Anda di halaman 1dari 7

B.

DIMENSI-DIMENSI KEMANUSIAAN
Seseorang (individu manusia) yang sejak kelahirannya (dari penciptaannya)
dibekali dengan hakikat manusia untuk pengembangan diri dan kehidupan
selanjutnya, ia dilengkapi dengan dimensi-dimensi kemanusiaan yang melekat pada
diri individu itu. Dimensi-dimensi manusia itu terdiri dari :
1. Dimensi Keindividualan
2. Dimensi Kesosialan
3. Dimensi Kesusilaan
4. Dimensi Keberagamaan

a. Dimensi  Keindividualan
Manusia sebagai makhluk keindividualan dimaksudkan sebagai orang
yang utuh, yang terdiri dari kesatuan fisik dan psikis. Kandungan dimensi
keindividualan adalah potensi dan perbedaan. Di sini dimaksudkan bahwa setiap
individu pada dasarnya memiliki potensi, baik potensi fisik maupun mental-
psikologis, seperti kemampuan intelegensi, bakat dan kemampuan pribadi lainnya.
Potensi ini dapat berbeda-beda antar individu. Ada individu yang berpotensi
sangat tinggi, tinggi, sedang, kurang dan kurang sekali.
Keberadaan manusia sebagai individual bersifat unik artinya berbeda
antara satu dengan yang lainnya. Setiap manusia sama mempunyai mata, telinga,
kaki dan anggota tubuh lainnya, namun tidak ada yang sama persis bentuknya,
karena setiap orang kelak  akan diminta pertangung jawaban atas sikap
perilakunya. Kesadaran manusia akan dirinya sendiri merupakan perwujudan
individualitas manusia, ini mencakup pengertian yang sangat luas, antaranya
kesadaran akan diri antara realitas, self respect, self narcisme, egoisme martabat
kepribadian, perbedaan dan persamaan dengan orang lain dan kesadaran terhadap
potensi pribadi yang menjadi dasar dari self realisasi.  Manusia sebagai individu
memiliki hak sebagai kodrat alami atau sebagai anugerah Tuhan kepadanya.  Hak
asasi sebagai pribadi terutama hak hidup, hak kemerdekaan, dan hak memiliki.
Konsekuensi dari adanya hak, maka manusia menyadari kewajiban-kewajiban dan
tanggung jawab moralnya.
b. Dimensi   Kesosialan
Manusia disamping sebagai mahluk individual, dia juga mahluk sosial.
Perwujudan manusia sebagai makhluk sosial tampak dalam kenyataan bahwa
tidak ada yang mampu hidup sebagai manusia tanpa bantuan orang lain. Realita
ini menunjukkan bahwa manusia hidup dalam suasana interdependensi, dalam
antar hubungan dan antaraksi.
Adanya dimensi kesosialan pada diri manusia tampak lebih jelas pada
dorongan untuk bergaul. Dengan adanya dorongan untuk bergaul, setiap orang
ingin bertemu dengan sesamanya. Kandungan dimensi kesosialan adalah
komunikasi dan kebersamaan. Dengan bahasa (baik bahasa verbal maupun non-
verbal, lisan maupun tulisan) individu menjalin komunikasi atau hubungan dengan
individu lain. Di samping itu individu juga menggalang kebersamaan dengan
individu lain dalam berbagai bentuk, seperti persahabatan, keluarga, kumpulan
dan organisasi (non formal dan formal). Sifat sosialitas menjadi dasar dan tujuan
dari kehidupan manusia yang sewajarnya atau menjadi dasar dan tujuan setiap
anak dan kelompoknya. Setiap anak pasti terlibat dalam kehidupan sosial pada
setiap waktu. Sebagai makhluk sosial, mereka saling membutuhkan, saling
membantu, dan saling melengkapi. Manusia akan selalu berinteraksi dengan
manusia lain untuk mencapai tujuan hidupnya, dan interaksi tersebut merupakan
wadah untuk pertumbuhan dan perkembangan kepribadiannya. Yang dimaksud
dengan interaksi sosial adalah suatu hubungan antara dua atau lebih individu
manusia dimana tingkah laku individu yang satu mempengaruhi, mengubah, atau
memperbaiki tingkah laku yang lain.

c. Dimensi Kesusilaan
Manusia adalah mahluk susila.  Dritarkara mengatakan manusia susila,
yaitu manusia yang memiliki nilai-nilai, menghayati, dan mewujudkan nilai-nilai
tersebut dalam perbuatan. Kandungan dimensi kesusilaan adalah  nilai dan moral.
Dalam dimensi ini digarisbawahi kemampuan dasar setiap individu untuk
memberi penghargaan terhadap sesuatu, dalam rentang penilaian tertentu. Sesuatu
dapat dinilai sangat tinggi, sedang, ataupun rendah. Penilaian yang dibuat oleh
sekelompok individu tentang sesuatu yang sangat penting untuk kehidupan
bersama sering kali ditetapkan sebagai standar baku. Standar baku inilah yang
selanjutnya dijadikan patokan untuk menetapkan boleh tidaknya sesuatu hal
dilakukan oleh individu (terutama individu yang berada di dalam kelompok yang
dimaksud). Inilah yang disebut moral. Individu dalam kelompok yang
bersangkutan harus mengikuti ketentuan moral tersebut. Ketentuan moral itu
biasanya diikuti oleh sanksi atau bahkan hukuman bagi pelanggarnya. Sumber
moral adalah agama, adat, hukum ilmu, dan kebiasaan. Masalah kesusilaan maka
akan selalu berhubungan erat dengan nilai-nilai. Nilai-nilai adalah sesuatu yang
dijunjung tinggi oleh manusia, mengandung makna kebaikan, keluhuran
kemuliaan dan dijadikan pedoman hidup. Pada hakikatnya manusia diberikan
kemampuan untuk melihat dan membandingkan anatara sesuatu yang baik dan
buruk dengan kata lain manusia memiliki kata hati, hati nurani untuk mengambil
suatu putusan. Serta memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan nilai-nilai
susila dan melaksanakannya. Sehingga dengan demikian dapat dikatakan manusia,
bila manusia tersebut memiliki nilai-nilai, menghayati dan melaksanakan nilai-
nilai tersebut.

d. Dimensi Keberagamaan
Manusia adalah mahluk yang religius. Sejak zaman dahulu nenek moyang
manusia meyakini akan adanya kekuatan supranatural yang menguasai hidup alam
semesta ini. Untuk mendekatkan diri dan berkomunikasi dengan kekuatan tersebut
ditempuh dengan ritual agama. Beragama merupakan kebutuhan manusia, karena
manusia adalah mahluk yang lemah memerlukan tempat bertopang demi
keselamatan hidupnya. Agama sebagai sandaran manusia. Penanaman sikap dan
kebiasaan beragama dimulai sedini mungkin, yang melaksanakan dikeluarga dan
dilanjutkan melalui pemberian pendidikan agama di sekolah. Kandungan dimensi
keberagaman adalah iman dan takwa. Dalam dimensi ini terkandung pemahaman
bahwa setiap individu pada dasarnya memiliki kecenderungan dan kemampuan
untuk mempercayai adanya Sang Maha Pencipta dan Maha Kuasa serta mematuhi
segenap aturan dan perintah-Nya. Keimanan dan ketakwaan ini dibahas dalam
agama yang dianut oleh individu. Kitab suci agama serta tafsir yang
mengiringinya memuat kaidah-kaidah keimanan dan ketakwaan tersebut.
Manusia memerlukan agama untuk keselamatan hidupnya kini dan untuk
masa yang akan datang. Pendidikan agama tidak hanya menjadi tanggungjawab
guru agama, tetapi merupakan tanggungjawab semua guru disekolah dan
tanggungjawab semua orang untuk saling menasehati pada kebenaran terhadap
semuanya.

C. PENGEMBANGAN DIMENSI KEMANUSIAAN\


1. Bentuk Pengembangan
a. Pengambangan yang utuh
Pengembangan yang utuh adalah ketika keseluruhan  unsur dari
dimensi  hakikat manusia telah mampu dikembangkan  secara optimal sebagai
satu kesatuan yang utuh. Tingkat keutuhan perkembagan dimensi hakikat
manusia ditentukan oleh dua faktor, yaitu kualitas dimensi hakikat manusia itu
sendiri secara potensial, dan kualitas pendidikan  yang disediakan untuk
memberikan pelayanan atas perkembanganya. Pendidikan yang berhasil
adalah pendidikan yang sanggup menghantarkan subjek didik menjadi
dirinya selaku anggota masyarakat. Selanjutnya pengembangan yang utuh
dapat dilihat dari segi :
1) Dari wujud dimensinya
Keutuhan terjadi antara aspek jasmani dan rohani, antara
dimensi keindividuan, kesosialan, kesusilaan dan
keberagamaan, antara aspek kognitif, afektif dan
psikomotorik.  Pengembangan aspek jasmani dan rohaniah
dikatakan utuh jika keduanya mendapat pelayanan secara
seimbang.  Pengembangan keindividuan, kesosialan, kesusilaan,
dan kerberagamaan. Dikatakan utuh jika semua dimensi mendapat
pelayanan dengan baik. Dalam hal ini pengembangan dimensi
keberagaman menjadi tumpuan dari ketiga dimensi yang telah
disebutkan.
Pengembangan domain kognitif, efektif dan psikomotorik
dikatakan utuh jika ketiga – tiganya mendapat pelayanan yang
berimbang. Pengutamaan domain kognitif dengan mengabaikan
domain efektif misalnya yang terjadi pada sistem persekolahaan
dewasa ini hanya akan menciptakan orang – orang pintar yang
tidak berwatak.
2) Dari arah pegembangan
Keutuhan pengembangan dimensi hakikat manusia dapat
dirahkan kepada pengembagan dimensi keindividuan, kesosialan,
kesusilaan dan keragaman secara terpadu. Jika dianalisa satu
persatu gambaranya sebagai berikut : pengembangan yang sehat
terhdap dimensi keindividuan memberi peluang pada seorang
untuk menjadikan eskplorasi terhadap potensi – potensi yang ada
pada dirinya, baik kelebihanya maupun kekuranganya.. segi positif
yang ada ditingkatan dan negative dihambat. Pengembangan yang
berarah konsentis ini bermakna memperbaiki diri atau
meningkatkan martabat atau yang sekaligus juga membuka jalan
kearah bertemunya sesuatu pribadi dengan pribadi yang lain secara
selaras dengan tanpa mengganggu otonomi masing – masing.
Pengembangan yang sehat terhadap dimensi kesosialan yang
lazim disebut pengembangan horizontal membuka peluang
terhadap ditingkatkanya hubungan fisik yang berarti memelihar
kelestarian lingkungan disamping
mengekplorasinya Pengembangan domain kognitif, efektif dan
psikomotorik disamping keselarasan (perimbangan antara
keduanya), juga perlu diperhatikan arahnya. Yang dimaksud adalah
arah pengembangan dari jenjang yang rendah kejenjang yang lebih
tinggi. Pengembangan ini disebut pengembangan vertical. Sebagai
contoh pengembangan domain kognitif dari kemampuan
mengetahui, memahami dan seterusnya sampai pada pengetahuan
mengevaluasi.
1.2 Pengembangan yang tidak utuh.
Perkembangan yang tidak utuh terhdap dimensi hakikat manusia akan terjadi didalam
proses pengembangan jika ada unsure  dimensi hakikat manusia yang terabaikan untuk
ditangai, misalnya kesosialan didominasi oleh pengembangan domain koghitif.
2.      Substansi Pengembangan Dimensi hakikat Manusia
2.1  Pengembangan Manusia sebagai Mahluk Individu
 Pendidikan harus mengembangkan anak didik mampu menolong dirinya sendiri. Untuk
dapat menolong dirinya sendiri, anak didik perlu mendapat berbagai pengalaman di dalam
pengembangan konsep, prinsip, generasi, intelek, inisiatif, kreativitas, kehendak,
emosi/perasaan, tanggungjawab, keterampilan ,dll. Dengan kata lain, anak didik harus
mengalami perkembangan dalam kawasan kognitif, afektif dan psikomotor.
Sebagai mahluk individu, manusia memerlukan pola tingkah laku yang bukan merupakan
tindakan instingtif, dan hal-hal ini hanya bisa diperoleh melalui pendidikan dan proses
belajar. Di atas telah dikatakan bahwa perwujudan manusia sebagai mahluk individu (pribadi)
ini memerlukan berbagai macam pengalaman. Tidaklah dapat mencapai tujuan yang
diinginkan, apabila pendidikan terutama hanya memberikan aspek kognitif (pengetahuan)
saja sebagai yang sering dikenal dan diberikan oleh para pendidik pada umumnya selama ini.
Pendidikan seperti ini disebut bersifat intelektualistik, karena hanya berhubungan dengan segi
intelek saja. Pengembangan intelek memang diperlukan, namun tidak boleh melupakan
pengembangan aspek-aspek lainnya sebagai yang telah disebutkan di atas.
2.2  Pengembangan Manusia sebagai Mahluk Sosial
Manusia adalah mahluk yang selalu berinteraksi dengan sesamanya. Manusia tidak dapat
mencapai apa yang diinginkan secara seorang diri saja. Kehadiran manusia lain
dihadapannya, bukan saja penting untuk mencapai tujuan hidupnya, tetapi juga merupakan
sarana untuk pengembangan kepribadiannya. Kehidupan sosial antara manusia yang satu
dengan yang lainnya dimungkinkan tidak saja oleh kebutuhan pribadi seperti telah disebutkan
di atas, tetapi juga karena adanya bahasa sebagai alat atau medium komunikasi. Melalui
pendidikan dapat dikembangkan suatu keadaan yang seimbang antara pengembangan aspek
individual dan aspek sosial ini. Hal ini penting untuk pendidikan di Indonesia yang
berfilasafah pancasila, yang menghendaki adanya perkembangan yang seimbang antara aspek
individual dan aspek sosial tersebut.
2.3  Pengembangan Manusia sebagai Mahluk Susila
Setiap masyarakat dan bangsa mempunyai norma-norma, dan nilai-nilainya. Melalui
pendidikan kita harus mampu menciptakan manusia susila dan harus mengusahakan anak-
anak didik kita menjadi manusia pendukung norma, kaidah dan nilai-nilai susila dan sosial
yang dijunjung tinggi oleh masyarakatnya. Norma, nilai dan kaidah tersebut harus menjadi
milik dan selalu dipersonifikasikan dalam setiap sepak terjang, dan tingkah laku tiap pribadi
manusia. Pentingnya mengetahui dan menerapkan secara nyata norma, nilai, dan kaidah-
kaidah masyarakat dalam kehidupannya mempunyai dua alasan pokok, yaitu:
  Untuk kepentingan dirinya sendiri sebagai individu. Apabila individu tidak dapat
menyesuaikan diri dan tingkah lakunya tidak sesuai dengan norma, nilai dan kaidah sosial
yang terdapat dalam masyarakat maka dimanapun ia hidup tidak dapat diterima oleh
masyarakat.
  Untuk kepentingan stabilitas kehidupan masyarakat itu sendiri. Masyarakat telah
menghasilkan dalam perkembangannya aturan-aturan main yang kita sebut norma, nilai, dan
kaidah-kaidah sosial yang harus diikuti oleh anggotanya. Norma, nilai dan kaidah-kaidah
tersebut merupakan hasil persetujuan bersama untuk dilaksanakan dalam kehidupan bersama,
demi untuk mencapai tujuan mereka bersama. Dengan demikian, kelangsungan kehidupan
masyarakat tersebut sangat tergantung pada dapat tidaknya dipertahankan norma, nilai dan
kaidah masyarakat yang bersangkutan.
2.4  Pengembangan Manusia sebagai Mahluk Religius
Sebagai anggota masyarakat dan bangsa yang memiliki filsafat Pancasila kita dituntut
untuk menghayati dan mengamalkan ajaran pancasila sebaik-baiknya. Sebagai anggota
masyarakat yang dituntut untuk menghayati dan mengamalkan ajaran Pancasila, maka kepada
masing-masing warga negara dengan demikian juga dituntut untuk dapat melaksanakan
hubungan dengan Tuhan sebaik-baiknya menurut keyakinan yang dianutnya masing-masing,
serta untuk melaksanakan hubungan sebaik-baiknya dengan sesama manusia dan dengan
lingkungan.

Anda mungkin juga menyukai