Anda di halaman 1dari 4

Distosia

Pengertian
Distosia didefinisikan sebagai persalinan yang panjang, sulit, atau abnormal, yang
timbul akibat berbagai kondisi yang berhubungan dengan 5 faktor persalinan sebagai berikut:
1. Persalinan disfungsional akibat kontraksi uterus yang tidak efektif atau akibat upaya mengedan
ibu (kekuatan/power)
2. Perubahan struktur pelvis (jalan lahir)
3. Sebab pada janin meliputi kelainan presentasi/kelainan posisi, bayi besar, dan jumlah bayi
4. Posisi ibu selama persalinan dan melahirkan
5. Respons psikologis ibu terhadap persalinan yang berhubungan dengan pengalaman, persiapan,
budaya, serta sistem pendukung
Klasifikasi Distosia
1.      Persalinan Disfungsional ( Distosia karena Kelainan Kekuatan)
Persalinan disfungsional adalah kontraksi uterus abnormal yang menghambat
kemajuan dilatasi serviks normal, kemajuan pendataran/effacement (kekuatan primer), dan
atau kemajuan penurunan (kekuatan sekunder). Gilbert (2007) menyatakan beberapa faktor
yang dicurigai dapat meningkatkan resiko terjadinya distosia uterus sebagai berikut:
a) Bentuk tubuh (berat badan yang berlebihan, pendek)
b) Kondisi uterus yang tidak normal (malformasi kongenital, distensi yang berlebihan, kehamilan
ganda, atau hidramnion)
c) Kelainan bentuk dan posisi janin
d) Disproporsi cephalopelvic (CPD)
e) Overstimulasi oxytocin
f)  Kelelahan, dehidrasi dan ketidakseimbangan elektrolit, dan kecemasan
g)  Pemberian analgesik dan anastetik yang tidak semestinya
Kontraksi uterus abnormal terdiri dari disfungsi kontraksi uterus primer (hipotonik)
dan disfungsi kontraksi uterus sekunder (hipertonik).
a)  Disfungsi Hipotonik
Perempuan yang semula membuat kemajuan normal tahap kontraksi persalinan aktif
akan menjadi lemah dan tidak efisien, atau berhenti sama sekali.
Uterus mudah “indented”, bahkan pada puncak kontraksi. Tekanan intrauterin selama
kontraksi (biasanya kurang dari 25 mmHg) tidak mencukupi untuk kemajuan penipisan
serviks dan dilatasi. CPD dan malposisi adalah penyebab umum dari jenis disfungsi dari
uterus.
HIS bersifat biasa dalam arti bahwa fundus berkontraksi lebih kuat dan lebih dahulu
daripada bagian lain, kelainannya terletak dalam hal bahwa kontraksi uterus lebih aman,
singkat, dan jarang daripada biasa. Keadaan umum penderita biasanya baik dan rasa nyeri
tidak seberapa. Selama ketuban masih utuh umumnya tidak banyak bahaya baik bagi ibu
ataupun janin. Apabila his terlampau kuat maka akan terjadi disfungsi hipertonik
b)      Disfungsi Hipertonik
Ibu yang mengalami kesakitan/ nyeri dan frekuensi kontraksi tidak efektif
menyebabkan dilatasi servikal atau peningkatan effacement. Kontraksi ini biasa terjadi pada
tahap laten,yaitu dilatasi servikal kurang dari 4 cm dan tidak terkoordinasi. Kekuatan
kontraksi pada bagian tengah uterus lebih kuat dari pada di fundus, karena uterus tidak
mampu menekan kebawah untuk mendorong sampai ke servik. Uterus mungkin mengalami
kekakuan diantara kontraksi (Gilbert, 2007).
Distosia servikalis sekunder disebabkan oleh kelainan organik pada servik, misalnya
karena jaringan parut atau karsinoma. Dengan HIS kuat serviks bisa robek, dan robekan ini
bisa menjalar ke bagian bawah uterus. Oleh karena itu setiap wanita yang pernah mengalami
operasi pada serviks selalu harus diawasi persalinannya di rumah sakit. Kondisi distosia ini
jarang ditemukan kecuali pada wanita yang tidak diberi pengawasan yang baik waktu
persalinan.
Etiologi Distosia karena kelainan tenaga
1.      Faktor herediter memegang peranan dalam kelainan ini.
2.      Faktor emosi (ketakutan )
3.      Bagian bawah janin tidak berhubungan rapat dengan segmen bawah uterus seperti misalnya
pada kelainan letak janin/disproporsi cephalopelvic.
4.      Pada sebagian besar kasus penyebabnya tidak diketahui.
5.      Kelainan tenaga terutama ditemukan pada primigravida, khususnya primigravida tua.
Penatalaksanaan
Dalam menghadapi persalinan lama oleh sebab apapun harus diawasi dengan
seksama. Tekanan darah, denyut jantung janin, kemungkinan dehidrasi dan asidosis harus
dipantau secara berkala. Untuk mengurangi rasa nyeri perlu diberikan analgetik. Pemeriksaan
dalam perlu diadakan. Apabila persalinan berlangsung dalam 24 jam tanpa kemajuan yang
berarti perlu diadakan penilaian yang seksama seperti penilaian keadaan umum, apakah
persalian benar-benar sudah mulai atau masih dalam false labour, apakah ada inersia uteri.
Untuk menetapkan hal ini perlu dilakukan pelvimetri rontgenologik/MRI.
Pada keadaan HIS terlalu kuat persalinan perlu diawasi dan episiotomi dilakukan pada
waktu yang tepat untuk menghindari terjadinya ruptura perinei tingkat 3. Bila mana HIS
terlalu kuat dan ada rintangan yang menghalangi lahirnya janin dapat timbul lingkaran
retraksi patologik, yang merupakan tanda bahaya terjadinya ruptura uteri. Dalam keadaan ini
janin harus segera dilahirkan  dengan cara yang memberikan trauma sedikit-sedikit nya bagi
ibu dan anak.
Penatalaksanaan disfungsi uterus hipertonik dilakukan melalui upaya istirahat
terapeutik. Upaya ini dilakukan melalui pemberian analgesik yang effektif, seperti morfin
atau meperidin, untuk mengurangi nyeri dan menyebabkan wanita tertidur. Penatalaksanaan
disfungsi uterus hipotonik biasanya menyingkirkan kemungkinan disproporsi sefalopelvis
(CPD) dengan melakukan pemeriksaan menggunakan ultrasound atau pemeriksaan sinar X
yang diikuti dengan augmentasi disfunctional dengan oksitosin. Kekuatan sekunder atau
upaya mengejan dapat menjadi lebih berat akibat penggunaan analgesik dalam jumlah besar,
pemberian anastesi, ibu keletihan, hidrasi yang tidak adekuat dan posisi ibu.
2.      Distosia karena Kelainan struktur Pelvis
Jenis-jenis panggul:
a)      Panggul Ginekoid
Pintu atas panggul bundar dengan diameter transversa yang lebih panjang sedikit
daripada diameter anteroposterior dan dengan panggul tengah dan pintu bawah panggul yang
cukup luas.
b)      Panggul Antropoid
Diameter anteroposterior yang lebih panjang dari diameter transversa dengan arkus
pubis menyempit sedikit
c)      Panggul Android
Pintu atas panggul yang berbentuk sebagai segitiga berhubungan dengan penyempitan
kedepan, dengan spina iskiadika menonjol kedalam dan arkus pubis menyempit.
d)     Panggul Platypelloid
Diameter anteroposterior yang jelas lebih pendek daripada diameter transversa pada
pintu atas panggul dengan arkus pubis yang luas.
Distosia pelvis dapat terjadi bila ada kontraktur diameter pelvis yang mengurangi
kapasitas tulang panggul, termasuk pelvis inlet (pintu atas panggul), pelvis bagian
tengah,pelvis outlet (pintu bawah panggul),  atau kombinasi dari ketiganya.
Disproporsi pelvis merupakan penyebab umum dari distosia. Kontraktur pelvis
mungkin disebabkan oleh ketidak normalan kongenital, malnutrisi maternal, neoplasma atau
kelainan tulang belakang. Ketidakmatangan ukuran pembentukan pelvis pada beberapa ibu
muda dapat menyebabkan distosia pelvis.
Kesempitan pada pintu atas panggul
Kontraktur pintu atas panggul terdiagnosis jika diagonal konjugata kurang dari 11,5
cm. Insiden pada bentuk wajah dan bahu meningkat. Karena bentuk interfere dengan
engagement dan bayi turun, sehingga beresiko terhadap prolaps tali pusat.
Kesempitan panggul tengah
Pada panggul tengah yang sempit, lebih sering ditemukan posisi oksipitalis posterior
persisten atau posisi kepaladalam posisi lintang tetap.
Kesempitan pintu bawah panggul
Agar kepala janin dapat lahir, diperlukan ruangan yang lebih besar pada bagian
belakang pintu bawah panggul. Dengan distansi tuberum bersama dengan diameter sagittalis
posterior kurang dari 15 cm, timbul kemacetan pada kelahiran janin ukuran normal.
Penanganan
Hal yang perlu diperhatikan adalah bagaimana kemajuan pembukaan serviks, apakah
gangguan pembukaan seperti: pemanjangan fase laten; pemanjangan fase aktif; sekunder
arrest, bagaimana kemajuan penurunan bagian terbawah janin (belakang kepala), apakah ada
tanda-tanda klinis dari ibu atau janin yang menunjukkan adanya bahaya bagi ibu atau anak
(seperti: gawat janin, rupture uteri)
Apabila ada salah satu gangguan diatas, maka menandakan bahwa persalinan
pervaginam tidak mungkin dan harus dilaksanakan seksio sesaria. Bila ada kemajuan
pembukaan serta penurunan kepala berjalan lancer, maka persalinan pervaginam bisa
dilaksanakan.

Chandranita, ida ayu, dkk. 2009. Buku ajar patologi obstetric untuk mahasiswa kebidanan.
Jakarta:EGC
Chandranita, ida ayu,  dkk. 2009. Memahami kesehatan reproduksi wanita. Jakarta:EGC
Doenges, Marilyn E dan Mary Frances Moorhouse. 2001. Rencana Perawatan Maternal/Bayi.
Jakarta:EGC.
Farrer, Helen. 2001. Perawatan meternitas edisi II. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai