Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Teori dan Apresiasi Sastra
Dosen Pengampu : Prof. Dr. Apsanti Djokosujatno
Di susun Oleh:
Nama: NPM:
Endang Surnani 20187179011
Via Hapsari Indah 20187179063
Wikurnia 20187179069
M. Saeful Lutfi M 20187179073
B. Analisis Semantik
C. Analisis Pragmatik
Bait pertama menjelaskan pencitraan penglihatan. Penyair ingin menampilkan bahwa aku
tercengang melihat Ayah berduaan dengan telepon genggam dan Ibu tak tahan melihat
kekasihnya kesepian di bawah pohon sawo. Bait pertama menggunakan kata ‘aku’
pronomina tunggal. Bahwa aku adalah seorang anak dari sebuah keluarga ayah dan ibu.
Selain itu juga melihatkan suasana belakang rumah yang terdapat pohon sawo, yaitu
suasana yang sejuk dan damai.
Bait kedua menjelaskan pencitraan perasaan. Penyair ingin menampilkan bahwa perasaan
Ibu yang tidak ingin suaminya diganggu oleh anaknya, karena ayah anak itu sedang belajar
menulis dan mengirim pesan untuk istrinya selama dua hari.
Ketika pamit hendak kembali ke Jakarta,
aku sempat mohon kepada Ayah dan Bunda
agar sering-sering telepon atau kirim pesan, sekadar
mengabarkan keadaan, supaya pikiranku tenang.
Bait ketiga menjelaskan pencitraan perasaan. Perasaan khawatir tokoh aku untuk
meninggalkan Ibu dan Ayahnya di desa. Penyair ingin menampilkan bahwa aku ingin
pamit hendak pulang. Ia ingin Ayah dan Ibunya untuk sering-sering kirim pesan kabarm
agar tokoh aku tenang. Maksud dari puisi walaupun mereka berjauhan tetapi mereka bisa
tahu keadaan masing-masing melalui sebuah pesan dari telepon genggam.
Bait keempat, Penyair ingin menjelaskan sebuah janji seorang ayah terhadap anaknya.
Ayahnya mengirimkan sebuah pesan. Pesan tersebut sangat bermakna buat tokoh aku yaitu
anaknya. Pesan itu “Sepi makin modern” pesan ini sangat mendalam maknanya, yaitu
suasana sepi jaman dulu berbeda dengan jaman sekarang tahun 2004. Ketika jaman dulu
sepi karena tidak ada kehadiran orang lainnya. Tapi jaman sekarang sekitar tahun 2004 sepi
karena tidak ada sebuah pesan melalui telepon genggam. Perbedaan kehadiran manusia
dengan benda mati.
Bait kelima, Penyair ingin menjelaskan aku yang membalas pesan Ayahnya dengan sebuah
pertayaan tentang keadaan Ayah dan Ibunya saat itu. Ayah pun menjelaskan keadaannya
dengan ibu sedang menikmati berduaan, bertigaan dengan bulan, dan berempat dengan
telepon genggam di bawah pohon sawo belakang rumah.
Bait ini menegaskan kata di bawah pohon sawo belakang rumah, diulang-ulang bahwa
pohon ini mempunyai sebuah kenangan dan mistik bagi Ayahnya.
Kubalas dengan ingatan: di bawah pohon sawo itu
Puisi pertamaku lahir. Di sana aku belajar menulis
hingga jauh malam sampai tertidur kedinginan,
lalu Ayah membopong tubuhku yang masih lugu
dan membaringkan di ranjang Ibu.
Bait keenam, Penyair ingin menjelaskan aku membalas pesan Ayahnya dengan sebuah
ingatan di masa lalu. Ingatan dimana saat Aku belajar menulis hinggan malam ketiduran
hinggan Ayahnya membopongnya dan membaringkannya di ranjang Ibu.
di bawah pohon sawo ini memiliki makna yang mendalam bagi Aku. Suasana itulah yang
membuat berbeda suasana di desa dan Jakarta.
Jadi dalam analisis pragmatik puisi ini, bahwa puisi “Pesan dari Ayah” yaitu “Sepi makin
modern.”, yaitu dimana keadaaan sepi saat dahulu dengan saat ini berbeda. Sepi jaman
dulu tidak adanya kehadiran seseorang, dan sepi jaman modern tidak adanya kehadiran
pesan dari telepon genggam. Selain ini, puisi juga mengulang kalimat di bawah pohon
sawo bermaksud tujuan bahwa jaman dahulu masih adanya pohon sawo yang mempunyai
mistik di sebuah desa, sedangkn di Jakarta tidak adanya sebuah pohon sawo.