Makalah ini di buat untuk menyelesaikan tugas akhir mata kuliah bahasa Indonesia
Oleh:
Galih Aditya Putranto
Nim : 2014314201061
Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat, hidayahNya kepada kami, sehinga kami dapat menyelesaikan makalah tentang
Dampak pandemi covid 19 pada kenaikan ST myocard infark pada pusat non covid 19
Makalah ini kami susun atas bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar
pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terimakasih kepada semua
pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini. Terlepas dari semua itu, kami
menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih ada kekurangan dan jauh dari sempurna.
Harapan kami semoga makalah ini dapat memberikan manfaat maupun tambahan
wawasan pengetahuan bagi semuanya.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................................II
DAFTAR ISI................................................................................................................III
DAFTAR TABEL........................................................................................................IV
DAFTAR GAMBAR.....................................................................................................V
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................................1
1.1 Latar Belakang.........................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah................................................................................................2
1.3 Tujuan....................................................................................................................2
1.4 Manfaat..................................................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................4
2.1 Definisi...................................................................................................................4
2.2 Tanda dan gejala...................................................................................................5
2.3 Manifestasi klinis..................................................................................................7
2.4 Pemeriksaan penunjang.....................................................................................11
2.5 Penatalaksanaan.................................................................................................13
BAB III PEMBAHASAN.............................................................................................16
3.1 STEMI Mimicry..................................................................................................17
3.2 False Security......................................................................................................18
3.3 Kesesuaian Alat Pelindung Kesehatan (APD) dengan Tindakan dan Tingkat
Potensi Kontaminasi.................................................................................................19
3.4 Kesesuaian Ruang Kateterisasi untuk Antisipasi Kontaminasi.....................19
3.5 Keterlambatan Waktu........................................................................................19
3.6 Strategi Solusi......................................................................................................20
3.6.1 Skrining massal............................................................................................20
3.6.2 Rule out strategy..........................................................................................21
3.6.3 Sistim pilah unit: Covid dan Non-Covid....................................................22
BAB IV PENUTUP......................................................................................................23
5.1 KESIMPULAN...................................................................................................23
5.2 SARAN.................................................................................................................23
5.2.1 Bagi Perawat dan Dokter............................................................................23
5.2.2 Bagi Rumah Sakit........................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................24
DAFTAR TABEL
1
Bahaya STEMI yang dapat berujung pada kematian pasien atau komplikasi
jangka panjang, pentingnya peranan durasi waktu dalam tatalaksana STEMI,
penyebaran Covid-19 yang pandemi, mudahnya penularan virus SARS-CoV2, tidak
mudahnya mendeteksi Covid-19, dan masalah logistik menjadikan tatalaksana STEMI
sangat kompleks pada masa pandemi. Selain itu, rasa takut baik penderita STEMI
maupun tenaga kesehatan juga berkontribusi pada kompleksitas masalah. Namun,
tetap diperlukan suatu pemikiran strategi yang dapat menjadi solusi untuk masalah
yang kompleks ini.
Skrining secara umum sudah dilakukan di beberapa rumahsakit di Indonesia
dengan tes cepat (serologi maupun PCR) digabung dengan X-ray dan atau CT-scan.
Prinsip lain yang perlu ditekankan dalam pelaporan hasil adalah memasukkan unsur
pre-test probability seorang individu menderita Covid-19 saat datang ke UGD. Pre-test
probability ini sangat ideal didapatkan jika diketahui apakah penderita berasal dari
klaster yang tinggi prevalensi Covid-19.
1.3 Tujuan
1. Tujuan Umum :
Melakukan analisa makalah tentang Dampak pandemi covid 19 pada
kenaikan ST myocard infark pada pusat non covid 19.
2. Tujuan Khusus :
a. Mengetahui tentang lambatnya presentasi pasien dengan STEMI
b. Mengetahui tentang keparahan pasien dengan STEMI
c. Mengetahui tentang pola perawatan pasien dengan STEMI
1.4 Manfaat
1. Secara Teoritik
Hasil dari analisa jurnal ini dapat memberikan informasi tentang asuhan
keperawatan pada pasien dengan STEMI.
2. Secara Praktek
Hasil analisa jurnal ini dapat meningkatkan kualitas pemberian pelayanan pada
pasien dengan STEMI.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
NOVEL CORONA VIRUS 19 (N-COV 19)
2.1 DEFINISI
Coronavirus merupakan keluarga besar virus yang menyebabkan penyakit ringan
sampai berat, seperti common cold atau pilek dan penyakit yang serius seperti MERS
dan SARS - Penularannya dari hewan ke manusia (zoonosis) dan penularan dari
manusia ke manusia sangat terbatas. Untuk 2019-nCoV masih belum jelas bagaimana
penularannya, diduga dari hewan ke manusia karena kasus-kasus yang muncul di
Wuhan semuanya mempunyai riwayat kontak dengan pasar hewan Huanan.
Coronavirus adalah suatu kelompok virus yang dapat menyebabkan penyakit pada
hewan atau manusia. Beberapa jenis coronavirus diketahui menyebabkan infeksi saluran
nafas pada manusia mulai dari batuk pilek hingga yang lebih serius seperti Middle East
Respiratory Syndrome (MERS) dan Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS).
Coronavirus jenis baru yang ditemukan menyebabkan penyakit COVID-19.(WHO,
2019)
Coronavirus adalah keluarga besar virus yang menyebabkan penyakit mulai dari
gejala ringan sampai berat. Ada setidaknya dua jenis coronavirus yang diketahui
menyebabkan penyakit yang dapat menimbulkan gejala berat seperti Middle East
Respiratory Syndrome (MERS) dan Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS).
Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) adalah penyakit jenis baru yang belum pernah
diidentifikasi sebelumnya pada manusia. Virus penyebab COVID-19 ini dinamakan
Sars-CoV-2. Virus corona adalah zoonosis (ditularkan antara hewan dan manusia).
Penelitian menyebutkan bahwa SARS ditransmisikan dari kucing luwak (civet cats) ke
manusia dan MERS dari unta ke manusia. Adapun, hewan yang menjadi sumber
penularan COVID-19 ini sampai saat ini masih belum diketahui( Kemenkes, 2020)
Berdasarkan tabel diatas dilaporkan tanda gejala Covid -19 adalad demam,
keletihan, batuk kering, anoreksia, miyalgia, dypsnue, dan ada beberapa yang disertai
gangguan pencernaan(diare), mual dan muntah, nyeri kepala dan nyeri perut.
Gejalanya demam >380 C, batuk, sesak napas yang membutuhkan perawatan di
RS. Gejala ini diperberat jika penderita adalah usia lanjut dan mempunyai penyakit
penyerta lainnya, seperti penyakit paru obstruktif menahun atau penyakit jantung.
Tanda dan gejala menurut kemenkes dibagi berdasarkan surveilence sebagai
berikut :
A. Pasien dalam Pengawasan
1) Seseorang dengan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) yaitu demam
(≥38oC) atau riwayat demam; disertai salah satu gejala/tanda penyakit
pernapasan seperti: batuk/ sesak nafas/ sakit tenggorokan/ pilek/ /pneumonia
ringan hingga berat.
5
DAN
tidak ada penyebab lain berdasarkan gambaran klinis yang meyakinkan
DAN
Pada 14 hari terakhir sebelum timbul gejala, memenuhi salah satu kriteria
berikut :
a) Memiliki riwayat perjalanan atau tinggal di luar negeri yang
melaporkan transmisi local
b) Memiliki riwayat perjalanan atau tinggal di area transmisi lokal di
Indonesia
2) Seseorang dengan demam (≥38oC) atau riwayat demam atau ISPA DAN pada
14 hari terakhir sebelum timbul gejala memiliki riwayat kontak dengan kasus
konfirmasi atau probabel COVID-19
3) Seseorang dengan ISPA berat/ pneumonia berat di area transmisi lokal di
Indonesia yang membutuhkan perawatan di rumah sakit
DAN
tidak ada penyebab lain berdasarkan gambaran klinis yang meyakinkan.
Catatan:
Saat ini, istilah suspek dikenal sebagai pasien dalam pengawasan. Perlu waspada pada
pasien dengan gangguan sistem kekebalan tubuh (immunocompromised) karena gejala
dan tanda menjadi tidak jelas. negara yang melaporkan transmisi lokal menurut WHO
dapat dilihat melalui situs http://infeksiemerging.kemkes.go.id.
Area transimisi lokal di Indonesia dapat dilihat melalui situs
http://infeksiemerging.kemkes.go.id.
ISPA berat atau pneumonia berat adalah
Pasien remaja atau dewasa dengan demam atau dalam pengawasan infeksi
saluran napas, ditambah satu dari: frekuensi napas >30 x/menit, distress
pernapasan berat, atau saturasi oksigen (SpO2) <90% pada udara kamar.
Pasien anak dengan batuk atau kesulitan bernapas, ditambah setidaknya satu
dari
berikut ini :
- sianosis sentral atau SpO2 <90%
- distres pernapasan berat (seperti mendengkur, tarikan dinding dada yang
berat)
- tanda pneumonia berat: ketidakmampuan menyusui atau minum, letargi
atau
- penurunan kesadaran, atau kejang.
- Tanda lain dari pneumonia yaitu: tarikan dinding dada, takipnea :<2
bulan,
- ≥60x/menit; 2–11 bulan, ≥50x/menit; 1–5 tahun, ≥40x/menit;>5 tahun,
≥30x/menit.
C. Kasus Probabel
Pasien dalam pengawasan yang diperiksa untuk COVID-19 tetapi inkonklusif
(tidak dapat disimpulkan).
D. Kasus Konfirmasi
Seseorang terinfeksi COVID-19 dengan hasil pemeriksaan laboratorium positif.
7
memeriksakan diri ke rumah sakit jika mengalami perburukan. Berikut manifestasi
klinis yang berhubungan dengan infeksi COVID-19:
Tabel 2. Manifestasi klinis yang berhubungan dengan infeksi COVID-19
9
Respiratory minggu.
Distress Syndrome Pencitraan dada (CT scan toraks, atau ultrasonografi
(ARDS) paru): opasitas bilateral, efusi pluera yang tidak dapat
dijelaskan penyebabnya, kolaps paru, kolaps lobus atau
nodul.
Penyebab edema: gagal napas yang bukan akibat gagal
jantung atau kelebihan cairan. Perlu pemeriksaan objektif
(seperti ekokardiografi) untuk menyingkirkan bahwa
penyebab edema bukan akibat hidrostatik jika tidak
ditemukan faktor risiko.
KriteriaARDS pada dewasa:
- ARDS ringan : 200 mmHg < PaO2/FiO2 < 300 mmHg
(dengan PEEP atau CPAP > 5 cmH2O atau yang tidak
diventilasi).
- ARDS sedang : 100 mmHg < PaO2/FiO2 < 200 mmHg
(dengan PEEP > 5 cmH2O atau yang tidak diventilasi)
- ARDS berat : PaO2/FiO2 < 100 mmHg dengan PEEP > 5
cmH2O atau yang tidak diventilasi - Ketika PaO2 tidak
tersedia, SpO2/FiO2 < 315 mengindikasikan suatu ARDS
(termasuk pasien yang tidak diventilasi).
Kreteria ARDS pada anak berdasarkan Oxigenation
Index Dan Oxigenatin Index menggunakan SpO2 :
- PaO2/FiO2 <300mmHg atau SpO2/FiO2 <
264: bilevel non invasive ventilation(NIV) atau
CPAP>5 cmH2O dengan menggunakan full face
mask
- ARDS ringan (ventilasi invasive):
4<oxygenation index(OI)<8 atau 5<OSI<7,5
- ARDS sedang (ventilasi invasive): 8 ≤ OI<16
atau 7,5 <OSI< 12,3
- ARDS berat (ventilasi invasive): OI>16 atau
OSI> 12,3
Sepsis Pasien dewasa: Disfungsi organ yang mengancam
nyawa disebabkan oleh disregulasi respon tubuh terhadap
dugaan atau terbukti infeksi*. Tanda disfungsi organ
meliputi: perubahan status mental/kesadaran, sesak napas,
saturasi oksigen rendah, urin output menurun, denyut
jantung cepat, nadi lemah, ekstremitas dingin atau
tekanan darah rendah, ptekie/purpura/mottled skin, atau hasil
laboratorium menunjukkan koagulopati, trombositopenia,
asidosis, laktat yang tinggi, hiperbilirubinemia.
Pasien anak: terhadap dugaan atau terbukti infeksi dan
kriteria systemic inflammatory response syndrome (SIRS)
≥2, dan disertai salah satu dari: suhu tubuh abnormal atau
jumlah sel darah putih abnormal
Syok septic Pasien dewasa: hipotensi yang menetap meskipun sudah
dilakukan resusitasi cairan dan membutuhkan vasopresor
untuk mempertahankan mean arterial pressure (MAP) ≥65
mmHg dan kadar laktat serum> 2 mmol/L.
Pasien anak: hipotensi (TDS < persentil 5 atau >2 SD di
bawah normal usia) atau terdapat 2-3 gejala dan tanda
berikut: perubahan status mental/kesadaran; takikardia atau
bradikardia (HR <90 x/menit atau HR >160 x/menit pada
bayi dan HR <76x/menit atau HR >150 x/menit pada anak);
waktu pengisian kembali kapiler yang memanjang (>2 detik)
atau vasodilatasi hangat dengan bounding pulse; takipnea;
mottled skin atau ruam petekie atau purpura; peningkatan
laktat; oliguria; hipertermia atau hipotermia.
11
dalam pengawasan dan orang dalam pemantauan dilakukan sebanyak dua kali
berturut-turut (hari ke-1 dan ke-2 serta bila terjadi kondisi perburukan). Pengambilan
spesimen kontak erat risiko tinggi dilakukan pada hari ke-1 dan ke14.
Tabel 3. Jenis spesimen
Pasien konfirmasi COVID-19 (pemeriksaan hari ke-1 dan ke-2 positif) dengan
perbaikan klinis dapat keluar dari RS apabila hasil pemeriksaan Real Time-Polymerase
Chain Reaction (RT-PCR) dua hari berturut-turut menunjukkan hasil negatif.
2.5 PENATALAKSANAAN
Sampai saat ini tidak ada pengobatan spesifik anti-COVID-19 untuk pasien
dalam pengawasan atau konfirmasi COVID-19. sehingga penatalaksanaan adalah
dengan memberikan pengobatan untuk meredakan tanda dan gejala berdasarkan
gejala yang timbul
a) Terapi Suportif Dini dan Pemantauan
Berikan terapi suplementasi oksigen segera pada pasien ISPA berat dan
distress pernapasan, hipoksemia, atau syok.
Gunakan manajemen cairan konservatif pada pasien dengan ISPA berat
tanpa syok
Pemberian antibiotik empirik berdasarkan kemungkinan etiologi. Pada
kasus sepsis (termasuk dalam pengawasan COVID-19) berikan antibiotik
empirik yang tepat secepatnya dalam waktu 1 jam.
Jangan memberikan kortikosteroid sistemik secara rutin untuk pengobatan
pneumonia karena virus atau ARDS di luar uji klinis kecuali terdapat alasan
lain.
13
. Lakukan pemantauan ketat pasien dengan gejala klinis yang mengalami
perburukan seperti gagal napas, sepsis dan lakukan intervensi perawatan
suportif secepat mungkin. f. Pahami pasien yang memiliki komorbid untuk
menyesuaikan pengobatan dan penilaian prognosisnya.
Tatalaksana pada pasien hamil, dilakukan terapi suportif dan penyesuaian
dengan fisiologi kehamilan.
Penularan covid 19 yang begitu cepat sehingga perlu diatur dalam kemenkes
tentang pencegahan dan pengendalian infeksi. Tindakan pencegahan dan mitigasi
merupakan kunci penerapan di pelayanan kesehatan dan masyarakat.
15
BAB III
PEMBAHASAN
17
STEMI mimicry ini dapat mengaktifkan alarm palsu sistim tatalaksana STEMI
(misalnya pengaktifan tim primary PCI yang biasanya dilakukan cepat untuk mengejar
waktu door-to-ballon). Kecepatan waktu yang dibutuhkan dalam tatalaksana STEMI
dapat menyebabkan kelengahan tim tenaga kesehatan yang terlibat dan kontaminasi
ruang kateterisasi dan ruang perawatan intensif selanjutnya, bila tidak dilakukan
antisipasi proteksi virus yang adekuat.
19
Simon L, et al. 2020). Secara paradoks, kasus STEMI yang datang ke rumah sakit
menurun saat pandemi; namun kasus kematian mendadak di luar rumah sakit
meningkat. Italia bagian utara melaporan peningkatan kasus kematian mendadak
hingga 58% (Baldi E, Sechi GM, Mare C, et al, 2020). Kardiologis di regio daerah
tersebut melihat fenomena berkurangnya kasus STEMI di rumah sakit hingga sekitar
70%. Penurunan kasus STEMI juga dirasakan penulis di tempat kerjanya. (Nb: Tentu
saja kita tidak bisa membuat kesimpulan penyebab pasti kematian luar rumah sakit
adalah STEMI atau terkait Covid-19 atau patomekanisme keduanya tanpa ada bukti
korelasi atau etiologi yang ilmiah).
Pemanjangan waktu dalam sistim pelayanan STEMI terjadi karena adanya
tambahan proses skrining Covid-19, baik itu berupa tes cepat, skrining lewat WA dan
jawabannya masih menunggu team Covid 19 RSSA. Belum ada laporan ilmiah terkait
bukti pemanjangan waktu ini; namun kami memperkirakan proses skrining
berkontribusi pemanjangan waktu 1-2 jam pada setiap kasus STEMI.
21
3.6.3 Sistim pilah unit: Covid dan Non-Covid
Semaksimal mungkin unit rumahsakit secara fisik dibagi menjadi dua yaitu
unit Covid dan unit Non-Covid. Pemilahan terutama untuk unit gawat darurat dan
unit rawat intensif. Manfaat dari pemilahan ini adalah 1) menghindari infeksi silang
dari pasien Covid-19 ke pasien yang non-Covid), 2) alur tatalaksana non-Covid
misalnya STEMI dapat lebih efisien karena pergerakan tenaga kesehatan yang lebih
fleksibel dan 3) mengefisiensikan pemakaian APD. APD perlu disediakan dan diatur
penggunaan sesuai unit yang dipilah tersebut. Anjuran APD yang sesuai harus
mengikuti rekomendasi resmi (misalnya dari WHO).
BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
a) Coronavirus adalah suatu kelompok virus yang dapat menyebabkan penyakit pada
hewan atau manusia. Beberapa jenis coronavirus diketahui menyebabkan infeksi
saluran nafas pada manusia mulai dari batuk pilek hingga yang lebih serius seperti
Middle East Respiratory Syndrome (MERS) dan Severe Acute Respiratory
Syndrome (SARS).
b) Infeksi COVID-19 dapat menyebabkan gejala ISPA ringan sampai berat bahkan
sampai terjadi Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS), sepsis dan syok
septik
c) Sampai saat ini tidak ada pengobatan spesifik anti-COVID-19 untuk pasien dalam
pengawasan atau konfirmasi COVID-19. sehingga penatalaksanaan adalah dengan
memberikan pengobatan untuk meredakan tanda dan gejala berdasarkan gejala
yang timbul.
d) APD menjadi sangat esensial dalam mitigasi penularan SARS-CoV2 karena sifat
virus ini yang sangat mudah berpindah melalui droplet mikro.
4.2 SARAN
4.2.1 Bagi Perawat dan Dokter
Perawat rumah sakit Instalasi Gawat Darurat, diharapkan dapat memberikan
Terapi Suportif Dini dan Pemantauan tepat
Meningkatkan informasi yang tersampaikan dengan baik kepada pasien
mengenai pencegahan dan pengendalian infeksi Karena keterampilan
berkomunikasi menjadi kunci bagi tercapainya tujuan dari pemberian edukasi ini
23
DAFTAR PUSTAKA
World Health Organization (WHO).2020.Global surveillance for human infection with novel-
coronavirus(2019-ncov).https://www.who.int/publications-detail/global surveillancefor-
human-infection-with-novel-coronavirus-(2019-ncov). Diakses 20 Januari 2020.
World Health Organization (WHO).2020.Global surveillance for human infection with novel-
coronavirus(2019-ncov).https://www.who.int/publications-detail/global-surveillancefor-
human-infection-with-novel-coronavirus-(2019-ncov) Interim 31 Januari 2020. Diakses 31
Januari 2020.
World Health Organization (WHO).2020. Laboratory testing for 2019 novel coronavirus (2019-
nCoV) in suspected human cases. https://www.who.int/publicationsdetail/laboratory-
testing-for-2019-novel-coronavirus-in-suspected-human-cases. Diakses 17Januari 2020
Pengurus Pusat PERKI. Panduan Praktik Klinis Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular
Indonesia: STEMI dengan Kecurigaan Covid-19; 2020.
Mehra MR, Desai SS, Kuy S, et al. Cardiovascular Disease, Drug Therapy, and Mortality in
Covid-19. N Engl J Med. 2020. doi:10.1056/NEJMoa2007621
Lang M, Som A, Mendoza DP, et al. Hypoxaemia related to COVID-19: vascular and perfusion
abnormalities on dual-energy CT. Lancet Infect Dis. 2020. doi:10.1016/S1473-
3099(20)30367-4
Perini P, Nabulsi B, Massoni CB, et al. Acute limb ischaemia in two young, non-atherosclerotic
patients with COVID-19. Lancet. 2020. doi:10.1016/S0140-6736(20)31051-5
Doyen D, Moceri P, Ducreux D, et al. Myocarditis in a patient with COVID-19: a cause of raised
troponin and ECG changes. Lancet. 2020. doi:10.1016/S0140-6736(20)309120
SG, Matteo M, Daniela T, et al. ST-Elevation Myocardial Infarction in Patients with COVID-19:
Clinical and Angiographic Outcomes. Circulation. 2020.
doi:10.1161/CIRCULATIONAHA.120.047525
Inui S, Fujikawa A, Jitsu M, et al. Chest CT Findings in Cases from the Cruise Ship “Diamond
Princess” with Coronavirus Disease 2019 (COVID-19). Radiol Cardiothorac Imaging.
2020. doi:10.1148/ryct.2020200110
WHO. Infection prevention and control of epidemic- and pandemic-prone acute respiratory
infections in health care - WHO Guidelines; 2014. Accessed at:
https://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/112656/9789241507134_eng.pdf?
sequence=1&isAllowed=y
van Doremalen N, Bushmaker T, Morris DH, et al. Aerosol and Surface Stability of SARS-CoV-
2 as Compared with SARS-CoV-1. N Engl J Med. 2020;382(16):1564–1567.
Frankie TC-C, Kent-Shek C, Simon L, et al. Impact of Coronavirus Disease 2019 (COVID-19)
Outbreak on ST-Segment–Elevation Myocardial Infarction Care in Hong Kong, China.
Circ Cardiovasc Qual Outcomes. 2020. doi:10.1161/CIRCOUTCOMES.120.006631
Baldi E, Sechi GM, Mare C, et al. Out-of-Hospital Cardiac Arrest during the Covid-19 Outbreak
in Italy. N Engl J Med. 2020. doi:10.1056/NEJMc2010418.
25
Tsui KL, Li SK, Li MC, et al. Preparedness of the cardiac catheterization laboratory for severe
acute respiratory syndrome (SARS) and other epidemics. J Invasive Cardiol.
2005;17(3):149‐152.
Han Y, Zeng H, Jiang H, et al. CSC Expert Consensus on Principles of Clinical Management of
Patients with Severe Emergent Cardiovascular Diseases during the COVID-19 Epidemic.
Circulation. 2020. 10.1161/CIRCULATIONAHA.120.047011.
Mahmud E, Dauerman HL, Welt FGP, et al. Management of Acute Myocardial Infarction
During the COVID-19 Pandemic. J Am Coll Cardiol. 2020. doi:10.1016/j.jacc.2020.04.039