Anda di halaman 1dari 53

BUKU PANDUAN PRAKTIKUM

PENANGANAN HASIL PERIKANAN

Disusun oleh:
Dr. Ir. Yahya, MP
Ir. Sri Dayuti, MS
Eko Waluyo, S.Pi, M.Sc
Hefti Salis Yufidasari, S.Pi, MP
Bayu Kusuma, S.Pi, M.Sc
Angga Wira Perdana, S.Pi, MP
Retno Tri Astuti, S.Si, M.Si

Praktikan:

RI SM A AYU PRATAM A ( 1950803011110 01/ T01/ 9)


YO LA BI AS PURI NI N DA ( 19508030111102 1/ T01/ 9)

TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur selalu tercurah kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena

berkat rahmat dan karunianya laporan praktikum Penanganan Hasil Perikanan ini

dapat terselesaikan dengan baik dan tepat waktu. Tak lupa ucapan terima kasih

juga kami ucapkan pada pihak-pihak yang turut andil dalam terselesaikannya

laporan praktikum Penanganan Hasil Perikanan ini.

Laporan ini kami susun berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan

sebelumnya dengan harapan dapat bermanfaat bagi kami sendiri khususnya dan

bagi berbagai pihak yang membutuhkan. Selain itu, kami membuka kesempatan

sebesar-besarnya bagi pihak yang ingin memberikan kritikan dan saran yang

mungkin akan memperbaiki laporan praktikum ini menjadi lebih sempurna lagi.

Kami sampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak yang

secara langsung telah membantu dalam menyelesaikan laporan praktikum ini.

Malang, 24 Februari 2020

Penulis
DAFTAR IS

BUKU PANDUAN PRAKTIKUM PENANGANAN HASIL PERIKANAN...................1


KATA PENGANTAR.......................................................................................................ii
DAFTAR ISI.....................................................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR........................................................................................................iii
DAFTAR TABEL.............................................................................................................iv
DAFTAR LAMPIRAN......................................................................................................v
DAFTAR ISTILAH..........................................................................................................vi
LAPORAN PRAKTIKUM PENANGANAN HASIL PERIKANAN................................1
MATERI 1.....................................................................................................................2
1.1 Pelaksanaan praktikum crustacean handling..............................................2
1.2 Skema kerja crustacean handling.................................................................3
1.3. Analisa Prosedur..................................................................................................4
1.4 Data Pengamatan............................................................................................8
1.5 Analisa Hasil...................................................................................................11
LAPORAN PRAKTIKUM PENANGANAN HASIL PERIKANAN..............................14
MATERI 2...................................................................................................................15
2.1 Pelaksanaan praktikum seawater finfish icing...........................................15
2.2 Skema kerja seawater finfish icing..............................................................17
2.3 Analisa Prosedur Ikan Kembung.................................................................20
2.4 Data Pengamatan..........................................................................................29
2.5 Analisa Hasil...................................................................................................32
LAPORAN PRAKTIKUM PENANGANAN HASIL PERIKANAN..............................34
3.1 Prosedur Kerja Handling Lobster.....................................................................35
PENUTUP........................................................................................................................2
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................4
LAMPIRAN.......................................................................................................................6
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Skema Kerja Handling Udang Vannamei..................................................4


Gambar 2 Grafik Rendemen Bentukan Udang Vannamei.........................................9
Gambar 3 Grafik Bentukan Udang Vannamei...........................................................10
Gambar 4 GRAFIK IKAN KEMBUNG WHOLE.........................................................30
Gambar 5 GRAFIK ICING STICK...............................................................................31
Gambar 6 Lobster Laut.................................................................................................35

iii
DAFTAR TABEL
DAFTAR LAMPIRAN

v
DAFTAR ISTILAH

Black spot bintik hitam yang terdapat pada tubuh udang (dari
luar cangkang menembus pada daging) akibat
respon sistim imun (menunjukkan penurunan
kualitas).
Broken kerusakan (patah, memar, dsb.) yang terjadi pada
tubuh ikan, udang dan komoditas perikanan lainnya
(menunjukkan penurunan kualitas).
Candling proses pemeriksaan adanya kontaminan
(parasit/kotoran) pada daging ikan menggunakan
cahaya.
Deveining proses pembuangan saluran pencernaan
(punggung) udang.
Drawn bentuk ikan dimana saluran pencernaan ikan
dibuang.
Dressed bentuk ikan dimana ekor, kepala, saluran
pencernaan dan sirip dibuang.
Evisceration/Gutted proses pembuangan saluran pencernaan pada ikan.
Fillet bentuk ikan dimana daging ikan dipotong
menyamping tanpa meninggalkan sisa duri.
Flaking rusaknya sruktur daging ikan ketika dimasak (pecah-
pecah).
Grading proses memisahkan ikan berdasarkan kriteria
kualitas yang diminta (berat, kualitas, dsb.).
Heading/Headless proses pemisahan kepala ikan dan udang.
Molting proses pengelupasan cangkang pada crustacean.
Peeling proses pengupasan cangkang udang dan kepala
udang.
Picking proses pengambilan daging ikan (kepiting, heading
dan peeling
udang).
Red perubahan warna pada tubuh udang menjadi
merah akibat dekomposisi bakteri (menunjukkan
penurunan kualitas).
Scaling proses pengupasan sisik ikan.
Soft shell lembeknya daging dan cangkang udang akibat
proses moulting. Shucking proses pemisahan antara daging dengan
cangkang (tiram, kerang,
dsb.).
Skinning proses pengupasan kulit pada ikan (biasanya
digunakan untuk istilah pada ikan tanpa sisik,
seperti ikan kembung).
Sorting proses memisahkan dan mengumpulkan ikan
dengan kriteria yang sama (spesies, undersize,
dsb.).
Steaks bentuk ikan dimana hasil fillet dipotong-potong
menjadi beberapa bagian dengan bentuk dan berat
yang hampir sama.
Stick bentuk ikan dimana fillet dipotong-potong menjadi
beberapa bagian dengan bentuk dan berat yang
sama.

vii
Stunning proses mematikan ikan secara cepat yang dapat
dilakukan dengan memukul bagian kepala.
Undersize ikan yang ukurannya dibawah ukuran konsumsi.
Washing proses membersihkan tubuh ikan dari berbagai kotoran
yang menempel pada permukaan tubuh ikan.
White spot bintik putih yang terdapat pada tubuh udang (dari luar
cangkang menembus pada daging) akibat serangan virus
pada komoditas udang (menunjukkan penurunan
kualitas).
Whole bentuk ikan secara utuh setelah ditangkap/dipanen.
Yield merupakan istilah lain dari rendemen guna menunjukkan
efisiensi berat suatu proses.
LAPORAN PRAKTIKUM PENANGANAN

HASIL PERIKANAN

MATERI 1

Crustacean Handling

TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2020
MATERI 1
Crustacean Handling

1.1 Pelaksanaan praktikum crustacean handling

a. Waktu dan Tempat

Praktikum mata kuliah Penanganan Hasil Perikanan materi bentukan udang

dilaksanakan pada tanggal 17 Februari 2019 pukul 13.00 WIB sampai selesai.

Praktikum ini dilaksanakan di Laboraturium Nutrisi dan Pakan Ikan Fakultas

Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya.

b. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam praktikum Penanganan Hasil Perikanan handling

udang vannamei sebagai berikut.

1. Kamera digital untuk mendokumentasikan setiap proses yang dilakukan

2. Pisau untuk memotong bentukan udang

3. Talenan untuk alas dan mempermudah dalam melakukan bentukan udang

4. Nampan untuk meletakkan udang setelah dicuci

5. Stopwatch untuk menghitung waktu proses bentukan udang

6. Timbangan digital untuk mengukur berat sebelum dan sesudah proses

pembentukan udang

7. Sarung tangan plastik dan lateks, untuk pelindung tangan agar tidak bau

dan kontaminasi

8. Masker untuk penutup mulut dan mencegah kontaminasi

Adapun bahan yang digunakan dalam praktikum Penanganan Hasil

Perikanan handling udang vannamei sebagai berikut.


1. Air untuk mencuci dan membersihkan udang

2. Udang vanname sebagai sampel percobaan

3. Kresek untuk membuang sisa-sisa udang dan sampa

1.2 Skema kerja crustacean handling

Pada praktikum Penanganan Hasil Perikanan skema kerja yang

dilakukann untuk handling udang vannamei sebagai berikut.

Udang 500 gram

Ditimbang awal (A)

Dibuat headless Dihitung waktu

Ditimbang headless (B)

Dihitung waktu

Dibuat EZ peel

Ditimbang EZ peel (C)

Dibuat deveined Dihitung waktu

Ditimbang deveined (D)


Dibuat tail off
Dihitung waktu

Ditimbang tail off (E)

Dihitung rendemen berat B, C dan D terhadap A

Taksonomi ikan, ukuran sample dan cara kerja dijelaskan


dalam analisa prosedur

Data dalam table, grafik, dan analisisnya dalam anhas

Gambar 1 Skema Kerja Handling Udang Vannamei

1.3. Analisa Prosedur

Pada praktikum Penanganan Hasil Perikanan dalam melakukan handling

udang vannamei (Litopenaeus vannamei ) terdapat tiga perlakuan yaitu terdapat

teknik headless, EZ Peel, devained, dan taill off.

1.3.1 Teknik Headless

Pada praktikum Penanganan Hasil Perikanan materi bentukan udang

vannamei (Litopenaeus vannamei) teknik pertama yang dilakukan adalah teknik

headless. Headless merupakan langkah pertama pada materi bentukan udang.

Headless yaitu proses pemisahan kepala udang dan kaki berjalan dari badan

udang. Sebelumnya udang vannamei (Litopenaeus vannamei) 500 gram dibagi

menjadi 2 sub kelompok (A dan B). Masing masing sub kelompok mendapatkan
250 gram sebagai berat awal (A). Udang ditimbang mengggunakan timabga

digital. Langkah pertama, tekan tombol on pada timbangan digital. Letakkan

nampan sebagai alas untuk menimbang. Tekan tombol zero agar berat nampan

tidak ikut tergitung. Letakkan udang diatas nampan dan catat hasilnya. Cuci

bersih udang sebelum diberi perlakuan. Pisahkan kepala udang secara perlahan

agar gelambir tidak ikut terpisah dari badan udang. Hal ini dapat berpengaruh

pada hasil rendemen udang. Teknik headless bertujuan untuk meminimlisir

kontaminasi yang dapat menyebabkan mutu udang menurun. Ukur waktu yang

diperlukan untuk teknik headless dengan menyalakan stopwatch. Setelah

perlakuan selesai, cuci udang hingga bersih. Kemudian timbang untuk

mengetahui berat akhir dan dicatat hasilnnya. Perhitungan rendemen bertujuan

untuk mengetahui presentase udang yang tersisa. Perhitungan dilakukan dengan

rumus rendemen.

Rumus Rendemen : Berat Akhir x 100%

Berat Awal

Menurut Kartikasari et al (2017) Udang headless merupakan hasil proses

diheadling (penghilangan cephalotorax) atau pembuangan pemisahan kepala

udang. Perlakuan ini bertujuan untuk mengurangi jumlah dan aktivitas

polifenoloxidase selama proses pasca panen. Pada perlakuan headless saat

kepala udang dipisahkan pastikan masih meninggalkan daging udang. Dalam

melakukannya jangan sampai glambir ikut terbuang. Hal ini karena, dapat

mempengaruhi hasil randemen.

1.3.2 Teknik EZ pell

Setelah melakukan teknik headless langkah selanjutnya adalah teknik EZ

pell. Teknik EZ pell adalah teknik membuang karapas udang dan hanya
menyisakan satu ruas karapas dekat ekor. Teknik ini bertujuan untuk membuang

sumber kontaminasi. Cara membuang karapas adalah dengan menarik kaki

udang menggunakan jari dan kupas cangkang secara perlahan agar tidak ada

daging yang ikut terbuang. Ukur waktu yang diperlukan untuk teknik headless

dengan menyalakan stopwatch. Setelah perlakuan selesai, cuci udang hingga

bersih. Kemudian timbang untuk mengetahui berat akhir dan dicatat hasilnnya.

Perhitungan rendemen bertujuan untuk mengetahui presentase udang yang

tersisa. Perhitungan dilakukan dengan rumus rendemen.

Rumus Rendemen : Berat Akhir x 100%

Berat Awal

Pengupasan udang dilakukan secara cepat dan hati hati agar udang tidak

melepas tubuh udang. Hal ini sesuai dengan yang ada di lapangan pengupasan

kulit udang dilakukan dengan cepat,cermat, dan teliti oleh setiap karyawan

borongan (Muhammad, 2016).

1.3.3 Teknik Deveined

Langkah selanjutnya adalah teknik deveined yang merupakan tahap

membuang isi perut dengan cara membelah punggung udang. Hal ini dilakukan

karena, isi perut merupakan sumber kontaminan yang dapat menurunkan mutu

udang. Caranya adalah dengan membelah punggung udang sampai terlihat isi

perut berupa garis hitam. Belah secara perlahan punggung udang sampai

mendekati ekor menggunakan pisau yang tajam. Pisau yang tumpul dapat

mempengaruhi hasil akhir rendemen udang dikarenakan daging ikut terbuang.

Ukur waktu yang diperlukan untuk teknik headless dengan menyalakan

stopwatch. Setelah perlakuan selesai, cuci udang hingga bersih. Kemudian

timbang untuk mengetahui berat akhir dan dicatat hasilnnya. Perhitungan


rendemen bertujuan untuk mengetahui presentase udang yang tersisa.

Perhitungan dilakukan dengan rumus rendemen.

Rumus Rendemen : Berat Akhir x 100%

Berat Awal

Menurut Sitanggang et al (2019) Pada bagian ini, bahan yang digunakan

adalah udang PND (peeled deveined and tail off). Dimana bagian kepalanya

dibuang dan telah dilakukan proses pengupasan, pembelahan dan pembuangan

usus. Udang direndam dengan rasio bahan dan larutan perendam (kombinasi

garam, polifosfat dan sodium bikarbonat) 1:2 dengan kecepatan pengaduk

sebesar 27 rpm. Perendaman dilanjutkan selama 18 jam pada suhu kurang dari

5°C.

1.3.4 Teknik Tail Off

Langkah selanjutnya adalah teknik tail off yaitu teknik memisahkan

karapas ekor. Cara yang digunakan yaitu dengan melepaskan karapas bagian

ekor. Ukur waktu yang diperlukan untuk teknik headless dengan menyalakan

stopwatch. Setelah perlakuan selesai, cuci udang hingga bersih. Kemudian

timbang untuk mengetahui berat akhir dan dicatat hasilnnya. Perhitungan

rendemen bertujuan untuk mengetahui presentase udang yang tersisa.

Perhitungan dilakukan dengan rumus rendemen.

Rumus Rendemen : Berat Akhir x 100%

Berat Awal

Menurut Rahmat et al (2019) Udang Vanamei (Litopenaeus vannamei)

yang digunakan adalah udang yang telah melalui beberapa proses pencucian

(washing), potong kepala (de-heading), sortasi ukuran (Grading), pengupasan

(Peeling, Tail off/Undevined), dan pengecekan akhir. Udang Vanamei


(Litopenaeus vannamei) yang akan diberi perlakuan perendaman dengan larutan

dengan NaCl sodium tripoliphosfatsiap dalam keadaan dingin yang

dipertahankan suhunya dengan cara direndam pada air dingin di Treatment

soaking, kondisi udang sebelum perendaman dalm keadaan rantai dingin yang

dipertahan suhunya dengan direndam air dinginpada penelitian ini jumlah bahan

yang digunakan sebesar 3,33 kg per blong. Setelah proses pembuatan larutan

selesai udang vanamei (Litopenaeus vannamei) direndam selam 6 jam dengan

melakukan pengadukan 5 menit setiap jamnya dengan suhu dipertahankan

dibawah 10°C.

1.4 Data Pengamatan

Berikut adalah data hasil pengamatan dari praktikum Penanganan Hasil

Perikanan bentukan udang vannamei (Litopenaeus vannamei).

1.4.1 Tabel dan Grafik Rendemen Udang


Sub Headless Peeled Devained Tail Off
Sampel Kelompok Kelompok Berat Awal Berat Akhir Rendemen 1% Berat Akhir Rendemen 2% Berat Akhir Rendemen 3%Berat Akhir
A 256 199.8 78.05 179.6 70.16 173.6 67.81 160
4
B 254 182.1 71.69 163.5 64.37 163.4 64.33 153
A 250 183.7 73.48 143.7 57.48 142.2 56.88 134.8
9
B 250 121.9 48.76 106.6 42.64 104.4 41.76 98.1
A 251.7 168.67 67.01 158.68 63.04 141 56.02 144.2
Udang 14
B 245.8 163.3 66.44 144.4 58.75 136 55.33 138.2
A 235 145 61.70 133 56.60 132 56.17 125
19
B 257 159 61.87 145 56.42 144 56.03 136
A 251 163 64.94 148 58.96 146 58.17 140
24
B 206 132 64.08 129 62.62 121 58.74 112
RATA-RATA 65.80 59.10 57.12
STDEV 7.97 7.19 6.77

Tabel 1 Rendemen Udang Vannamei

Rendemen Bentukan Udang


70.00
65.80
60.00 59.10 57.12 54.57
50.00
Rendemen
40.00
30.00
20.00
10.00
0.00
Headless Peeled Devained Tail Off
Gambar 2 Grafik Rendemen Bentukan Udang Vannamei
1.4.2 Tabel dan Grafik Perhitungan Waktu

Headless Peeling Devaining Taill off


Shift
Kel A B jumlah A B Jumlah A B Jumlah A B Jumlah
4 4 0.15.03 0.08.41 00.23.44 0.14.06 0.09.05 00.23.11 0.06.44 0.10.31 00.17.15 0.06.09 0.11.32 00.17.41
9 9 0.02.58 0.02.56 00.05.54 0.11.21 0.10.34 00.21.55 0.09.17 0.05.41 00.14.58 0.08.14 0.05.10 00.13.24
14 14 0.05.32 0.07.26 00.12.58 0.09.41 0.12.06 00.21.47 0.10.00 0.13.37 00.23.37 0.07.20 0.06.53 00.14.13
19 19 0.08.12 0.07.02 00.15.14 0.13.10 0.17.25 00.30.35 0.08.15 0.09.48 00.18.03 0.04.22 0.05.21 00.09.43
24 24 0.01.53 0.01.20 00.03.13 0.05.40 0.04.44 00.10.24 0.04.36 0.05.04 00.09.40 0.03.03 0.02.17 00.05.20
Rata-Rata 0.12.13 0.21.34 0.16.43 0.12.04
Stdev 0,01 0,01 0,00 0,00
Tertinggi 00.23.44 00.30.35 00.23.37 00.17.41
Terendah 00.03.13 00.10.24 00.09.40 00.05.20

Tabel 2 Perhitungan Waktu Bentukan Udang

Waktu Bentukan Udang


0:17:17
0:14:24
Headless
0:11:31
Peeling
Waktu

0:08:38
Devaining
0:05:46 Tail Off
0:02:53
0:00:00
4 9 14 19 24
Kelompok Ke-

Gambar 3 Grafik Bentukan Udang Vannamei


1.5 Analisa Hasil

Berikut ini adalah analisa hasil rendemen pada materi perlakuan udang vanname

(Litopenaeus vannamei)

1.5.1 Analisa Hasil Rendemen

Pada bentukan headless, nilai rendeman tertinggi dan terendah diperoleh

oleh kelompok 4 sebesar 78,05 % dan kelompok 9 sebesar 48,76 %. Hal ini

dapat dipengaruhi oleh berat awal udang tiap bagian, skill dalam memotong,

ketajaman pisau, serta banyaknya daging yang terbuang. Pada bentukan EZ

peel, nilai rendeman tertinggi dan terendah diperoleh oleh kelompok 4 sebesar

70,16 % dan kelompok 9 sebesar 42,64 %. Hal ini dapat dipengaruhi oleh berat

awal daging, skill dalam melepas karapas, serta banyaknya daging yang

terbuang. Pada bentukan deveined, nilai rendeman tertinggi dan terendah

diperoleh oleh kelompok 4 sebesar 67,81 % dan kelompok 9 sebesar 41,76 %.

Hal ini dapat dipengaruhi oleh berat awal daging, skill dalam membelah daging

dan membuang saluran pencernaan, serta banyaknya daging yang terbuang.

Sedangkan pada bentukan tail off, nilai rendeman tertinggi dan terendah

diperoleh oleh kelompok 4 sebesar 62,50 % dan kelompok 9 sebesar 39,24 %.

Hal ini dapat dipengaruhi oleh berat awal daging, skill pengupasan dan

pemotongan, kadar air, serta banyaknya daging yang terbuang.

Dari grafik tersebut diperoleh nilai rendemen terbesar oleh bentukan

headless sebesar 65,80 % dan nilai rendemen terkecil oleh bentukan tail off,

sebesar 54,57 %. Hal ini dapat terjadi karena bentukan headless masih dalam

keadaan utuh atau belum banyak mendapatkan perlakuan, sedangkan pada

bentukan tail off merupakan tahapan bentukan terakhir yang telah mendapatkan

banyak perlakuan dan sisa. Dari grafik tersebut diperoleh standar deviasi

tertinggi pada bentukan headless sebesar 7,97 % dan terendah pada bentukan

tail off sebesar 6,21 %. Semakin tinggi standar deviasi, maka semakin beragam
data yang kita miliki. Sebaliknya, jika standar deviasi semakin rendah maka data

yang kita miliki semakin homogen/sama.

Menurut Radityo, et al., (2014) rendemen merupakan rasio berat antara

daging dengan berat ikan utuh. Perhitungan rendemen ikan digunakan untuk

memperkirakan banyaknya bagian tubuh ikan yang dapat digunakan sebagai

bahan makanan. Nilai rendemen akan mengalami penurunan setelah mengalami

proses pencucian. Semakin banyak frekuensi pencucian maka rendemen yang

diperoleh akan semakin turun.

1.5.2 Analisa Hasil Perhitungan Waktu

Pada bentukan headless, waktu tercepat adalah 00.03.13 dan waktu

terlama adalah 00.23.44. Pada bentukan headless diperoleh rata-rata waktu

selama 0.12.13. Didapatkannya perbedaan waktu pada bentukan headless

dikarenakan oleh beberapa faktor diantaranya skill, kecekatan dalam bekerja dan

keseriusan. Pada bentukan EZ peel, waktu tercepat adalah 00.10.24 dan waktu

terlama adalah 00.30.35. Pada bentukan EZ peel diperoleh rata-rata waktu

selama 0.21.34. Didapatkannya perbedaan waktu pada bentukan EZ peel

dikarenakan oleh beberapa faktor diantaranya skill, pengalaman yang belum

ada, dan tidak cekatan. Pada bentukan deveined, waktu tercepat adalah

00.09.40 dan waktu terlama adalah 00.23.37. Pada bentukan deveined diperoleh

rata-rata waktu selama 0.16.43. Didapatkannya perbedaan waktu pada bentukan

deveined dikarenakan oleh beberapa faktor diantaranya skill, dan bagaimana

cara kerjanya. Pada bentukan tail off, waktu tercepat adalah 00.05.20 dan waktu

terlama adalah 00.17.41. Pada bentukan tail off diperoleh rata-rata waktu

selama 0.12.04. Didapatkannya perbedaan waktu pada bentukan tail off

dikarenakan oleh beberapa faktor diantaranya skill, keseriusan dalam bekerja


dan cara kerjanya.
LAPORAN PRAKTIKUM PENANGANAN

HASIL PERIKANAN

MATERI 2

Seawater Finfish Icing

TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS

PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2020
MATERI 2

Seawater Finfish Icing

2.1 Pelaksanaan praktikum seawater finfish icing

a. Waktu dan Tempat

Praktikum mata kuliah Penanganan Hasil Perikanan materi seawater finfish icing

(ikan kembung) dilaksanakan pada tanggal 17 Februari 2019 pukul 13.00 WIB

sampai selesai. Praktikum ini dilaksanakan di Laboraturium Penanganan Hasil

Perikanan Gedung C Lt. 1 Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas

Brawijaya.

b. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam praktikum Penanganan Hasil Perikanan handling

udang vannamei sebagai berikut.

1. Micropippet cuvet, untuk mengambil larutan sampel dan reagen

2. Kertas saring (whatman no 1), untuk menyaring larutan

3. Gelas beaker, untuk tempat larutan sampel dan 10 ml larutan TCA 4%

4. Corong, untuk membantu menyaring larutan

5. Gelas ukur, Untuk mengukur volume larutan

6. Mortal dan Alu, untuk menghaluskan sample ikan

7. Klem dan statis, untuk menyangga mikro buret

8. Nampan, untuk alas memotong

9. Pisau, untuk memotong, mengambil, dan memisahkan daging ikan dengan

bagian yang lain

10. Timbangan, untuk menimbang dan mengetahui berat daging ikan serta es

15
yang dibutuhkan

11. Kamera, untuk mengambil dokumentasi selama praktikum berlangsung

12. Botol vial, untuk menyimpan sampel ikan yang telah dihaluskan dan dicampur

dengan larutan TCA

13. Cawan conway, untuk tempat pengujian TMA dan TVBN

14. Sarung tangan dan lateks, untuk melindungi tangan dan menghindari

kontaminasi

15. Microburet, untuk titrasi

16. Masker, untuk menutupi mulut agar mengurangi kontaminasi

Adapun bahan yang digunakan dalam praktikum Penanganan Hasil

Perikanan handling udang vannamei sebagai berikut.

1. Plastik 1 kg, untuk menaruh ikan kembung yang telah di icing dan di wrap

2. Vaselin, untuk merekatkan tutup dan badan cawan conway

3. 1 sampel ikan kembung whole, sebagai sampel ikan uji

4. 1 sampel ikan kembung stik, sebagai sampel ikan uji

5. Tissue, untuk mengeringkan alat-alat laboraturium yang telah dicuci

6. Larutan HCL 002 M, sebagai larutan titrasi

7. Etanol 90%, sebagai aseptis yang berperan mensterilkan cawan conway agar

tidak terkontaminasi

8. TCA 4%, sebagai pengikat senyawa amin dan turunannya

9. Larutan innering 1 ml, sebagai penangkap senyawa amin dan turunannya

10. Larutan formaldehida 1 ml, sebagai pengikat senyawa amin dan turunannya,

kecuali TMA

11. K2CO3 1 ml, untuk menguapkan senyawa amin dan turunannya

12. Aquades, sebagai pembersih peralatan laboraturium

13. Es batu, sebagai upaya memperlambat penguapan pada TCA dan

mempercepat proses reaksi


14. Air, untuk membersihkan alat praktikum dan mencuci ikan

2.2 Skema kerja seawater finfish icing

Pada praktikum Penanganan Hasil Perikanan skema kerja yang dilakukann

untuk seawater finfish icing ikan kembung sebagai berikut.

2.2.1 Preparasi icing whole ikan kembung

Ikan kembung 3 ekor

Dimatikan

Ditimbang

Dimasukkan dalam ziplock plastik

Di-icing ikan : es = 1 : 4

Pengujian 5 hari

Uji pH, TMA dan TVBN setiap hari

17
2.2.2 Skema preparasi sample uji TMA dan TVBN

5 gram sampel

Dihaluskan

Ditaruh dalam botol kaca

Daging diambil 5 gr

Ditambahkan 10 ml TCA 4%

Diinkubasi suhu ruang 30 menit

Disaring

Filtrat tambahkan TCA 4% 3X volume


2.2.3 Skema uji TMA dan TVBN

Cawan Conway

Dibersihkan menggunakan tisu

Dibersihkan menggunakan etanol 90%

Cawan pada tutup dan mulut diolesi vaselin

Cawan ditempatkan miring 10o

Ditaruh reagen dan sample uji ke dalam cawan Conway

1 ml larutan formaldehyde 1 ml larutan innering


1 ml larutan sample
1 ml K2CO3 jenuh

Ditutup

Diinkubasi 2 jam pada suhu ruang

Diititrasi menggunakan HCL 0,02 M

Formulasi penghitungan nilai TMA:

Total N = A x (B-C) x 14
Total TMA = total N x 100
A adalah molaritas HCl; B adalah volume titrasi HCl (mL); C adalah volume titrasi HCl
19
blanko (mL)
2.3 Analisa Prosedur Ikan Kembung

2.3.1 Uji TVBN/TMA Icing Whole

Pada praktikum Penanganan Hasil Perikanan yang dilaksanakan pada

tanggal 17 Februari 2020 dilakukan uji TMA dan TVBN. Persiapan yang

dilakukan adalah preparasi whole ikan kembung. Pertama yang dilakukan adalah

ikan kembung dimatikan dengan cara dipukul pada bagian kepala ikan kembung

karena pada bagian kepala ikan kembung terdapat saraf yang menunjang

kehidupan ikan kembung. Akan tetapi, pada saat praktikum sampel ikan

kembung sudah dalam keadaan mati, sehingga tidak perlu mematikan terlebih

dahulu. Cuci ikan kembung hingga bersih dengan air mengalir untuk

menghilangkan darah dan kotoran yang ada pada ikan kembung. Kemudian ikan

kembung ditimbang menggunakan timbangan digital yang pengerjaannya

timbangan disiapkan terlebih dahulu dan pastikan bahwa angka pada timbangan

adalah 0. Setelah pertimbangan sudah tetap pada angka nol baru ikan ditaruh

diatas timbangan hingga angka yang berubah menjadi tetap dan angka yang

keluar dapat dijadikan berat awal dari ikan kembung. Pada saat praktikum

didapatkan berat awal ikan kembung yaitu 8,15 gram. Setelah itu, ikan kembung

dimasukkan ke dalam plastic (di sealed), agar kembunghan es batu pada proses

icing tidak masuk ke dalam daging ikan kembung. Timbang es batu dengan

perbandingan 4:1 berat ikan atau sama dengan 4 kali berat ikan kembung, lalu

masukkan ke dalam plastik yang lain. Jadi es batu yang dibutuhkan yaitu 32,60

gram. Masukkan plastik berisi ikan kembung ditengah plastik berisi es. Tujuannya

agar suhu dingin menyebar secara merata. Kemudian diukur suhu, sebagai suhu

sebelum icing. Setelah itu, tutup rapat plastiknya dengan cara dipress dan diberi

label menggunakan kertas label bertuliskan nama kelompok agar tidak tertukar

dengan kelompok lain. Masukkan ikan kembung tersebut ke dalam box untuk di

21
icing selama 24 jam agar hasilnya maksimal.

Proses preparasi sampel ikan kembung whole yang telah di icing

selama 24 jam. Alat yang digunakan dalam melakukan preparasi diantaranya

pisau, nampan, talenan, timbangan digital, beaker glass, cawan conway,

aluminium voil, corong, spatula, kertas saring whatman no.1, botol kaca, tissue,

mortal dan alu. Kemudian, ambil sampel daging ikan kembung sebanyak 5 gram

yang telah di icing tujuannya agar praktikum TMA dan TVBN dapat diketahui

lebih jelas. Selanjutnya, sampel daging dihaluskan menggunakan mortal dan alu.

Setelah itu, sampel diletakkan dalam beaker glass dan tambahkan sebanyak 10

ml TCA 4%, dan homogenkan dengan spatula hingga tercampur rata. TCA 4%

berfungsi untuk mengikat senyawa amin dan turunannya. Setelah itu, tutup

dengan aluminium foil dan inkubasi selama 30 menit, pada baskom yang berisi

es batu. Inkubasi ini bertujuan untuk menjaga kesegaran ikan serta

mengoptimalkan reaksi dari TCA 4% dengan sampel. Setelah proses inkubasi,

larutan dimasukkan ke dalam botol kaca dengan disaring menggunakan corong

yang di bagian atas telah diberi kertas saring (whatman no.1). Alasan

menggunakan kertas saring whatman no.1 karena kerapatannya paling tinggi,

sehingga residu tidak mudah lolos. Filtrat yang sudah ada didalam botol

ditambahkan lagi dengan TCA 4% hingga mencapai 3x volume sampel yang

digunakan yaitu sebanyak 15 ml. Hal ini dikarenakan TCA 4 % ini mudah sekali

menguap. Uji TMA dilakukan setelah proses penginkubasian sampel selama 2

jam. Sebelum itu bersihkan cawan conway dimulai dari bagian dalam yang

berbentuk lingkaran lalu dilanjutkan ke bagian luar menggunakan tissue yang

dibasahi alkohol 95% untuk meminimalisir adanya kontaminasi mikroba yang

dapat mengganggu proses reaksi dengan searah. Setelah itu, bagian tutup dan

mulut yang buram dari cawan conway diberi vaselin untuk merapatkan keduanya

agar larutan yang ada didalamnya tidak tumpah saat diberi perlakuan. Cawan
ditempatkan pada kemiringan 10° dengan posisi yang bersekat berada dibawah

agar larutan K2CO3 tidak tercampur dengan larutan sampel. Pertama, masukkan

larutan sampel ke dalam cawan conway sebelah kiri. Kemudian tambahkan 1 ml

larutan formaldehyde yang berfungsi sebagai pengikat senyawa amin dan

turunannya kecuali TMA (Trymetylamin) di bagian kiri sekat juga. Lalu,

tambahkan 1 ml K2CO3 dibagian kanan sekat yang berfungsi menguapkkan

senyawa amin dan turunannya. Selanjutnya, tambahkan 1 ml larutan innering ke

dalam cawan conway. Larutan innering ini berfungsi untuk menangkap senyawa

amin dan turunannya. Setelah itu, tutup cawan conway dan homogenkan dengan

membentuk angka 8 secara perlahan-lahan. Lanjutkan inkubasi kembali selama

2 jam pada suhu ruang. Setelah diinkubasi titrasi dengan menggunakan larutan

HCL 0,02 M yang berfungsi untuk menetralkan larutan basa. Proses uji TVBN

tidak jauh berbeda dengan uji TMA hanya saja pada uji TVBN tidak ditambahkan

larutan formaldehyde. Hal tersebut karena uji TVBN dapat digunakan untuk

menguji ikan air laut dan air tawar sementara uji TMA hanya dapat digunakan

untuk menguji tingkat kesegaran ikan air laut.

Menurut Nurhayati, et al., (2019), kadar TMA secara umum digunakan

untuk menentukan mikroba pembusuk yang dapat menyebabkan pembusukan

pada ikan. Trimetil amin (TMA) terbentuk dari reduksi TMAO oleh bakteri

pembusuk. TMA merupakan senyawa yang memberikan karakteristik bau amis

(fishy) dari ikan. TMA juga merupakan bagian dari TVB, oleh sebab itu

kandungan TMA selalu lebih rendah dari TVB. Nilai TMA pada ikan beloso

selama pembekuan cenderung mengalami peningkatan seiring dengan lamanya

waktu penyimpanan. Perubahan kadar TVB dan TMA pada lizardfish selama

penyimpanan es mengalami peningkatan seiring dengan lamanya waktu

penyimpanan. Nilai TMA ikan beloso pada awal penyimpanan dengan perlakuan

penyiangan yaitu 3,42 mgN/100 g, sedangkan nilai TMA ikan beloso dengan

23
perlakuan tanpa penyiangan yaitu 5,59 mgN/100 g. Nilai TMA tersebut

menunjukkan bahwa ikan beloso pada awal penyimpanan tidak melebihi batas

penolakan ikan, selama penyimpanan 12 hari terjadi peningkatan nilai TMA

hingga 15 mgN/100 g dan pada akhir penyimpanan (22 minggu) nilai TMA

menjadi 20 mgN/100 g. Batas penerimaan TMA yang direkomendasikan yaitu

bervariasi mulai dari 10 sampai 15 mgN/100 g daging.

Menurut Wally, et al., (2015), sebelum melakukan uji TVBN pertma daging

ikan ditimbang sebanyak 5 gram dengan menggunakan timbangan analitik,

dihaluskan menggunakan mortal. Kemudian dihomogenkan dengan 10 ml larutan

TCA 7,5 % di dalam mortar sampai sampel homogen. Kemudian sampel di

pindahkan ke gelas beaker terus di diamkan selama 30 menit. Selama menunggu

proses tersebut, permukaan badan cawan Conway beserta tutupnya diolesi

dengan vaselin secara merata untuk mencegah keluarnya basa-basa menguap

dari dalam cawan tersebut. Sampel yang didiamkan tadi disaring dengan kertas

whatman (no. 2 – 3) untuk mendapatkan ekstrak daging. Selanjutnya 1 ml larutan

Asam Borat (H3BO2), dan 2 tetes larutan indikator dipipetkan ke dalam cawan

bagian dalam (inner chamber). Dipipet 1 ml ekstrak daging ke dalam cawan

bagian luar (outer chamber), kemudian cawan ditutup dengan sedikit terbuka.

Selanjutnya dipipetkan 1 ml larutan Potassium Karbonat Jenuh (K2CO3) ke

dalam cawan bagian luar di sisi yang bersebrangan dengan ekstrak daging

kemudian ditutup rapat. Kemudian diputar-putar beberpa kali supaya larutan

ekstraksi daging ikan dan larutan Potassium Karbonat (K2CO3)dapat tercampur.

Bersamaan dengan pekerjaan diatas, dibuat blanko, di mana sebagai pengganti

larutan ekstraksi daging ikan dipakai 1 ml larutan TCA 7,5 %. Kemudian disimpan

dalam inkubator dengan suhu 37°C selama 80 menit atau didalam suhu kamar

selama 24 jam. Pada saat tersebut terjadi penguraian ekstrak daging yang
melepaskan basa-basa menguap oleh Potassium Karbonat. Basa-basa tersebut

kemudian diserap oleh Asam Borat. Pada waktu reaksi itu terjadi, pH larutan

akan meningkat dan berubah menjadi basa dan di tandai oleh warna hijau. Asam

Borat yang mengandung basa-basa menguap segera dititrasi dengan larutan

Asam Klorida encer (0,02 N HCL). Titik akhir titrasi adalah pada waktu Asam

Borat kembali warna merah muda atau ketingkat pH awal dari larutan. Hal ini

berarti titrasi hanya ditujukan untuk pengambilan basa-basa menguap yang

terikat pada Asam Borat. Nilai TVB-N meningkat seiring dengan peningkatan

aktifitas bakteri. TVB-N digunakan sebagai batasan yang layak dikonsumsi.

2.3.2 Uji TVBN/TMA Icing Stick

Pada praktikum Penanganan Hasil Perikanan yang dilaksanakan pada

tanggal 17 Februari 2020 dilakukan uji TMA dan TVBN. Persiapan yang

dilakukan adalah preparasi stick ikan kembung. Pertama yang dilakukan adalah

ikan kembung dimatikan dengan cara dipukul pada bagian kepala ikan kembung

karena pada bagian kepala ikan kembung terdapat saraf yang menunjang

kehidupan ikan kembung. Akan tetapi, pada saat praktikum sampel ikan

kembung sudah dalam keadaan mati, sehingga tidak perlu mematikan terlebih

dahulu. Cuci ikan kembung hingga bersih dengan air mengalir untuk

menghilangkan darah dan kotoran yang ada pada ikan kembung. Kemudian ikan

kembung di fillet lalu dipotong dengan bentuk dan berat yang sama. Selanjutnya

ikan kembung yang sudah dibentuk stick ditimbang menggunakan timbangan

digital yang pengerjaannya timbangan disiapkan terlebih dahulu dan pastikan

bahwa angka pada timbangan adalah 0. Setelah pertimbangan sudah tetap pada

angka nol baru ikan ditaruh diatas timbangan hingga angka yang berubah

menjadi tetap dan angka yang keluar dapat dijadikan berat awal dari ikan

25
kembung. Setelah itu, ikan kembung dimasukkan ke dalam plastik (di sealed),

agar es batu pada proses icing tidak masuk ke dalam daging ikan kembung.

Timbang es batu dengan perbandingan 4:1 berat ikan atau sama dengan 4 kali

berat ikan kembung, lalu masukkan ke dalam plastik yang lain. Masukkan plastik

berisi ikan kembung ditengah plastik berisi es. Tujuannya agar suhu dingin

menyebar secara merata. Kemudian diukur suhu, sebagai suhu sebelum icing.

Setelah itu, tutup rapat plastiknya dengan cara dipress dan diberi label

menggunakan kertas label bertuliskan nama kelompok agar tidak tertukar dengan

kelompok lain. Masukkan ikan kembung tersebut ke dalam box untuk di icing

selama 24 jam agar hasilnya maksimal.

Proses preparasi sampel ikan kembung stick yang telah di icing selama

24 jam. Alat yang digunakan dalam melakukan preparasi diantaranya pisau,

nampan, talenan, timbangan digital, beaker glass, cawan conway, aluminium foil,

corong, spatula, kertas saring whatman no.1, botol kaca, tissue, mortal dan alu.

Kemudian, ambil sampel daging ikan kembung sebanyak 5 gram yang telah di

icing tujuannya agar praktikum TMA dan TVBN dapat diketahui lebih jelas.

Selanjutnya, sampel daging dihaluskan menggunakan mortal dan alu. Setelah itu,

sampel diletakkan dalam beaker glass dan tambahkan sebanyak 10ml TCA 4%,

dan homogenkan dengan spatula hingga tercampur rata. TCA 4% berfungsi

untuk mengikat senyawa amin dan turunannya. Setelah itu, tutup dengan

aluminium foil dan inkubasi selama 30 menit, pada baskom yang berisi es batu.

Inkubasi ini bertujuan untuk menjaga kesegaran ikan serta mengoptimalkan

reaksi dari TCA 4% dengan sampel. Setelah proses inkubasi, larutan dimasukkan

ke dalam botol kaca dengan disaring menggunakan corong yang di bagian atas

telah diberi kertas saring (whatman no.1). Alasan menggunakan kertas saring

whatman no.1 karena kerapatannya paling tinggi, sehingga residu tidak mudah

lolos. Filtrat yang sudah ada didalam botol ditambahkan lagi dengan TCA 4%
hingga mencapai 3x volume sampel yang digunakan yaitu sebanyak 15ml. Hal ini

dikarenakan TCA 4 % ini mudah sekali menguap. Uji TMA dilakukan setelah

proses inkubasi sampel selama 2 jam. Sebelum itu cawan conway dibersihkan

mulai dari bagian dalam yang berbentuk lingkaran lalu dilanjutkan ke bagian luar

menggunakan tissue yang dibasahi alkohol 95% untuk meminimalisir adanya

kontaminasi mikroba yang dapat mengganggu proses reaksi dengan searah.

Setelah itu, bagian tutup dan mulut yang buram dari cawan conway diberi vaselin

untuk merapatkan keduanya agar larutan yang ada didalamnya tidak tumpah

saat diberi perlakuan. Cawan ditempatkan pada kemiringan 10° dengan posisi

yang bersekat berada dibawah agar larutan K2CO3 tidak tercampur dengan

larutan sampel. Pertama, masukkan larutan sampel kedalam cawan conway

sebelah kiri. Kemudian tambahkan 1 ml larutan formaldehyde yang berfungsi

sebagai pengikat senyawa amin dan turunannya kecuali TMA (Trymetylamin) di

bagian kiri sekat juga. Lalu, tambahkan 1 ml K2CO3 dibagian kanan sekat yang

berfungsi menguapkkan senyawa amin dan turunannya. Selanjutnya, tambahkan

1 ml larutan innering kedalam cawan conway. Larutan innering ini berfungsi untuk

menangkap senyawa amin dan turunannya. Setelah itu, tutup cawan conway dan

homogenkan dengan membentuk angka 8 secara perlahan-lahan. Lanjutkan

inkubasi kembali selama 2 jam pada suhu ruang. Setelah diinkubasi titrasi

dengan menggunakan larutan HCL 0,02M yang berfungsi untuk menetralkan

larutan basa. Proses uji TVBN tidak jauh berbeda dengan uji TMA hanya saja

pada uji TVBN tidak ditambahkan larutan formaldehyde. Hal tersebut karena uji

TVBN dapat digunakan untuk menguji ikan air laut dan air tawar sementara uji

TMA hanya dapat digunakan untuk menguji tingkat kesegaran ikan air laut.

Menurut Nurhayati, et al., (2019), kadar TMA secara umum digunakan

untuk menentukan mikroba pembusuk yang dapat menyebabkan pembusukan

pada ikan. Trimetil amin (TMA) terbentuk dari reduksi TMAO oleh bakteri

27
pembusuk. TMA merupakan senyawa yang memberikan karakteristik bau amis

(fishy) dari ikan. TMA juga merupakan bagian dari TVB, oleh sebab itu

kandungan TMA selalu lebih rendah dari TVB. Nilai TMA pada ikan beloso

selama pembekuan cenderung mengalami peningkatan seiring dengan lamanya

waktu penyimpanan. Perubahan kadar TVB dan TMA pada lizardfish selama

penyimpanan es mengalami peningkatan seiring dengan lamanya waktu

penyimpanan. Nilai TMA ikan beloso pada awal penyimpanan dengan perlakuan

penyiangan yaitu 3,42 mgN/100 g, sedangkan nilai TMA ikan beloso dengan

perlakuan tanpa penyiangan yaitu 5,59 mgN/100 g. Nilai TMA tersebut

menunjukkan bahwa ikan beloso pada awal penyimpanan tidak melebihi batas

penolakan ikan, selama penyimpanan 12 hari terjadi peningkatan nilai TMA

hingga 15 mgN/100 g dan pada akhir penyimpanan (22 minggu) nilai TMA

menjadi 20 mgN/100 g. Batas penerimaan TMA yang direkomendasikan yaitu

bervariasi mulai dari 10 sampai 15 mgN/100 g daging. Menurut Nurhayati, et

al., (2019), kadar TMA secara umum digunakan untuk menentukan mikroba

pembusuk yang dapat menyebabkan pembusukan pada ikan. Trimetil amin

(TMA) terbentuk dari reduksi TMAO oleh bakteri pembusuk. TMA merupakan

senyawa yang memberikan karakteristik bau amis (fishy) dari ikan. TMA juga

merupakan bagian dari TVB, oleh sebab itu kandungan TMA selalu lebih rendah

dari TVB. Nilai TMA pada ikan beloso selama pembekuan cenderung mengalami

peningkatan seiring dengan lamanya waktu penyimpanan. Perubahan kadar TVB

dan TMA pada lizardfish selama penyimpanan es mengalami peningkatan seiring

dengan lamanya waktu penyimpanan. Nilai TMA ikan beloso pada awal

penyimpanan dengan perlakuan penyiangan yaitu 3,42 mgN/100 g, sedangkan

nilai TMA ikan beloso dengan perlakuan tanpa penyiangan yaitu 5,59 mgN/100 g.

Nilai TMA tersebut menunjukkan bahwa ikan beloso pada awal penyimpanan

tidak melebihi batas penolakan ikan, selama penyimpanan 12 hari terjadi


peningkatan nilai TMA hingga 15 mgN/100 g dan pada akhir penyimpanan (22

minggu) nilai TMA menjadi 20 mgN/100 g. Batas penerimaan TMA yang

direkomendasikan yaitu bervariasi mulai dari 10 sampai 15 mgN/100 g daging.

Menurut Wally, et al., (2015), sebelum melakukan uji TVBN pertma

daging ikan ditimbang sebanyak 5 gram dengan menggunakan timbangan

analitik, dihaluskan menggunakan mortal. Kemudian dihomogenkan dengan 10

ml larutan TCA 7,5 % di dalam mortar sampai sampel homogen. Kemudian

sampel di pindahkan ke gelas beaker terus di diamkan selama 30 menit. Selama

menunggu proses tersebut, permukaan badan cawan Conway beserta tutupnya

diolesi dengan vaselin secara merata untuk mencegah keluarnya basa-basa

menguap dari dalam cawan tersebut. Sampel yang didiamkan tadi disaring

dengan kertas whatman (no. 2 – 3) untuk mendapatkan ekstrak daging.

Selanjutnya 1 ml larutan Asam Borat (H3BO2), dan 2 tetes larutan indikator

dipipetkan ke dalam cawan bagian dalam (inner chamber). Dipipet 1 ml ekstrak

daging ke dalam cawan bagian luar (outer chamber), kemudian cawan ditutup

dengan sedikit terbuka. Selanjutnya dipipetkan 1 ml larutan Potassium Karbonat

Jenuh (K2CO3) ke dalam cawan bagian luar di sisi yang bersebrangan dengan

ekstrak daging kemudian ditutup rapat. Kemudian diputarputar beberpa kali

supaya larutan ekstraksi daging ikan dan larutan Potassium Karbonat

(K2CO3)dapat tercampur. Bersamaan dengan pekerjaan diatas, dibuat blanko, di

mana sebagai pengganti larutan ekstraksi daging ikan dipakai 1 ml larutan TCA

7,5 %. Kemudian disimpan dalam inkubator dengan suhu 37°C selama 80 menit

atau didalam suhu kamar selama 24 jam. Pada saat tersebut terjadi penguraian

ekstrak daging yang melepaskan basa-basa menguap oleh Potassium Karbonat.

Basa-basa tersebut kemudian diserap oleh Asam Borat. Pada waktu reaksi itu

terjadi, pH larutan akan meningkat dan berubah menjadi basa dan di tandai oleh

warna hijau. Asam Borat yang mengandung basa-basa menguap segera dititrasi

29
dengan larutan Asam Klorida encer (0,02 N HCL). Titik akhir titrasi adalah pada

waktu Asam Borat kembali warna merah muda atau ketingkat pH awal dari

larutan. Hal ini berarti titrasi hanya ditujukan untuk pengambilan basa-basa

menguap yang terikat pada Asam Borat. Nilai TVB-N meningkat seiring dengan

peningkatan aktifitas bakteri. TVB-N digunakan sebagai batasan yang layak

dikonsumsi.

2.4 Data Pengamatan

Berikut adalah data hasil pengamatan dari praktikum Penanganan Hasil

Perikanan TVBN dan TMA ikan kembung.

2.4.1 Data TVBN dan TMA Icing Whole


Titrasi HCl Hasil TVBN
Kelompok Blangko (mL) Total N (mg)
(mL) (mg/100g)
1 0,5 0 0,14 14
2 1 0 0,28 28
3 2 0 0,56 56
4 3,5 0 0,98 98
5 0,2 0 0,056 5,6
6 0,8 0 0,224 22,4
7 2 0 0,56 56
8 3,9 0 1,092 109,2
Rata-rata 0,4865 48,65
STDEV 0,385063631 38,50636311

Tabel 3 TVBN IKAN KEMBUNG ICING WHOLE

Titrasi HCl Hasil TMA


Kelompok Blangko (mL) Total N (mg)
(mL) (mg/100g)
1 0,2 0 0,056 5,6
2 0,3 0 0,084 8,4
3 0,4 0 0,112 11,2
4 0,7 0 0,196 19,6
5 0,2 0 0,056 5,6
6 0,1 0 0,028 2,8
7 0,5 0 0,14 14
8 1 0 0,28 28
Rata-rata 0,119 11,9
STDEV 0,084332675 8,433267457

Tabel 4 TMA IKAN KEMBUNG ICNG WHOLE

Grafik Sampel Ikan Kembung Icing


60
Bentukan Whole
50
Hasil (mg/100g)

TVB
40 N
30
20
10
0

Gambar 4 GRAFIK IKAN KEMBUNG WHOLE

2.4.2 Data TVBN dan TMA Icing Stick

Titrasi HCl Hasil TVBN


Kelompok Blangko (mL) Total N (mg)
(mL) (mg/100g)
1 0,3 0 0,084 8,4
2 1 0 0,28 28
3 2 0 0,56 56
4 3,2 0 0,896 89,6
5 0,4 0 0,112 11,2
6 1,1 0 0,308 30,8
7 2,9 0 0,812 81,2
8 4 0 1,12 112
Rata-rata 0,5215 52,15
STDEV 0,387 38,680
Tabel 5 TVBN ICING STICK

Titrasi Hasil TMA


Kelompok Blangko (mL) Total N (mg)
HCl (mL) (mg/100g)
1 0,3 0 0,084 8,4
2 0,4 0 0,112 11,2
3 0,5 0 0,14 14
4 0,9 0 0,252 25,2
5 0,1 0 0,028 2,8
6 0,3 0 0,084 8,4
7 0,6 0 0,168 16,8
8 1,1 0 0,308 30,8
Rata-rata 0,147 14,7

31
STDEV 0,093166518 9,316651759
` Tabel 6 TMA ICING STICK

Grafik Sampel Ikan Kembung Icing Bentukan


Stick
60

50
Hasil (mg/100g)

40 TVBN
TMA
30

20

10

Gambar 5
GRAFIK ICING STICK

2.5 Analisa Hasil

Berdasarkan praktikum Penanganan Hasil Perikanan didapatkan hasil

sebagai berikut.

2.5.1 Uji TVBN/TMA Icing Whole

Pada praktikum penanganan hasil perikanan di laboratorium

Perekayasaan Hasil Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya

dilaksanakan analisa hasil TMA TVBN ikan Kembung pada jam ke 24. Bentukan
whole nilai tertinggi dari TVBN adalah 109,2 pada kelompok 8, dan nilai terendah

TVBN adalah 5,6 pada kelompok 5. Jika nilai TVBN tinggi maka mutu kesegaran

ikan menurun atau tidak layak makan kenaikan kadar TVBN terutama disebabkan

oleh reaksi bakteri sedangkan data TVBN dengan nilai terendah justru kesegaran

ikan masih baik untuk nilai TMA tertinggi diperoleh kelompok 8 sebesar 28

mg/100g. Apabila data yang memiliki nilai TMA tertinggi melebihi TVBN

dinyatakan tidak layak makan. Sedangkan pada sampel ikan Kembung kedua

mengidentifikasi bahwa aktivitas bakteri belum berkembang yang berarti layak

untuk dikonsumsi.

Berdasarkan data grafik ikan kembung analisis TMA dan TVBN jam ke-

24 pada sampel ikan kembung didapatkan rata-rata TVBN sebesar 48,65

mg/100g. Sedangkan rata-rata TMA sebesar 11,9 mg/100gr dengan standar

deviasi TMA TVBN sebesar 38,5. Hasil tersebut tidak layak dikonsumsi karena

nilai TMAnya melewati deviasi hal ini terjadi karena akibat bakteri yang ada

disekitar masuk ke dalam tubuh ikan Kembung.

Pada analisa bentukan World ikan lele ini menurut Malik et al (2015),

senyawa yang mudah menguap memberi kesan ikan telah menjadi buruk

sehingga senyawa ini dipakai sebagai indeks laboratorium yang disebut dengan

pelarutan kadar TVBN semakin tinggi kandungan TVBN dan TMA dalam iklan

tersebut tingkat kesegaran nya semakin rendah.

2.5.2 Uji TVBN/TMA Icing Headless

Pada praktikum penanganan hasil perikanan di laboratorium

Perekayasaan Hasil Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya

dilaksanakan analisa hasil TMA TVBN ikan Kembung pada jam ke 24. Bentukan

stick nilai tertinggi dari TVBN adalah 112 pada kelompok 8, dan nilai terendah

TVBN adalah 8,4 pada kelompok 1. Jika nilai TVBN tinggi maka mutu kesegaran

33
ikan menurun atau tidak layak makan kenaikan kadar TVBN terutama disebabkan

oleh reaksi bakteri sedangkan data TVBN dengan nilai terendah justru kesegaran

ikan masih baik untuk nilai TMA tertinggi diperoleh kelompok 8 sebesar 30,8

mg/100g. Apabila data yang memiliki nilai TMA tertinggi melebihi TVBN

dinyatakan tidak layak makan. Sedangkan pada sampel ikan Kembung kedua

mengidentifikasi bahwa aktivitas bakteri belum berkembang yang berarti layak

untuk dikonsumsi.

Berdasarkan data grafik ikan kembung analisis TMA dan TVBN jam ke-

24 pada sampel ikan kembung didapatkan rata-rata TVBN sebesar 52,15

mg/100g. Sedangkan rata-rata TMA sebesar 14,7 mg/100gr dengan standar

deviasi TMA TVBN sebesar38,68 dan 9,3 . Hasil tersebut tidak layak dikonsumsi

karena nilai TMAnya melewati deviasi hal ini terjadi karena akibat bakteri yang

ada disekitar masuk ke dalam tubuh ikan Kembung.

Pada analisa bentukan World ikan lele ini menurut Malik et al (2015),

senyawa yang mudah menguap memberi kesan ikan telah menjadi buruk

sehingga senyawa ini dipakai sebagai indeks laboratorium yang disebut dengan

pelarutan kadar TVBN semakin tinggi kandungan TVBN dan TMA dalam iklan

tersebut tingkat kesegaran nya semakin rendah.


LAPORAN PRAKTIKUM PENANGANAN

HASIL PERIKANAN

MATERI 3

Fishery Product Handling

TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS


PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2020

3.1 Prosedur Kerja Handling Lobster

Kingdom : Animalia

Phylum : Arthropoda

Class : Malacostraca
Ordo : Decapoda

Genus : Homorus

Spesies : H. Amerecanus

Gambar 6 Lobster

Lobster (Rephepidae) merupakan clusteran yang dapat hidup di air tawar maupun air

laut. Adapun banyak jenis dari lobster antara lain lobster air tawar, lobster air laut, dan

lain-lain. Dalam prosedur kerja handling lobster pertama kali yang harus dilakukan

adalah menyiapkan alat dan bahan. Alat yang dibutuhkan yaitu pisau, mangkok kecil,

panci, dan talenan. Pisau untuk memotong lobster, panci untuk memanaskan lobster

atau merebus lobster sebentar saja, mangkok kecil sebagai wadah dan talenan sebagai

alas pemotongan lobster. Bahan yang digunakan adalah es batu dan lobster serta air.

Langkah-langkah yang perlu diperhatikan pertama yaitu memotong bagian

kepala (headless) lobster dengan meninggalkan sedikit daging sebagai sisanya

(gelambir). Lalu ambil telur-telur yang ada di kepala lobster lalu letakkan pada

mangkok kecil yang sudah tersedia, beri dan campurkan sedikit garam pada telur-telur

tersebut. Setelah itu, rebus lobster menggunakan panci yang sudah berisi air mendidih

tunggu hingga beberapa menit. Setelah itu, angkat lobster dan masukkan ke dalam air

es tujuannya agar menetralisir suhu lobster dan agar mudah dibelah lalu diambil

dagingnya. Kemudian di bagian tengah perut dibelah menggunakan pisau. Lalu cucilah

dengan air mengalir setelah keringkan dengan kain. Setelah itu masukkan ke dalam

coolbox agar kesegarannya tetap terjaga.

Hasil dari hendling lobster yaitu lobster utuh dengan dagingnya saja. Karapas

dan kotoran lobster telah dibuang sehingga yang tersisa hanya daging lobster.

Pengambilan daging dilakukan secara hati-hati agar kondisinya tetap baik. Hasil dari

hendling ini siap untuk dikonsumsi atau diolah terlebih dahulu.

Pada hendling lobster menurut Wijaya et al., (2017), loker di belah sesaat

setelah mendarat dengan memotong karapas dan mengambil lambungnya. Hal ini

bertujuan untuk mempermudah melakukan perebusan pada lobster. Kemudian rendam


dengan air dingin lalu keluarkan daging lobster dari karapas. Setelah itu, bersihkan

daging lobster dengan air selanjutnya keringkan. daging menggunakan kain bersih
PENUTUP

Berdasarkan hasil praktikum Penanganan Hasil Perikanan, didapati

kesimpulan dan saran sebagai berikut

2.1.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari praktikum Penanganan Hasil

Perikanan materi crustacean handling dapat disimpulkan:

1. Data rendeman tertinggi dan terendah bentukan headless diperoleh oleh

kelompok 4 sebesar 78,05 % dan kelompok 9 sebesar 48,76 %. Hal ini dapat

dipengaruhi oleh berat awal udang tiap bagian, skill dalam memotong,

ketajaman pisau, serta banyaknya daging yang terbuang.

2. Data rendeman tertinggi dan terendah bentukan EZ pell diperoleh oleh

kelompok 4 sebesar 70,16 % dan kelompok 9 sebesar 42,64 %. Hal ini dapat

dipengaruhi oleh berat awal daging, skill dalam melepas karapas, serta

banyaknya daging yang terbuang.

3. Data rendeman tertinggi dan terendah bentukan deveined diperoleh oleh

kelompok 4 sebesar 67,81 % dan kelompok 9 sebesar 41,76 %. Hal ini dapat

dipengaruhi oleh berat awal daging, skill dalam membelah daging dan

membuang saluran pencernaan, serta banyaknya daging yang terbuang.

4. Data rendeman tertinggi dan terendah bentukan tail off diperoleh oleh

kelompok 4 sebesar 62,50 % dan kelompok 9 sebesar 39,24 %. Hal ini dapat

dipengaruhi oleh berat awal daging, skill pengupasan dan pemotongan, kadar

air, serta banyaknya daging yang terbuang.

5. Data grafik nilai rendemen terbesar oleh bentukan headless sebesar 65,80

%. Data grafik nilai rendemen terkecil oleh bentukan tail off, sebesar 54,57

%. Hal ini dapat terjadi karena bentukan headless masih dalam keadaan

utuh atau belum banyak mendapatkan perlakuan, sedangkan pada bentukan

2
tail off merupakan tahapan bentukan terakhir yang telah mendapatkan

banyak perlakuan dan sisa

2.1.2 Saran

Setelah dilakukan praktikum Penanganan Hasil Perikanan, kami

menyarankan agar praktikum selanjutnya dapat berjalan lebih baik. Ketersediaan

alat kebersihan sangat dianjurkan sehingga tempat praktikum dapat terjaga

kebersihannya. Selain itu, penyediaan ember dibutuhkan, agar saat pencucian

alat dan bahan air tidak memancar ke segala telah berjalan dengan lancar.

Untuk kedepannya, diharapkan dari praktikan dapat lebih kondusif lagi dalam

menjalankan praktikum. Praktikan harus membaca terlebih dahulu buku panduan

yang telah disediakan agar tidak salah dalam melakukan prosedur. Untuk

asisten diharapkan dapat memberikan informasi yang jelas dan tidak

membingugkan. Perlu dilakukan pembimbingan terlebih dahulu kepada praktikan

agar mengerti apa yang akan dilakukan. Ketika ditanya praktikan dan asisten

juga harus kooperatif.


DAFTAR PUSTAKA

Kartikasari, L., A. P. D. Nurhayati., E. Setiawan., D. Hidayati., N. M. Ashuri., N. N.


Saadah., F. K. Muzaki dan I. Desmawati. 2017. Bioaktivitas ekstrak
batang Xylocarpus granatum sebagai anti black spot alternatif pada
Litopenaeus vannamei pasca panen. Journal of Tropical Biodiversity
and Biotechnology. 2: 16-20.
Radityo, C. T., Y. S. Darmanto dan Romadhon. 2014. Pengaruh penambahan
egg white powder dengan konsentrasi 3% terhadap kemampuan
pembentukan gel surimi dari berbagai jenis ikan . Jurnal Pengolahan dan
Bioteknologi Hasil Perikanan. 3(4) : 1-9.
Rahmat , A., A. B. Patadjai dan Suwarjoyowirayatno. 2019. Studi kualitas fisika-
kimia dan sensorik udang vaname (Litopenaeus vannamei) dengan
perlakuan soaking time sebelum pembekuan. J. Fish Protech. 2(1) : 41-
58.
Sitanggang, A. B., A. Teguh dan A. B. Ahza. 2019. Pengaruh penambahan
polifosfat dan natrium klorida terhadap peningkatan daya ikat air udang
putih beku dan efisiensi proses. J. Teknol. dan Industri Pangan. 30(1): 46-
55.

4
LAMPIRAN

Lampiran 1. Perhitungan Rendemen Udang

Kelompok 4 Kelompok 4
SAMPEL A SAMPEL B
Rendemen = Berat Akhir x 100% Rendemen = Berat Akhir x 100%
Berat Awal Berat Awal
Headless Headless
Rendemen = 199,8 x 100 % : 256 Rendemen = 182,1 x 100 % : 254
= 78,05 = 71.69
Peeled Peeled
Rendemen = 179,6 x 100 % :256 Rendemen = 163,5x 100 % :254
= 70,16 = 64,37
Deveined Deveined
Rendemen = 173,6 x 100 % :256 Rendemen = 163,4x 100 % :254
= 67,81 = 64,33
Tail off Tail off
Rendemen = 160x 100 % :256 Rendemen = 153x 100 % :254
Kelompok 9
= 62,50 Kelompok 9= 60,24
SAMPEL A
SAMPEL B
Rendemen = Berat Akhir x 100%
Rendemen = Berat Akhir x 100%
Berat Awal
Berat Awal
Headless
Headless
Rendemen = 183,7 x 100 % : 250
Rendemen = 121,9x 100 % : 250
= 73,48
Peeled = 48,76
Rendemen = 143,7 x 100 % :250 Peeled
= 57,48 Rendemen = 106,6x 100 % :250
Deveined = 42,64
Rendemen = 142,2x 100 % :250 Deveined
= 56,88 Rendemen = 104,4x 100 % :250
Tail off = 41,76
Rendemen = 134,8x 100 % :250 Tail off
= 53,92 Rendemen = 98,1x 100 % :250
= 39,24

5
Kelompok 14 Kelompok 14
SAMPEL A SAMPEL A
Rendemen = Berat Akhir x 100% Rendemen = Berat Akhir x 100%
Berat Awal Berat Awal
Headless Headless
Rendemen = 168,67 x 100 % : 251,7 Rendemen = 168,67 x 100 % : 251,7
= 67,01 = 67,01
Peeled Peeled
Rendemen = 158,68 x 100 % :251,7 Rendemen = 158,68 x 100 % :251,7
= 63,04 = 63,04
Deveined Deveined
Rendemen = 141 x 100 % :251,7 Rendemen = 141 x 100 % :251,7
= 56,02 = 56,02
Tail off Tail off
Rendemen = 144,2 x 100 % :251,7 Rendemen = 144,2 x 100 % :251,7
= 57,29 = 57,29

Kelompok 19 Kelompok 19
SAMPEL A SAMPEL B
Rendemen = Berat Akhir x 100% Rendemen = Berat Akhir x 100%
Berat Awal Berat Awal
Headless Headless
Rendemen = 145x 100 % : 235 Rendemen = 159x 100 % : 257
=61,70 = 61,87
Peeled Peeled
Rendemen = 133 x 100 % :235 Rendemen =145 x 100 % :257
= 56,60 = 56,42
Deveined Deveined
Rendemen = 132 x 100 % :235 Rendemen = 144x 100 % :257
= 56,17 = 56,03
Tail off Tail off
Rendemen = 125x 100 % :235 Rendemen = 136x 100 % :257
= 53,19 = 52,92
Kelompok 24 Kelompok 24
SAMPEL A SAMPEL B
Rendemen = Berat Akhir x 100% Rendemen = Berat Akhir x 100%
Berat Awal Berat Awal
Headless Headless
Rendemen = 163x 100 % : 251 Rendemen = 132x 100 % : 206
= 64,94 = 64,08
Peeled Peeled
Rendemen = 148 x 100 % :251 Rendemen = 129x 100 % :206
= 58,96 = 62,62
Deveined Deveined
Rendemen = 146x 100 % :251 Rendemen = 121x 100 % :206
= 58,17 = 58,74
Tail off Tail off
Rendemen = 140x 100 % :251 Rendemen = 112x 100 % :206
= 55,78 = 54,37s

6
a. Icing Whole
b. Icing Stick
c. Pengujian TVBN TMA
Lampiran 2. Perhitungan TMA dan TVBN Jam Ke-24
Kelompok 1 Kelompok 2

 N TVBN :  N TVBN :
=0,02 x ( 0,5 – 0 ) x 14 = 0,14 = 0,02 x (1 – 0) x 14 = 0,28
TVBN : = 0,14 x 100 = 14 mg/100gr TVBN : = 0,28 x 100 = 28 mg/100gr

 N TMA :  N TMA :
= 0,02 x ( 0,2 – 0) x 14 = 0,056 = 0,02 x(0,3– 0) x 14 =0,084
TVBN : = 0,056 x 100 = 5,6 mg/100gr TVBN : =0,084 x 100 = 8,4 mg/100gr

Kelompok 3 Kelompok 4

 N TVBN :  N TVBN :
= 0,02 x (2– 0) x 14 = 0,56 = 0,02 x (3,5– 0) x 14 = 0,98
TVBN : = 0,56 x 100 = 56 mg/100gr TVBN : = 0,98 x 100 = 98 mg/100gr

 N TMA :  N TMA :
= 0,02 x(0,4 – 0) x 14 = 0,112 = 0,02 x(0,7– 0) x 14 = 0,196
TVBN : =0,112 x100 = 11,2mg/100gr TVBN : =0,196 x 100 = 19,6 mg/100gr

Kelompok 5 Kelompok 6

 N TVBN :  N TVBN :
= 0,02 x (0,2– 0) x 14 = 0,056 = 0,02 x (0,8– 0) x 14 = 0,224
TVBN : =0,056 x100 = 5,6mg/100gr TVBN : = 0,224x 100 = 22,4 mg/100gr

 N TMA :  N TMA :
= 0,02 x(0,2– 0) x 14 = 0,056 = 0,02 x(0,1– 0) x 14 = 0,028
TVBN : =0,056x 100 =5,6 mg/100gr TVBN : =0,028x 100 = 2,8 mg/100gr
Kelompok 7 Kelompok 8

 N TVBN :  N TVBN :
= 0,02 x (2– 0) x 14 = 0,56 = 0,02 x (3,9– 0) x 14 = 1,092
TVBN : = 0,56 x 100 = 56mg/100gr TVBN : =1,092 x 100 =109,2mg/100gr

7
 N TMA :  N TMA :
= 0,02 x(0,5– 0) x 14 = 0,14 = 0,02 x(1– 0) x 14 = 0,28
TVBN : =0,14x 100 = 14mg/100gr TVBN : =0,28x 100 =28 mg/100gr

Anda mungkin juga menyukai