oleh dua ciri yang unik , yakni :
1. Secara horizontal ditandai oleh adanya kesatuan-kesatuan sosial.
2. Secara vertikal ditandai oleh adanya perbedaan pola kehidupan antara lapisan atas,
menengah, dan lapisan rendah.

Masyarakat Indonesia setelah kemerdekaan, utamanya pada zaman pemerintahan


orde baru, telah mengalami banyak perubahan. Sebagian masyarakat majemuk, maka
komunitas dengan ciri-ciri unik baik secara horizontal maupun vertikal masih ditemukan
demikian pula halnya dengan sifat-sifat dasar dari zaman penjajahan yang belum
terhapuskan seluruhnya. Berbagai upaya dilakukan, baik melalui kegiatan jalur sekolah
(misal dengan mata pelajaran Pancasila) , maupun jalur pendidikan luar sekolah
(penataran P4, pemasyarakatan P4 nonpenataran) telah mulai menumbuhkan benih-benih
kesatuan yang semakin kukuh. Bebagai upaya tersebut dilaksanakan dengan tidak
mengabaikn kenyataan tentang kemajemukan masyarakat Indonesia.
D. Landasan Hukum
Landasan hukum pendidikan adalah peraturan yang dijadikan tolak ukur dalam
melaksanakan kegiatan pendidikan. Tetapi, tidak semua kegiatan pendidikan dilandasi
oleh aturan-aturan ini, seperti cara mengajar dan membuat persiapan mengajar, sebagian
besar dikembangkan sendiri oleh pendidik.
1. Menurut Undang-Undang Dasar 1945
Pasal-pasal yang berhubungan dengan pendidikan dalam Undang Undang Dasar 1945
hanya2 pasal, yaitu pasal 31 dan 32. Pasal 31 mengatur tentang pendidikan kewajiban
pemerintah membiayai wajib belajar 9 tahun di SD dan SMP, anggaran pendidikan
minimal 20% dari APBN dan APBD, dan sistem pendidikan nasional. Sedangkan pasal
32 mengatur tentang kebudayaan.

2. Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional


Undang undang ini selain memuat pembaharuan visi dan misi pendidikan nasional,
juga terdiri dari 77 Pasal yang mengatur tentang ketentuan umum(istilah-istilah terkait
dalam dunia pendidikan), dasar, fungsi dan tujuan pendidikan nasional, prinsip
penyelenggaraan pendidikan, hak dan kewajiban warga negara, orang tua dan
masyarakat, peserta didik, jalur jenjang dan jenis pendidikan, bahasa pengantar, estándar
nasional pendidikan, kurikulum, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana
pendidikan, pendanaan pendidikan, pengelolaan pendidikan, peran serta masyarakat
dalam pendidikan, evaluasi akreditasi dan sertifikasi, pendirian satuan pendidikan,
penyelenggaraan pendidikan oleh lembaga negara lain, pengawasan, ketentuan pidana,
ketentuan peralihan dan ketentuan penutup.

3. Undang Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen


Undang undang ini memuat 84 Pasal yang mengatur tentang ketentuan umum(istilah-
istilah dalam undang-undang ini), kedudukan fungsi dan tujuan , prinsip profesionalitas,
seluruh peraturan tentang guru dan dosen dari kualifikasi akademik, hak dan kewajiban
sampai organisasi profesi dan kode etik, sangsi bagi guru dan dosen yang tidak
menjalankan kewajiban sebagaimana mestinya, ketentuan peralihan dan ketentuan
penutup.
E. Landasan Moral
TIGA fungsi utama pendidikan adalah menumbuhkan kreativitas, mengembangkan
nilai-nilai insaniah dan ilahiah, serta meningkatkan kemampuan kerja produktif dari para
peserta didik (Noeng Muhadjir: 2003). Pendidikan tidak sekadar mengembangkan
kemampuan otak untuk berpikir, tetapi juga kecerdasan spiritual dan emosional. Hal ini
sejalan dengan pemahaman bahwa proses pendidikan memberi perhatian tidak hanya
nilai-nilai akademik, tetapi juga nilai-nilai sosial dan religious. Dengan demikian,
pendidikan moral tentu saja harus menjadi bagian yang tak terpisahkan dari proses
pendidikan, di mana pun dan dalam tingkat apa pun.
Nilai-nilai moralitas merupakan Conditio Sine Qua Non dari subjek pendidikan
dalam bidang apa pun, baik sains dan teknologi maupun sosial humaniora. Kepentingan
dari pendidikan moral tidak lain karena makna esensialnya bagi kehidupan. Ia pada
dasarnya adalah pendidikan etika agar peserta didik mampu mengikuti prinsip-prinsip
yang baik dalam kehidupan. Konten dari pendidikan ini berupa prinsip-prinsip utama
yang dibutuhkan untuk mendukung kelanggengan kehidupan, seperti kejujuran,
kebenaran, simpati terhadap kebaikan, dan lain sebagainya. Peserta didik memerlukan
ajaran-ajaran kebaikan itu karena dalam menjalani kehidupan, prinsip-prinsip moralitas
menjadi alat untuk menjalani kehidupan ini dengan benar sehingga kita semuanya dapat
menjadi warga masyarakat yang berperan aktif dalam mendorong kelangsungan
kehidupan itu sendiri.
Visi pendidikan moral itu sejatinya adalah proses pembelajaran yang dengannya
peserta didik mampu memahami diri mereka sendiri, dan dunia yang ada di sekitarnya.
Moralitas adalah pengetahuan tentang bagaimana berperilaku dalam kehidupan ini, baik
dalam konteks lokus maupun tempus tertentu. Jika seseorang hidup tanpa nilai-nilai
moralitas, hakikatnya dia akan lenyap dalam kehidupan ini, terlepas dari semua bentuk
tatanan dan model kebaikan dan keburukan.Sebagai salah satu agen perubahan, sekolah
tentu saja memiliki peran yang sangat esensial bagi pembangunan nilai moralitas.
Melalui sistem kurikulum dan metode pembelajaran yang baik, pendidikan moral yang
dilaksanakan dalam lembaga pendidikan dapat menjadi pintu yang sangat kukuh bagi
peserta didik mengembangkan kemampuan kecerdasan moralitasnya. Saat masyarakat
disesaki dengan berbagai macam bentuk kejahatan, kekerasan, terorisme, hoaks dan
ujaran kebencian, pendidikan moral akan mampu menolong peserta didik menghadapi
berbagai bentuk kesulitan tanpa harus melepaskan diri dari nilai-nilai kebaikan dan
kebajikan. Kasih sayang tanpa pamrih, kerja keras, kejujuran, memaafkan kesalahan
orang, dan sifat-sifat kebaikan lainnya yang menancap dalam relung hati peserta didik
akan dengan sendirinya menjadi faktor pengubah bagi dunia ini menjadi tempat yang
nyaman untuk menopang kehidupan masyarakat.
Bab II Pasal 3 dari UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
secara jelas menyebutkan bahwa pendidikan bertujuan mengembangkan potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis, serta bertanggung jawab.
Sementara itu, Pasal 1 UU tersebut menyatakan bahwa di antara tujuan pendidikan
nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik untuk memiliki kecerdasan,
kepribadian, dan akhlak mulia. Dapat kita pahami karenanya bahwa garis besar dari
tujuan pendidikan nasional selain mencerdaskan, juga menciptakan karakter peserta didik
yang beriman, mandiri, dan berakhlak mulia. Pendidikan moral dengan demikian sangat
signifikan bagi arah dan cita pembangunan manusia Indonesia yang seutuhnya.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Landasan Pendidikan diperlukan dalam dunia pendidikan khususnya di negara kita
Indonesia,agar pendidikan yang sedang berlangsung dinegara kita ini mempunyai pondasi
atau pijakan yang sangat kuat karena pendidikan di setiap negara tidak sama. Pendidikan
adalah sesuatu yang universal dan berlangsung terus tak terputus dari8 generasi ke generasi
dimanaopin di dunia ini. Dengan kata lain, pendidikan diselenggarakan berlandaskan filsafat
hidup serta berlandaskan sosiokultural setiap masyarakat, termasuk di Indonesia. Adapun
landasan-landasan pendidikan yang dapat kami jelaskan dalam tugas ini yaitu: landasan
agama, pendidikan tidak semata-mata hanya berorientasi cita-cita pada intelektual saja.
Namun tidakmelupakan nilai-nilai ketuhanan, individual, dan social. Artinya, penerus
pendidikan di samping akan menuntut dan memancing potensi intlektual seseorang, juga
menghidupkan dan mempertahankan unsur manusiawi dengan dirinya dengan landasan iman
dan takwa, yang kedua adalah landasan filosofis yang merupakan landasan yang berkaitan
dengan makna atau hakikat pendidikan, yang berusaha menelaah masalah-masalah pokok.
Yang ketiga ada landasan sosiologis yang merupakan suatu landasan dimana terjadi proses
interaksi antara dua individu atau bahkan dua generasi, yang memungkinkan generasi muda
memperkembangkan diri. Dan yang terakhir adalah landasan hukum yang merupakan
landasan yang dijadikan tolak ukur dalam melaksanakan kegiatan pendidikan.

B. Saran
Dalam pembuatan makalah ini, kami menyadari bahwa masih banyak mengalami
kekurangan dan kekeliruan baik dalam penyusunan maupun dalam penyajian materi yang
kami sampiakan. Sehubungan dari itu semua kami mengharapkan kritik dan saran demi
perbaikan makalah ini dan kami ucapkan terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA

https://www.google.com/search?q=landasan+agama+pendidikan&oq=landasan+agama+pen
didikan&aqs=chrome..69i57j0i22i30l7.5554j0j7&sourceid=chrome&ie=UTF-8
http://landasanpendidikandasar.blogspot.com/2013/04/landasan-landasan-dasar.html
http://shohib-everything.blogspot.com/2015/01/landasan-agamis-terhadap-pendidikan.html

Anda mungkin juga menyukai