Makalah Dimensi
Makalah Dimensi
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam UU no. 20 tahun 2003 tentang system pendidikan nasional dijelaskan bahwa
pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara. Dalam definisi
tersebut mengandung pula arti bahwa pendidikan bertujuan humanism yakni untuk
memanusiakan manusia. Hal ini jelas mengindikasikan bahwa seorang pendidik harus
memiliki pemahaman yang konperhensif mengenai sifat dan hakikat manusia agar nantinya ia
mampu menuntun peserta didik untuk menjadi manusia yang seutunya.
Secara khusus, konsep manusia utuh dalam kehidupan bernegara di Indonesia adalah
manusia pacasila. Yakni tiap-tiap warga Negara yang menjiwai dan mengaktualisasikan nilai-
nilai pancasila di dalam kehidupan sehari-harinya.
Konsep manusia dalam sudut pandang pendidikan adalah bagaimana mengembangkan
dimensi yang dimiliki oleh manusia yakni pertama, dimensi individual yang mencakup aspek
potensi, keunikan, serta dinamikanya, kedua, dimensi social yang berkaitan dengan
interaksinya dengan lingkungan, ketiga, aspek kesusilaan yang berkenaan dengan nilai norma
dalam kehidupan bermasyarakat, dan terakhir, aspek keberagamaan yang berkaitan dengan
hubungan manusia dengan Tuhannya.
Berangkat dari fakta di atas, sebagai calon pendidik kita harus memahami keseluruhan
fakta tersebut. Maka, kami menyusun rumusan masalah sebagai berikut.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah pandangan-pandangan tentang hakikat manusia?
2. Bagaimanakah bentuk dimensi-dimensi hakikat manusia?
3. Bagaimanakah wujud pengembangan utuh dan tidak utuh terkait dimensi tersebut?
4. Bagaimanakah konsep manusia pancasila?
C. Tujuan
1. Mengetahui pandangan-pandangan tentang hakikat manusia.
2. Mengetahui bentuk dimensi-dimensi hakikat manusia.
3. Mengetahui wujud pengembangan utuh dan tidak utuh terkait dimensi dimensi
hakikat manusia.
4. Mengetahui konsep manusia pancasila.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Dimensi Keindividualan
Manusia sebagai makhluk keindividualan dimaksudkan sebagai orang yang utuh,
yang terdiri dari kesatuan fisik dan psikis. Kandungan dimensi keindividualan adalah potensi
dan perbedaan. Di sini dimaksudkan bahwa setiap individu pada dasarnya memiliki potensi,
baik potensi fisik maupun mental-psikologis, seperti kemampuan intelegensi, bakat dan
kemampuan pribadi lainnya. Potensi ini dapat berbeda-beda antar individu. Ada individu
yang berpotensi sangat tinggi, tinggi, sedang, kurang dan kurang sekali.
Keberadaan manusia sebagai individual bersifat unik artinya berbeda antara satu
dengan yang lainnya. Setiap manusia sama mempunyai mata, telinga, kaki dan anggota tubuh
lainnya, namun tidak ada yang sama persis bentuknya, karena setiap orang kelak akan
diminta pertangung jawaban atas sikap perilakunya. Kesadaran manusia akan dirinya sendiri
merupakan perwujudan individualitas manusia, ini mencakup pengertian yang sangat luas,
antaranya kesadaran akan diri antara realitas, self respect, self narcisme, egoisme
dll. Manusia sebagai individu memiliki hak sebagai kodrat alami atau anugerah Tuhan
kepadanya. Hak asasi sebagai pribadi terutama hak hidup, hak kemerdekaan, dan hak
memiliki. Konsekuensi dari adanya hak, maka manusia menyadari kewajiban-kewajiban dan
tanggung jawab moralnya.
2. Dimensi Kesosialan
Manusia disamping sebagai mahluk individual, dia juga mahluk sosial. Perwujudan
manusia sebagai makhluk sosial tampak dalam kenyataan bahwa tidak ada yang mampu
hidup sebagai manusia tanpa bantuan orang lain. Manusia hidup dalam suasana
interdependensi, dalam antar hubungan dan antaraksi.
Adanya dimensi kesosialan pada diri manusia tampak lebih jelas pada dorongan untuk
bergaul. Dengan adanya dorongan untuk bergaul, setiap orang ingin bertemu dengan
sesamanya. Kandungan dimensi kesosialan adalah komunikasi dan kebersamaan. Dengan
bahasa (baik bahasa verbal maupun non-verbal, lisan maupun tulisan) individu menjalin
komunikasi atau hubungan dengan individu lain. Di samping itu individu juga menggalang
kebersamaan dengan individu lain dalam berbagai bentuk, seperti persahabatan, keluarga,
kumpulan dan organisasi (non formal dan formal). Sifat sosialitas menjadi dasar dan tujuan
dari kehidupan manusia yang sewajarnya atau menjadi dasar dan tujuan setiap anak dan
kelompoknya. Setiap anak pasti terlibat dalam kehidupan sosial pada setiap waktu. Sebagai
makhluk sosial, mereka saling membutuhkan, saling membantu, dan saling melengkapi.
Manusia akan selalu berinteraksi dengan manusia lain untuk mencapai tujuan hidupnya, dan
interaksi tersebut merupakan wadah untuk pertumbuhan dan perkembangan kepribadiannya.
Yang dimaksud dengan interaksi sosial adalah suatu hubungan antara dua atau lebih individu
manusia dimana tingkah laku individu yang satu mempengaruhi, mengubah, atau
memperbaiki tingkah laku yang lain.
3. Dimensi Kesusilaan
Manusia adalah mahluk susila. Dritarkara mengatakan manusia susila, yaitu manusia
yang memiliki nilai-nilai, menghayati, dan mewujudkan dalam perbuatan. Kandungan
dimensi kesusilaan adalah nilai dan moral. Dalam dimensi ini digarisbawahi kemampuan
dasar setiap individu untuk memberi penghargaan terhadap sesuatu, dalam rentang penilaian
tertentu. Sesuatu dapat dinilai sangat tinggi, sedang, ataupun rendah. Penilaian yang dibuat
oleh sekelompok individu tentang sesuatu yang sangat penting untuk kehidupan bersama
sering kali ditetapkan sebagai standar baku. Standar baku inilah yang selanjutnya dijadikan
patokan untuk menetapkan boleh tidaknya sesuatu hal dilakukan oleh individu (terutama
individu yang berada di dalam kelompok yang dimaksud). Inilah yang disebut moral.
Individu dalam kelompok yang bersangkutan harus mengikuti ketentuan moral tersebut.
Ketentuan moral itu biasanya diikuti oleh sanksi atau bahkan hukuman bagi pelanggarnya.
Sumber moral adalah agama, adat, hukum ilmu, dan kebiasaan. Masalah kesusilaan maka
akan selalu berhubungan erat dengan nilai-nilai. Nilai-nilai adalah sesuatu yang dijunjung
tinggi oleh manusia, mengandung makna kebaikan, keluhuran kemuliaan dan dijadikan
pedoman hidup. Pada hakikatnya manusia memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan
nilai-nilai susila dan melaksanakannya. Sehingga dengan demikian dapat dikatakan manusia,
bila memiliki nilai-nilai, menghayati dan melaksanakan nilai-nilai tersebut.
4. Dimensi Keberagamaan
Manusia adalah mahluk religius. Sejak zaman dahulu nenek moyang manusia
meyakini akan adanya kekuatan supranatural yang menguasai hidup alam semesta ini. Untuk
mendekatkan diri dan berkomunikasi dengan kekuatan tersebut ditempuh dengan ritual
agama. Beragama merupakan kebutuhan manusia, karena manusia adalah mahluk yang lemah
memerlukan tempat bertopang demi keselamatan hidupnya. Agama sebagai sandaran
manusia. Penanaman sikap dan kebiasaan beragama dimulai sedini mungkin, yang
melaksanakan dikeluarga dan dilanjutkan melalui pemberian pendidikan agama di
sekolah. Kandungan dimensi keberagaman adalah iman dan takwa. Dalam dimensi ini
terkandung pemahaman bahwa setiap individu pada dasarnya memiliki kecenderungan dan
kemampuan untuk mempercayai adanya Sang Maha Pencipta dan Maha Kuasa serta
mematuhi segenap aturan dan perintah-Nya. Keimanan dan ketakwaan ini dibahas dalam
agama yang dianut oleh individu. Kitab suci agama serta tafsir yang mengiringinya memuat
kaidah-kaidah keimanan dan ketakwaan tersebut.
C. Pengembangan-Pengembangan Dimensi Manusia.
1. Bentuk Pengembangan
1.1 pengambangan yang Utuh
Pengembangan yang utuh adalah ketika keseluruhan unsur dari dimensi hakikat manusia
telah mampu dikembangkan secara optimal sebagai satu kesatuan yang utuh. Tingkat
keutuhan perkembagan dimensi hakikat manusia ditentukan oleh dua factor, yaitu kualitas
dimensi hakikat manusia itu sendiri secara potensial, dan kualitas pendidikan yang
disediakan untuk memberikan pelayanan atas perkembanganya. Pendidikan yang berhasil
adalah pendidikan yang sanggup menghangtarkan subjek didik menjadi dirinya selaku
anggota masyarakat. Selanjutnya pengembangan yang Utuh dapat dilihat dari segi :
a. Dari wujud dimensinya
Keutuhan terjadi antara aspek jasmani dan rohani, antara dimensi keindividuan,
kesosialan, kesusilaan dan keberagamaan, antara aspek kognitif, afektif dan
psikomotorik. Pengembangan aspek jasmani dan rohaniah dikatakan utuh jika keduanya
mendapat pelayanan secara seimbang. Pengembangan keindividuan, kesosialan, kesusilaan,
dan kerberagamaan. Dikatakan utuh jika semua dimensi mendapat pelayanan dengan baik.
Dalam hal ini pengembangan dimensi keberagaman menjadi tumpuan dari ketiga dimensi
yang telah disebutkan.
Pengembangan domain kognitif, efektif dan psikomotorik dikatakan utuh jika ketiga –
tiganya mendapat pelayanan yang berimbang. Pengutamaan domain kognitif dengan
mengabaikan domain efektif misalnya yang terjadi pada system persekolahaan dewasa ini
hanya akan menciptakan orang – orang pintar yang tidak berwatak.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Terlepas dari banyaknya pandangan tentang hakikat manusia, nyatanya sangatlah sulit
untuk mendeskripsikan manusia dalam satu pengertian yang utuh. Namun sebagai umat
beragama kita sepakat bahwa manusia ialah sebaik-baik makhluk yang diciptakan oleh Sang
Maha Pencipta.
Manusia sebagai sebaik-baik makhluk setidaknya memiliki dimensi-dimensi yang
menjadi bagian dalam dirinya. Dimensi dimensi yang dimaksud ialah dimensi keindividualan,
kesosialan, kesusilaan dan keberagamaan. Sehingga menjadi peran pendidikan untuk
mengembangkan dimensi-dimensi tersebut untuk mewujudkan manusia seutuhnya. dari
proses pengembangan dimensi tersebut, pada hasil akhirnya kita dapat membedakanya
menjadi dua yaitu, pengembangan yang utuh dan pengembangan tidak utuh. Pengembangan
dikatakan utuh apabila keseluruhan dimensi hakikat manusia telah dikembangkan secara
optimal sebagai satu kesatuan. Keutuhan ini dapat kita lihat dari wujud dimensi dan arah
pengembangannya. Sebaliknya, pengembangan yang tidak utuh terjadi apabila
pengembangan terhadap ddimensi-dimensi dari hakikat manusia dilakukan secara tidak
optimal, atau terdapatnya dimensi yang kurang diperhatikan.
Dalam kaitannya dengan manusia Indonesia, pengembangan yang utuh terhadap dimensi-
dimensi tersebut di atas, dalam implementasinya akan terukur dari sejauh mana ia mampu
mengamalkan nilai-nilai pancasila dalam kehidpan sehari-harinya.
B. Saran
1. Sistem pendidikan nasioal Indonesia dikonstruksikan dan dikembangkan untuk mampu
mengembangkan keseluruhan dimensi manusia sebagai satu kesatuan yang utuh guna
menciptakan “manusia pancasila”.
2. Memberikan kesempatan yang sama, dan pengkondisian lingkungan yang baik bagi tumbuh
kembang anak guna pengoptimalah pengembangan dimensi-dimensinya sebagai manusia.
Daftar pustaka
Abidin, Zainal. 2009. Filsafat Manusia: Memahami Manusia Melalui Filsafat.
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Jalaluddin. 2011. Filsafat Pendidikan Islam: Telaah Sejarah dan Pemikirannya.
Jakarta: Kalam Mulia.
Kosasih, Aceng. 2012. Konsep Insan Kamil Menurut al-Jili. [Online] Available:
http://www.file.upi.edu [2012, Maret 8]