Materi Kelompok 4
Materi Kelompok 4
REKONSILIASI FISKAL
Dalam Rangka Memenuhi Tugas Mata Kuliah Perpajakan
Dosen Pengampu:
Dr. Ruhul Fitrios, SE., M.Si., Ak, CA
Disusun Oleh :
KELOMPOK 2
Zulfahmi 2010241855
Sally Edinov 2010241890
Putri Ayu Solihat 2010241827
Amellia Jamil 2010241979
Puji dan syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat-
Nya yang telah dilimpahkan kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “Rekonsiliasi Fiskal” yang merupakan salah satu tugas
kelompok dari Mata Kuliah Perpajakan pada semester dua ini.
Dalam menyelesaikan makalah ini, kami telah banyak mendapat bantuan dan
masukan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini kami ingin
menyampaikan terima kasih kepada :
1. Bapak Dr. Ruhul Fitrios, SE., M.Si., Ak. CA selaku Dosen Mata kuliah
perpajakan Universitas Riau yang telah memberikan tugas mengenai
‘Rekonsiliasi Fiskal” ini sehingga pengetahuan kami dalam penulisan
makalah ini semakin bertambah dan bermanfaat bagi kami dalam
pembuatan makalah selanjutnya di kemudian hari.
2. Teman-teman yang telah membantu dan memberikan dorongan semangat
agar makalah ini dapat diselesaikan.
Kami menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, jika ada kritik dan saran yang bersifat membangun akan kami
terima dengan senang hati. Akhir kata kami berharap makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua.
Kelompok 2
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Latar Belakang.......................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................2
1.3 Tujuan.....................................................................................................2
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................
DAFTAR TABEL
1.1. PENDAHULUAN
Laba/ rugi yang diperoleh dari laporan keuangan merupakan laporan laba/
rugi yang didasarkan pada perhitungan menurut SAK – ETAP. Sedangkan untuk
menghitung besarnya PPh, didasarkan pada laba fiskal yang diperoleh dari
perhitungan menurut peraturan perpajakan. Untuk mendapatkan besarnya laba
fiskal, maka WP haruslah melakukan proses rekonsiliasi fiskal. Konsep laba
pajak (tax income) berbeda dengan laba seperti yang selama ini kita kenal, yang
sering disebut laba komersial (commercial income), atau laba akuntansi
(accounting income). Dengan kata lain terdapat kemungkinan bahwa laba pajak
berbeda dengan laba akuntansi. Perbedaan disebabkan oleh perbedaan konsep,
cara pengukuran serta pengakuan pendapatan dan biaya. Laba pajak dihitung
dengan menggunakan konsep, cara pengukuran dan pengakuan menurut
ketentuan perpajakan. Laba akuntansi sebaliknya, dihitung dengan menggunakan
prinsip-prinsip akuntansi. Antara ketentuan perpajakan dengan prinsip-prinsip
akuntansi yang lazim kadang-kadang terdapat perbedaan. Beberapa perbedaan
dalam konsep, cara pengukuran dan pengakuan antara perpajakan dengan prinsip
akuntansi sebagai berikut:
Perbedaan konsep pendapatan
Ada kalanya terdapat perbedaan konsep tentang apa yang dianggap sebagai
pendapatan menurut pajak dengan pendapatan menurut akuntansi. Misalnya
dividen yang diterima dari suatu perusahaan tertentu. Dari segi akuntansi
dividen ini merupakan pendapatan tetapi untuk tujuan pajak, mungkin bukan
merupakan penghasilan. Keadaan itu akan mengakibatkan berbedanya laba
akuntansi dengan laba pajak. Hal sebaliknya dapat pula terjadi. Suatu
pendapatan tidak diakui dari segi akuntansi tetapi dari segi perpajakan, oleh
pajak dianggap sebagai penghasilan.
Perbedaan dari pengukuran pendapatan
Cara pengukuran pendapatan untuk pajak pada umumnya tidak berbeda
dengan pengukuran pendapatan untuk akuntansi. Pendapatan pada umumnya
diukur sebesar jumlah yang dibebankan kepada pembeli. Namun, dalam hal
antara penjual dan pembeli terdapat hubungan istimewa, maka jumlah
tersebut mungkin tidak wajar. Misalnya, jumlah itu terlalu besar atau terlalu
kecil dibandingkan dengan harga normal apabila kedua perusahaan tidak
mempunyai hubungan istimewa. Dalam hal demikian, pihak pajak dapat
mengoreksi jumlah yang dibebankan kepada pembeli ini kearah jumlah yang
wajar. Dengan kata lain, terdapat kemungkinan perbedaan cara pengukuran
pendapatan antara pajak dengan akuntansi. Contoh perusahaan yang
dianggap mempunyai hubungan istimewa adalah perusahaan induk dan
perusahaan anak.
Perbedaan pengakuan pendapatan
Prinsip Akuntansi Indonesia telah mencantumkan beberapa kriteria tentang
kapan suatu pendapatan dapat diakui. Ketentuan perpajakan pada umumnya
menganut cara yang sama dengan apa yang terdapat dalam Prinsip Akuntansi
Indonesia. Namun, dalam keadaan tertentu, saat pengakuan pendapatan
menurut pajak mungkin berbeda dengan saat pengakuan menurut akuntansi.
Misalnya, keuntungan dari penjualan aktiva tetap. Menurut akuntansi,
keuntungan ini harus diakui sebagai pendapatan pada saat terjadinya
penjualan. Untuk tujuan pajak, dari penjualan aktiva tetap tidak boleh diakui
sekaligus pada saat terjadinya penjualan. Keuntungan tadi harus diakui
secara bertahap, dalam beberapa tahun, melalui pengurangan terhadap biaya
penyusutan.
Perbedaan konsep biaya
Menurut Prinsip Akuntansi Indonesia, biaya diartikan sebagai pengorbanan
ekonomis yang diperlukan untuk:
a. memperoleh barang dan jasa
b. yang telah dimanfaatkan untuk menghasilkan pendapatan dalam suatu
periode atau
c. yang sudah tidak memberikan manfaat ekonomis untuk kegiatan
masa berikutnya.
Dalam artian ini, semua pengorbanan ekonomis yang dilakukan dalam
rangka memperoleh pendapatan dapat dibebankan sebagai biaya. Konsep
biaya untuk tujuan pajak telah dengan tegas disebutkan, yaitu terbatas pada
biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan. Oleh sebab
itu, terdapat kemungkinan bahwa suatu jenis biaya yang menurut akuntansi
layak dibebankan sebagai biaya menjadi tidak layak untuk tujuan pajak.
Contohnya adalah sumbangan. Bagi perusahaan, sumbangan yang diberikan
merupakan biaya. Tetapi, untuk tujuan pajak, sumbangan tidak boleh
dibebankan sebagai biaya.
Perbedaan cara pengukuran dan pengakuan biaya
Seperti halnya pendapatan, pengukuran biaya untuk pajak pada umumnya
tidak berbeda dengan Prinsip Akuntansi Indonesia, yaitu sebesar harga
pertukaran. Tetapi apabila diantara pihak yang melakukan transaksi terdapat
hubungan istimewa, maka pihak pajak dapat menetapkan kembali harga
pertukaran yang terjadi. Sebab transaksi antara pihak yang berhubungan
istimewa tersebut dapat diatur yang merugikan pihak pajak. Misalnya, harga
pertukaran dinyatakan terlalu tinggi dibandingkan dengan normal.
Perbedaan-perbedaan yang telah disebutkan diatas itulah yang menyebabkan
bahwa untuk menghitung Pajak Penghasilan tidak bisa berdasarkan laba
akuntansi komersial, karena terdapat perbedaan prinsip pengakuan pendapatan
dan beban. Dalam hal Wajib Pajak tidak perlu membuat dua pembukuan. Dalam
menentukan pendapatan dan biaya antara SAK dan UU PPh, ada persamaan dan
ada perbedaan. Perbedaan dilakukan koreksi fiskal atau rekonsiliasi laporan
keuangan fiskal yang biasa disebut dengan istilah rekonsiliasi fiskal. Sehingga
laba akuntansi, bisa dijadikan sebagai dasar perhitungan pajak yang terhutang.
Koreksi ini dilakukan dengan maksud menyesuaikan laba akuntansi dengan
ketentuan-ketentuan perpajakan. Koreksi fiskal dapat positif atau negatif. Koreksi
fiskal positif adalah koreksi-koreksi yang akan menambah laba pajak sedangkan
koreksi fiskal negatif mengurangi laba pajak.
1.2. RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah:
1. Apakah yang dimaksud dengan rekonsiliasi laba komersial dan laba
fiskal?
2. Apakah perbedaan antara permanen dan temporer?
3. Bagaimanakah cara perhitungan pajak terhutang?
4. Apakah yang dimaksud dengan kredit pajak?
5. Apakah yang dimaksud dengan pajak akhir tahun?
1.3. TUJUAN
1. Untuk mengetahui maksud dari rekonsiliasi laba komersial dan laba
fiskal.
2. Untuk mengetahui perbedaan antara permanen dan temporer.
3. Untuk mengetahui tentang cara perhitungan pajak terhutang.
4. Untuk mengetahui maksud dari kredit pajak.
5. Untuk mengetahui maksud dari pajak akhir tahun.
BAB II
PEMBAHASAN
Contoh:
Pajak Penghasilan yang terutang Rp.80.000.000,-
Kredit Pajak:
1. Pemotongan pajak dari pekerjaan (Pasal 21) Rp. 5.000.000,-
2. Pemungutan pajak oleh pihak lain (Pasal 22) Rp.10.000.000,-
3. Pemotongan pajak dari modal (Pasal 23) Rp. 5.000.000,-
4. Kredit pajak luar negeri (Pasal 24) Rp.15.000.000,-
5. Dibayar sendiri oleh Wajib Pajak (Pasal 25) Rp.10.000.000,-
Jumlah PPh yang dapat dikreditkan Rp.45.000.000,-
Pajak Penghasilan yang masih harus dibayar Rp.35.000.000,-
Apabila tahun buku Wajib Pajak sama dengan tahun takwim, maka
kekurangan pajak sebesar Rp.35.000.000,- tersebut wajib dilunasi selambat-
lambatnya tanggal 25 Maret setelah tahun pajak berakhir
(tanggal 25 bulan ketiga setelah tahun pajak berakhir).
Contoh:
Pajak Penghasilan yang terutang Rp.50.000.000,-
Kredit Pajak:
1. Pemotongan pajak dari pekerjaan (Pasal 21) Rp. 9.000.000,-
2. Pemungutan pajak oleh pihak lain (Pasal 22) Rp.10.000.000,-
3. Pemotongan pajak dari modal (Pasal 23) Rp.10.000.000,-
4. Kredit pajak luar negeri (Pasal 24) Rp.15.000.000,-
5. Dibayar sendiri oleh Wajib Pajak (Pasal 25) Rp.15.000.000,-
Jumlah PPh yang dapat dikreditkan Rp.59.000.000,-
Pajak Penghasilan yang lebih dibayar Rp. 9.000.000,-
Contoh:
Pajak Penghasilan yang terutang Rp.43.000.000,-
Kredit Pajak:
1. Pemotongan pajak dari pekerjaan (Pasal 21) Rp. 3.000.000,-
2. Pemungutan pajak oleh pihak lain (Pasal 22) Rp.10.000.000,-
3. Pemotongan pajak dari modal (Pasal 23) Rp. 5.000.000,-
4. Kredit pajak luar negeri (Pasal 24) Rp.15.000.000,-
5. Dibayar sendiri oleh Wajib Pajak (Pasal 25) Rp.10.000.000,-
Jumlah PPh yang dapat dikreditkan Rp.43.000.000,-
Pajak Penghasilan yang masih harus dibayar NIHIL
3.1 KESIMPULAN
Rekonsiliasi fiskal adalah proses penyesuian atas laba akuntansi yang
berbeda dengan ketentuan fiskal untuk menghasilkan penghasilan neto atau laba
yang sesuai dengan ketentuan perpajakan. Rekonsiliasi fiskal dilakukan oleh
wajib pajak yang pembukuannya menggunakan pendekatan akuntansi komersial,
yang bertujuan untuk mengisi SPT Tahunan PPh dan menyusun laporan
keuangan fiskal yang harus dilampirkan pada saat menyampaikan SPT Tahunan
PPh.
Beda permanen terjadi karena adanya perbedaan pengakuan penghasilan
dan beban menurut akuntansi dengan fiskal, yaitu adanya penghasilan dan beban
yang diakui menrut akuntansi namun tidak diakui menurut fiskal, ataupun
sebaliknya. Sedangkan Beda sementara merupakan perbedaan pelakuan akuntansi
dan perpajakan yang sifatnya temporer. Artinya, secara keseluruhan beban atau
pendapatan akuntansi maupun perpajakan sebenarnya sama, tetapi tetap berbeda
alokasi setiap tahunnya.
PPh terutang dihitung dnegan mengkalikan tarif PPh 17 ayat 1b terhadap
Penghasilan Kena Pajak (PKP). Sebelum dikalikan tarif PPh, Penghasilan Kena
Pajak terlebih dahulu dibulatkan ke bawah dalam ribuan Rupiah penuh, sesuai
dengan Pasal 17 ayat 4 UU PPh. Penghasilan kena pajak (PKP) yang digunakan
sebagai dasar menghitung PPh tersebut dihitung dengan cara yang berbeda – beda
tergantung jenis wajib pajak.
Kredit pajak tahun berjalan dapat terdiri dari kredit pajak dalam negeri,
kredit pajak luar negeri, PPh yang dibayar sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Salemba Empat
Resmi, Siti. 2017. Perpajakan Teori & Kasus Edisi 10 Buku 1. Yogyakarta:
Salemba Empat
www.pajak.go.id/
www.ortax.co.id/