Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Komunikasi adalah elemen dasar dari interaksi manusia yang memungkinkan
seseorang untuk menetapkan, mempertahankan dan meningkatkan kontrak dengan orang
lain karena komunikasi dilakukan oleh seseorang, setiap hari orang seringkali salah berpikir
bawa komunikasi adalah sesuatu yang mudah. Namun sebenarnya adalah proses yang
kompleks yang melibatkan tingkah laku dan hubungan serta memungkinkan individu
berasosiasi dengan orang lain dan dengan lingkungan sekitarnya. Hal itu merupakan
peristiwa yang terus berlangsung secara dinamis yang maknanya dipacu dan ditransmisikan.
Untuk memperbaiki interpretasi pasien terhadap pesan, perawat harus tidak terburu-buru dan
mengurangi kebisingan dan distraksi. Kalimat yang jelas dan mudah dimengerti dipakai
untuk menyampaikan pesan karena arti suatu kata sering kali telah lupa atau ada kesulitan
dalam mengorganisasi dan mengekspresikan pikiran. Instruksi yang berurutan dan sederhana
dapat dipakai untuk mengingatkan pasien dan sering sangat membantu. (Bruner & Suddart,
2001: 188).
Mengingat usia individu tidak dapat dielakkan terus bertambah dan berlangsung
konstan dari lahir sampai mati, sedangkan penuaan dalam masyarakat tidak seperti itu,
proporsi populasi lansia relatif meningat di banding populasi usia muda. Pertumbuhan
jumlah penduduk lanjut usia (lansia) di Indonesia tercatat sebagai paling pesat di dunia.
Jumlah lansia yang kini sekitar 16 juta orang, akan menjadi 25,5 juta pada tahun 2020, atau
sebesar 11,37 persen dari jumlah penduduk. Itu berarti jumlah lansia di Indonesia akan
berada di peringkat empat dunia, di bawah Cina, India, dan Amerika Serikat. Terdapat
banyak bukti bahwa kesehatan yang optimal pada pasien lanjut usia tidak hanya bergantung
pada kebutuhan biomedis akan tetapi juga tergantung dari perhatian terhadap keadaan sosial,
ekonomi, kultural dan psikologis pasien tersebut. Walaupun pelayanan kesehatan secara
medis pada pasien lanjut usia telah cukup baik tetapi mereka tetap memerlukan komunikasi
yang baik serta empati sebagai bagian penting dalam penanganan persoalan kesehatan
mereka. Komunikasi yang baik ini akan sangat membantu dalam keterbatasan kapasitas
fungsional, sosial, ekonomi, perilaku emosi yang labil pada pasien lanjut usia (William et
al., 2007).
Seseorang yang mengalami kepikunan, mungkin mengalami kesulitan untuk
mengerti apa yang dikatakan orang lain atau untuk mengatakan apa yang pasien pikirkan
dan inginkan. Hal ini sangat mengecewakan dan membingungkan pasien dan pemberi
asuhan. oleh karena itu, perawat perlu menciptakan komunikasi yang mudah. (Wahjudi
Nugroho, 2008)

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa itu komunikasi terapeutik pada lansia?
2. Bagaimana keterampilan komunikasi pada lansia?
3. Apa karakteristik komunikasi terapeutik pada lansia?
4. Bagaimana pendekatan perawatan lansia dalam konteks komunikasi?
5. Bagaimana teknik komunikasi pada lansia?
6. Bagaimana teknik komunikasi lansia pada reaksi penolakan?
7. Apa saja hal-hal yang perlu diperhatikan saat berinteraksi pada lansia?
8. Apa saja hambaatan komunikasi terapeutik pada lansia?

1.3 Tujuan
1. Mengidentifikasi komunikasi terapeutik pada lansia?
2. Mengidentifikasi keterampilan komunikasi pada lansia?
3. Mengidentifikasi karakteristik komunikasi terapeutik pada lansia?
4. Mengidentifikasi pendekatan perawatan lansia dalam konteks komunikasi?
5. Mengidentifikasi teknik komunikasi pada lansia?
6. Mengidentifikasi teknik komunikasi lansia pada reaksi penolakan?
7. Mengidentifikasi hal-hal yang perlu diperhatikan saat berinteraksi pada lansia?
8. Mengidentifikasi hambaatan komunikasi terapeutik pada lansia?

1.4 Manfaat
Untuk memperdalam wawasan serta pengetahuan kita tentang apa itu Komunikasi
terapeutik pada lansia. Sehingga mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan setelah
proses pembelajaran dan kelengkapan materi mampu menjawab dengan tepat.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Konsep Komunikasi Terapeutik pada Lansia


A. Komunikasi Terapeutik pada lansia
Menurut Wahjudi Nugroho (2008) Komunikasi dengan lansia adalah proses
penyampaian pesan atau gagasan dari petugas atau perawat kepada lanjut usia dan
diperoleh tanggapan dari lanjut usia sehingga diperoleh kesepakatan tentang isi pesan
komunikasi.
Komunikasi yang baik pesannya singkat, jelas, lengkap dan sederhana. Sarana
komunikasi meliputi panca indra manusia (mata, mulut, tangandan jari) dan buatan
manusia (TV, Radio, surat kabar). Sikap penyampaian pesan harus dalam jarak dekat,
suara jelas, tidak terlalu cepat, menggunakan kalimat pendek, wajah berseri-seri, sambil
menatap lansia, sabar, telaten, tidak terburu-buru, dada sedikit membungkuk dan jempol
tangan bersikap mempersilahkan. Hal-hal yang perlu diperhatikan agar komunikasi
berjalan lancar adalah menguasai bahan atau pesan yang akan disampaikan, menguasai
bahasa setempat, tidak terburu-buru, memiliki keyakinan, bersuara lembut, percaya diri,
ramah, dan sopan. Lingkungan yang mendukung komunikasi adalah suasana terbuka,
akrab, santai, menjaga tetap ramah, posisi menghormati, dan memahai keadaan lanjut
usia. (Wahjudi Nugroho, 2008).
B. Keterampilan Komunikasi Terapeutik Pada Lansia
Menurut Lilik Ma’arifatul Azizah (2011) Keterampilan komunikasi terapeutik pada
lanjut usia dapat meliputi :
1. Perawat membuka wawancara dengan memerkenalkan diri dan menjelaskan
tujuan dan lama wawancara.
2. Berikan waktu yang cukup kepada pasien untuk menjawab berkaitan dengan
pemunduran kemampuan untuk merespon verbal.
3. Gunakan kata-kata yang tidak asing bagi klien sesuai dengan latar belakang
sosikulturalnya.
4. Gunakan pertanyaan yang pendek dan jelas karena pasien lansia kesulitan
dalam berfikir abstrak.
5. Perawat dapat memperlihatkan dukungan dan perhatian dengan memberikan
respon nonverbal seperti kontak mata secara langsung, duduk dan menyentuh
pasien.
6. Perawat harus cermat dalam mengidentifikasi tanda-tanda kepribadian pasien
dan distres yang ada.
7. Perawat tidak boleh berasumsi bahwa pasien memahami tujuan dari
komunikasi dan tindakan.
8. Perawat harus memperhatikan respon pasien dengan mendengarkan dengan
cermat dan tetap mengobservasi.
9. Tempat mewawancarai diharuskan tidak pada tempat yang baru dan asing
bagi pasien.
10. Lingkungan harus dibuat nyaman, kursi harus dibuat senyaman mungkin.
11. Lingkungan harus dimodifikasi sesuai dengan kondisi lansia yang sensitive,
suara berfrekuensi tinggi atau perubahan kemampuan penglihatan.
12. Perawat harus mengkonsultasi hasil wawancara kepada keluarga pasien.
13. Memperhatikan kondisi fisik pasien pada waktu wawancara.
Respon perilaku juga harus diperhatikan, karena perilaku merupakan dasar yang
paling penting dalam perencanaan keperawatan pada lansia. Perubahan perilaku
merupakan gejala pertama dalam beberapa gangguan fisik dan mental. Jika mungkin,
pengkajian harus dilengkapi dengan kondisi lingkungan rumah, ini menjadi modal pada
faktor lingkungan yang dapat mengurangi kecemasan pada lansia. Pengkajian tingkah
laku termasuk mendefinisikan tingkah laku, frekuensinya, durasi dan factor presipitasi.
Ketika terjadi perubahan perilaku ini sangat penting untuk dianalisis.
C. Karakteristik komunikasi terapeutik pada lansia
Ada 3 hal mendasar yang memberi ciri-ciri komunikasi terapeutik yaiu sebagi berikut
(Arwani, 2003 : 54)
1. Ikhlas (genuiness)
Semua perasaan negatif yang dimiliki oleh pasien harus bisa diterima dan
pendekatan individu dengan verbal maupun non verbal akan memberikan
bantuan kepada pasien untuk mengkonsumsikan kondisi secara tepat
2. Empati (Emphaty)
Merupakan sikap jujur dalam menerima kondisi klien. Objektif dalam
memberikan penilaian terhadap kondisi pasien dan tidak berlebihan
3. Hangat (warmth)
Kehangatan dan sikap permisif yang diberikan diharapkan pasien dapat
memberikan dan mewujudkan ide-idenya tanpa rasa takut, sehingga pasien
bisa mengekspresikan persaannya lebih mendalam.
D. Pendekatan Perawatan Lansia Dalam Konteks Komunikasi
Menurut Lilik Ma’rifatul Azizah (2011) pendekatan perawatan lanjut usia antara lain:
a. Pendekatan fisik
Mencari informasi tentang kesehatan obyektif, kebutuhan, kejadian, yang
dialami, peruban fisik organ tubuh, tingkat kesehatan yang masih bisa di
capai dan dikembangkan serta penyakit yang dapat dicegah progresifitasnya.
Pendekatan ini relative lebih mudah di laksanakan dan di carikan solusinya
karena riil dan mudah di observasi.
b. Pendekatan psikologis
Karena pendekatan ini sifatnya absrak dan mengarah pada perubahan
prilaku, maka umumnya membutuhkan waktu yang lebih lama. Untuk
melaksanakan pendekatan ini perawat berperan sebagai konselor, advokat,
supporter, interpreter terhadap sesuatu yang asing atau sebagai penampung
masalah-masalah yang pribadi dan sebagai sahabat yang akrab bagi klien.
c. Pendekatan social
Pendekatan ini di lakukan untuk meningkatkan keterampilan berinteraksi
dalam lingkungan. Mengadakan diskusi, tukar pikiran, bercerita, bermain,
atau mengadakan kegiatan-kegiatan kelompok merupakan implementasi dari
pendekatan ini agar klien dapat berinteraksi dengan sesama klien maupun
dengan petugas kesehatan.
d. Pendekatan spiritual
Perawat harus bisa membeikan kepuasan batin dalam hubunganya dengan
Tuhan atau agama yang dianutnya terutama ketika klien dalam keadaan sakit.
E. Teknik Komunikasi Pada Lansia
Untuk dapat melaksanakan komunikasi yang efektif kepada lansia, selain
pemahaman yang memadai tentang karakteristik lansia, petugas kesehatan atau perawat
juga harus mempunyai teknik-teknik khusus agar komunikasi yang di lakukan dapat
berlangsung secara lancar dan sesuai dengan tujuan yang diinginkan.
Beberapa teknik komunikasi yang dapat di terapkan antara lain:
a. Teknik asertif
Asertif adalah sikap yang dapat menerima, memahami pasangan bicara
dengan menunjukan sikap peduli, sabar untuk mendengarkan dan
memperhatikan ketika pasangan bicara agar maksud komunikasi atau
pembicaraan dapat di mengerti. Asertif merupakan pelaksanaan dan etika
berkomunikasi. Sikap ini akan sangat membantu petugas kesehatan untuk
menjaga hubungan yang terapeutik dengan klien lansia.
b. Responsif
Reaksi petugas kesehatan terhadap fenomena yang terjadi pada klien
merupakana bentuk perhatian petugas kepada klien. Ketika perawat
mengetahui adanya perubahan sikap atau kebiasaan klien sekecil apapun
hendaknya menanyakan atau klarifikasi tentang perubahan tersebut misalnya
dengan mengajukan pertanyaan ‘apa yang sedang bapak/ibu fikirkan saat ini,
‘apa yang bisa bantu…? berespon berarti bersikap aktif tidak menunggu
permintaan bantuan dari klien. Sikap aktif dari petugas kesehatan ini akan
menciptakan perasaan tenang bagi klien.
c. Fokus
Sikap ini merupakan upaya perawat untuk tetap konsisten terhadap materi
komunikasi yang di inginkan. Ketika klien mengungkapkan pertanyaan-
pertanyaan di luar materi yang di inginkan, maka perawat hendaknya
mengarahkan maksud pembicaraan. Upaya ini perlu di perhatikan karena
umumnya klien lansia senang menceritakan hal-hal yang mungkin tidak
relevan untuk kepentingan petugas kesehatan.
d. Supportif
Perubahan yang terjadi pada lansia, baik pada aspek fisik maupun psikis
secara bertahap menyebabkan emosi klien relative menjadi labil perubahan
ini perlu di sikapi dengan menjaga kesetabilan emosi klien lansia, misalnya
dengan mengiyakan, senyum dan mengagukan kepala ketika lansia
mengungkapkan perasaannya sebagai sikap hormat menghargai selama lansia
berbicara. Sikap ini dapat menumbuhkan kepercayaan diri klien lansia
sehingga lansia tidak menjadi beban bagi keluarganya. Dengan demikaian di
harapkan klien termotivasi untuk menjadi dan berkarya sesuai dengan
kemampuannya. Selama memberi dukungan baik secara materiil maupun
moril, petugas kesehatan jangan terkesan menggurui atau mangajari klien
karena ini dapat merendahan kepercayaan klien kepada perawat atau petugas
kesehatan lainnya. Ungkapan-ungkapan yang bisa memberi motivasi,
meningkatkan kepercayaan diri klien tanpa terkesan menggurui atau
mengajari misalnya: ‘saya yakin bapak/ibu lebih berpengalaman dari saya,
untuk itu bapak/ibu dapat melaksanakanya dan bila diperlukan kami dapat
membantu’.
e. Klarifikasi
Dengan berbagai perubahan yang terjadi pada lansia, sering proses
komunikasi tidak berlangsung dengan lancar. Klarifikasi dengan cara
mengajukan pertanyaan ulang dan memberi penjelasan lebih dari satu kali
perlu di lakukan oleh perawat agar maksud pembicaraan kita dapat di terima
dan di persepsikan sama oleh klien ‘bapak/ibu bisa menerima apa yang saya
sampaikan tadi? bisa minta tolong bapak/ibu untuk menjelaskan kembali apa
yang saya sampaikan tadi?.
f. Sabar dan Ikhlas
Seperti diketahui sebelumnya klien lansia umumnya mengalami perubahan-
perubahan yang terkadang merepotkan dan kekanak-kanakan perubahan ini
bila tidak di sikapai dengan sabar dan ikhlas dapat menimbulkan perasaan
jengkel bagi perawat sehingga komunikasi yang di lakukan tidak terapeutik,
namun dapat berakibat komunikasi berlangsung emosional dan menimbulkan
kerusakan hubungan antara klien dengan petugas kesehatan.
F. Teknik Komunikasi Lansia Pada Reaksi Penolakan
Menurut Wahjudi Nugroho (2008), Penolakan adalah ungkapan ketidakmampuan
seseorang untuk mengakui secara sadar terhadap pikiran, keinginan, perasaan atau
kebutuhan pada kejadiaan-kejadian nyata atau sesuatu yang merupakan ancaman.
Penolakan merupakan reaksi ketidaksiapan lansia menerima perubahan yang terjadi
pada dirinya. Perawat dalam menjamin komunikasi perlu memahami kondisi ini
sehingga dapat menjalin komunikasi yang efektif, tidak menyinggung perasaan lansia
yang relatif sensitif.
Ada beberapa langkah yang bisa di laksanakan untuk menghadapi klien lansia
dengan reaksi penolakan, antara lain :
1. Kenali segera reaksi penolakan klien
2. Membiarkan klien lansia bertingkah laku dalam tenggang waktu tertentu. Hal
ini merupakan mekanisme penyesuaian diri sejauh tidak membahayakan
klien, orang lain serta lingkunganya.
3. Orientasikan klien lansia pada pelaksanan perawatan diri sendiri
4. Langkah tersebut bertujuan untuk mempermudah proses penerimaan klien
terhadap perawatan yang akan di lakukan serta upaya untuk memandirikan
klien.
5. Libatkan keluarga atau pihak keluarga terdekat dengan tepat
6. Langkah ini bertujuan untuk membantu perawat atau petugas kesehatan
memperoleh sumber informasi atau data klien dan mengefektifkan rencana /
tindakan dapat terealisasi dengan baik dan tepat.
G. Hal-hal yang perlu diperhatikan saat berinteraksi pada lansia
a. Menunjukkan rasa hormat, seperti “bapak” “ibu” kecuali apabila sebelumnya
pasien telah meminta anda untuk memanggil panggilan kesukaannya.
b. Hindari menggunakan istilah yang merendahkan pasien
c. Pertahankan kontak mata dengan pasien
d. Pertahankan langkah yang tidak tergesa-gesa dan mendengarkan adalah kunci
komunikasi efektif
e. Beri kesempatan pasien untuk menyampaikan perasaannya
f. Berbicara dengan pelan, jelas, tidak harus berteriak, menggunakan bahasa dan
kalimat yang sederhana.
g. Menggunakan bahasa yang mudah dimengerti pasien
h. Hindari kata-kata medis yang tidak dimengerti pasien
i. Menyederhanakan atau menuliskan instruksi
j. Mengenal dahulu kultur dan latar belakang budaya pasien
k. Mengurangi kebisingan saat berinteraksi, beri kenyamanan, dan beri
penerangan yang cukup saat berinteraksi.
l. Gunakan sentuhan lembut dengan sentuhan ringan di tangan. Lengan, atau
bahu.
m. Jangan mengabaikan pasien saat berinteraksi.
H. Hambatan Komunikasi Terapeutik pada Lansia
1. Pasien dengan Defisit Sensorik
Beberapa pasien menunjukkan defisit pendengaran dan penglihatan yang
terkait dengan usia, keduanya memerlukan adaptasi dalam berkomunikasi.
Penelitian mengindikasikan bahwa 16% - 24% individu berusia lebih dari 65
tahun mengalami pengurangan pendengaran yang mempengaruhi komunikasi
(Crews & Campbell, 2004 ; Mitchell, 2006). Bagi mereka yang berusia diatas
80 tahun, jumlah gangguan sensorik meningkat menjadi lebih dari 60% (Chia
et al., 2006). Aging/penuaan mengakibatkan penurunan fungsi pendengaran
yang dikenal sebagai presbyacussis, yang terutama berkenaan dengan suara
berfrekuensi tinggi. Suara berfrekuensi tinggi adalah suara konsonan yang
berdampak pada pemahaman pasien diawal dan akhir kata. Sebagai contoh,
jika anda berkata “Take the pill in the morning (Minumlah pil dipagi hari)”,
pasien akan mendengar vokal dalam kata tetapi pasien dapat berpikir anda
berkata “Rake the hill in the morning (Dakilah bukit dipagi hari)” (Fook &
Morgan, 2000 ; Ross et al., 2007). Gangguan visual yang berhubungan
dengan usia meliputi reduksi diameter pupil; lensa mata menguning, yang
mempersulit untuk membedakan warna dengan panjang gelombang pendek
seperti lavender, biru, dan hijau; dan menurunkan elastisitas ciliary muscles,
yang mengakibatkan penurunan akomodasi ketika bahan cetakan dipegang
diberbagai jarak. Kebanyakan pasien lanjut usia mengalami penyakit mata
yang menurunkan ketajaman penglihatan (mis. katarak, degenerasi macular,
glaucoma, komplikasi ocular pada diabetes). Lebih dari 15% orang tua
berusia lebih dari 70 tahun melaporkan penglihatannya yang buruk, dan 22%
lagi melaporkan penglihatannya hanya cukup untuk jarak tertentu (Crews &
Campbell, 2004). Bagi mereka yang berusia diatas 80 tahun, 30% melaporkan
penglihatannya yang terganggu (Chia et al., 2006).
2. Pasien dengan Demensi
Amerika Serikat pada tahun 2008 diprediksi memiliki lebih kurang 5,2
juta penduduk berusia lanjut yang diantaranya menderita beberapa bentuk
demensia, dan jumlahnya diprediksi akan meningkat dua kali lipat pada 30
tahun yang akan datang (Hingle & Sherry, 2009). Sebagai akibatnya, dokter
dapat berharap untuk menemui lebih banyak pasien demensia dan pasien
tersebut datang berkunjung ke dokter ditemani oleh anggota keluarga atau
perawat nonformal lain (Vieder et al.,2002). (istilah caregiver digunakan dari
point ini untuk merujuk pada setiap orang yang menemani kunjungan yang
merupakan informal caregiver). Penilaian dan pengobatan pasien lanjut usia
dengan demensia juga akan sangat membantu bila melibatkan caregiver
(Roter, 2000). Ada banyak tingkatan demensia, yang memiliki berbagai
kesulitan komunikasi. Pasien pada stadium awal sering mengalami masalah
untuk menemukan kata yang ingin disampaikan, pasien banyak menggunakan
kata-kata yang tidak memiliki makna, seperti “hal ini”, “sesuatu”, dan “anda
tahu”. Pada demensia parah, pasien dapat menggunakan jargon yang tidak
dapat dipahami atau bisa hanya berdiam diri (Orange & Ryan, 2000).
Demensia memiliki efek yang merugikan pada penerimaan dan ekspresi
komunikasi pasien. Sebagian besar pasien mengalami kehilangan memori dan
mengalami kesulitan mengingat kejadian yang baru terjadi. Sebagian pasien
demensia memiliki rentang konsentrasi yang sangat singkat dan sulit untuk
tetap berada dalam satu topik tertentu (Miller, 2008).
3. Pasien yang Ditemani oleh Caregiver
Karakteristik utama kunjungan poliklinik geriatri adalah adanya orang
ketiga, dengan seorang anggota keluarga atau caregiver informal lainnya yang
hadir sedikitnya pada sepertiga kunjungan geriatrik (Roter, 2000). Meskipun
caregiver dapat mengasumsikan berbagai peran, termasuk pendukung, peserta
pasif, atau antagonis, pada sebagian besar kasus, caregiver menempatkan
kesehatan orang yang mereka cintai sebagai prioritasnya. Caregiver sangat
penting untuk sistem perawatan kesehatan lanjut usia. Mereka tidak hanya
membantu dengan nutrisi, aktivitas kehidupan sehari-hari, tugas rumah
tangga, pemberian obat, transportasi, dan perawatan lain untuk pasien lanjut
usia, caregiver membantu memudahkan komunikasi antara dokter dan pasien
serta mempertinggi keterlibatan pasien dalam perawatan mereka sendiri
(Clayman et al., 2005 ; Wolff & Roter, 2008). Juga merupakan hal penting
untuk memperlakukan pasien lanjut usia dalam konteks atau sudut pandang
caregiver-nya agar didapatkan hasil terbaik bagi keduanya (Griffith et al.,
2004).
Hambatan Berkomunikasi Dengan Lansia :
Proses komunikasi antara petugas kesehatan dengan klien lansia akan
terganggu apabila ada sikap agresif dan sikap nonasertif.
a. Agresif
Sikap agresif dalam berkomunikasi biasanya di tandai dengan prilaku-
prilaku di bawah ini:
1) Berusaha mengontrol dan mendominasi orang lain (lawan
bicara)
2) Meremehkan orang lain
3) Mempertahankan haknya dengan menyerang orang lain
4) Menonjolkan diri sendiri
5) Pempermalukan orang lain di depan umum, baik dalam
perkataan maupun tindakan.
b. Non asertif
Tanda-tanda dari non asertif ini antara lain :
1) Menarik diri bila di ajak berbicara
2) Merasa tidak sebaik orang lain (rendah diri)
3) Merasa tidak berdaya
4) Tidak berani mengungkap keyakinaan
5) Membiarkan orang lain membuat keputusan untuk dirinya
6) Tampil diam (pasif)
7) Mengikuti kehendak orang lain
8) Mengorbankan kepentingan dirinya untuk menjaga hubungan
baik dengan orang lain.
Adanya hambatan komunikasi kepada lansia merupkan hal yang wajar seiring
dengan menurunya fisik dan pskis klien namun sebagai tenaga kesehatan
yang professional perawat di tuntut mampu mengatasi hambatan tersebut
untuk itu perlu adanya teknik atau tips-tips tertentu yang perlu di perhatikan
agar komunikasi berjalan dengan efektif antara lain :
1) Selalu mulai komunikasi dengan mengecek pendengaran klien
2) Keraskan suara anda jika perlu
3) Dapatkan perhatian klien sebelum berbicara. Pandanglah dia agar dia
dapat melihat mulut anda.
4) Atur lingkungan sehinggga menjadi kondusif untuk komunikasi yang
baik. Kurangi gangguan visual dan auditory. Pastikan adanya
pencahayaan yang cukup.
5) Ketika merawat orang tua dengan gangguan komunikasi, ingat
kelemahannya. Jangan menganggap kemacetan komunikasi
merupakan hasil bahwa klien tidak kooperatif.
6) Jangan berharap untuk berkomunikasi dengan cara yang sama dengan
orang yang tidak mengalami gangguan. Sebaliknya bertindaklah
sebagai partner yang tugasnya memfasilitasi klien untuk
mengungkapkan perasaan dan pemahamannya.
7) Berbicara dengan pelan dan jelas saat menatap matanya gunakan
kalimat pendek dengan bahasa yang sederhana.
8) Bantulah kata-kata anda dengan isyarat visual.
9) Serasikan bahasa tubuh anda denagn pembicaraan anda, misalnya
ketika melaporkan hasil tes yang di inginkan, pesan yang menyatakan
bahwa berita tersebut adalah bagus seharusnya di buktikan dengan
ekspresi, postur dan nada suara anda yang menggembirakan (misalnya
denagn senyum, ceria atau tertawa secukupnya).
10) Ringkaslah hal-hal yang paling penting dari pembicaraan tersebut.
11) Berilah klien waktu yang banyak untuk bertanya dan menjawab
pertanyaan anda.
12) Biarkan ia membuat kesalahan jangan menegurnya secara langsung,
tahan keinginan anda menyelesaikan kalimat.
13) Jadilah pendengar yang baik walaupun keinginan sulit
mendengarkanya.
14) Arahkan ke suatu topic pada suatu saat.
15) Jika mungkin ikutkan keluarga atau yang merawat ruangan bersama
anda. Orang ini biasanya paling akrab dengan pola komunikasi klien
dan dapat membantu proses komunikasi.

Anda mungkin juga menyukai