Anda di halaman 1dari 7

1.

Analisis Sintaksis
a. Analisis Urutan Satuan Isi Cerita dan Uraiannya
Puisi “Pesan dari Ayah” memiliki urutan satuan cerita sebagai berikut.
(1) Pengenalan tokoh ayah, ibu dan anak oleh pencerita.
(2) Kondisi ayah yang diprihatinkan oleh tokoh ibu.
(3) Pengetahuan pencerita tentang ayah.
(a) Ketertarikan ayah belajar menulis pesan.
(b) Pemberian handphone untuk ayah dari ibu
(c) Keromantisan ayah dan ibu pada saat mengirim pesan untuk anaknya
yang sedang di Jakarta.
(5) Jarak antara orangtua dan anak menjadikan pencerita iba dan sedih.
(6) Keinginan anak untuk mendapatkan pesan dari ayah
(7) Sikap kasih sayang ibu terhadap ayah
(8) Perhatian ayah terhadap anak yang secara diam-diam
(9) Pencerita yaitu anaknya
(10) Perasaan rindu yang dipendam pencerita.

b. Uraian Pengaluran
Puisi berjudul Pesan dari Ayah karya Joko Pinurbo memiliki 6 sekuen utama.
Selai itu terdapat beberapa sekuen yang memiliki sorot balik, diantaranya bait
pertama sampai bait keenam yang sangat berhubungan. Hal tersebut berarti
keseimbangan besar jumlah sekuen sorot balik dengan jumlah sekuen yang
sejalan penceritaan ±1:2. Dengan begitu dapat dilihat bahwa genre yang muncul
dalam cerita berdasarkan alur ialah tentang sosialisasi kehidupan antara ayah,
ibu dan anak.

c. Alur Sebab-Akibat
Dalam analisis ini digunakan nomor dalam angka romawi untuk fungsi-fungsi
utama urutan tekstual, sedangkan nomor digit yang ditempatkan dalam kurung
diambil dari urutan bait yang terkandung.
I. Pemberian telepon genggam untuk ayah sebagai alat penghibur (1).
II. Rasa prihatin dan perhatian ibu terhadap ayah yang sudah renta (2).
III. Permohonan anak kepada ayahnya agar selalu diberikan kabar atau pesan
karena anaknya akan pergi merantau ke Jakarta (3)
IV. Pesan rasa rindu dari ayah kepada anakya karena jarak yang memisahkan
mereka (4)
V. Keprihatinan anak serta balasan rindu terhadap orangtuanya (5)
VI. Kepedulian dan perhatian ayah yang selalu di ingat anaknya namun secara
tersirat (6)

2. Analisis Semantik
a. Penokohan
1) Pencerita/anak
Aku/Anak/Pencerita adalah seorang anak yang merantau dari kampung
halamannya dan jauh dari orangtuanya, pencerita seringkali merindukan
orangtuanya dan mengenang rasa kepedulian ayah dan ibu pada saat ia masih
kecil. Bukti hal-hal tersebut terdapat dalam kutipan bait sebagai berikut.
Ketika pamit hendak kembali ke Jakarta,
aku sempat mohon kepada Ayah dan Bunda
agar sering-sering telepon atau kirim pesan, sekadar
mengabarkan keadaan, supaya pikiranku tenang.

Langsung kubalas: “Lagi ngapain?” Disambung:


“Lagi berduaan dengan ibumu di bawah pohon sawo
di belakang rumah. Bertiga dengan bulan.
Berempat dengan telepon genggam. Balas!”

Kubalas dengan ingatan: di bawah pohon sawo itu


puisi pertamaku lahir. Di sana aku belajar menulis
hingga jauh malam sampai tertidur kedinginan,
lalu Ayah membopong tubuhku yang masih lugu
dan membaringkannya di ranjang Ibu.

2) Ayah
Ayah merupakan sosok pemimpin yang sudah tua dan renta.
Kebiasaannya yang senang duduk di bawah pohon sawo untuk sekadar
istirahat menenangkan pikiran. Kini ayah telah memiliki alat penghibur
berupa telepon genggam yang diberikan oleh ibu sebagai bentuk apresiasi
kasih sayang untuk sekadar alat penghibur dan alat pengirim pesan. Ayah
merupakan sosok yang sebetulnya sangat penyayang dan perhatian, namun
hal itu sering kali ayah sembunyikan tanpa diekspresikan secara langsung.
Hal ini terlihat dalam kutipan berikut.
“Jangan ganggu suamiku,” Ibu cepat-cepat
meraih tanganku. “Sudah dua hari ayahmu belajar
menulis dan mengirim pesan untuk Ibu.
Kasihan dia, sepanjang hidup berjuang melulu.”

Ayah memenuhi janjinya. Pada suatu tengah-malam


telepon genggamku terkejut mendapat kiriman
pesan dari Ayah, bunyinya: “Sepi makin modern.”

3) Ibu
Tokoh ibu dalam puisi ini menggambarkan sosok malaikat yang sangat
sayang terhadap ayah dan aku (anak), ibu sangat perhatian dan memiliki jiwa
romantis terhadap ayah. Keluarga ini terlihat keluarga yang sederhana namun
sangat hangat karena peran ibu yang salalu peduli terhadap ayah dan anaknya.
Maka pada saat jarak memisahkan, kehangatan ayah dan ibu sangat dirindukan
oleh anaknya. Hal ini dibuktikan dengan pada bait puisi yakni,
Datang menjelang petang, aku tercengang melihat
Ayah sedang berduaan dengan telepon genggam
di bawah pohon sawo di belakang rumah.
Ibu yang membelikan Ayah telepon genggam
sebab Ibu tak tahan melihat kekasihnya kesepian.

“Jangan ganggu suamiku,” Ibu cepat-cepat


meraih tanganku. “Sudah dua hari ayahmu belajar
menulis dan mengirim pesan untuk Ibu.
Kasihan dia, sepanjang hidup berjuang melulu.”
b. Analisis Latar Tempat
Analisis latar atau ruang ini pada dasarnya diklasifikasikan dalam dua
bagiannya, yakni ruang bergerak dan ruang tak bergerak. Ruang bergerak yakni
meliputi tempat yang digunakan dalam cerita, dalam puisi ini ruang bergeraknya
adalah dibawah pohon sawo. Pohon sawo menjadi media peristirahatan ayah dan
ibu sebagai tempat menenangkan pikiran. Bukti latar di bawah pohon sawo dalam
kutipan berikut.
Ayah sedang berduaan dengan telepon genggam
di bawah pohon sawo di belakang rumah.
Selanjutnya, ruang tak bergerak yaitu ruang yang meliputi perkembangan
ruang tokoh. Bisa dikatakan bahwa ruang tak bergerak ini adalah ruang yang
muncul dalam ingatan-ingatan tokoh terhadap suatu kejadian. Ruang tak bergerak
dalam puisi yang tengah dianalisis ini ialah ranjang ibu dan pohon sawo dalam
ingatan.
Kubalas dengan ingatan: di bawah pohon sawo itu
puisi pertamaku lahir. Di sana aku belajar menulis
hingga jauh malam sampai tertidur kedinginan,
lalu Ayah membopong tubuhku yang masih lugu
dan membaringkannya di ranjang Ibu.

c. Analisis Latar Waktu


Puisi “Pesan dari Ayah” ini menceritakan kehidupan yang sederhana dan
modern, hal ini dibuktikan dengan sudah hadirnya teknologi telepon genggam
yang diberikan sebagai hadiah. Selain latar zaman, latar waktu yang muncul juga
meliputi waktu masa lalu dan masa sekarang. Masa lalu menggambarkan tentang
ingatan anak terhadap kasih sayang ayahnya yang membopong tubuhnya ke
ranjang peristirahatan.
Kubalas dengan ingatan: di bawah pohon sawo itu
puisi pertamaku lahir. Di sana aku belajar menulis
hingga jauh malam sampai tertidur kedinginan,
lalu Ayah membopong tubuhku yang masih lugu
dan membaringkannya di ranjang Ibu.
Sedangkan masa sekarang ialah saat anaknya pergi merantau ke Jakarta
untuk meninggalkan orangtuanya demi kelangsungan hidupnya. Hal tersebut di
kutip sebagai berikut :
Ketika pamit hendak kembali ke Jakarta,
aku sempat mohon kepada Ayah dan Bunda
agar sering-sering telepon atau kirim pesan, sekadar
mengabarkan keadaan, supaya pikiranku tenang.

d. Analisis Latar Budaya


Terdapat beberapa analisis latar budaya yang terlihat dalam cerpen ini,
pertama kebiasaan seorang ayah dan ibu yang senang duduk di bawah pohon
mangga sebagai tempat peristirahatan dan meniup udara segar di malam hari. Hal
ini tergambar dalam peristiwa berikut.
“Lagi berduaan dengan ibumu di bawah pohon sawo
di belakang rumah. Bertiga dengan bulan.
Berempat dengan telepon genggam. Balas!”
Selain kebiasaan sang ayah dan ibu, yang perlu disoroti dalam kutipan tersebut
ialah budaya merantau sang anak yang pergi ke Jakarta untuk menyambung
hidupnya. Hal ini ditunjukkan sebagai berikut.
Ketika pamit hendak kembali ke Jakarta,
aku sempat mohon kepada Ayah dan Bunda
agar sering-sering telepon atau kirim pesan, sekadar
mengabarkan keadaan, supaya pikiranku tenang.

3. Analisis Pragmantik
a. Kehadiran Pencerita
Puisi “Pesan dari Ayah” menggunakan sudut pandang orang pertama,
kehadiran “aku” atau pencerita hadir sebagai tokoh utama pelaku sampingan. Hal
ini karena oposisi diceritakan tentang Aku, bukan perasaan tokoh aku, Laela.
Karena menggunakan sudut pandang orang pertama, maka cerpen ini
menghadirkan pencerita dalam, sebab “aku” terlibat dalam penceritaan (sebagai
tokoh). Untuk membuktikan hal ini, berikut kutipannya.
Ketika pamit hendak kembali ke Jakarta,
aku sempat mohon kepada Ayah dan Bunda
agar sering-sering telepon atau kirim pesan, sekadar
mengabarkan keadaan, supaya pikiranku tenang.

Kubalas dengan ingatan: di bawah pohon sawo itu


puisi pertamaku lahir. Di sana aku belajar menulis
hingga jauh malam sampai tertidur kedinginan,
lalu Ayah membopong tubuhku yang masih lugu
dan membaringkannya di ranjang Ibu.

Selain kutipan tersebut, judul yang diambil pun mencirikan bahwa yang
mejadi tokoh utama ialah aku yang menunggu pesan dari ayah. Dengan begitu,
jelas bahwa tokoh “aku” hanya sebagai pencerita.

b. Kehadiran Unsur Penceritaan (Penuturan)


Penggunaan kata ganti untuk tokoh utama dalam cerpen ini ialah kata ganti
orang ketiga, yakni “dia” yang merujuk pada tokoh Ayah. Penulis tampaknya
ingin menimbulkan kesan langsung pada pembaca dengan menggunakan kata
“dia”. Penggunaan kata “dia” juga menimbulkan kesan pada pembaca yang
dianggap dirinya sebagai objek yang diceritakan, meski dalam cerita dituliskan
nama tokoh adalah ayah, seorang yang sudah tua dan rentan.

c. Analisis tentang Kohesi


Leksikal: Isotopi, Motif, dan genre puisi yang ditulis Joko Pinurbo yang
berjudul “Pesan dari Ayah” ini memiliki beberapa isotopi yang dominan. Pertama
isotopi manusia, yang terdiri dari isotopi penglihatan, pendengaran, dan peraba
(indra), tubuh manusia, nama dan gender. Pembuktian isotopi ini terdapat dalam
kutipan puisi, yang tidak sedikit menggunakan kata yang ulang, seperti isotopi
penglihatan yang digambarkan dalam kutipan dengan kata “tercengang”
“melihat”, isotopi peraba atau sentuhan ditandai dengan kata “membopong,
membaringkan”. Isotopi tubuh salah satunya digambarkan dengan kata “tubuhku”.
Selain isotopi manusia, banyak juga muncul isotopi perasaan yang banyak
menyimbolkan perasaan-perasaan tokoh, hal ini salah satunya ditandai dengan
kata “pikiran tenang”.
Kedua isotop ini berubah menjadi motif yang besar yakni perasaan manusia.
Kemudian muncul juga isotopi gerakan salah satu contohnya “terkejut”, isotopi
perjalanan, dan isotopi waktu, yang ketiganya terkelompok dalam motif
perubahan karena tiga isotopi ini memiliki gerak. Selanjutnya timbul juga motif
budaya yang gerakannya statis terdiri dari isotopi masyarakat atau budaya. Dan
terakhir, ialah motif alam yang muncul sangat sedikit dalam cerita, namun
perannya tidak dapat dikesampingkan, salah satu contohnya ialah terjadinya
“sepi” yang menimbulkan sebuah kisah. Setelah menemukan beberapa motif
dalam puisi,
Selanjutnya motif budaya berada di antara oposisi perubahan dan kestatisan.
Jumlah motif budaya dominan muncul dari motif bergerak, hal ini berarti budaya
yang statis yang hendak dipertahankan terus akhirnya akan merusak perasaan
manusia, contohnya kasih sayang. Sementara itu, motif alam beroposisi dengan
budaya yang merupakan ciptaan manusia.
Dalam puisi ini misalnya perasaan rindu dan kasih sayang yang dirasakan
antara ayah, ibu dan anak. Ibu selalu merasa kasihan kepada ayah, hingga
akhirnya ibu memberikan telepon genggam yang bermanfaat untuk mengirim
pesan kepada ibu ataupun anaknya. Dari hasil analisis kohesi leksikal yang
dilakukan, maka dapat dikatakan bahwa puisi ini bergenre naratif yang
menceritakan kehidupan sosial.

Dari uraian analisis tiga tataran semiotik untuk menemukan genre dan unsur dalam
puisi “Pesan dari Ayah” karya Joko Pinurbo. Puisi ini menceritakan kisah seorang anak yang
menanti pesan dari seorang ayah karena kondisi kehidupannya yang berbeda jarak, ayah dan
ibunya yang tinggal di kampung sedangkan anaknya merantau ke Jakarta. Puisi ini termasuk
dalam genre puisi naratif karena puisi yang terkandung adalah makna sebenarnya dari
bahasan yang diceritakan. Dalam puisi ini menceritakan tokoh anak menunggu pesan dari
ayahnya yang baru belajar menggunakan hanphone pemberian ibu, terlebih jarak yang
menjadikan faktor utama antara orangtua dan anak. Data yang diperoleh mulai diolah dengan
menganalisisnya ke dalam tiga tataran semiotik, yakni analisis sintaktik, semantik, dan
pragmatik.

Anda mungkin juga menyukai