Anda di halaman 1dari 5

MEKANISME BUANG AIR BESAR (BAB)

Farida Fitriana Farida Fitriana

10 years ago

Advertisements

Farida Fitriana, 28 Maret 2010

Mata Kuliah Kebutuhan Dasar Manusia (KDM )

Buang air besar (biasanya disingkat menjadi BAB) atau defekasi adalah suatu tindakan atau proses
makhluk hidup untuk membuang kotoran berupa tinja atau feses melalui anus yang telah disimpan
sementara dalam rectum, baik berbentuk padat atau setengah-padat yang berasal dari sistem
pencernaan mahkluk hidup. Lubang anus terdiri atas otot sfingter yang berupa otot polos di bagian
dalam dan otot lurik dibagian bawah. Manusia dapat melakukan buang air besar beberapa kali dalam
satu hari atau satu kali dalam beberapa hari. Tetapi bahkan dapat mengalami gangguan yaitu hingga
hanya beberapa kali saja dalam satu minggu atau dapat berkali-kali dalam satu hari, biasanya gangguan-
gangguan tersebut diakibatkan oleh gaya hidup yang tidak benar dan jika dibiarkan dapat menjadi
masalah yang lebih besar.

· MEKANISME BUANG AIR BESAR (DEFEKASI)

Bila pergerakan massa mendorong feses masuk ke dalam rectum, segera timbul keinginan untuk
defekasi, termasuk refleks kontraksi rectum dan relaksasi sfingter anus.

Pendorongan massa feses yang terus menerus melalui anus dicegah oleh konstriksi tonik dari (1)sfingter
ani internus, penebalan otot sirkular sepanjang beberapa sentimeter yang terletak tepat di sebelah
dalam anus, dan (2) sfingter ani eksternus, yang terdiri dari otot lurik volunteer yang mengelilingi
sfingter internus dan meluas ke sebelah distal.
Refleks Defekasi

Biasanya, defekasi ditimbulkan oleh refleks defekasi. Satu dari refles-refleks ini adalah Refleks Intrinsik
yang diperantarai oleh sistem saraf enteric setempat di dalam dinding rectum. Hal ini dapat dijelaskan
sebagai berikut: Bila feses memasuki rectum, distensi dinding rectum menimbulkan sinyal-sinyal aferen
yang menyebar melalui pleksus mienterikus untuk menimbulkan gelombang peristaltic di dalam kolon
desenden, sigmoid, dan rectum, mendorong feses kea rah anus. Sewaktu gelombang peristaltic
mendekati anus, sfingter ani eksternus juga dalam keadaan sadar, dan berelaksasi secara volunteer pada
waktu yang bersamaan, terjadilah defekasi.

Refleks defekasi mienterik intrinsic yang berfungsi dengan sendirinya secara normal bersifat relative
lemah. Agar menjadi efektif dalam menimbulkan defekasi, refleks biasanya harus diperkuat oleh refleks
defekasi jenis lain, yaitu refleks defekasi parasimpatis yang melibatkan segmen sacral medulla spinalis.
Bila ujung-ujung sraf dalam rectum dirangsang, sinyal-sinyal dihantarkan pertama ke dalam medulla
spinalis dan kemudian secara refleks kembali ke kolon desenden, sigmoid, rectum dan anus melalui
serabut-serabut saraf parasimpatis dalam nervus pelvikus. Sinyal-sinyal parasimpatis ini sangat
memperkuat gelombang peristaltik dan juga merelaksasikan sfingter ani internus, dengan demikian
mengubah refleks defekasi mienterik intrinsic dari suatu usaha yang lemah menjadi suatu proses
defekasi yang kuat, yang kadang efektif dalam mengosongkan usus besar sepanjang jalan dari fleksura
splenikus kolon sampai ke anus.

Sinyal-sinyal defekasi yang masuk ke medulla spinalis menimbulkan efek-efek lain, seperti mengambil
nafas dalam, penutupan glottis, dan kontraksi otot-otot dinding abdomen untuk mendorong isi feses
dari kolon turun ke bwah dan pada saat yang bersamaan menyebabkan dasar pelvis mengalami relaksasi
ke bawah dan menarik ke luar cincin anus untuk mengeluarkan feses.

Bila keadaan memungkinkan untuk defekasi, refleks defekasi secara sadar dapat diaktifkan dengan
mengambil napas dalam untuk menggerakkan diafragma turun ke bawah dan kemudian
mengontraksikan otot-otot abdomen untuk meningkatkan tekanan dalam abdomen, jadi mendorong isi
feses ke dalam rectum untuk menimbulkan refleks-refleks yang baru. Refleks-refleks yang ditimbulkan
dengan cara ini hampir tidak seefektif seperti refleks yang timbul secara alamiah, karena alasan inilah
orang yang terlalu sering mengambat refleks alamiahnya cenderung mengalami konstipasi. Selama
buang air besar, otot dada, diafragma, otot dinding abdomen, dan diafragma pelvis menekan saluran
cerna. Pernapasan juga akan terhenti sementara ketika paru-paru menekan diafragma dada ke bawah
untuk memberi tekanan. Tekanan darah meningkat dan darah yang dipompa menuju jantung meninggi.
Buang air besar dapat terjadi secara sadar dan tak sadar. Kehilangan kontrol dapat terjadi karena cedera
fisik (seperti cedera pada otot sphinkter anus), radang, penyerapan air pada usus besar yang kurang
(menyebabkan diare, kematian, dan faktor faal dan saraf).

Sumber:

Guyton, Arthur C. Hall, John E. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta: EGC.

Murray, Robert K. Granner, Daryl K. Mayes, Peter A. Rodwell, Victor W. 2003. Harper’s Illustrated
Biochemistry, Twenty-Sixth Edition. New York: Mc. Graw Hill.

http://id.wikipedia.org/wiki/Buang_air_besar Diakses pada tanggal 30 Mei 2010 pukul 19.05 WIB

http://keypynk.blogspot.com/2013/03/mekanisme-bab-mekanisme-bak.html?m=1

Mekanisme Buang Air Besar (DEFEKASI)

Bila pergerakan massa mendorong feses masuk ke dalam rectum, segera timbul keinginan untuk
defekasi, termasuk refleks kontraksi rectum dan relaksasi sfingter anus.Pendorongan massa feses yang
terus menerus melalui anus dicegah oleh konstriksi tonik dari sfingter ani internus, penebalan otot
sirkular sepanjang beberapa sentimeter yang terletak tepat di sebelah dalam anus, dan sfingter ani
eksternus, yang terdiri dari otot lurik volunteer yang mengelilingi sfingter internus dan meluas ke
sebelah distal.

Refleks Defekasi

Biasanya, defekasi ditimbulkan oleh refleks defekasi. Satu dari refles-refleks ini adalah Refleks Intrinsik
yang diperantarai oleh sistem saraf enteric setempat di dalam dinding rectum. Hal ini dapat dijelaskan
sebagai berikut: Bila feses memasuki rectum, distensi dinding rectum menimbulkan sinyal-sinyal aferen
yang menyebar melalui pleksus mienterikus untuk menimbulkan gelombang peristaltic di dalam kolon
desenden, sigmoid, dan rectum, mendorong feses kea rah anus. Sewaktu gelombang peristaltic
mendekati anus, sfingter ani eksternus juga dalam keadaan sadar, dan berelaksasi secara volunteer pada
waktu yang bersamaan, terjadilah defekasi.

Refleks defekasi mienterik intrinsic yang berfungsi dengan sendirinya secara normal bersifat
relative lemah. Agar menjadi efektif dalam menimbulkan defekasi, refleks biasanya harus diperkuat oleh
refleks defekasi jenis lain, yaitu refleks defekasi parasimpatis yang melibatkan segmen sacral medulla
spinalis. Bila ujung-ujung sraf dalam rectum dirangsang, sinyal-sinyal dihantarkan pertama ke dalam
medulla spinalis dan kemudian secara refleks kembali ke kolon desenden, sigmoid, rectum dan anus
melalui serabut-serabut saraf parasimpatis dalam nervus pelvikus. Sinyal-sinyal parasimpatis ini sangat
memperkuat gelombang peristaltik dan juga merelaksasikan sfingter ani internus, dengan demikian
mengubah refleks defekasi mienterik intrinsic dari suatu usaha yang lemah menjadi suatu proses
defekasi yang kuat, yang kadang efektif dalam mengosongkan usus besar sepanjang jalan dari fleksura
splenikus kolon sampai ke anus.

Sinyal-sinyal defekasi yang masuk ke medulla spinalis menimbulkan efek-efek lain, seperti mengambil
nafas dalam, penutupan glottis, dan kontraksi otot-otot dinding abdomen untuk mendorong isi feses
dari kolon turun ke bwah dan pada saat yang bersamaan menyebabkan dasar pelvis mengalami relaksasi
ke bawah dan menarik ke luar cincin anus untuk mengeluarkan feses

Bila keadaan memungkinkan untuk defekasi, refleks defekasi secara sadar dapat diaktifkan dengan
mengambil napas dalam untuk menggerakkan diafragma turun ke bawah dan kemudian
mengontraksikan otot-otot abdomen untuk meningkatkan tekanan dalam abdomen, jadi mendorong isi
feses ke dalam rectum untuk menimbulkan refleks-refleks yang baru. Refleks-refleks yang ditimbulkan
dengan cara ini hampir tidak seefektif seperti refleks yang timbul secara alamiah, karena alasan inilah
orang yang terlalu sering mengambat refleks alamiahnya cenderung mengalami konstipasi. Selama
buang air besar, otot dada, diafragma, otot dinding abdomen, dan diafragma pelvis menekan saluran
cerna. Pernapasan juga akan terhenti sementara ketika paru-paru menekan diafragma dada ke bawah
untuk memberi tekanan. Tekanan darah meningkat dan darah yang dipompa menuju jantung meninggi.

Buang air besar dapat terjadi secara sadar dan tak sadar. Kehilangan kontrol dapat terjadi karena cedera
fisik (seperti cedera pada otot sphinkter anus), radang, penyerapan air pada usus besar yang kurang
(menyebabkan diare, kematian, dan faktor faal dan saraf).

Anda mungkin juga menyukai