Anda di halaman 1dari 41

GAMBARAN PENGETAHUAN DAN POLA ASUH IBU BALITA STUNTING

DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TINANGGEA KABUPATEN KONAWE

SELATAN

DI SUSUN

UNTUK MENYUSUN KARYA TULIS ILMIAH PRODI III GIZI

OLEH:

SAMSULIANTI

NIM . P00331018.086

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KENDARI JURUSAN GIZI

PROGRAM STUDI DIPLOMA III

2021

i
HALAMAN PENGESAHAN

GAMBARAN PENGETAHUAN DAN POLA ASUH IBU BALITA STUNTING

WILAYAH KERJA PUSKESMAS TINANGGEA KABUPATEN KONAWE

SELATAN

Yang di ajukan oleh:

SAMSULIANTI

P00331018.086

Telah di setujui oleh:

Pembimbing Utama :

Sri Yunancy V.Gobel, SST, MP Tanggal………………………

NIP. 196910061992032002

Pembimbing Pendamping :

Dr. La Banudi, SST,M.kes Tanggal………………………

NIP: 197112311992031009

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. Yang telah memberikan

Rahmat dan Karunia-Nya, sehingga penulis dapat membuat proposal yang berjudul

“Gambaran Pengetahuan Dan Pola Asuh Ibu Balita Stunting Di Wilayah Kerja

Puskesmas Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan”.

Dalam pembuatan proposal ini penulis di hadapkan dengan berbagai hambatan,

namun berkat bantuan serta dukungan dari bapak/Ibu pembimbing utama maupun

pembimbing pendamping, maka hambatan itu dapat teratasi. Oleh karena itu dengan

segala keredahan hati penulis mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada bapak/ibu pembimbing utama maupun pembimbing pendamping.

Kendari, 2020

Penyusun

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN......................................................................................................ii
KATA PENGANTAR.................................................................................................................iii
DAFTAR ISI...............................................................................................................................iv
BAB I...........................................................................................................................................1
PENDAHULUAN........................................................................................................................1
A. Latar Belakang.................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah............................................................................................................5
C. Tujuan Penelliian.............................................................................................................6
D. Manfaat Penelitian............................................................................................................6
BAB II..........................................................................................................................................8
TINJAUAN PUSTAKA...............................................................................................................8
A. Landasan Teori.................................................................................................................8
B. Tipe pola asuh orang tua.................................................................................................14
C. Kerangka Teori...............................................................................................................20
D. Kerangka Konsep...........................................................................................................21
E. Deinisi Oprasioanal........................................................................................................22
BAB III......................................................................................................................................24
METODE PENELITIAN...........................................................................................................24
A. Jenis penelitian...............................................................................................................24
B. Lokasi dan Waktu Penelitian..........................................................................................24
C. Populasi dan Sampel......................................................................................................24
D. Jenis dan Cara Pengumpulan Data..................................................................................26
E. Cara Pengumpulan Data.................................................................................................27
F. Pengolahan dan Analisis Data........................................................................................27
G. Analisis Data..................................................................................................................28
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................29

iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Stunting adalah masalah kurang gizi kronis akibat kurangnya asupan gizi

dalam waktu yang cukup lama sehingga mengakibatkan gangguan pertumbuhan

pada anak. Seorang anak dianggap mengalami stunting jika tinggi badan mereka

lebih rendah atau pendek (kerdil) dari standar usianya (berdasarkan WHO-

MGRS). Stunting dapat memberikan dampak buruk pada anak, baik dalam

bentuk  jangka pendek maupun jangka panjang. Dampak jangka pendek stunting

adalah terganggunya perkembangan otak, kecerdasan, gangguan pada

pertumbuhan fisiknya, serta gangguan metabolisme.Sedangkan, dampak jangka

panjang stunting yang tidak segera ditangani adalah penurunan kemampuan

kognitif otak, kekebalan tubuh melemah sehingga mudah sakit, dan memiliki

risiko tinggi terkena penyakit metabolik, seperti kegemukan, penyakit jantug,

dan penyakit pembuluh darah.

Stunting (tubuh yang pendek) menggambarkan keadaan gizi kurang yang

sudah berrjalan lama dan memerlukan waktu bagi anak untuk berkembang serta

pulih kembali. Stunting dapat di diagnosis melalui pemeriksaan anropometrik.

Berdasarkan Kemenkes RI (2018) sebanyak 30,8% balita di Indonesia

mengalami Stunting. Prevelensi balita di Indonesia mengalami penurunan di

bandingkan dengan data Riskesdas yaitu 37,2%. Berdasarkan dengan itu

prevelensi balia stunting di provinsi Sulawesi Tenggara juga mengalami

penurunan di banding data Riskesdas sebanyak 31,4% .

1
Salah satu Puskesmas yang berada di kabupae konawe selatan (Sultra)

adalah Puskesmas Tinanggea dengan wilayah kerja mencakup 22 Desa.

Berdasarkan data Puskesmas Tinanggea pada tahun 2019 prevelensi balita

stunting sebanyak 28,33% dari 582 balita. Beberapa Desa yang merupakan

wilayah kerja Puskesmas Tinanggea yang menyumbang paling tinggi prevelensi

balita stunting yaitu Desa Roraya, Ngapaha, Bungin Permai, dan Desa Asingi.

Stunting di sebabkan oleh masalah gizi pada masa lampau. Masalah

utama yang berhubungan dengan status gizi adalah pendidikan (supariasa 2017).

Apabila pendidikan orang tua balita baik, maka orang tua dapat menerima segala

informasi dari berbagai sumber mengenai cara pengasuhan anak yang baik dan

benar, asupan gizi yang sesuai, sehingga orang tua dapat menjaga kesehatan

anak. (Cahya ningsih & Sulistyo 2011). Sedangkan menurut Nachiyahh (2012)

selain pendidikan, pekerjaan, juga merupakan faktor yang mempengaruhi status

gizi. Pekerjaan orang tua merupakan kegiatan atau tindakan yang di lakukan

oleh setiap orang tua untuk mendapatkan uang. Pekerjaan tersebu akan

mempengaruhi pendapata keluarga, dan akhirnya akan berpengaruh pada

konsumsi pangan anak. Konsumsi pangan dan gizi pada anak balita yang rendah

akibat tingkat pendapatan keluarga dengan status ekonomi menengah ke bawah

dapat mempengaruhi status gizi pada anak balita (Supriasa, Bakri, dan Fajar,

2012).

Menurut Susanti (2006) dan Octaviani (2008) selain pekrjaan dan

pendidikan jumlah balita dalam keluarga juga mempengaruhi status gizi balita.

Jumlah balita yang terdapat di dalam keluarga, mempengaruhi kunjungan ibu ke

2
posyandu sehingga mempengaruhi status gizi balita. Keluarga yang memiliki

jumlah balita sedikit akan lebih focus memperhatikan anaknya, sedangkan jika

terdapat jumlah anak balita yang banyak dalam keluarga maka perhatian ibu

akkan terbagi.

Stunting merupakan kondisi kronis buruknya pertumbuhan seorang anak

yang merupakn akumulasi dampak berbagai factor seperti buruknya gizidan

kesehatan sebelum dan setelah kelahiran anak tersebut. Stunting adalah ukuran

yang tepat untuk mengidentifikasi terjadinya kurang gizi jangka panjang pada

anak-anak (fikawati 2017).

Salah satu tantangan utama yang saat ini di hadapi sector kesehatan di

Indonesia adalah kekurangan gizi kronis pada anak. Meskipun banyak

perkembanagan, dan kemajuan kesehatan telah di lakukan di Indonesia selama

beberapa tahun terakhir, namun masalah stunting tetap signifikan. Stunting yan

terjadi selama masa anak-anak sebagai akibat dari kekurangan gizi kronis,

mempengaruhi kemampuan kognitif dan mmegurangi akses ke pendapatan yang

lebih tinggi, resiko melahirkan bayi dengan beraat badan lahir rendah, dan

jangka hidup yang lebih pendek (fikawati 2017).

Stunting dapat di sebabkan oleh 4 masalah utama yaitu faktor keluarga dan

rumah tangga, pemeberian makanan tambahan yang tidak adekuat, pemberian

ASI, serta penyakit infeksi. Keempat masalah utama tersebut di sebabkan oleh

faktor sosial dan komunitas, seperti ekonomi, kesehatan, dan pelayanan

kesehatan, pendidikan kultur sosial, sistem pangan dan agrikultur, serta air,

sanitsi air, sanitasi, juga lingkungan.

3
Menurut keputusan Mentri Kesehatan Nomor 1995/MENKES/SK/XII2010

tentang Standar Antropometri Penilaian Status gizi anak suning adalah balita

dengan status gizi yang berdasarkan panjang atau tinggi badan menurut umurnya

bila di bandingkan dengan standar buku WHO-MGRS (world Health

Organizaion) (Multi Growth Reference Study) tahun 2006 niali z score nya

kurang dari -2SD dan di kategorikan sangat pendek jika nilai z score nya kurang

dari -3SD (Kemenkes, 2016).

Menurut WHO, prevelensi balita pendek menjadi masalah kesehatan

masyarakat jika prevelensinya 20% atau lebih. Karena presentasi balita pendek

di Indonesia masih tinggi dan merupakan masalah kesehatan yang harus di

tanggulangi. Global Nutrition Report tahun 2014 menunjukkan Indonesia

termasuk dalam 17 negara, di antara 117 negara, yang mempunyai tiga masalah

gizi yaitu stunting, wasting, dan overweight pada balita (PSG, 2015).

Presiden Republik Indonesia, menaruh perhatian yang cukup besar terkait

isu stanting terutama untuk mencari trobosan dalam mengani dan mengurangi

stunting. Rekomendasi rencana aksi intervensi stunting di usulkan menjadi 5

pilar utama, yaitu Komitmen dan Visi Pimpinan Tertiggi Negara. Kampanye

Nasional berfokus pada Peningkatan Pemahaman, Perubahan Prilaku, Komitmen

Politik dan Akutabilias. Konvergensi, koordinasi, dan konsolidasi program

nasional daerah dan masyarakat, mendorong kebijakan Food Nutritional

Security,Pemantauan dan Evaluasi (TNP2K,2017).

Dalam strategi integrasi penurunan stunting hal-hal yang perlu di lakukan

provinsi adalah mengambil inisiatif untuk proaktif dalam mencermati data hasil

pelaksnaan kunjungan khususnya : keluarga mengikuti KB, Ibu bersalin, di

4
faskes, bayi di beri ASI Eksklusiif, keluarga mempunyai air bersih dan

mempunyai akses atau menggunakan jamban sehat dan JKN (Jaminan

Kesehatan Nasional). Memperluas cakupan kunjungan rumah dengan strategi

khusus. Dan melakukan identifikasi permasalahan kesehatan berdasarka data

kunjungan keluarga sehingga muncul prioritas permasalahan kesehatan yang

perlu di tindaklanjuti (Kemenkes, 2017).

Pola asuh orang tua adalah prilaku orang tua dalam mengasuh balita. Pola

asuh orang tuan merupakan salah sau masalah yang dapat mempengaruhi

terjadinya stunting pada balita. Pola asuh orang tua yang kurang atau rendah

memiliki peluang lebih besa anak terkena stunting di bandingkan orang tua

dengan pola asuh baik. (Aramico, dkk, 2013).

Menurut penelitian Arimaco, Basri, dkk., 2013, terdapat hubugan bahwa

pola asuh kurang baik beresiko 8,07 kali lebih beesar di bandingkan dengan pola

asuh yang baik, masing-masing dengan presentase satus gizi stunting 53% dan

12,3%. Hasil uji statistic chi-square menunjukkan ada hubungan yang signifikan

antara pola asuh dengan status gizi (p<0,001). Hasil penelitian ini sejalan dengan

penelitian Renyoet, Brigittle Sarah, dkk., 2013. Menunjukkaan adanya hubungan

yang signigfikan pola asuh dengan kejadian stunting pada anak (p=0.000). Hasil

penelitian inijuga sejalan dengan penelitian Rahmayan, dkk., 2014. Pola asuh

menunjukkan hubungan yang signifikan dengan kejadian stunting.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas yang menjadi masalah pada penelitian ini adalah

bagaimana gambaran pengetahuan dan pola asuh ibu balita stunting di wilayah

kerja puskesmas Tinanggea, Kabupaten Konawe Selatan

5
C. Tujuan Penelliian

1. Tujuan umum

Untuk mengetahui gambaran pengetahuan dan pola asuh ibu balia

stunting di wilayah kerja puskesmas Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan

2. Tujuan khusus

a. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan ibu balita stunting di wilayah

kerja puskesmas Tinanggea Kabupaten Konawe Sealatan

b. Untuk mengetahui bagaimana pola asuh ibu balita stunting di wilayah

kerja puskesmas Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan

D. Manfaat Penelitian

a. Bagi institusi/ Puskesmas Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan

Sebagai pengambilan kebijakan dalam rangka mengevaluasi atau

untuk mengambil keputusan tentang gambaran pengetahuan dan pola

asuh ibu balita stunting di wilayah kerja puskesmas Tinanggea

Kabupaten Konawe Selatan

b. Bagi Mahasiswa

Dapat di jdikan sebagai bahan literature sehingga mahasiswa dapat

mengetahui tentang gambaran pengetahuan dan pola asuh ibu balita

stunting di wilayah kerja puskesmas Tinanggea Kabupaten Konawe

Selatan

c. Bagi Peneliti

6
Menambah bahan kajian serta wawasan tentang gambaran

pengetahuan dan pola asuh ibu balita stunting di wilayah kerja

puskesmas Tianggea Kabupaten Konawe Selatan

d. Bagi orang tua

Sebagai masukan kepada orang tua untuk meningkatkan pengetahuan

dan memperhatikan pola asuh yang di berikan kepada balita sehingga

balita dapat terpenuhi kebutuhan gizinya.

7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Pengetahuan Ibu

Pengeahuan adalah berbagai gejala yang di terima dan di peroleh dari

manusia melalui pengamatan inderawi, pengetahuan muncul ketika seseorang

menggunakan inderea atau akal budinya untuk menggali benda atau kejadian

tertentu yang blum pernah di lihat atau dirasakan sebelumnya. Perilaku respon

individu terhadap suatu stimulus atau suatu tindakan yang dapat di amati dan

mempunyai rekuensi spesifik, durasi dan tujuan baik di sadari maupun tidak.

Pengetahuan adalah hasil penginderaan mausia, atau hasil tahu seseorang tehadp

objek melalui indera yang di milikinya yaitu mata, hidung, telinga, dan

sebagainya (Notoatmodjo, 2010).

Menurut Prasetya (2007), pengetahuan adalah segala sesuatu yang ada di

kepala kita. Kita dapat mengetahui sesuatu berdasarkan pengalaman yang

dimiliki. Selain pengalaman, kita menjadi tahu, karena di beritahu oleh orang

lain.pengeahuan juga di dapakan dari tradisi atau turun menurun sudah di

ajarkan. Pengetahuan pola asuh yaitu perwujudan balita-balita sebagai generasi

muda yang berkualitas, berimplikasi pada perlunya meingkatan staus gizi anak

khususnya balia umur 35 tahun. Orang tua harus membekali diri dengan

pengetahuan tentang pola asuh.

8
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan ibu (Notoadmojo 2010)

a. Pendidikan

Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan

kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup.

Pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin tinggi pendidikan

seseorang makin mudah orang tersebut mendapatkan informasi, baik dari

orang lain maupun dari media massa. Semakin banyak informasi yang

masuk semakin banyak pula pengetahuan yang di dapatkan. Pengetahuan

sangat erat kaaitannya dengan pendidikan dimana di harapkan seseorang

dengan pendidikan tinggi, maka orang tersebut akan semakin luas

pengetahuannya . Namun perlu di tekankan bahwa seseorang yang

berpendidikan rendah tidak berarti mutlak berpengetahuan rendah pula.

Peningkatan pengetahuan tidak mutlak di peroleh di pendidikan formal, akan

tetapi juga di peroleh pada pendidikan non formal. Pengatahuan seseorang

tentang suatu obyek juga mengandung dua aspek yaitu, aspek positif dan

aseke negatif. Kedua aspek inilah yang akhirnya akan menentukan sikap

seseoraang terhadap obyek tertentu. Semakin banyak aspek positif dan obyek

yang di ketahui, akan menumbuhkan sikap positif terhadap obyek tersebut.

b. Informasi/Media Massa

Informasi yang di peroleh baik dari pendidikan formal maupun non

formal dapat memberikan pengaruh jangka pendek (immediate impad)

sehingga menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan. Majunya

teknologi akan tersedia bermacam-macam media massa yang dapat

mempengaruhi pengetahuan masyarakat tentang inovasi baru. Sebagai

9
sarana komunikasi,berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat

kabar, majalah, dan lain-lain mempunyai pengaruh besar terhadap

pembentukkan opinidan kepercayaan orang. Dalam penyampaian informasi

sebagai tugas pokoknya, media massa membawa pula pesan-pesan yang

berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini seseorang. Adanya informasi

baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi

terbentuknya pengetahuan terhadap hal tersebut.

c. Sosial budaya dan ekonomi

Kebiasaan tradisi yang di lakukan orang-orang tanpa melalui penalaran

apakah yang di lakukan baik atau buruk. Dengan demikian seseorang akan

bertambah pengetahuannya walaupun tidak melakukan. Status ekonomi

seseorang juga akan menentukan tersedianya suatu fasilitas yang di perlukan

untk kegiatan tertentu, sehingga status sosial ekonomi ini akan

mempengaruhi pengetahuan seseorang.

d. Lingkungan

Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar individu, baik

lingkungan fisik, biologis, maupun sosial. Lingkungan berpengaruh terhadap

proses masuknya pengetahuan ke dalam individu yang berada dalam

lingkugan tersebut. Haal ini terjadi karena adanya interaksi timbal balik

ataupun tidak yang akan di respon sebagai pengetahuan oleh setiap individu.

e. Pengalaman

Pengalaman sebagai sumber pegetahuan adalah cara untuk memperoleh

kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengentahuan yang

di peroleh dalam memecahkan masalah yang di hadapi masa lalu.

10
Pengalaman belajar dalam bekerja yang di kembangkan memberikan

pengetahuan dan keterampilan professional serta pengalaman belajar selama

bekerja akan dapat mengembangkan keampuan mengambil keputusan yang

manfestasi dari keterpaduan menalar secara ilmiah dan etik yang bertolak

dari masalah nyata dalam bidang kerjanya.

f. Usia

Usia mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang.

Seorang semakin berabah usianya akan semakin berkembang pula daya

tangkap dan pola pikirnya sehingga, pengetahuan yang di peroleh semakin

membaik. Pada usia madya, individu akan lebih beeperan aktif dalam

masyarakat dan kehidupan sosial serta lebih banyak melakukan persiapan

demi suksesnya upaya menyesuaikan diri menuju usia tua, selain itu usia

madya akan lebih banyak menggunakan banyak waktu untuk membaca.

Kemampuan intelektual, pemecahan masalah, dan kemampuan verbal di

laporkan hamppir idak ada penurunan pada usia ini. Dua sikap tradisioanal

mengenai jalannya perkembangan selama hidup:

 Semakin tua , semakin bijaksana, semakin banyak informasi yang di

jumpai dan semakin banyak hal yang di kerjakan sehingga

menambah pengetahuannya.

 Tidak dapat mengajarkan kepandaian baru kepada orang yang sudah

tua karena mengalami kemunduran baik fisik maupun mental. Dapat

di perkirakan bahwa IQ akan menurun sejalan bertambahnya usia,

khususnya pada beberapa kemampuan yang lain seperti misalnya

kosa kata dan pengetahuan umum. Beberapa teori berpendapat

11
ternyata IQ seseorang aan menurun cukup sejalan dengan

bertambahnya usia.

2. Pola Asuh Ibu

A. Definisi pola asuh

Secara etiologi, pola asuh berarti bentuk, tata cara. Sedangkan asuh berarti

merawat, menjaga, medidik, Sehingga pola asuhh berate bentuk atau sistem

dalam merawat menjaga dan mendidik. Pola asuh orang tua adalah interaksi

orang ua terhadap anaknya dalam hal mendidik dan memberikan contoh

yangbaik agar anak dapat kemampuan sesuai perkembangannya (Handayani,

dkk, 2017).

Pola asuh adalah pola interaksi antara balita dengan orang tua meliputi

pemenuhan kebutuhan fisik (seperti makan, minum, dan lain-lain) dan

kebutuhan psikologis (seperti rasa aman, kasih sayang, perlindunga dan lain-

lain), serta sosialisai norma-norma yangberlaku di masyarakat agar anaj dapat

hidup selaras dengan lingkungan nya. Dengan kata lain, pola asuh juga meliputi

interaksi orang tua dengan anak dalam penddikan karakter anak (Latifah,

2008).pola asuh ibu adalah hubungan antara anakdan ibu/ayah. Pola asuh oleh

orang ua (ayah/ibu) mempengaruhi kecerdasa seorang balita. Pemberian pola

asuh yang benar, dapat mengupayakan balita menjadi pribadi yang utuh dan

terintegrasi. Tugas dan tanggung jawab orang tua adalah menciptakan situasi

dan kondisi yang memuat iklan yang dapat mengoptimalkan tumbuh

kembangbalita (jarot, 2016).

12
Pola asuh yang di maksud adalah dari menyiapkan makanan merupakan

proses mulai dari menyiapkan makanan seperti mulai dari membeli sampai

memasak atau mengubah maknan mentah menjadi makanan siap di makan.

Kemudian memberikan makanan yang sudah di masak atau yang sudah matang

kepada balita, dan juga apakah balita di biarkan makan sendiri atau di bantu

dengan ibu yang menyuapi makanan. Jumlah makanan yaitu jumlah konsumsi

yang di berikan kepada balita sudah sesuai untu mememnuhui kebutuhan gizi

balita tersebut.

Menurut Maccoby dan Me loby ada beberapa faktor yang mempengaruhi pola

asuh orang tua yaitu:

a. Sosial ekonomi

Lingkungan sosial berkitan dengan pola hubungan sosial atau pergaulan

yang di bentuk oleh orang tua maupun balita dengan lingkungan sekitarnya.

b. Pendidikan

Latar belakang pendidikan orang tua dapat mempengaruhi pola piker

orang tua baaik formal maupun non formal kemudian juga berpengaruh pada

aspirasi atau harrapan orang tua kepada balita.

c. Kepribadian

Dalam mengasuh balita orang tua bukan hanya mampu mengkomunikasi kan

fakta, gagasan, dan pengetahuan saja melainkan membantu menumbuh

kembangkan kepribadian balita ( Riyanto, 2002)

d. Jumlah anak

13
Jumlah anak yang di miliki keluarga akan mempengaruhi pola asuh yang

di terapkan orang tua. Semakin banyak jumlah anak dalam keluarga, maka

ada kecenderungan bahwa orang tua tidak begitu menerapkan pola asuh

secara maksmal pada balita kearena perhaian dan waktunya terbagi antara

balita yang satu dengan anak yang lainnya (Okta Sofia, 2009).

Adapun Dampak pola asuh terhadap status gizi balita, antara lain :

1. Dampak positif

Dampak dari pola asuh positif adalah balita akan lebih kompeten

bersosialisasi, begantung pada dirinya sendiri dan bertanggung jawab secara

sosial, balita juga tidak memakan makanan yang tidak seharusnya di makan pada

seusianya sehingga balita tidak mengalami masalah asupan makan dapat

bersangkutan dengan masalah gizi.

2. Dampak negatif

Dampak dari pola asuh yang salah adalah balita menjadi manja, emosi balita

yang kuang stabil, suka membantah, suka memberontak, dan terganggunya

perkembangan balita. Sesuai dengan penelitian yang pernah di lakukan bahwa

pola asuh makan yang salah juga dapat mengakibatkan balita mempunyai pilaku

makan yang salah (Geogry, 2010) . Orang tua yang memberikan pola asuh

makan yang salah akan menyebabkan maslah gizi pada balita.

B. Tipe pola asuh orang tua

a. Pola asuh otoriter

Pola asuh (authoritarian parenting) adalah gaya membatasi dan

menghukum keika orang tua memaksa anak-anak untuk mengikuti

arahan mereka dan menghormai pekerjaan serta upaya mereka.

14
Orang tua otoriter menempatkan batasan-batasan dan control yang

tegas pada anak dan memungkinkan sediki pertukaran verbal. Anak-

anak dari orang tua yang otoriter, sering tidak bahagia, takut dan

ingin membandingkan dirinya dengan orang lain, gagal dalam

beraktifitas, dan memiliki komunikasi yang lemah (Hart, dkk dalam

Santrock. 2011).

Dampak terburuk dari sikap otoriter orrang tua bagi anak (Subini

2011) adalah:

 Dapat menimbulkan depresi pada anak

 Hubungan anak dan orrang tua tidak akrab

 Anak cenderung menurut dan takut

 Anak menjadi terkekang

b. Pola asuh Demokratis

Pola asuh demokratis ( Authoritative parenting) mendorong anak-

anak untuk menjadi mandiri, tetapi masih mendapatkan batasan dan

control atas tindakan mereka. Komunikasi verbal dan menerima yang

ekstensif di perbolehkan, dan orang tua hangat dan nuturant terhadap

anak-anak. Anak-anak yang orang tuanya demokratis dsering

gembira, terkendali, cenderung memelihara hubungan dengan teman

sebaya nya, bekerja sama dengan orang dewasa dan menangani setres

dengan baik ( Santrock, 2011).

c. Pola asuh permisif

Pola asuh permisif (Indulgent parenting) merupakan sebuah gaya

pengasuhan ketika orang tua sangat terlibat dengan anak-anak

15
mereka, orang tua permisif, tetap menempatkan beberapa tuntutan

atau control mereka, orang tua seperi ini membiarkan anak-anak

mereka melakukan apa yang mereka inginkan. Hasilnya anak-anak

tidak pernah belajar utuk melakukan prilaku mereka sendiri dan

selalu mengharapkan untuk mendapatkan keinginan mereka. Namun

anak-anak yang orang tua permisif jarang belajar untuk menghormati

orang lain dan mengalami kesulitan mengendalikan prilaku mereka.

Mereka mungkin mendominasi egosentis, patuh dan kesulitan

bermain dengan teman sebayanya.

d. Pola asuh lalai

Pola asuh lalai ( neglectful parenting) merupakan gaya ketika orang

tua sangat tidak terlibat dalam kehidupan anak-anak. Orang tua dan

anak-anaknya lalai dalam mengembangkan rasa bahwa aspek lain

kehidupan orang tua lebih penting dari pada mereka. Anak-anak

tersebut cenderung tidak kompeten secara sosial.

3. Stunting

Stunting di sebut dengan “pendek” merupakan kondisi gagal tumbuh pada

anak balita akibat kekurangan gizi kronis terutama dalam 1.000 hari pertama

kehiduoan sehingga anak terlalu pendek untuk usianya (Persagi, 2018).

Stunting adalah balita dengan status gizi yag berdasarkan panjang atau tinggi

badan menurut umurnya bila di bandingkan dengan standar baku WHO-MGRS (

Multicenter Growth Reference Study) tahun 2006, nilai Z-scorenya kurang dari

-2SD dan di kategorikan sangat pendek apabila nilai Z-scorenya kurang dari

-3SD (TNP2K, 2017).

16
Definisi pendek (stuning) adalah status gizi yang di dasakan pada indeks

PB/U atau TB/U dimana dalam standr anropometri penilaian satus gizi anak,

hasil pegukuran tersebut berada pada ambang batas (Z-Score) <-2SD sampai

dengan -3 SD (pendek/stunting) dan <-3 SD (sangat pendek / servely

stunting).Stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang di sebabkan oleh

asupan gizi yang kurang dalam waku yang cukup lama akibat pemberian

makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizinya. Stunting dapat terjadi

mulai janin masih dalam kndungan dan baru tanpak saat anak berusia dua tahun.

Stunting yang telah terjadi bila tidak di imbangi dengan catch-up growth

(tunbuh kejar) mengakibatkan menurunnya pertumbuhan. Masalah stunting

merupakan masalah kesehatan masyarakat yang berhubungan dengan meningkat

nya resiko kesakian, kematian dan hambatan pada perumbuhan baik motorik

maupun mental. Stunting di bentuk oleh growth faltering dan catch-up growth

yang tidak memadai yangtidak mencerminkan ketidak mampuan untuk

mencapai pertumbuhan optimal, hal tersebut mengungkapkan bahwa kelompok

balita yang lahir dengan berat badan normal dapat megalami stunting bila

kebutuhan selanjutnya tidak terpenuhi dengan baik.

a. Klasifikasi stunting

Stunting dapat di ketahui bila seorang balita sudah di timbang berat

badannya dan di ukur panjang atau tinggi badannya. Lalu di bandingkan

dengan standar, dan hasilnya berada di bawah normal. Jadi secara fisik balita

ini akan lebih pendek di bandingkan dengan balita seumurannya.

Perhitungan ini menggunakan standar Z-Score dari WHO. Berikut klasifikasi

status gizi stunting berdasarkan indikator tinggi badannya per umur(TB/U)

17
1). Sangat Pendek : Z-score <-3,0

2). Pendek : Z-score <-2,0 s.d Z-score ≥ -3,0

3). Normal : Z-score ≥-2,0

b. Penyebab terjadinya stunting

1. Stunting familial

Perawakan pendek dapat di sebabkan karena faktor genetika dari

orang tua dan keluarga. Perawakan pendek yang di sebabkan karena

genetik di kenal sebagai familial short stature (kelurga perawakan

pendek).

2. Infeksi

Beberapa contoh infeksi yang sering di alami yaitu infeksi entrik

seperi diare, entropati, dan cacing, namun dapat juga di sebabkan oleh

infeksi pernafasan (ISPA), malaria, berkurangnya nafsu makan akibat

serangan infeksi dan inflamasi. Infeksi akan menyebabkan asupan

makanan menurun, gangguan absorpsi nutrient, kehilangan mikro

nutrient secara langsung, kehilangan nutrient akibat metabolisme

meningkat, dan gangguan transportasi nutrient ke jaringan.

3. Anak tidak mendapat gizi seimbang

Status gizi merupakan salah satu faktor penting yang menentukan

tingkat kesehatan dan kesejahteraan manusia. Keadan gizi seseorang di

katakana baik apabila terdapat keseimbangan dan keserasian antara

perkembangan fisik dan perkembangan mental orang tersebut. Tingkat

keadaan gizi optimal akan tercapai apabila kebutuhan zat gizi optimal

terpenuhi (Nurhamidah, 2008).

18
Kualias makanan yang buruk meliputi kualias micronutrient uang

buruk, kurangnya asupan dan keaneka ragaman pangan yang bersumber

dari pagan hewani, kandungan makanan yang tidak mempunyai nilai

gizi, dan rendahnya energy pada makanan pendamping pada anak. Pratik

pemberian makan yang tidak memadai meliputi pemberian makan yang

jarang, konsistensi pangan yang terlalu ringan, kualitas pangan yangtidak

mencukupi, dan pemberian makan yang tidak berespon.

c. Dampak Stunting

Dampak buruk yang dapat di timbulkan oleh masalah stunting

tersebut, dalam jangka pendek adalah terganggunya perkembangan otak,

kecerdasan, gangguan fisik, dan gangguan metabolisme, dalam tubuh.

Sedangkan dalam jangka panjang akibat buruk yang dapat di timbulkan

adalah menurunnya kemampuan kognitif dan prestasi belajar, menurunnya

kekebalan tubuh sehingga mudah sakit, dan resiko tinggi untuk munculnya

penyakit diabetes, kegemukan, penyakit jantug, kanker, stroke, dan

disabilitas pada usia tua, serta kualitas kerja yang tidak kompetitif yang

berakibat pada rendahnya produktivitas ekonomi.

19
C. Kerangka Teori

Masalah gizi

(Stunting)

Status infeksi

Konsumsi
makanan

Pengetahuan meliputi:

 Pendidikan
 Sosia/ ekonomi
 Informasi/media
massa
 Lingkungan
 Usia
20
Pola asuh

Skema 1. Kerangka Teori penelitian

D. Kerangka Konsep

Adapun kerangka konsep penelitian adalah sebagai berikut:

Variabel Independen Variabel Dependen

Pengatahuan Ibu
Balita Stunting

Pola Asuh Ibu

21
Skema 2. Kerangka Konsep Penellitian

22
E. Deinisi Oprasioanal

Definisi Oprasioanal adalah batasan-batasan yang di berikan oleh

peneliti terhadap variabel penelitiannya sendiri sehingga variabel

penelitian dapat di ukur. Itu sebabnya definisi oprasional adalah definisi

penjelas, karena akibat definisi yang di berikan sebuah variabel

penelitian menjadi jelas (Zaluchu, 2010 ).

Variabel Definisi Alat Ukur Hasil Ukur Skala

Oprasional
Variabel Stunting Pita 1. Stunting Ordinal

dependen : adalah balita sentimeter (z-score

Kejadian dengan status atau micrtoice <-2 SD)

balita gizi yang 2. Sangat

Stunting berdasarkan pendek

panjang atau (z-score

tinggi badan <-3,0

23
menurut SD

umurnya bila 3. Normal

di bandingkan 4. (Z-

dengan standar score ≥

baku WHO – -2 SD )

MGRS niali Z

–score nya <

-2SD
Variabel Pengetahuan Kuisioner 1. Baik Ordinal

independen : dan Pola asuh (Nilai 9-

Pengetahuan ibu balita 20)

dan pola asuh stunting yang 2. Kurang

ibu balita di peroleh dari (Nilai 0-

stunting . jawaban 8)

terhadap

kuisioner

24
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis penelitian

Jenis penelitian yang di gunakan adalah jenis penelitian deskriptif. Metode

deskriptif adalah suatu metode penelitian dengan tujuan utama untuk membuat

gambaran atau deskripsi tentang suatu keadaan secara objektif dalam waktu

yang bersamaan (Notoatmodjo, 2010).

Adapun populasi pada penelitian ini adalah seluruh ibu yang memiliki balita

stunting di wilayah kerja puskesmas Tinanggea, khususnya meliputi desa

Asingi, Bomba-bomba, dan Desa Lapoa, Kecamatan Tinanggea Kabupaten

Konawe Selatan.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi penelitian

25
Lokasi penelitian ini di lakukan di wilayah kerja puskesmas Tinanggea

Khususnya Desa Asingi, Desa Bomba-bomba dan Desa Lapoa kecamatan

Tinanggea, Kabupaten Konawe Selatan.

2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian ini di lakukan mulai dari Waktu yang disaranakan setelah

mengajukan proposal ini.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian, atau sasaran penelitian

(Machfoedz, 2010). Populasi dalam penelitian ini adalah sebanyak 106

keterwakilan ibu balita stunting di wilayah kerja puskesmas Tinanggea,

khususnya Desa Asigi, Desa Bomba- bomba, Desa Lapoa Keamatan

Tinanggea, Kabupaten Konawe Selatan.

2. Sampel

Sampel adalah sebagian dari populasi yang di jadikan sebagai objek

penelitian, dengan kata sampel adalah sebagian wakil dari populasi. Besar

sampel yang di gunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling.

yaitu sebanyak 52 balita.

Untuk perhitungan besaran sampel minimal, menggunakan rumus (Sugiono,

2010) sebagai berikut:

n= N

N(d2)+1

Keterangan:

n= Besar sampel

26
N= Besar populasi

d2= Tingkat kekeliruan yang di inginkan (0,1)

Jadi n= N

N(d2)+1

n= 106

106(0,12)+1

n= 106

106(0,01)+1

n= 106

106+1

n= 106 = 52, 73

2,01

Jadi Jumlah sampel keseluruhan adalah 52 balita.

27
D. Kriteria Sampel

Dalam penelitian ini subjek yang memenuhi kriteria inklusi akan di jadikan

sampel dan subjek. Sedangkan yang memenuhi kriteria ekslusi akan di

keluarkan dari sampel.

a. Kriteria Inklusi

1. Ibu yang mempunyai balita Stunting.

2. Orang tua balita bersedia menjadi responden.

3. Berada di lokasi saat penelitian berlangsung.

b. Kriteria Ekslusi

1. Ibu yang tidak memiliki balita stunting

2. Orang tua balita tidak bersedia menjadi responden

3. Tidak berada di lokasi saat penelitian berlangsung.

E. Jenis dan Cara Pengumpulan Data

a. Data Primer

Jenis data yang di gunakan adalah data primer yaitu data yang di peroleh

secara tidak langsung dari pemeriksaan tinggi badan balita dan kuisioner

yang di bacakan pada orang tua balita stunting di wilayah kerja

puskesmas Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan.

b. Data Sekunder

Data sekunder penelitian adalah data dari puskesmas Tinanggea

Kabupaten Konawe selatan yang mencakup nama, dan jenis kelamin

balita.

28
a) Alat ukur/Instrumen

1. Alat ukur stunting pada balita

Pada penelitian ini alat ukur yang di gunakan adalah Kuisioner yang terdiri

dari pertanyaan mengenai pengetahuan dan pola asuh ibu balita stunting

serta, pita sentimeter atau microtoice yang hasilnya di sesuaikan dengan

standar devasi WHO.

Rumus Z-score TB/U:

Z-Score = Nilai Individu Subyek-Nilai Median Baku Rujukan

Nilai Simpangan Baku Rujukan

Maka dapat di peroleh kategori:

1). Sangat pendek : z-score < -3,0

2). Pendek : z-score < -2,0 s.d z-score ≥ -3,0

3). Normal : z-score ≥ -2,0

2. Alat ukur pola Asuh ibu

Alat ukur untuk mengetahui pola asuh ibu balita menggunakan kuisioner

dengan jumlah 14 pertanyaan. Skala pengukuran yang di gunakan adalah

skala Guttman. Responden mejawab “YA” di beri nilai 1 dan menjawab

‘TIDAK’ di beri nilai 0.

F. Cara Pengumpulan Data

a. Persiapan

b. Memilih lokasi

c. Memulai penelitian dan menjalin hubungan sosial dengan ibu balita setempat

d. Melakukan wawancara

29
e. Melakukan pengumpulan data

f. Meninggalkan lokasi.

G. Pengolahan dan Analisis Data

1. Pengolahan Data

Pengolahan data penelitian ini adalah data yang akan penilii dapatkan dari

kuisioner dan wawancara langsung dengan responden, data tentang

pendeahuab dan pola asuh yang di dapakan lalu di olah dengan cara manual

dengan langkah-langkah berikut:

a. Editing ( pengumpulan data)

Hasil waancara atau angket yang di peroleh atau di kumpulkan melalui

kuisioner perlu di sunting (edit) terlebih dahulu, jika ada data atau

informasi yang kurang lengkap, dan tidak mungkin di lakukan

wawancara ulang, maka kuisioner tersebut di keluarkan (droup out).

b. Coding (pengkodean)

Coding adalah tahapan memberikan kode atau tanda-tanda setiap data

yang telah terkumpul. Data yang sudah di edit, maka harus di berikan

kode untuk mempermudah di masukkan kedalam master tabel unuk di

olah.

c. Tabulating (Pentabulasian)

Membuat tabel-tabel data sesuai dengan tujuan penelitian. Hal ini untuk

mempermudah saat pengolahan data.

d. Pemberian Skor

30
Memberikan skor pada setiap jawaban yang di berikan selanjutnya

menghitung seluruh skor jawaban dari semua pertanyaan yang di

berikan. Dan selanjutnya akan di olah di dalam spss.

H. Analisis Data

Analisis Univariat

Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendesripsikan

setiap variabel penelitian. Pada analisis ini hanya menghasilkan distribusi

frekuensi dan presentase setiap variabel. Dan dapat menggunakan uji Chi

Square.

Rumus Chi Square :

X 2 = ( 0 – E )2

Keterangan:

X2 : Chi Square

E : Frekuensi yang di harapkan

1 : Frekuensi yang di observasi

I. Etika Penelitian

Etika dalam peneliian ini merupakan salah satu hal yang penting dalam

pelaksanaan penelitia,karena akan berhubungan langsug dengan manusia. Etika

penelitian ini harus sangat di perhatikan karena manusia mempunyai hak asasi

yang harus di hormati dalam kegiatan penenlitian.

31
KUESIONER

Nama :

32
Alamat :

A. Identias Balita

No Nama Lengkap 1.L (Tggl,bln,tahun BB PB Lahir PB,TB/U

2.P ) Lahir Lahir


1

B. Identitas Ibu Balita

No Nama Lengkap Umur(Tahun) Pendidikan Pekerjaan


1

Keterangan:

a. Pendidikan b. Pekerjaan

(1) Tidak pernah sekolah 1) Buruh

(2) Sekolah dasar (lulus) 2) Ibu Rumah Tangga (IRT)

(3) SMP 3) Wirausaha/wiraswasta

(4) SMA 4) PNS

(5) Sarjana

1. Pengetahuan

NO. Pertanyaan Kolom Jawaban


1 Apakah ibu pernah mendengar a. Ya (1)
istilah Stuting? b. Tidak (0)
2 Jika pernah, maka apa yang di a. Anak yang mengalami kondisi gagal

33
maksud dengan stuning? dalam perumbuhan yang di akibatkan
oleh kekurangan zat gizi dalam jangka
waku yag lama, sehingga anak
mempuyai perwakan yang pendek (1)
b. Tidak Tahu (0)
3 Apakah ibu pernah mendengar a. Ya (1)
istilah PGS? b. Tidak (0)

4 Bila ibu pernah medenggar a. Syukur dan nikmati aneka ragam


istilah PGS, apakah ibu bisa makanan (1)
menyebutkannya? b. Biasakan makan sayuran dan buah-
buahanI(1)
c. Biasakan mengkonsumsi lauk pauk
yang ber protein tinggi (1)
d. Biasakan mengkonssumsi aneka ragam
makanan okon
e. Batasi konsumsi makanan yang asn
manis, dan berlemak (1)
f. Biasakan sarapan (1)
g. Biasakan minum air putih(1)
h. Biasakan membaca lebel pada kemasan
panga(1)
i. Lakukan akivitas fisik yang cukup dan
pertahankan Berat Badan (1)

5 Apakah ibu pernah medengar a. Ya (1)


ASI Eksklusif? b. Tidak (2)
6 Jika pernah, menuruut ibu a. Ya (1)
apakah pengertian ASI b. Tidak (0)
Eksklusif?
7 Menurut ibu, ASI Eksklusif a. Ya (1)
dapat memenuhi kebutuhan b. Tidak (0)
gizi bayi hingga 6 bulan?

2. Pola Asuh
Apakah yang ibu lakukan kepada anak jika a. Di biarkan saja (0)
anak ibu tidak mau makan?
b. di pukul (0)

c. di bujuk agar anak mau makan(1)


Sampai umur berapa anak ibu di berikan a. 6 Bulan (1)
ASI Eksklusif /ASI saja tanpa
tambahan /minuman lain kecuali vitamin b. Tidak tahu (0)
dan obat?

34
Apakah ibu Tahu yang di maksud Diare? a. Ya (1)
b. Tidak (0)
Apakah pada saat diare,di atasi dengan a. Ya (1)
pemberian oralit/pemberian LGG?
b. Tidak (0)
Apakah yang ibu lakukan saat anak a. Membawa ke dokter,
mengalami diare?
Puskesmas(1)

b. Membiarkannya hinggasembuh

sendiri (0)

c. Tidak Tahu (0)


Apakah ibu sering membawa anak ibu a. Ya (1)
untuk melakukan kunjugan ke posyandu?
b. Tidak (2)
Apakah ibu memiliki Buku KIA ( buku a.Ya, dapat menunjukkan (1)
kesehatan ibu da anak) ? b. Ya, tidak menunjukkan (di simpan di
posyandu) (1)
c. Tidak ada (0)

35
DAFTAR PUSTAKA

Aramico,dkk. 2013. Hubungan Sosial Ekonomi, Pola Asuh, Pola Makan dengan

Stuning pada Siswa Sekolah Dasar di Kecamatan Lut, Tawar, Kabupaten Aceh Tengah.

Aridyah, farah, okky, dkk. 2015. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Stunting

pada Anak Balita di Wilayah Pedesaan dan Perkotaan, Universitas Jember.

Eniyati. (2016). Hubungan antara Pola Asuh Orang Tua Dengan Status Gizi Balita,.

Yogyakarta : STIKES Jendral A. Yani Yogyakarta

Handayani, dkk. 2017. Penyimpangan Tumbuh Kembang pada Anak dari Orang Tua

Bekerja Volume 20 no 1 jurnal Keperawatan . Jakarta : Salemba Humaika.

Kyle, Terri. Susan Carman, 2014. Buku Ajar Keperawatan Pediatri Edisi 2 Jakarta:

EGC

Kemenkes . 2017. Provinsi Sumatra Utara Buku saku Pemantauan Status Gizi. Tahun

2017. Jakarta: Direktora Gizi Masyarakat

Munawaoh, Sitti. 2015, PolaAsuh Mempengaruhi Satus Gzi Balita. Pomorogo:

Universitas Muhammadiyah Panorogo.

MCA. 2017. Stunting dan Masa Depan Indonesia. Jakarta : TIM.

36
Medan Poltekkes, Poltekkes Kemenkes. 2018. Pedoman Penyusunan Skripsi. Polteknik

Kesehatan RI Medan.

Notoatmodjo S. 2012. Metodeologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

PSG. 2015. Buku Saku Pemantauan Status Gizi Tahun 2017. Jakarta: Diektoat Gizi

Masyarakat

Persagi. 2018. Stop Stuntig Dengan Konseling Gizi. Jakarta: Penebar Plus

Renyoet, Brigtte Sarah, dkk. 2013. Hubugan Pola Asuh Dengan Kejadian Stunting

Anak Usia 6-23 Bulan di Wilayah Pesisir Kecamatan Tallo Kota Makassar. Makassar:

Universitas Hasanudin.

Santrock . 2011. Masa perkembangan Anak , Edisi 11 Jilid 2. Jakarta: Salemba Hunaika

TNP2K. 2017. 100 Kabupaten/Kota Prioritas Untuk Intervensi Anak Kerdil (Stunting) .

Jakarta Pusat : TIM Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan.

Virdani, A, S., (2012). Hubungan Antara Pola Asuh Terhadap Status Gizi Balita Usia

12-59 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Kalirungkut Kelurahan Kalirungkut Kota

Surabaya (Skripsi tidak terpublikasi) Universitas Airlangga, Pustaka media.

ZaluchuFotarisman. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Bandung: Cita Pustaka

Medika

37

Anda mungkin juga menyukai