Anda di halaman 1dari 17

Konsep Dasar Pembelajaran Bahasa Indonesia

Mata Kuliah : Pengembangan Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia SD

Disusun Oleh : Kelompok 2

Nama NIM

1. Aprilia Nurul Khasanah (2018143312)


2. Edi Santoso (2018143259)
3. Naufal Nachief R.R (2018143323)
4. Neni Ulandari (2018143338)
5. Sherli Ramadanti (2018143341)
6. Siska Febriyani (2018143324)

Dosen Pengampu : Mega Prasrihamni, M.Pd.

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

UNIVERSITAS PGRI PALEMBANG

TAHUN AJARAN 2020/2021


KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan ke-hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat
rahmat dan karunia-Nyalah, Makalah ini dapat terselesaikan dengan baik, tepat pada
waktunya. Adapun tujuan penulisan Makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Mata Kuliah
Pengembangan Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia SD, pada semester 6 di tahun
akademik 2020/2021.
Dengan membuat tugas ini kami diharapkan untuk mampu memahami tentang
Konsep Dasar Pembelajaran Bahasa Indonesia. Dalam penyelesaian makalah ini, kami
banyak mengalami kesulitan, terutama disebabkan oleh kurangnya ilmu pengetahuan yang
menunjang. Namun, berkat bimbingan dan bantuan dari Dosen Pengampu Mata Kuliah
Pengembangan Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia SD yang telah memberikan
pengarahan guna penyusunan makalah ini, akhirnya makalah ini dapat terselesaikan dengan
cukup baik.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak terdapat
kekurangan. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang
bersifat positif, guna penyusunan makalah yang lebih baik lagi di masa yang akan dating.
Harapan kami, semoga makalah yang sederhana ini, dapat memberikan informasi kepada
pembaca tentang Konsep Dasar Pembelajaran Bahasa Indonesia.

Palembang, 5 Maret 2021

Kelompok 2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................i

DAFTAR ISI...........................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................................X

A. Latar Belakang...........................................................................................................X
B. Rumusan Masalah......................................................................................................X
C. Tujuan
......................................................................................................................................
X-X

BAB II PEMBAHASAN........................................................................................................3

A. Konsep Dasar Pembelajaran Bahasa Indonesia............................................................x-


x
B. Menuju Pembelajaran Bahasa Indonesia, Harmonis, Bermutu dan Bermatabat..........x-
x
C. Tujuan Pembelajaran Bahasa dan Sastra......................................................................x-
x

BAB III PENUTUP..............................................................................................................X

A. Kesimpulan ...............................................................................................................X
B. Saran ..........................................................................................................................X-
X

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................X-
X
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.

B. Rumusan Masalah.
1. Apa konsep dasar pembelajaran bahasa Indonesia?
2. Bagaimana menuju Pembelajaran Bahasa Indonesia, Harmonis, Bermutu dan
Bermatabat?
3. Apa tujuan pembelajaran bahasa dan sastra?

C. Tujuan.
1. Mengetahui konsep dasar pembelajaran bahasa Indonesia.
2. Mengetahui cara menuju Pembelajaran Bahasa Indonesia, Harmonis, Bermutu
dan Bermatabat.
3. Mengetahui tujuan pembelajaran bahasa dan sastra.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar Pembelajaran Bahasa Indonesia.


1. Hakikat Bahasa.
Secara sederhana, bahasa dapat diartikan sebagai alat untuk berkomunikasi
atau menyampaikan sesuatu yang terlintas di dalam hati. Namun, lebih jauh
bahasa adalah alat untuk berinteraksi, dalam arti alat untuk menyampaikan
pikiran, gagasan, konsep atau perasaan. Bahasa dapat diartikan sebagai sebuah
sistem lambang, berupa bunyi, bersifat arbitrer, produktif, dinamis, beragam dan
manusiawi (Chaer dan Agustina, 2010:1). Keraf (1994:1) menerangkan bahwa
mengingat pentingnya bahasa sebagai alat komunikasi dan memperhatikan wujud
bahasa itu sendiri, kita dapat membatasi pengertian bahasa sebagai alat
komunikasi antara masyarakat berupa simbol bunyi yang di hasilkan oleh alat
ucap manusia. Pengertian tentang bahasa di atas sejalan dengan yang
dikemukakan oleh Kridalaksana (dalam Chaer, 2007:32), mengemukakan definisi
tentang bahasa yaitu bahwa bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer
yang digunakan oleh para anggota kelompok sosial untuk bekerja sama,
berkomunikasi, dan mengidentifikasikan diri.
Sementara itu Brown (2000: 5) mengidentifikasikan bahwa dari berbagai
definisi bahasa yang ada, termuat dalam ringkasan definisi berikut ini :
(1) language is systematic, (2) language a set of arbitrary symbols, (3) those
symbols are primarily vocal, but my also be visual, (4) the symbols have
conventionalized meanings to which they refer, (5) language is used for
communication, (6) language operates in a speech community or culture, (7)
language is essentially human, although possibly not limited to humans, and (8)
language is acquired by all people in much the same way, language and language
learning both have universal characteristics.
Brown dalam pendapatnya di atas menjelaskan bahwa (1) bahasa itu
sistematis, (2) bahasa adalah satuan yang arbitrer, (3) bahasa tidak hanya tentang
bunyi, namun juga dapat divisualisasikan (4) Bahasa sebagai simbol yang secara
konvensional memiliki arti, (5) bahasa digunakan untuk berkomunikasi, (6)
bahasa sebagai alat berbicara dalam suatu masyarakat dan budaya, (7) bahasa pada
dasarnya adalah untuk manusia, (8) bahasa dapat diterima oleh seluruh
masyarakat dengan cara yang sama, bahasa dan pembelajaran bahasa keduanya
memiliki karakteristik yang universal.

2. Sifat Bahasa.
Chaer (2003:33-56) menjelaskan bahwa jika dibutiri, akan di dapatkan beberapa
ciri atau sifat yang hakiki dari bahasa. Sifat atau ciri itu antara lain
a. Bahasa sebagai Sistem.
Bahasa terdiri dari unsur-unsur atau komponen-komponen yang secara teratur
tersusun menurut pola tertentu, dan mem bentuk satu kesatuan. Sebagai
sebuah sistem, bahasa juga sekaligus bersifat sistematis dan sistemis. Dengan
sistematis, artinya bahasa itu tersusun menurut suatu pola, tidak tersusun
secara acak, secara sembarangan. Sedangkan sistemis artinya, bahasa itu
bukan merupakan sistem tunggal, tetapi terdiri juga dari sub-subsistem.

b. Bahasa sebagai Lambang.


Kata Lambang sudah sering kita dengar dalam percakapan sehari-hari.
Umpamanya dalam membicarakan bendera kita sang merah putih sering
dikatakan warna merah adalah lambang keberanian dan warna putih adalah
lambang ke sucian. Atau gambar bintang dalam burung garuda pancasila yang
merupakan lambang asas Ketuhanan Yang Maha Esa. Kata lambang sering
dipadankan dengan kata simbol dengan pengertian yang sama. Lambang
dengan pelbagai seluk beluk nya dikaji orang dalam kegiatan ilmiah dalam
bidang kajian yang disebut ilmu semiotika atau semiologi, yaitu ilmu yang
mempelajari tanda-tanda yang ada dalam kehidupan manusia.

c. Bahasa adalah Bunyi.


Menurut Kridalaksana (1983:27) bunyi adalah kesan pada pusat suara sebagai
akibat dari getaran gendang telinga yang bereaksi karena perubahan-
perubahan dalam tekanan udara Bunyi ini bisa bersumber pada gesekan atau
benda-benda, alat suara pada binatang dan manusia. Lalu, yang dimaksud
bunyi menurut Chaer (2003:42) pada bahasa adalah bunyi-bunyi yang
dihasilkan oleh alat ucap manusia.
d. Bahasa itu Bermakna.
Bahasa sebagai lambang tentu ada yang dilambangkan. Maka, yang
dilambangkan itu adalah suatu pengertian, suatu konsep, ide, atau suatu
pikiran, maka dapat dikatakan bahwa bahasa itu mempunyai makna Lambang-
lambang bunyi bahasa yang bermakna itu di dalam bahasa berupa satuan-
satuan bahasa yang berwujud morfem, kata frase, klausa, kalimat, dan wacana.
Semua satuan itu memiliki makna. Makna yang berkenaan dengan morfem
makna disebut makna leksikal: yang berkenaan dengan frase, klausa, dan
kalimat disebut makna gramatikal dan yang berkenaan dengan wacana di sebut
makna pragmatik atau makna konteks.

e. Bahasa itu Arbitrer.


Yang dimaksud dengan arbitrer dalam bahasa itu adalah tidak adanya
hubungan wajib antara lambang bahasa yang berwujud bunyi itu) dengan
konsep atau pengertian yang dimaksud oleh lambang tersebut. Umpamanya,
antara "kuda" dengan yang dilambangkannya, yaitu sejenis binatang berkaki
empat yang biasa dikendarai. Kita tidak dapat menjelaskan mengapa binatang
tersebut dilambangkan dengan bunyi "kuda" (Chaer, 2003:45).

f. Bahasa itu Konvensional.


Meskipun hubungan antara lambang bunyi dengan yang di lambangkannya
bersifat arbitrer, tetapi penggunaan lambang tersebut untuk suatu konsep
tertentu bersifat konvensional Artinya, semua anggota masyarakat bahasa itu
mematuhi konvensi bahwa lambang tertentu itu digunakan untuk me walili
konsep yang diwakilinya. Dalam hal ini berarti terjadi kesepakatan di dalam
masyarakat tentang penggunaan bahasa.

g. Bahasa Itu Produktif.


Bahasa dikatakan produktif maksudnya dijelaskan oleh Chaer (2003:49-50)
bahwa, meskipun bahasa Itu terbatas, tetapi dengan unsur-unsur yang
jumlahnya terbatas itu dapat dibuat satuan-satuan bahasa yang jumlahnya
tidak terbatas, meski secara relatif sesuai dengan sistem yang berlaku dalam
bahasa itu. Keproduktifan bahasa dapat dilihat pada jumlah kalimat yang
dibuat Dengan kosakata yang menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia hanya
berjumlah lebih kurang 60.000 buah, kita dapat membuat kalimat Bahasa
Indonesia yang mungkin puluhan juta banyaknya.

h. Bahasa Itu Unik.


Unik artinya mempunyai ciri khas yang spesifik yang tidak dimiliki oleh orang
lain. Lalu, jika bahasa dikatakan unik, maka artinya setiap bahasa mempunyai
ciri khas tersediri yang tidak dimiliki oleh bahasa lainnya (Chaer, 2003:51).

i. Bahasa Itu Universal.


Maksud dari universal adalah ada ciri-ciri yang sama yang dimiliki oleh setiap
bahasa yang ada di dunia ini. Ciri bahasa yang universal ini tentunya
merupakan unsur bahasa yang paling umum. Karena bahasa itu berupa ujaran,
maka ciri universal dari bahasa yang paling umum adalah bahwa bahasa itu
mempunyai bunyi bahasa yang terdiri dari bunyi vokal dan konsonan.

j. Bahasa Itu Dinamis.


Karena keterikatan dan keterkaitan bahasa itu dengan manusia, sedangkan
dalam kehidupannya di dalam masyarakat kegiatan manusia itu tidak tetap dan
selalu berubah, maka bahasa itu juga menjadi ikut berubah, menjadi tidak
tetap, menjadi tidak statis. Karena itulah, bahasa itu disebut dinamis (Chaer,
2003:53).

k. Bahasa Itu Bervariasi.


Anggota masyarakat suatu bahasa biasanya terdiri dari berbagai orang dengan
berbagai status sosial dan berbagai latar belakang budaya yang tidak sama.
Anggota masyarakat bahasa itu ada yang berpendidikan ada yang tidak; ada
yang tinggal di kota ada yang di desa; dan sebagainya. Oleh karena latar
belakang dan lingkungannya yang tidak sama, maka bahasa yang mereka
gunakan menjadi bervariasi atau beragam, di mana antara variasi atau ragam
yang satu dengan yang lain seringkali mempunyai perbedaan yang besar
(Chaer, 2003:55).

3. Fungsi Bahasa.
Martinet (1987:22) menerangkan bahwa fungsi utama bahasa adalah untuk
berkomunikasi. Namun perlu diingat pula bahwa bahasa mempunyai fungsi lain di
samping menjamin saling pengertian. Bahasa dapat dianggap berguna sebagai
penunjang pikiran, sehingga kita dapat mempertanyakan apakah kegiatan mental
yang kurang menggunakan bahasa patut disebut pikiran. Namun, masalah itu
harus diajukan kepada psikolog dan bukan kepada ahli linguistik. Disamping itu,
manusia sering kali meng gunakan bahasanya untuk mengungkapkan diri, artinya
untuk mengkaji apa yang dirasakannya tanpa memperhatikan sama sekali reaksi
pendengarnya yang mungkin muncul. Hal itu mungkin pula dipertegas melalui
pandangan matanya atau mata orang lain tanpa memerlukan komunikasi yang
sebenarnya. Pada akhirnya memang komunikasi artinya saling pengertian, yang
harus diingat sebagai fungsi pusat dari instrumen yang disebut bahasa itu.
Fungsi bahasa menurut Halliday (dalam Djojosuroto, 2006: 42-44), ada tujuh
macam:
1) The instrumental function (fungsi instrumental) melayani pengelolaan
lingkungan, menyebabkan peristiwa-peristiwa tertentu terjadi.
2) The regulatory function (fungsi regulasi), bertindak mengawasi serta
mengendalikan berbagai peristiwa.
3) The representational function (fungsi pemberian), penggunaan bahasa untuk
membuat pernyataan-pernyataan, menyampai kan fakta-fakta dan
pengetahuan, menjelaskan atau melapor kan, atau dengan kata lain
menggambarkan, memberikan realitas yang sebenarnya.
4) The interactional function (fungsi interaksi), bertugas untuk menjamin dan
memantapkan ketahanan dan kelangsungan komunikasi interaksional sosial.
Keberhasilan komunikasi interaksional ini menuntut pengetahuan secukupnya
mengenai logat (slang), logat khusus (jargon), lelucon, cerita rakyat, adat
istiadat, dan budaya setempat, tata karma pergaulan, dan sebagainya.
5) The personal function (fungsi personal), memberi kesempatan kepada seorang
pembicara untuk mengekspresikan perasaan, emosi pribadi, serta reaksi-
reaksinya yang mendalam.
6) The heuristic function (fungsi heuristik), melibatkan peng gunaan bahasa
untuk memperoleh ilmu pengetahuan, mem pelajari seluk-beluk lingkungan.
Fungsi heuristik seringkali dalam bentuk-bentuk pertanyaan yang menuntut
jawaban.
7) The imagination function (fungsi imajinatif), melayani pen ciptaan sistem-
sistem atau gagasan-gagasan yang bersifat imajinatif. Mengisahkan cerita-
cerita dongeng, menulis novel, membacakan lelucon.
8) Selanjutnya, Keraf (1994:3) menerangkan bahwa bila kita meninjau kembali
sejarah pertumbuhan bahasa sejak awal hingga sekarang, maka fungsi bahasa
dapat diturunkan dari dasar dan motif pertumbuhan bahasa itu sendiri.

Dasar dan motif pertumbuhan bahasa itu dalam garis besarnya dapat berupa:
1) Untuk menyatakan ekspresi diri.
2) Sebagai alat komunikasi.
3) Sebagai alat untuk mengadakan integrasi dan adaptasi sosial.
4) Sebagai alat untuk mengadakan kontrol sosial.
(1) Sebagai alat untuk menyatakan ekspresi diri, bahasa menyatakan cara
terbuka segala sesuatu yang tersirat di dalam dada kita, sekurang-
kurangnya untuk memaklumkan keberadaan kita. (2) Sebagai alat
komunikasi, bahasa merupakan saluran perumusan maksud kita,
melahirkan perasaan kita dan memungkinkan kita menciptakan kerja sama
dengan sesama warga. (3) Melalui bahasa, seorang anggota masyarakat
perlahan-lahan belajar mengenal segala adat-istiadat, tingkah laku, dan
tata krama masyarakatnya. la mencoba menyesuaikan dirinya (adaptasi)
dengan semuanya melalui bahasa. Seorang pendatang baru dalam sebuah
masyarakat pun harus melakukan hal yang sama. Untuk itu ia memerlukan
bahasa, yaitu bahasa masyarakat tersebut. (4) yang dimaksud kontrol
sosial adalah usaha untuk mem pengaruhi tingkah laku dan tindak-tanduk
orang-orang lain. Semua kegiatan sosial akan berjalan dengan baik karena
dapat disatukan dengan mempergunakan bahasa. Dalam meng adakan
kontrol sosial, bahasa itu mempunyai relasi dengan proses-proses
sosialisasi suatu masyarakat (Keraf, 1994:3-6).

4. Ragam Bahasa.
Kridalaksana (2010:3) menjelaskan bahwa ragam bahasa adalah variasi bahasa
menurut pemakaiannya. Tiap manusia menyesuaikan bahasanya menurut (1) apa
yang dibicarakan, (2) dengan siapa dan tentang apa ia berbicara, dan (3) media
yang digunakannya. Semua bahasa di dunia mempunyai dialek dan ragam bahasa,
tidak terkecuali bahasa Indonesia. Di dalam kehidupan masyarakat terdapat
bermacam-macam pemakaian bahasa. Kenyataan ini harus diakui dan disadari
karena keragaman situasi, daerah, ilmu pengetahuan, dan sarana juga ditemukan
dalam masyarakat. Pemakaian bahasa yang baik tidak hanya menggunakan bahasa
yang baku, tetapi juga yang sudah di standarkan. Ada tiga kriteria yang perlu
diperhatikan jika kita berbicara tentang ragam bahasa. Ketiga kriteria itu adalah
(1) media yang digunakan, (2) latar belakang penutur, dan (3) pokok persoalan
yang dibicarakan.
Berdasarkan media yang digunakan untuk menghasilkan bahasa, ragam bahasa
dapat dibedakan atas ragam bahasa lisan dan ragam bahasa tulis. Secara lebih
mendalam kedua ragam itu dibicarakan secara tersendiri. Dilihat dari segi
penuturnya, ragam bahasa dapat dibedakan menjadi (1) ragam daerah (dialek), (2)
ragam bahasa terpelajar, (3) ragam bahasa resmi, dan (4) ragam bahasa tak resmi.
Berdasarkan pokok persoalan yang dibicarakan, ragam bahasa dapat dibedakan
atas bidang-bidang ilmu penge tahuan dan teknologi, misalnya, ragam bahasa
ilmu, ragam bahasa hukum, ragam bahasa niaga, dan ragam bahasa sastra.
a. Ragam Daerah/Dialek.
Pada keadaannya bahasa Indonesia menumbuhkan banyak varian yaitu
varian menurut pemakai yang disebut sebagai dialek dan varian menurut
pemakaian yang disebut sebagai ragam bahasa.
Dialek dibedakan menjadi beberapa jenis, yaitu:
1) Dialek regional, yaitu macam-macam bahasa yang digunakan di daerah
tertentu sehingga membedakan bahasa yang digunakan di suatu daerah
dengan bahasa yang digunakan di daerah yang lain meski mereka berasal
dari satu bahasa yang sama. Oleh karena itu, dikenallah bahasa Melayu
dialek Ambon, dialek Betawi, dialek Medan, dan lain-lain.
2) Dialek sosial, yaitu dialek yang digunakan oleh kelompok masyarakat
tertentu atau yang menandai tingkat masyarakat tertentu. Contohnya dialek
wanita dan dialek remaja.
3) Dialek temporal, yaitu dialek yang digunakan pada kurun waktu tertentu.
Contohnya dialek Melayu zaman Sriwijaya dan dialek Melayu zaman
Abdullah.
4) Idiolek, yaitu keseluruhan ciri bahasa seseorang. Sekalipun kita semua
berbahasa Indonesia, kita masing-masing memiliki ciri-ciri khas pribadi
dalam pelafalan, tata bahasa, atau pilihan dan kekayaan kata.

b. Ragam Bahasa Terpelajar.


Tingkat pendidikan penutur bahasa Indonesia juga mewarnai
pemakaian bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia yang digunakan oleh
kelompok penutur yang berpendidikan tampak jelas berbeda dengan bahasa
Indonesia yang digunakan oleh kelompok penutur yang tidak berpendidikan,
terutama dalam pelafalan kata yang berasal dari bahasa asing, film, televisi,
video, dll. Perbedaan ragam bahasa penutur yang berpendidikan dan yang
tidak berpendidikan terutama dalam pelafalan kata yang berasal dari bahasa
asing, film, televisi, video, dll. Perbedaan ragam bahasa penutur yang
berpendidikan dan yang tidak berpendidikan juga tampak dalam bidang tata
bahasa, namu (bertamu), mbawa (membawa). Demikian juga dengan
pemakaian kalimat ini harus ke pasar, memperlihatkan penuturnya kurang
dapat memelihara bahasanya. Ragam bahasa yang dituturkan oleh kelompok
penutur berpendidikan itu memiliki ciri keterpeliharaan. Ragam bahasa itu
yang digunakan dalam dunia pendidikan, lembaga pemerintahan, media
massa, ilmu dan teknologi. Ragam ini memiliki prestise yang tinggi.

c. Ragam Bahasa Resmi dan Tidak Resmi.


Ragam bahasa dipengaruhi pula oleh sikap penutur terhadap kawan
bicara atau sikap penulis terhadap pembaca. Sikap itu antara lain resmi, akrab,
dingin, dan santai. Demikian juga sebalik nya, kedudukan kawan bicara atau
pembaca terhadap penutur atau penulis mempengaruhi sikap tersebut.
Misalnya, kita bisa meng amati seorang baw melapor pada pimpinannya,
seorang ibu berbicara dengan anaknya, remaja berbicara dengan sesamanya.
Kita juga bisa mengamati bahasa dalam surat lamaran kerja, bahasa dalam
surat cinta, bahasa seorang anak pada ibunya. Pada dasarnya setiap penutur
bahasa mempunyai kemampuan memakai berbagai ragam bahasa itu.
Keterampilan menggunakan ragam bahasa itu diperoleh melalui proses
belajar, baik melaui pelatihan maupun pengalaman. Jika terdapat jarak antara
penutur dan kawan bicara atau penulis dan pembaca akan digunakan ragam
resmi atau yang dikenal dengan ragam baku. Makin formal jarak penutur dan
kawan bicara, akan makin resmi dan makin tinggi kebakuan bahasa yang
digunakan. Sebaliknya, makin rendah tingkat keformalan, makin rendah pula
tingkat kebakuan bahasa yang digunakan.

d. Ragam Bahasa Berdasarkan Pokok Persoalan.


Di dalam masyarakat yang berbeda terdapat pula pemakaian bahasa
yang berbeda. Misalnya bahasa yang digunakan dalam ranah ilmu dan
teknologi berbeda dengan bahasa yang digunakan dalam lingkungan hukum,
berbeda pula dengan bahasa yang digunakan dalam lingkungan sastra, dsb.
Perbedaan itu terdapat dalam pilihan atau pemakaian jumlah kata atau
ungkapan khusus yang harus digunakan dalam bidang-bidang tersebut. Jika
dilihat dari media atau sarana yang digunakan untuk menghasilkan bahasa,
pemakaian bahasa dapat dibedakan ke dalam 2 macam ragam bahasa, yaitu (1)
ragam bahasa lisan dan (2) ragam bahasa tulis. Ragam bahasa lisan adalah
bahasa yang dihasilkan dengan menggunakan alat ucap (organ of speech) -
dengan fonem sebagai unsur dasar, sedangkan ragam bahasa tulis adalah
bahasa yang dihasilkan dengan memanfaatkan tulisan dengan huruf sebagai
unsur dasarnya. Ragam bahasa lisan dan tulis memiliki hubungan yang erat.
Ragam bahasa tulis yang unsur dasarnya huruf melambangkan ragam bahasa
lisan.

e. Perbedaan Ragam Bahasa Lisan dan Tulis.


Ragam bahasa lisan dan tulisan memiliki perbedaan dalam tata bahasa
seperti berikut ini:
1) Ragam lisan menghendaki adanya orang kedua, sedangkan ragam tulis
tidak mengharuskan adanya teman bicara di hadapan pembicara.
2) Ragam lisan tidak terikat pada fungsi-fungsi gramatikal seperti subjek,
predikat, objek, dsb. Karena ragam ini dibantu oleh gerak, mimik,
pandangan, anggukan, dan intonasi. Sementara itu, ragam tulis harus
lengkap struktur gramatikalnya, karena tidak menghendaki pendengar
berada di hadapan pembicara.
3) Ragam lisan sangat terikat pada kondisi, situasi, ruang, dan waktu. Apa
yang diperbincangkan dalam sebuah seminar sastra belum tentu dipahami
oleh orang yang berada di luar ruang tersebut. Ragam tulis tidak terikat
pada kondisi, situasi, ruang, dan waktu. Sebuah buku yang ditulis oleh
pengarang Amerika akan dipahami oleh siapapun dan dibelahan bumi
manapun.

f. Ragam Bahasa Baku dan Tidak Baku.


Pada dasarnya, ragam tulis dan ragam tidak baku terdiri pula atas
ragam baku dan ragam tidak baku. Ragam baku adalah ragam yang
dilembagakan dan diakui oleh sebagian besar warga masyarakat pemakainya
sebagai bahasa resmi dan sebagai kerangka rujukan norma bahasa dalam
penggunaannya. Ragam tidak baku adalah ragam yang tidak dilembagakan
dan ditandai oleh ciri-ciri yang menyimpang dari norma ragam baku.
Ragam baku itu mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:
1) Kemantapan dinamis artinya sesuai dengan kaidah bahasa. Kalau kata rasa
dibubuhi prefiks pe-, akan terbentuk kata perasa. Jika kata raba dibubuhi
prefiks pe-, akan menjadi peraba. Dengan demikina, jika kata rajin
dibubuhi imbuhan pemakan, akan menjadi perajin, bukan pengrajin. Kalau
kita berpegang pada kemantapan seperti contoh di atas, kata pengrajin
tidak bisa kita terima. Bentuk-bentuk lepas tangan, lepas landas
merupakan contoh kemantapan kaidah bahasa baku.
2) Dinamis artinya tidak statis dan tidak kaku. Bahasa baku tidak
menghendaki adanya bentuk mati. Kata langganan mempunyai makna
ganda, yaitu orang yang berlangganan dan toko tempat berlangganan.
Dalam hal ini toko tersebut disebut langganan dan orang yang
berlangganan itu disebut pelanggan.
3) Cendekia artinya ragam bahasa yang dipakai pada tempat tempat resmi.
Pewujud ragam baku adalah orang-orang yang terpelajar. Ragam baku
cendekia harus dapat memberikan gambaran yang jelas dalam otak
pendengar atau pembaca.
4) Seragam maksudnya proses penyeragaman bahasa melalui pembakuan
bahasa, yaitu pencarian titik keragaman untuk agar terbentuk bahasa yang
baku dan standar.
B. Menuju Pembelajaran Bahasa Indonesia, Harmonis, Bermutu dan Bermatabat.

C. Tujuan Pembelajaran Bahasa dan Sastra.


Menurut Jamaluddin, tujuan umum pembelajaran Bahasa dan SastraIndonesia
lebih bersifat filosofis, sedangkan tujuan khususnya bersifat operasional. Ada lima
tujuan umumyang telah dirumuskan dalam kurikulum, yaitu (1) siswa menghargai dan
membanggakan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan bahasa negara, (2)
siswa memahami bahasa Indonesia dari segi bentuk makna dan fungsi serta
menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk bermacam-macam tujuan, keperluan,
dan keadaan, (3) siswa memiliki kemampuan menggunakan bahasa Indonesia untuk
meningkatkan kemampuan intelektual, kematangan emosional, dan kematangan
sosial, (4) siswa memiliki disiplin dalam berpikir dan berbahasa (berbicara dan
menulis) dan (5) siswa mampu menikmati dan memanfaatkannya karya sastra untuk
mengembangkan kepribadian, memperluas wawasan kehidupan, serta meningkatkan
pengetahuan dan kemampuan berbahasa.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan.
Bahasa dapat diartikan sebagai alat untuk berkomunikasi atau
menyampaikan sesuatu yang terlintas di dalam hati. Keraf (1994:1)
menerangkan bahwa mengingat pentingnya bahasa sebagai alat komunikasi
dan memperhatikan wujud bahasa itu sendiri, kita dapat membatasi pengertian
bahasa sebagai alat komunikasi antara masyarakat berupa simbol bunyi yang
di hasilkan oleh alat ucap manusia. Pengertian tentang bahasa di atas sejalan
dengan yang dikemukakan oleh Kridalaksana (dalam Chaer, 2007:32),
mengemukakan definisi tentang bahasa yaitu bahwa bahasa adalah sistem
lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh para anggota kelompok
sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasikan diri.
Menurut Jamaluddin, tujuan umum pembelajaran Bahasa dan
SastraIndonesia lebih bersifat filosofis, sedangkan tujuan khususnya bersifat
operasional. Ada lima tujuan umumyang telah dirumuskan dalam kurikulum
yaitu (1) siswa menghargai dan membanggakan bahasa Indonesia sebagai
bahasa nasional dan bahasa negara, (2) siswa memahami bahasa Indonesia
dari segi bentuk makna dan fungsi serta menggunakannya dengan tepat dan
kreatif untuk bermacam-macam tujuan, keperluan, dan keadaan, (3) siswa
memiliki kemampuan menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan
kemampuan intelektual, kematangan emosional, dan kematangan sosial, (4)
siswa memiliki disiplin dalam berpikir dan berbahasa (berbicara dan menulis)
dan (5) siswa mampu menikmati dan memanfaatkannya karya sastra untuk
mengembangkan kepribadian, memperluas wawasan kehidupan, serta
meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa.

B. Saran.
DAFTAR PUSTAKA

Gusti, Prima Yanti, dkk. 2016. Bahasa Indonesia : Konsep Dasar dan Penerapan. Jakarta :
Grasindo.

Sova, Youentie Puspidalia. 2012. “Problematika Pembelajaran Bahasa Indonesia di MI/SD


dan Alternatif Pemecahannya” dalam Cendikia : Jurnal Kependidikan dan Kemasyarakatan
10 (1) : 123.

Anda mungkin juga menyukai