Anda di halaman 1dari 75

GAMBARAN KEBIASAAN MAKAN BALITA DAN PENGETAHUAN GIZI IBU

BALITA STUNTING USIA 24-59 BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS


TUMBU-TUMBU JAYA KECAMATAN KOLONO TIMUR
KABUPATEN KONAWE SELATAN

Tugas Akhir

Disusun sebagai Salah Satu Syarat untuk Menyelesaikan Pendidikan Diploma III Gizi

OLEH :

MINARNI
NIM. P00331018068

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KENDARI
PRODI DIII JURUSAN GIZI
2021
HALAMAN PENGESAHAN

Tugas Akhir

GAMBARAN KEBIASAAN MAKAN BALITA DAN PENGETAHUAN GIZI IBU


BALITA STUNTING USIA 24-59 BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS
TUMBU-TUMBU JAYA KECAMATAN KOLONO TIMUR
KABUPATEN KONAWE SELATAN

Yang Diajukan Oleh:

MINARNI

NIM. P00331018068

Telah Disetujui Oleh:

Pembimbing Utama,

12 juli 2021

Dr. Sultan Akbar Toruntju, SKM, M.Kes tanggal……………………….


NIP. 196412312000031006

Pembimbing Pendamping,

12 juli 2021

Teguh F. Rahman, SKM, MPPM tanggal………………………...


NIP. 196506301988031002
PENGESAHAN DEWAN PENGUJI UJIAN AKHIR

Tugas Akhir

GAMBARAN KEBIASAAN MAKAN BALITA DAN PENGETAHUAN GIZI IBU


BALITA STUNTING USIA 24-59 BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS
TUMBU-TUMBU JAYA KECAMATAN KOLONO TIMUR
KABUPATEN KONAWE SELATAN

OLEH

MINARNI
NIM.P00331018068

Telah diuji dan disetujui pada tanggal : 12 juli 2021

TIM DEWAN MENGUJI

1. Dr. Sultan Akbar Toruntju, SKM, M.Kes Ketua Dewan Penguji ………………..

2. Teguh F. Rahman, SKM, MPPM Sekretaris Penguji ………………..

2. Dr. La Banudi, SST, M.Kes Anggota Penguji ………………..

3. Kasmawati, S.Gz, M.Kes Anggota Penguji ………………..

4. I Made Rai Sudarsono, S.Gz, MPH Anggota Penguji ………………..

Mengetahui:

Ketua Jurusan Gizi Poltekkes Kendari Ketua Program Studi D.III Gizi

Sri Yunanci V. G., SST, MPH Euis Nurlaela, S.Gz, M.Kes


NIP. 196910061992032002 NIP. 197805042000122001
GAMBARAN KEBIASAAN MAKAN BALITA DAN PENGATAHUAN GIZI IBU
BALITA STUNTING USIA 24-59 BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS
TUMBU-TUMBU JAYA KECAMATAN KOLONO TIMUR
KABUPATEN KONAWE SELATAN

RINGKASAN
Minarni

Di bawah bimbingan
Sultan Akbar Toruntju dan Teguh F. Rahman

Latar Belakang : stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh asupan
gizi yang kurang dalam waktu cukup lama akibat pemberian makanan yang tidak sesuai
dengan kebutuhan gizi. Stunting dapat terjadi mulai dari janin masih dalam kandungan dan
baru nampak saat anak berusia dua tahun. Stunting disebabkan oleh faktor multi dimensi dan
balita. Intervensi yang paling menentukan untuk dapat mengurangi prevalensi stunting oleh
karenanya perlu dilakukan pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) dari anak balita.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Gambaran Kebiasaan Makan Balita dan
Pengetahuan Gizi Ibu Balita Stunting Usia 24-59 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Tumbu-
Tumbu Jaya Kecamatan Kolono Timur Kabupaten Konawe Selatan.

Metode Penelitian : Jenis penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan
survey. Dilaksanakan pada bulan april 2021 di Wilayah Kerja Puskesmas Tumbu-Tumbu Jaya
Kecamatan Kolono Timur Kabupaten Konawe Selatan. Sampel adalah semua ibu yang
memiliki balita stunting usia 24-59 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Tumbu-Tumbu Jaya
yaitu 49 balita dengan teknik pengambilan sampel menggunakan cara purposive sampling.
Data tentang kebiasaan makan balita dan pengetahuan gizi ibu balita Stunting diperoleh
melalui wawancara mengunakan kuesioner. Analisis data dengan cara deskriptif dan
penyajian data menggunakan narasi dan tabel disertai dengan penjelasan.

Hasil : Hasil penelitian kebiasaan makan balita termasuk kategori Cukup yaitu (28,6%) dan
Kurang yaitu (71,4%). Sedangkan pengetahuan gizi ibu balita stunting termasuk dalam
kategori Cukup yaitu (24,5%) dan Kurang yaitu (75,5%).

Kata Kunci : Kebiasaan Makan Balita, Pengetahuan Gizi Ibu, Stunting dan Balita.

Daftar baca : 69 ( 1996 – 2020)


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan Rahmat dan Karunia-Nya

sehingga penyusunan Karya Tulis Ilmiah yang Berjudul “Gambaran Kebiasaan Makan

Balita dan Pengetahuan Gizi Ibu Balita Stunting Usia 24-59 Bulan Di Puskesmas

Tumbu-Tumbu Jaya Kecamatan Kolono Timur” dapat penulis ajukan.

Proses penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini telah melewati perjalanan panjang dalam

penyusunan yang tentunya tidak lepas dari bantuan moril dan materi pihak lain. Karena itu

sudah sepatutnya penulis dengan segala kerendahan dan keiklasan hati menyampaikan ucapan

terima kasih kepada:

1. Ibu Askrening SKM, M Kes selaku Direktur Politeknik Kesehatan Kemenkes


Kendari.
2. Ibu Sri Yunanci V, G, SST, MPH Selaku Ketua Jurusan Politeknik Kesehatan
Kemenkes Kendari dan pembimbing pendamping yang telah ikhlas berbagi ilmu guna
membantu penulis dalam penyusunan proposal karya tulis ilmiah ini.
3. Ibu Euis Nurlela, S.Gz, M, Kes selaku Ketua Prodi D-III Gizi Politeknik Kesehatan
Kemenkes Kendari.
4. Bapak Dr. Sultan Akbar Toruntju, SKM, M. Kes selaku Pembimbing Utama yang
senantiasa memberikan masukan dan bimbingan guna keberhasilan penyusunan Karya
Tulis ini.
5. Bapak Teguh F. Rahman, SKM, MPPM selaku Pembimbing II yang memberikan
motivasi dan bimbingan dalam penyusunan Karya Ilmiah ini.
6. Bapak Dr. La Banudi, SST, M. Kes., Ibu Kasmawati, S.Gz, M.Kes., Bapak I Made
Rai Sudarsono, S.Gz, MPH., Selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik dan
saran demi kesempurnaan penyusunan Tugas Akhir ini.
7. Seluruh Dosen Pengajar dan Staf Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan Kemenkes
Kendari
8. Rekan-rekan mahasiswa Jurusan Gizi angkatan 2018 yang tidak dapat saya sebutkan
namanya satu persatu yang telah banyak memberikan bantuan baik secara langsung
maupun tidak langsung dalam penyusunan Proposal Karya Ilmiah ini.
Ungkapan terima kasih teristimewah penulis persembahkan kepada kedua orang

tua tercinta ayahanda La ode Mesi dan ibunda Jania yang telah memberikan kasih

sayang dan doa restu, sehingga ridho Allah SWT, penulis sukses menyelesaikan kuliah

pada Poltekkes Jurusan Gizi Kendari. Tak lupa pula untuk sahabat terbaik saya Vivin

Septiyani, Nining, Adzzahrah S, Dina Salsabila Mulia, Nur Aica, Emartika Ningsih,

Rini Rahayu, Nur Arifah Kamarudin, Elsa Hamid Rundu, Indriyani yang telah

memotivasi dan menyemangati penulis sukses menyelesaikan kuliah pada Poltekkes

Jurusan Gizi Kendari.

Akhir kata penulis menyataka bahwa dalam penyusunan Karya Ilmiah Tulis

Ilmiah ini masi jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang

sifatnya membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan Proposal ini. Atas

kritik dan saran, penulis ucapkan terima kasih.

Kendari, juni 2021

MINARNI
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN..................................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN DEWAN PENGUJI.................................................. iii
RINGKASAN.............................................................................................................. iv
KATA PENGANTAR................................................................................................. v
DAFTAR ISI................................................................................................................ vii
DAFTAR TABEL....................................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR................................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN............................................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah............................................................................................. 5
C. Tujuan Penelitian.............................................................................................. 5
D. Manfaat penelitian............................................................................................ 5
E. Keaslian Penelitian…………............................................................................ 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Telaah Pustaka.................................................................................................. 9
1. Tinjauan Tentang Balita.............................................................................. 9
2. Tinjauan Tentang Karakteristik Ibu............................................................ 15
3. Tinjauan Tentang Kebiasaan Makan Balita................................................ 18
4. Tinjauan Tentang Pengetahuan Gizi Ibu..................................................... 21
5. Tinjauan Tentang Stunting.......................................................................... 24
B. Kerangka Teori dan Kerangka Konsep............................................................. 28
BAB III METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian........................................................................................ 30
B. Waktu dan Tempat Penelitian........................................................................... 30
C. Populasi dan Sampel......................................................................................... 30
D. Variabel Penelitian............................................................................................ 32
E. Jenis dan Pengumpulan Data............................................................................ 32
F. Pengolahan Data dan Analisis Data.................................................................. 33
G. Definisi Operasional......................................................................................... 34
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil ................................................................................................................. 36
B. Pembahasan ...................................................................................................... 43
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ...................................................................................................... 49
B. Saran ................................................................................................................ 49

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................. 50
LAMPIRAN.................................................................................................................
DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Tabel 1. Penelitian-penelitian serupa yang dijadikan sebagai acuan................ 7


2. Tabel 2. Angka kecukupan energy dan protein pada balita.............................. 15
3. Tabel 3. Distribusi Jumlah Desa dan Dusun..................................................... 37
4. Tabel 4. Distribusi Penduduk dan Kepala Keluarga Per desa……………….. 38
5. Tabel 5. Distribusi Jumlah Tenaga Kesehatan Puskesmas…………………... 39
6. Tabel 6. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur Ibu Baliata…... 40
7. Tabel 7. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pendidikan …………. 40
8. Tabel 8. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pekerjaan……………. 41
9. Tabel 9. Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Sampel………………………….. 41
10. Tabel 10. Distribusi Frekuensi Umur Sampel…………………………………. 42
11. Tabel 11. Distribusi Frekuensi Status Gizi Sampel……………………………. 42
12. Tabel 12. Distribusi Frekuensi Kebiasaan Makan Balita………………………. 42
13. Tabel 13. Distribusi Pengetahuan Gizi Ibu Balita……………………………… 43
DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Kerangka Teori................................................................................................. 28
2. Kerangka Konsep ............................................................................................. 29
3. Gambar peta wilayah kerja puskesmad tumbu-tumbu jaya…………………. . 37
DAFTAR LAMPIRAN

Nomor

1. Kuesioner Kebiasaan Makan Balita dan Pengetahuan Gizi Ibu Balita Stunting
2. Master Tabel Pengumpulan Data
3. Hasil Analisis Statistik
4. Dokumentasi
5. Surat-surat Kelengkapan KTI
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia selalu berusaha melakukan penanganan dan perubahan yang lebih baik

dalam masalah gizi. Proses tumbuh kembang balita sangat dipengaruhi oleh masalah gizi

dan hal ini dapat menghambat proses tersebut. Jika hal ini terus dibiarkan, balita pendek

semakin berisiko tumbuh menjadi orang dewasa yang kurang sehat, lebih rentan terhadap

penyakit tidak menular, kurang berpendidikan, dan miskin (UNICEF, 2012). Masalah gizi

kronis yang disebabkan oleh asupan gizi yang kurang dalam waktu cukup lama akibat

pemberian makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi yaitu stunting (Clinton HR,

2014).

Masalah stunting (anak pendek) merupakan salah satu permasalahan gizi yang

dihadapi dunia, khususnya di negara-negara miskin dan berkembang. Stunting menjadi

permasalahan kesehatan karena berhubungan dengan risiko terjadinya kesakitan dan

kematian, perkembangan otak suboptimal, sehingga perkembangan motorik terlambat dan

terhambatnya pertumbuhan mental. Hal ini menjadi ancaman serius terhadap keberadaan

anak-anak sebagai generasi penerus suatu bangsa. Anak pendek merupakan prediktor

buruknya kualitas sumber daya manusia yang diterima secara luas, yang selanjutnya

menurunkan kemampuan produktif suatu bangsa di masa yang akan datang (Unicef

Indonesia, 2013).

Stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh asupan gizi yang

kurang dalam waktu cukup lama akibat pemberian makanan yang tidak

sesuai dengan kebutuhan gizi. Stunting dapat terjadi mulai janin masih dalam kandungan

dan baru nanpak saat anak berusia dua tahun (Kemenkes RI, 2016)
Stunting disebabkan oleh faktor multi dimensi dan tidak hanya disebabkan oleh faktor gizi

buruk yang dialami oleh ibu hamil maupun anak balita. Intervensi yang paling

menentukan untuk dapat mengurangi prevalensi stunting oleh karenanya perlu dilakukan

pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) dari anak balita (Yustika, 2015).

Data prevalensi balita stunting yang dikumpulkan World Health Organization

(WHO), Indonesia pada tahun 2015 sebesar 36,4%. Artinya lebih dari sepertiga atau

sekitar 8,8 juta balita mengalami masalah gizi di mana tinggi badannya di bawah standar

sesuai usianya. Namun, berdasarkan pemantauan Status Gizi (PSG) 2017, balita yang

mengalami stunting tercatat sebesar 26,6%. Angka tersebut terdiri dari 9,8% masuk

kategori sangat pendek dan 19,8% kategori pendek. Sedangkan prevalensi stunting di

Indonesia berdasarkan data Riskesdas tahun 2018 angka stunting atau anak tumbuh

pendek turun dari 37,2% menjadi 30,8% (Kementerian Kesehatan RI, 2018).

Di Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2016 prevalensi pendek anak balita yaitu

20,6%, dan sangat pendek 8,9%. Namun berdasarkan Pemantauan Status Gizi (PSG)

2017, mengalami peningkatan, prevalensi pendek anak balita 21,2% dan sangat pendek

yaitu 15,2%. Kemudian pada tahun 2018 prevalensi balita yang mengalami stunting

sebanyak 34,2%, (Kemenkes, 2018). Prevalensi Stunting di Kabupaten Konawe Selatan

tahun 2015 yaitu 32,3%, sedangkan prevalensi stunting tahun 2016 mengalami penurunan

sebanyak 30,8% dan prevalensi stunting tahun 2017 mengalami peningkatan sebanyak

37,5%, (Dinkes, 2017). Prevalensi Stunting di Kecamatan Kolono Timur yang memiliki

jumlah balita stunting sebanyak 31% balita menurut data kunjungan posyandu pada bulan

Januari-Desember 2020, (Profil Puskesmas Tumbu_Tumbu Jaya, 2020).

Dampak dari stunting bukan hanya gangguan pertumbuhan fisik anak, tapi

mempengaruhi pula pertumbuhan otak anak balita. Lebih banyak anak ber-IQ rendah di
kalangan anak stunting dibanding dengan di kalangan anak yang tumbuh dengan baik.

Stunting berdampak seumur hidup terhadap anak. Stunting memunculkan kekhawatiran

terhadap perkembangan anak-anak, karena adanya efek jangka panjang. Kesadaran

masyarakat akan kasus ini sangat diperlukan (Amalia, 2016).

Banyak faktor yang mempengaruhi stunting, diantaranya berat badan lahir rendah,

status ekonomi keluarga, pemberian ASI ekslusif, pemberian MP-ASI dan Pelayanan

Kesehatan Ibu hamil. Berat badan lahir rendah merupakan salah satu faktor risiko stunting

pada anak balita yang dapat disebabkan karena kurangnya pemenuhan zat gizi pada masa

kehamilan. Kurangnya zat gizi yang diasup Ibu selama masa kehamilan dapat

menyebabkan pertumbuhan janin tidak optimal yang mengakibatkan bayi yang lahir

memiliki berat badan yang rendah (Eka, 2014).

Salah satu faktor yang mempengaruhi status gizi balita yaitu kebiasaan atau

budaya Sebagian masyarakat tradisional masih melakukan kebiasaan yang tidak baik

untuk kondisi kesehatan balita, seperti memberikan air kelapa dan air tajin kepada bayi

baru lahir dan kemudian memberikan makanan. Hal tersebut menunjukkan masih kuatnya

kepercayaan masyarakat terkait MP-ASI yang keliru seperti pemberian makanan prelaktal

pada bayi baru lahir, adanya anggapan anak akan rewel jika tidak diberi makanan padat

seperti pisang, atau anak tidak akan kenyang kalau hanya diberi ASI (Christina C, 2019).

Kebiasaan makan adalah tingkah laku manusia atau kelompok dalam memenuhi

kebutuhannya yang meliputi sikap, kepercayaan dan pemilihan makanan. Kebiasaan

makan individu atau kelompok memilih pangan dan mengkonsumsinya sebagai reaksi

terhadap pengaruh fisiologis, psikologis, sosial dan budaya. Kebiasaan makan yang

terbentuk sejak kecil dapat dipengaruhi oleh berbagai hal sosial antara lain perbedaan
etnis, tingkat ekonomi, geografi, iklim, agama dan kepercayaan serta tingkat kemajuan

teknologi. (Khomsan, 2004).

Hasil penelitian Picauly dan Sarci Magdalena Toy (2013), menunjukan bahwa ibu

dengan pengetahuan gizi kurang/rendah, memiliki peluang anaknya akan mengalami

Stunting dibandingkan pengetahuan gizi baik. Pengetahuan seorang ibu dibutuhkan dalam

perawatan anaknya, dalam hal pemberian dan penyediaan makanannya, sehingga anak

tidak mengalami Stunting.

Menurut Astuti (2017), Ibu dengan tingkat pendidikan tinggi cenderung memiliki

pengetahuan yang luas dan mudahnya menangkap informasi baik dari pendidikan formal

yang mereka tempuh maupun dari media massa (cetak dan elektronik) untuk menjaga

kesehatan anak dalam mencapai status gizi yang baik sehingga perkembangan anaknya

menjadi lebih optimal.

Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka peneliti tertarik mel

akukan penelitian dengan judul “Gambaran Kebiasaan Makan Balita Dan Pengetahuan

Gizi Ibu Balita Stunting Usia 24-59 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Tumbu-Tumbu

Jaya Kecamatan Kolono Timur Kabupaten Konawe Selatan‟.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah pada penelitian ini

adalah “ Bagaimana Gambaran Kebiasaan Makan Balita Dan Pengetahuan Gizi Ibu

Balita Stunting Usia 24-59 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Tumbu-Tumbu Jaya

Kecamatan Kolono Timur Kabupaten Konawe Selatan”?


C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui Gambaran Kebiasaan Makan Balita Dan Pengetahuan Gizi

Ibu Balita Stunting Usia 24-59 bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Tumbu-Tumbu

Jaya Kecamatan Kolono Timur Kabupaten Konawe Selatan.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk Mengetahui Gambaran Kebiasaan Makan Balita Stunting Usia 24-59 Bulan

Di Wilayah Kerja Puskesmas Tumbu-Tumbu Jaya Kecamatan Kolono Timur

Kabupaten Konawe Selatan.

b. Untuk Mengetahui Gambaran Pengetahuan Gizi Ibu Balita Stunting Usia 24-59

Bulan Di Wilayah  Kerja Puskesmas Tumbu-Tumbu Jaya Kecamatan Kolono

Timur Kabupaten Konawe  Selatan.

D. Manfat Penelitian

1. Manfaat Bagi pemerintah

Diharapkan penilitian ini dapat dijadikan sebagai bahan tinjauan untuk dapat menjadi

pembanding hasil.

2. Manfaat Bagi Masyarakat

Penelitian ini diharapkan menjadi sumber bacaan masyarakat dan sebagai

pengembangan ilmu pengetahuan.

3. Manfaat bagi penulis

Sebagai sarana peningkatan pengetahuan dan wawasan tentang gambaran kebiasaan

makan dan pengetahuan gizi ibu Balita Stunting Di wilayah Kerja Puskesmas Tumbu-

Tumbu Jaya Kecamatan Kolono Timur Kabupaten Konawe Selatan.


4. Manfaat Bagi Puskesmas

Penelitian ini diharapkan sebagai pertimbangan bagi pihak puskesmas untuk

meningkatkan status gizi di wilayah kerja Puskesmas Tumbu-Tumbu Jaya Kecamatan

Kolono Timur, Kabupaten Konawe Selatan.


E. Keaslian Penelitian

Table 1. Penelitian-penelitian serupa yang digunakan sebagai acuan

No Peneliti Judul Desain Hasil Persamaan Perbedaan


penelitian
1. Ani Pengetahuan cross Ibu dengan Variabel Lokasi
Margawati ibu, pola selectional anak yang penelitian sampel,
, Asri Mei makan dan menderita (pengetahua jumlah
AStuti status gizi stunting n ibu balita sampel dan
(2018) pada anak tidak terlalu stunting) sumber
stunting usia mengkhwatir data
1-5 tahun di kan tentang
Kelurahan kondisi
Bangetayu, anak.
Kecamatan Stunting
Genuk, dianggap
Semarang bukan
permasalaha
n serius yang
perlu di
tangani
dengan baik.
2. Alwi Hubungan cross Berdasarkan Lokasi
Dakhi pendapatan selectional analisi data Variabel sampel,
(2018) keluarga, penelitian ini penelitian jumlah
Pendidikan diketahui (pengetahua sampel,
dan bahwa ada n ibu balita sumber
pengetahuan hubungan dengan data dan
ibu tentang antara kejadian usia balita.
kejadian pengetahuan stunting)
stunting pada ibu dan
anak umur 6- pendapatan
23 bulan di keluarga
Wilayah dengan
Kerja kejadian
Puskesmas stunting
Jati Makmur
Binajai Utara.
3. Windi Hubungan cross Berdasarkan Lokasi
Hapsari pendapatan selectional hasil Variabel sampel,
(2018) keluarga, penelitian ini penelitian jumlah
Pengetahuan ada (pengetahua sampel,
ibu tentang hubungan n ibu balita sumber
gizi, tinggi pengetahuan dengan data dan
badan orang ibu tentang kejadian usia balita.
tua, dan gizi dengan stunting)
tingkat kejadian
pendidikan stunting.
ayah dengan
kejadian
Stunting pada
anak umur 12-
59 bulan.
4. Susan Faktor-faktor cross Dari hasil Lokasi
Kurniawat yang selectional penelitian Variabel sampel,
y berhubungan diketahui penelitian jumlah
dengan anak yang (Kebiasaan sampel dan
kebiasaan memiliki makan anak sumber
makan anak kebiasaan usia data.
usia makan buruk Prasekolah)
prasekolah (4- yaitu
5 tahun) di (51,8%) dan
TK al- analisi
Amanah bivariat
Kecamatam bahwa factor
Sindang Jaya yang
Kabupaten berhubungan
Tangerang dengan
kebiasaan
makan anak
dan
pengetahuan
ibu tentang
gizi.
5. Monica Tingkat cross dari hasil Variabel Lokasi
Christin pengetahuan selectional penelitian penelitian sampel,
Butarbutar ibu, kebiasaan bahwa (status gizi jumlah
(2019) makan dan tingkat balita ) sampel dan
status gizi pengetahuan sumber
anak balita 3- ibu kategori data
5 tahun di cukup
Desa Pinang dengan
Sebatang presentase
Timur 73,9%.
Kecamatan Kebiasaan
Tualang makan yang
Kabupaten dinilai yaitu
Siak kebiasaan
makan
utama,
kebiasaan
sarapan pagi
dan makanan
selingan.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Telaah Pustaka

1. Tinjauan Tentang Balita

a. Pengertian Balita

Anak Bawah Lima Tahun atau sering disingkat sebagai anak balita adalah

anak yang telah menginjak usia di atas satu tahun atau lebih popular dengan usia

anak di bawah lima tahun, atau biasa juga digunakan perhitungan bulan yaitu usia

24-59 bulan. Para ahli menggolongkan usia balita sebagai tahapan perkembangan

anak yang cukup rentan terhadap berbagai serangan penyakit, termasuk penyakit

yang disebabkan oleh kekurangan atau kelebihan asupan nutrisi jenis tertentu.

Setiap tahun lebih dari sepertiga kematian anak di dunia berkaitan dengan masalah

kurang gizi (Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI, 2015).

Balita adalah istilah umum bagi anak usia 1-3 tahun (batita) dan anak

prasekolah (3−5 tahun). Saat usia batita, anak masih tergantung penuh kepada

orang tua untuk melakukan kegiatan penting, seperti mandi, buang air, dan makan.

Perkembangan berbicara dan berjalan sudah bertambah baik. Namun kemampuan

lain masih terbatas. Masa balita merupakan periode penting dalam proses tumbuh

kembang manusia. Perkembangan dan pertumbuhan di masa itu menjadi penentu

keberhasilan pertumbuhan dan perkembangan anak di periode selanjutnya. Masa

tumbuh kembang di usia ini merupakan masa yang berlangsung cepat dan tidak

akan pernah terulang, karena itu sering disebut golden age atau masa keemasan

(Uripi V, 2004).
b. Karakteristik Balita

Menurut karakteristik, balita terbagi dalam dua kategori yaitu anak usia 1-3

tahun (batita) dan anak usia prasekolah. Anak usia 1-3 tahun merupakan konsumen

pasif, artinya anak menerima makanan dari apa yang disediakan ibunya. Laju

pertumbuhan masa batita lebih besar dari masa usia prasekolah sehingga

diperlukan jumlah makanan yang relatif besar. Namun perut yang masih lebih

kecil menyebabkan jumlah makanan yang mampu diterimanya dalam sekali makan

lebih kecil dari anak yang usianya lebih besar. Oleh karena itu, pola makan yang

diberikan adalah porsi kecil dengan frekuensi sering pada usia prasekolah anak

menjadi konsumen aktif. Mereka sudah dapat memilih makanan yang disukainya,

(Septiari, 2012).

Karakteristik anak usia balita (terutama anak usia di bawah tiga tahun atau

todler) adalah sangat egosentris. Selain itu, anak juga mempunyai perasaan takut

pada ketidaktahuannya sehingga anak perlu diberi tahu tentang apa yang terjadi

padanya. Misalnya, pada saat akan diukur suhu tubuhnya, anak akan merasa takut

melihat alat yang ditempelkan pada tubuhnya. Oleh karena itu, jelaskan bagaimana

anak akan merasakannya. Beri kesempatan padanya untuk memegang termometer

sampai ia yakin bahwa alat tersebut tidak berbahaya untuknya.

Pada usia ini anak juga mulai bergaul dengan lingkungannya atau

bersekolah playgroup sehingga anak mengalami beberapa perubahan dalam

perilaku. Pada masa ini anak akan mencapai fase gemar memprotes sehingga

mereka akan mengatakan tidak terhadap setiap ajakan. Pada masa ini berat badan

anak cenderung mengalami penurunan, akibat dari aktivitas yang mulai banyak

dan pemilihan maupun penolakan terhadap makanan. Diperkirakan pula bahwa


perempuan relative lebih banyak mengalami gangguan status gizi bila

dibandingkan dengan anak laki-laki (Uripi, V 2004).

1) Usia Balita

Menurut Sutomo. B. dan Anggraeni. DY, (2010), Balita adalah istilah

umum bagi anak usia 1-3 tahun (batita) dan anak prasekolah (3-5 tahun). Saat

usia batita, anak masih tergantung penuh kepada orang tua untuk melakukan

kegiatan penting, seperti mandi, buang air dan makan. Perkembangan berbicara

dan berjalan sudah bertambah baik. Namun kemampuan lain masih terbatas.

Usia anak yang sering ditemukan dengan kejadian stunting adalah usia 24 bulan

keatas. Pada penelitian Linda Adair (1997).

2) Jenis Kelamin

Menurut Setyawati (2018), masalah stunting lebih banyak diderita oleh

anak laki-laki. Beberapa yang menjadi penyebabnya adalah perkembangan

motorik kasar anak laki-laki lebih cepat dan beragam sehingga membutuhkan

energi lebih banyak. Peningkatan resiko kejadian stunting pada balita laki-laki

berkaitan dengan pemberian makanan tambahan yang terlalu dini dan kejadian

diare yang lebih sering daripada balita perempuan. Selain itu, diduga adanya

diskriminasi gender dimana orang tua cenderung lebih besar perhatiannya

terhadap anak perempuan (Izzati, 2016).

Gershwin (2004), pada tahun pertama laki-laki lebih berisiko malnutrisi

karena ukuran tubuh lebih besar dan membutuhkan asupan lebih besar, jika

tidak terpenuhi dalam jangka waktu lama akan meningkatkan risiko gangguan

pertumbuhan. Pada tahun pertama kehidupan, laki-laki lebih rentan mengalami

malnutrisi daripada perempuan karena ukuran tubuh laki-laki yang besar


dimana membutuhkan asupan energi yang lebih besar pula sehingga bila

asupan makan tidak terpenuhi dan kondisi tersebut terjadi dalam jangka waktu

lama dapat meningkatkan gangguan pertumbuhan.

3) Berat badan lahir

Menurut WHO (2003), BBLR dibagi menjadi tiga group yaitu

prematuritas, intra uterine growth restriction (IUGR) dan karena keduanya.

Berat lahir yang dikategori-kan normal (≥2500 g) dan rendah. Menurut Price

dan Gwin (2014) dalam Lainua (2016), Berat badan lahir rendah dan prematur

sering terjadi bersama-sama, dan kedua faktor tersebut berhubungan dengan

peningkatan morbiditas dan mortalitas bayi baru lahir. Berat bayi yang kurang

saat lahir beresiko besar untuk hidup selama persalinan maupun sesudah

persalinan. Dikatakan berat badan lahir rendah apabila berat bayi kurang dari

2500 gram. Bayi prematur mempunyai organ dan alat tubuh yang belum

berfungsi normal untuk bertahan hidup di luar rahim sehingga semakin muda

umur kehamilan, fungsi organ menjadi semakin kurang berfungsi dan

prognosanya juga semakin kurang baik. Kelompok BBLR sering mendapatkan

komplikasi akibat kurang matangnya organ karena kelahiran prematur (Wong,

dkk,. 2008 dalam Lainua, 2016).

4) Panjang Lahir

Panjang lahir menggambarkan pertumbuhan linier bayi selama dalam

kandungan. Ukuran linier yang rendah biasanya menunjukkan keadaan gizi

yang kurang akibat kekurangan energi dan protein yang diderita waktu lampau

(Supariasa & Fajar, 2012). Masalah kekurangan gizi diawali dengan

perlambatan atau retardasi pertumbuhan janin yang dikenal sebagai Intra


Uterine Growth Retardation (IUGR). Di negara berkembang kurang gizi pada

pra-hamil dan ibu hamil berdampak pada lahirnya anak yang IUGR dan Berat

Badan Lahir Rendah (BBLR), kondisi IUGR hampir separuhnya terkait dengan

status gizi ibu selain itu faktor lain dari penyebab terjadinya IUGR ini adalah

kondisi ibu dengan hipertensi dalam kehamilan (Cesar , Linda, Caroline ,

Pedro, & Reyna, 2008).

c. Kecukupan Energi dan Protein Balita

Kebutuhan gizi seseorang adalah jumlah yang diperkirakan cukup untuk

memelihara kesehatan pada umumnya. Secara garis besar, kebutuhan gizi

ditentukan oleh usia, jenis kelamin, aktivitas, berat badan, dan tinggi badan.

Antara asupan zat gizi dan pengeluarannya harus ada keseimbangan sehingga

diperoleh status gizi yang baik (Proverawati & Kusumawati 2011).

Kebutuhan gizi pada masa balita membutuhkan lebih banyak nutrisi karena

masa balita (usia 1-5 tahun) adalah periode keemasan. Periode kehidupan yang

sangat penting bagi perkembangan fisik dan mental, pada masa ini pula balita

mulai banyak melakukan dan menemukan hal-hal baru. Dalam hal ini, nutrisi yang

baik memegang peranan penting (Hasdinah HR, 2014). Kebutuhan gizi yang harus

dipenuhi pada masa balita diantaranya energi dan protein. Kebutuhan energi sehari

anak untuk tahun pertama kurang lebih 100-120 kkal/kg berat badan. Untuk tiap 3

bulan pertambahan umur, kebutuhan energi turun kurang lebih 10 kkal/kg berat

badan. Energi dalam tubuh diperoleh terutama dari zat gizi karbohidrat, lemak, dan

juga protein (Hasdinah HR, 2014).

Kebutuhan energi bayi dan balita relatif besar dibandingkan dengan orang

dewasa, sebab pada usia tersebut pertumbuhannya masih sangat pesat.


Kebutuhannya akan semakin menurun seiring dengan bertambahnya (Proverawati

& Kusumawati, 2011). Menurut Karyadi (1996) ; Pudjiadi (2001), kebutuhan

protein balita, FAO menyarankan konsumsi protein sebesar 1,5-2 g/kg BB, dimana

2/3 diantaranya didapat dari protein bernilai biologi tinggi. Pada umur 3-5 tahun

konsumsi protein menjadi 1,57 g/kg hari (Adriani & Wirjatmadi 2014). Protein

dalam tubuh digunakan untuk pertumbuhan otot dan imunitas tubuh. Kecukupan

protein ini hanya dapat dipakai dengan syarat kebutuhan energi terpenuhi. Bila

kebutuhan energi tidak terpenuhi, maka sebagian protein yang dikonsumsi akan

digunakan untuk pemenuhan kebutuhan energi. Pertumbuhan dan rehabilitasi

membutuhkan tambahan protein. Dalam hal rehabilitasi, kecukupan protein dan

energi lebih tinggi karena akan digunakan untuk sintesis jaringan baru yang

susunannya sebagian besar terdiri dari protein (Karyadi dan Muhilal, 1985 dalam

Adriani & Wirjatmadi, (2014). Berikut angka kecukupan energi dan protein pada

balita. Berikut table angka kecukupan energi dan protein menurut kelompok umur.

Tabel 2. Angka kecukupan energy dan protein pada balita

Kelompok Berat Badan Tinggi Badan Energi Protein


No
Umum (kg) (cm) (Kkal) (g)
1 0-6 Bulan 6 61 550 12
2 7-11 Bulan 9 71 725 16
3 1-3 Tahun 13 91 1125 26
4 4-6 Tahun 19 112 1600 35
( Sumber: Kemenkes RI, 2013)

Berdasarkan hasil penelitian (Lutviana & Budiono 2010), didapatkan hasil

bahwa ada hubungan konsumsi energi dengan status gizi balita pada keluarga

nelayan, hal senada juga diketahui ada hubungan antara tingkat konsumsi protein

dengan status gizi balita. Dari 21 balita yang tingkat konsumsi protein kurang, 20
(95,2%) balita mengalami gizi kurang. Sedangkan dari 29 balita yang tingkat

konsumsi protein baik, 2 (6,9%) balita mengalami gizi kurang.

2. Tinjauan Tentang Karakteristik Ibu

a. Tinggi badan ibu

Tinggi badan orang tua berkaitan dengan stunting. Ibu yang pendek

memiliki kemungkinan melahirkan bayi yang pendek pula. Hasil penelitian di

Egypt menunjukkan bahwa anak yang lahir dari ibu tinggi badan < 150 cm

memiliki risiko lebih tinggi untuk tumbuh menjadi stunting (Zottareli , L., K.,

Sunil, T. S., & Rajaram, S., 2007). Banyak faktor yang mempengaruhi durasi

kehamilan dan pertumbuhan janin yang akhirnya mempengaruhi outcome

kehamilan. Jenis kelamin, urutan kelahiran, dan bayi kembar dapat meningkatkan

risiko berat bayi lahir rendah, sebagian besar dipengaruhi oleh pertambahan berat

badan ibu pada masa konsepsi, perempuan bertumbuh pendek maupun perempuan

yang tinggal di dataran tinggi, dan perempuan yang melahirkan di usia muda

memiliki risiko lebih tinggi untuk memiliki bayi yang lebih kecil. Tinggi badan

merupakan salah satu bentuk dari ekspresi genetik, dan merupakan faktor yang

diturunkan kepada anak serta berkaitan dengan kejadian stunting. Anak dengan

orang tua yang pendek, baik salah satu maupun keduanya, lebih berisiko untuk

tumbuh pendek dibanding anak dengan orang tua yang tinggi badannya normal

(Supariasa, 2002).

Tinggi badan ibu merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap

kurang gizi. Ibu pada kelompok umur yang paling tinggi memiliki anak dengan

resiko kejadian stunting adalah ibu dengan tinggi badan kurang dari 155 cm (Yang

XL, Ye RW, Zheng JC, Jin K, Liu JM, & Ren AG ; 2010).
Orang tua yang pendek karena gen dalam kromosom yang membawa sifat

pendek kemungkinan besar akan menurunkan sifat pendek tersebut kepada

anaknya. Tetapi bila sifat pendek orang tua disebabkan karena masalah nutrisi

maupun patologis, maka sifat pendek tersebut tidak akan diturunkan kepada

anaknya (Amigo H, Buston P, Radrigan ME, 1997).

b. Usia Ibu

Usia ibu menjadi faktor yang signifikan memprediksi lahirnya anak

stunting di Ghana. Ibu dengan usia 35-44 tahun lebih berisiko melahirkan anak

yang stunting pada penelitian yang dilakukan pada 2379 anak di Ghana. Selain itu

faktor risiko lainnya adalah wilayah tempat tinggal dan jumlah anak dalam

anggota keluarga. (Darteh, E.K.M., Acquah, E., & Kumi-Kyereme,A., 2014). Pada

penelitian yang dilakukan oleh Nguyen Ngoc Hien & Sin Kam (2008) di Vietnam

menungkapkan bahwa usia ibu 35 tahun memiliki resiko anak lahir dengan

malnutrisi seperti underweight, stunting dan wasting. Usia ibu muda (35 tahun)

resiko tinggi untuk melahirkan anak dengan berat lahir rendah.

c. Pendidikan Ibu

Pengetahuan gizi ibu bisa menjadi penentu status gizi anak-anak maupun

ibu itu sendiri. menurut Engel, Menon dan Hadad (1997) tingkat pendidikan yang

rendah mempengaruhi terbatasnya akses terhadap praktek pengasuhan yang baik

dan sarana kesehatan yang ada. Tingkat pendidikan ibu yang rendah dan

pendapatan yang juga rendah umumnya menyebabkan kepercayaan diri ibu dalam

mengakses sarana gizi dan kesehatan seperti Posyandu dan Puskesmas, termasuk

aktivitas bina keluarga balita (BKB) rendah, sehingga amat perlu untuk dimotivasi.

Aktivitas posyandu tampak menurun seiring berkurangnya perhatian dan


dukungan pemerintah dan masyarakat terhadap kegiatan posyandu. Posyandu

dengan kader umumnya sudah tua dan tidak terjadi regenerasi yang baik.

Mengingat peran pentingnya sebagai agen perubahan di pedesaan, peningkatan

kualitas dan kuantitas kader posyandu diperlukan dalam memperbaiki status gizi

dan kesehatan masyarakat.

d. Pekerjaan Ibu

Pekerjaan ibu Hasil analisis regresi logistik menunjukkan bahwa ibu yang

bekerja memiliki peluang anaknya mengalami stunting lebih besar dibandingkan

ibu yang tidak bekerja. Hal ini berarti bahwa jika ibu bekerja maka akan diikuti

dengan peningkatan kejadian stunting sebesar 3,623. Berg (1986) mengatakan

bahwa ibu-ibu yang bekerja tidak mempunyai cukup waktu untuk memperhatikan

makanan anak yang sesuai dengan kebutuhan dan kecukupan serta kurang

perhatian dan pengasuhan kepada anak.

3. Tinjauan Tentang Kebiasaan Makan Balita

Makanan merupakan kebutuhan vital yang diperlukan oleh seluruh tubuh

makhluk hidup. Bagi manusia makanan tidak hanya berfungsi untuk mengenyangkan,

tetapi yang lebih penting lagi adalah fungsinya dalam memelihara kesehatan tubuh

melalui manfaat zat-zat gizi yang terkandung didalamnya. Kebiasaan makan adalah

ekspresi setiap individu dalam memilih makanan yang akan membentuk pola perilaku

makan. Oleh karena itu, ekspresi setiap individu dalam memilih makanan akan

berbeda satu dengan yang lain (Khomsan, 2004).

Kebiasaan makan adalah tingkah laku manusia atau kelompok manusia dalam

memenuhi kebutuhannya akan makan yang meliputi sikap, kepercayaan atau

pemilihan makanan. Kebiasaan makan adalah faktor penting yang mempengaruhi


status gizi dan kesehatan seseorang khususnya balita yang membutuhkan asupan gizi

yang cukup dalam perkembangannya. Kebiasaan makan dipengaruhi oleh beberapa

faktor lingkungan seperti lingkungan budaya, alam serta populasi. Kebiasaan makan

dipengaruhi oleh lingkungan khususnya budaya, yang secara umum sulit untuk diubah

(Khomsan 2004).

a. Kebiasaan Makan Utama

Kebiasaan mengkonsumsi makanan utama haruslah lengkap dan biasanya

dikonsumsi tiga kali sehari yaitu waktu makan pagi, makan siang dan makan

malam. Mengkonsumsi makanan utama sebaiknya dilakukan secara baik dan

benar, yaitu :

1) Sumber energi atau tenaga, yaitu padi-padian atau sereal seperti beras, jagung

gandum dan sagu. umbi-umbian seperti ubi, singkong dan talas.

2) Sumber protein atau sumber zat pembangun, yaitu sumber protein hewani,

seperti : daging, ayam, telur, susu dan keju serta sumber protein nabati seperti

kacang-kacangan berupa kacang kedelai, kacang tana, kacang hijau, kacang

merah, serta hasil olahan seperti tempe, tahu, susu kedelai dan oncom. Hal ini

sangat berperan untuk pertumbuhan dan perkembangan kecerdasan seseorang.

3) Sumber zat pengatur seperti sayuran dan buah. Sayuran diutamakan yang

berwarna hijau dan kuning jingga, seperti bayam, daun singkong, daun katuk,

kangkung, wortel dan tomat serta sayur kacang-kacangan seperti kacang

panjang, buncis dan kecipir. Buah-buahan yang diutamakan yang berwarna

kuning jingga, kaya serat dan yang berasa asam seperti pepaya, mangga, nanas,

nangka masak, jambu biji, apel, sirsak dan jeruk. Zat pengatur ini sangat

penting untuk melancarkan bekerjanya organ tubuh.


b. Kebiasaan Sarapan Pagi

Sarapan adalah suatu kegiatan yang penting sebelum melakukan aktivitas.

Melakukan sarapan dapat menyumbangkan 25% dari kebutuhan total energi

harian. Kebiasaan sarapan sangat penting karena semua makanan yang berasal

dari makan malam, sesudah kira-kira empat jam meninggalkan lambung,

sehingga lambung sudah tidak terisi lagi sampai pagi hari. Selain itu, (Khomsan,

2004) juga berpendapat bahwa terdapat dua manfaat sarapan, yaitu:

1) Sarapan dapat menyediakan karbohidrat yang siap digunakan untuk

meningkatkan kadar gula darah.

2) Sarapan akan memberikan kontribusi penting akan beberapa zat gizi yang

diperlukan tubuh seperti protein, lemak, vitamin dan mineral.

c. Kebiasaan Makan Selingan

Kebiasaan mengkonsumsi selingan dapat menjadi baik, namun dapat

berdampak buruk pula. Apabila makanan selingan yang diasup dengan baik

seperti cracker gandum, buah-buahan, dan lain-lain, dapat menyumbangkan

sejumlah zat gizi yang signifikan tanpa menurunkan selera makan utama. Namun

apabila makanan selingan yang dikonsumsi tinggi lemak, tinggi gula namum

rendah zat gizi, maka akan berakibat buruk salah-satunya adalah risiko over

weight dan obesitas. Adapun syarat makanan selingan diantaranya memberikan

kalori dan zat gizi dalam jumlah yang cukup sesuai kebutuhan yaitu 150-300

kkal.

1) Diberikan porsi kecil dan tidak terlalu mengenyangkan.

2) Mudah dicerna dan tidak merangsang alat cerna.

3) Diberikan dalam waktu tidak terlalu dekat dengan waktu makan utama.
4) Disajikan semenarik mungkin.

5) Tidak mengandung terlalu banyak gula/lemak.

6) Hindari makanan selingan yang rendah zat gizi (keripik, chiki)

7) Hindari makanan selingan yang mengandung lemak jenuh, seperti dalam

biskuit dan cracker.

4. Tinjauan Tentang Pengetahuan Gizi Ibu

a. Pengertian pengetahuan gizi ibu

Pengetahuan gizi ibu adalah suatu yang diketahui tentang makanan dalam

hubungannya dengan kesehatan optimal Pengetahuan gizi ibu meliputi pengetahuan

tentang pemilihan konsumsi sehari-hari dan memberikan semua zat gizi yang

dibutuhkan untuk fungsi normal tubuh. Pemilihan dan konsumsi bahan makanan

berpengaruh terhadap status gizi seseorang. Status gizi baik atau status gizi optimal

terjadi apabila tubuh memperoleh cukup zat gizi yang dibutuhkan tubuh. Status gizi

kurang terjadi apabila tubuh mengalami kekurangan satu atau lebih zat gizi esensial.

Sedangkan status gizi lebih terjadi apabila tubuh memperoleh zat gizi dalam jumlah

yang berlebihan sehingga menimbulakan efek yang membahayakan. (Almatsier,

2003).

Pengetahuan gizi merupakan pengetahuan ibu tentang gizi yang sangat

berpengaruh pada pertumbuhan anak. Secara biologis ibu adalah sumber hidup anak.

Tingkat pendidikan ibu banyak menentukan sikap dalam menghadapi berbagai

masalah, misal vaksinasi untuk anaknya, memberikan oralit waktu diare, atau

kesediaan menjadi peserta KB. Anak-anak dari ibu yang mempunyai latar pendidikan

lebih tinggi akan mendapat kesempatan hidup serta tumbuh lebih baik.(Taguri, A. E.

et al, 2008)
Pengetahuan merupakan hasil tahu dari alat indera baik penglihat maupun

pendengaran terhadap objek tertentu, sehingga seseorang menghasilkan sesuatu yang

diketahui. (Notoatmodjo, 2012)

Pengetahuan mempunyai enam tingkatan yaitu:

1) Tahu (Know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat

kembali (recall) sesuatu yang spesifik dan seluruh bahan yang dipelajari atau

rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu merupakan tingkatan

pengetahuan yang paling rendah.

2) Memahami (Comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan

untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat

mengintrepretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham

terhadap objek atas materi dapat menjelaskan, menyebutkan contoh,

menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap obyek yang dipelajari.

3) Aplikasi (Aplication) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan

materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).

4) Analisis (Analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi

atau suatu obyek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu

struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.

5) Sintesis (Synthesis) Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk

meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk

keseluruhan yang baru.

6) Evaluasi (Evaluation) Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan

penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian ini berdasarkan


pada kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria yang telah ada.

Pengukuran dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan

tentang isi materi yang diukur dari subjek penelitian atau responden.

b. Faktot-faktor yang mempengaruhi pengetahuan gizi

Menurut Notoatmodjo (2007) faktor yang mempengaruhi pengetahuan antara

lain:

1) Faktor pendidikan

Semakin tinggi tingkat pengetahuan seseorang, maka semakin akan semakin

mudah untuk menerima informasi tentang objek atau yang berkaitan dengan

pengetahuan. Pengetahuan umumnya dapat diperoleh dari informasi yang

disampaikan oleh orang tua, guru, dan media masa. Pendidikan sangat erat

kaitanya dengan pengetahuan, pendidikan merupakan salah satu kebutuhan

dasar manusia yang sangat diperlukan untuk pengembangan diri. Semakin

tinggi tingkat pendidikan semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka

akan semakin mudah untuk menerima, serta mengembangkan pengetahuan dan

teknologi.

2) Faktor pekerjaan

Pekerjaan seseorang sangat berpengaruh terhadap proses mengakses informasi

yang dibutuhkan terhadap suatu objek.

3) Faktor pengalaman

Pengalaman seseorang sangat mempengaruhi pengetahuan, semakin banyak

pengalaman seseorang tentang suatu hal, maka akan semakin bertambah pula

pengetahuan seseorang akan hal tersebut.

4) Keyakinan
Keyakinan yang diperoleh oleh seseorang biasanya bisa didapatkan secara

turun temurun dan tidak dapat dibuktikan terlebih dahulu, keyakinan positif

dan keyakinan negative dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang.

5) Sosial budaya

Kebudayaan beserta kebiasaan dalam keluarga dapat mempengaruhi

pengetahuan, presepsi, dan sikap seseorang terhadap seesuatu.

5. Tinjauan Tentang Stunting

a. Pengertian Stunting

Kemenkes RI Nomor : 1995/MENKES/SK/XII/2010 telah diatur mengenai

standar antropometri penilaian status gizi anak dengan mengukur BB dan

PB,TB/U. Pengukuran dengan PB/U dapat melihat status gizi dan disimpulkan

dalam kategori tinggi, normal, pendek dan sangat pendek. Stunting merupakan

suatu keadaan dimana tinggi badan anak yang terlalu rendah. Stunting atau terlalu

pendek berdasarkan umur adalah tinggi badan yang berada di bawah minus dua

standar deviasi (<- 2 Standar Deviasi) dari tabel status gizi Child Growth Standard

(WHO, 2013).

b. Dampak Stunting

Stunting dapat memberikan dampak bagi kelangsungan hidup anak.

Dampak stunting terbagi menjadi dua yang terdiri dari jangka pendek dan jangka

panjang. Dampak jangka pendek dari stunting adalah di bidang kesehatan yang

dapat menyebabkan peningkatan mortalitas dan morbiditas, di bidang


perkembangan berupa penurunan perkembangan kognitif, motorik, dan bahasa,

dan di bidang ekonomi berupa peningkatan pengeluaran untuk biaya kesehatan

(WHO, 2013).

Penelitian Stewart CP, Iannotti L, Dewey KG, Michaelsen KF & Onyango

AW (2013), masalah konkuren & konsekuensi jangka pendek terbagi menjadi tiga:

1) Kesehatan : meningkatkan kematian dan kesakitan

2) Pembangunan : menurunkan kognitif, motorik, dan bahasa pengembangan

3) Ekonomis : meningkatkan biaya perawatan kesehatan

Sedangkan masalah jangka panjang dibagi menjadi tiga bidang :

1) Kesehatan : meningkatkan potensi obesitas pada masa dewasa, morbiditas,

menurunkan kesehatan reproduksi

2) Pembangunan : menurunkan prestasi sekolah, tidak tercapainya kapasitas

belajar dan potensi

3) Ekonomis : menurunkan kapasitas dan produktivitas kerja

c. Faktor-faktor penyebab Sunting

Menurut WHO (2013) stunting dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Penyebab

terjadinya stunting pada anak menjadi 4 kategori besar meliputi :

1) Faktor keluarga dan rumah tangga

(a) Faktor maternal berupa nutrisi yang kurang pada saat prekonsepsi,

kehamilan, dan laktasi, tinggi badan ibu yang rendah, infeksi, kehamilan

pada usia remaja, kesehatan mental, Intrauterine Growth Restriction


(IUGR) dan kelahiran preterm, jarak kelahiran yang pendek, dan

hipertensi.

(b) Faktor lingkungan keluarga Stimulasi dan aktivitas anak yang tidak

adekuat, perawatan yang buruk, sanitasi dan suplai air yang tidak adekuat,

makanan yang tidak terjaga, jumlah makanan yang kurang pengetahuan

pengasuh yang rendah.

2) Faktor Makanan tambahan / komplementer yang tidak adekuat

(a) Kualitas makanan yang buruk

Kualitas makanan akan menentukan nutrisi yang dikandungnya dan diserap

tubuh. Kualitas makanan yang buruk meliputi : kualitas zat mikronutrien

yang rendah/buruk, rendahnya konsumsi makanan yang beraneka ragam

dan protein hewani, kadar anti nutrient, kadar energi yang rendah pada

makanan tambahan.

(b) Praktik pemberian makanan yang tidak adekuat Meliputi :

frekuensi makan selama dan setelah sakit, makanan konsistensi, kuantitas

makan yang menurun, dan susah makan.

(c) Makanan yang aman Meliputi makanan dan minuman yang terkontaminasi,

PHBS yang buruk, penyimpanan dan persiapan makanan yang tidak aman.

3) Faktor menyusui

Meliputi penundaan IMD, tidak ASI eksklusif, dan penyapihan < 2 tahun.

4) Faktor infeksi

Meliputi infeksi : diare, enteropati di lingkungan, berkurangnya nafsu makan

karena infeksi, infeksi pernapasan, malaria, dan inflamasi.


Penelitian Prendergast dan Humprey (2014) stunting bisa dimulai sejak dalam

kandungan hingga usia 2 tahun. Gangguan pertumbuhan selama kehamilan disebut

IUGR. Hasil refleksi dari IUGR nampak setelah lahir berupa BBLR dan stunting.

B. Kerangka teori dan kerangka konsep

1. Kerangka teori

Stunting
Penyebab Asupan Gizi Penyakit Infeksi
Langsung

Penyebab
Tidak cukup Pola asuh anak
Tidak Pelayanan
ketersediaan yang tidak
Langsung kesehatan dan
pangan memadai sanitasi

Pokok Kurang pendidikan, pengetahuan dan keterampilan


masalah di
masyarakat

Kurang pengetahuan ibu, kurang pemebrdayaan wanita


dan keluarga, kurang pemanfaatan sumber daya
masyarakat

Akar Pengangguran, inflasi, kurang pangan dan kemiskinan


Masalah

Krisis Ekonomi, Politik dan Sosial

Gambar 1. Bagan Penyebab Masalah Stunting (UNICEF 1998)

2. Kerangka Konsep

Kebiasaan

Makan Balita

Stunting
Pengetahuan

Gizi Ibu

Keterangan :

: Variabel terikat tidak diteliti

: Variabel bebas diteliti

Gambar 2. Kerangka Konsep

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian yang sifatnya deskriptif dengan pendekatan

survey. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif. Pendekatan

kuantitatif digunakan untuk mendapatkan data deskriptif mengenai variabel kebiasaan

makan balita dan pengetahuan gizi ibu balita stunting usia 24-59 bulan.

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini telah dilakukan pada tanggal 8-22 april 2021 di Wilayah Kerja

Puskesmas Tumbu-Tumbu Jaya Kecamatan Kolono Timur Kabupaten Konawe Selatan.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi yang digunakan pada penelitian ini adalah semua ibu balita stunting

usia 24-59 bulan yang berada di Wilayah Kerja Puskesmas Tumbu-Tumbu Jaya

Kecamatan Kolono Timur Kabupaten Konawe Selatan sebanyak 95 balita penderita

stunting. (Profil Puskesmas Tumbu_Tumbu Jaya, 2020)

2. Sampel

a. Jenis Sampel

Jenis sampel yang digunakan penelitian ini adalah balita stunting usia 24-59 bulan

yang berada Di Wilayah Kerja Puskesmas Tumbu-Tumbu Jaya Kecamatan Kolono

Timur Kabupaten Konawe Selatan.

b. Jumlah Besar Sampel


Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi

(Sugiono, 2010), Penentuan jumlah sampel dalam penelitian ini dihitung dengan

Rumus:

N
n¿
N ( d 2) +1

Keterangan:

n : Besar Sampel

N : Besar Populasi

d2: Tingkat Kekeliruan yang diinginkan (0,1)

N
Jadi n=
N ( d2 ) +1

95
n=
95 ( 0,12 )+ 1

95
n=
95 ( 0,01 )+1

95
n=
0,95+ 1

95
n= = 48,71
1,95

Jadi jumlah sampel adanya 49 orang ibu balita stunting usia 24-59 bulan.

c. Cara Penarikan Sampel

Menggunakan Teknik Purposive Sampling yaitu pengambilan sampelnya

berdasarkan kriteria (ibu balita stunting usia 24-59 bulan yang bersedia menjadi

responden) yang telah ditentukan peneliti. Responden pada penelitian ini yaitu Ibu dari

Balita Stunting usia 24-59 bulan yang terpilih sebagai sampel, yang berada di Wilayah

Kerja Puskesmas Tumbu-Tumbu Jaya Kecamatan Kolono Timur Kabupaten Konawe


Selatan, dari 95 balita stunting yang bersedia mesnjadi sampel atau responden

sebanyak 49 balita penderita stunting.

Adapun kriteria sampel sebagai berikut :

1. Ibu balita stunting yang bersedia menjadi responden.

2. Balita Usia 24-59 bulan yang terdaftar dalam register di Wilayah Kerja

Puskesmas Tumbu-tumbu Jaya Kecamatan Kolono Timur Kabupaten Konawe

Selatan.

D. Variabel Penelitian

1. Variabel Terikat tidak diteliti

Variabel Terikat yaitu balita stunting usia 24 -59 bulan

2. Variabel Bebas diteliti

Variabel Bebas yaitu kebiasaan makan balita dan pengetahuan gizi ibu balita stunting

usia 24-59 bulan

E. Jenis dan Cara Pengumpulan Data

1. Jenis Data

a. Data Primer

1) Kebiasaan Makan Balita

2) Pengetahuan Gizi Ibu

b. Data Sekunder

Data sekunder dalam penelitian meliputi balita stunting usia 24-59 bulan dan

gambaran umum lokasi penelitian.

2. Cara Pengumpulan Data

a. Data Primer
1) Kebiasaan makan Balita diperoleh melalui wawancara menggunakan

kuesioner, (terlampir).

2) Pengetahuan gizi ibu diperoleh melalui wawancara menggunakan kuesioner,

(terlampir).

b. Data Sekunder

Data sekunder digunakan untuk melengkapi dan mendukung data primer,

pengumpulan data sekunder diperoleh dari Puskesmas Tumbu-tumbu Jaya

Kecamatan Kolono Timur Kabupaten Konawe Selatan.

F. Pengolahan Data Dan Analisis Data

1. Pengelola Data

Data yang diperoleh akan diolah dengan cara berikut:

a. Kebiasaan makan balita

Cara pengolahan data dengan cara diukur berdasarkan jawaban kuesioner yang

terdiri dari 12 pertanyaan skor untuk option.

a) Cukup : Jika responden menjawab ≥ 60% dari total jawaban benar

b) Kurang : Jika responden menjawab < 60% dari total jawaban benar

(soekidjo,2003)

b. Pengetahuan gizi ibu

Cara pengolahan data dengan cara diukur berdasarkan jawaban kuesioner yang

terdiri dari 10 pertanyaan skor untuk option.

a) Cukup : Jika responden menjawab ≥60% jawaban benar

b) Kurang : Jika responden menjawab < 60% jawaban benar

(Khomsan, 2004)
2. Analisis Data

Analisis dilakukan secara deskriptif dalam bentuk univarian, yang bertujuan

untuk mendapatkan gambaran umum tentang variabel yang diteliti (kebiasaan makan

balita, dan pengetahuan gizi ibu balita stunting).

G. Definisi operasional

1. Stunting

Stunting adalah masalah kurang gizi kronis akibat kurangnya asupan gizi dalam waktu

yang cukup lama sehingga mengakibatkan gangguan pertumbuhan pada anak. Seorang

anak dianggap mengalami stunting jika tinggi badan mereka lebih rendah atau pendek

(kerdil) dari standar usianya (WHO-MGRS). Pengukuran stunting mengukur PB,TB/U

dengan cara menggunakan Microtoise untuk balita yang berumur 2 tahun ke atas dan

Infatometer atau papan ukur panjang badan untuk balita yang berumur di bawah 2

tahun.

Kriteria Objektif (KO)

Indeks yang digunakan untuk mengetahui status gizi stunting menggunakan indeks

PB,TB/U :

a) Sangat pendek : jika indeks PB,TB/U < - 3 SD

b) Pendek : jika indeks PB,TB/U - 3 SD sampai < - 2 SD

c) Normal : jika indeks PB,TB/U -2 SD sampai 2 SD

d) Tinggi : jika indeks PB,TB/U >2 SD

(Kemenkes RI, 2010).

2. Kebiasaan Makan Balita


Ekspresi detiap individu dalam memilih makanan yang akan membentuk pola perilaku

makan dan memperhatikan nilai gizinya yang diukur dalam kebiasaan makan utama,

kebiasaan sarapan pagi dan kebiasaan makanan selingan.

Kriteria Objektif

(1) Cukup : Jika responden menjawab ≥ 60% dari total jawaban benar

(2) Kurang : Jika responden menjawab < 60% dari total jawaban benar

(soekidjo,2003)

3. Pengetahuan Gizi Ibu

Pengetahuan gizi ibu adalah pengetahuan tentang pemilihan bahan makanan dan

konsumsi sehari-hari dengan baik dan memberikan semua zat gizi yang dibutuhkan

untuk fungsi normal tubuh. Pemilihan dan konsumsi bahan makanan berpengaruh

terhadap status gizi seseorang.Segala kemampuan dan pemahaman yang diketahui ibu

tentang bahan makanan bergizi yang berpengaruh terhadap status gizi anak balita

(1) Cukup : Jika responden menjawab ≥60% jawaban benar

(2) Kurang : Jika responden menjawab < 60% jawaban benar

(Khomsan, 2004)
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

a. Keadaan Geografis

Puskesmas Tumbu-Tumbu Jaya merupakan salah satu puskesmas yang berada

di Kabupaten Konawe Selatan, tepatnya berada di desa Tumbu-Tumbu Jaya

Kecamatan Kolono Timur. Wilayah Kerja Puskesmas Tumbu-Tumbu Jaya terdiri

dari 10 Desa, dapat ditempuh oleh roda dua, dan roda empat, dalam wilayah Kerja

Puskesmas Tumbu-Tumbu Jaya. Letak Puskesmas Tumbu-Tumbu Jaya berjarak ±

105 km2 dari ibu kota Kabupaten Konawe Selatan di Andoolo dan ± 105 km 2 dari

ibu kota Provinsi Sulawesi Tenggara di Kendari.

Puskesmas Tumbu-Tumbu Jaya Kecamatan Kolono Timur merupakan

Puskesmas yang mulai fungsikan pada bulan Maret tahun 2014 sampai saat ini

memberikan pelayanan rawat jalan secara optimal dengan mengutamakan

pelayanan promotif, prefentif tanpa mengesampingkan pelayanan kuratif dan

rehablitatif. Puskesmas Tumbu-Tumbu Jaya merupakan Puskesmas baru di dirikan

pada tahun 2013 dan diresmikan pada bulan maret 2014 (Profil Puskesmas

Tumbu-Tumbu Jaya,

Adapun batas-batas wilayah sebagai berikut :

1. Sebelah Utara : Berbatasan dengan Kecamatan Moramo

2. Sebelah Timur : Berbatasan dengan Kecamatan Laonti

3. Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Teluk Kolono

4. Sebelah Barat : Berbatasan dengan Kecamatan Kolono


5. Keadaan Topografi : Pesisir Pantai

Sumber : Profil Puskesmas Tumbu-Tumbu Jaya 2020

Gambar 3. Peta Wilayah Kerja Puskesmas Tumbu-Tumbu Jaya

Luas wilayah kerja Puskesmas Tumbu-Tumbu Jaya adalah 195 km².

Tabel 3. Distribusi Jumlah Desa dan Dusun di Wilayah Kerja Puskesmas


Tumbu-Tumbu Jaya 2021
NO. NAMA DESA JUMLAH DUSUN
1 Langgapulu 3
2 Ulunese 3
3 Amolenggu 4
4 Ampera 4
5 Rumba-Rumba 3
6 Batu Putih 3
7 Ngapawali 3
8 Tumbu-Tumbu Jaya 4
9 Lambangi 4
10 Rambu-Rambu 4
TOTA 10 desa 35 dusun
L
Sumber : Profil Puskesmas Tumbu-Tumbu Jaya 2020

Berdasarkan tabel 3. dapat diketahui bahwa jumlah desa di wilayah kerja

Puskesmas Tumbu-Tumbu Jaya adalah 10 desa dengan jumlah dusun 35 dusun.


b. Keadaan Demografi

Jumlah penduduk dalam Wilayah Kerja Puskesma Tumbu-Tumbu Jaya

tahun 2021 adalah 5.425 jiwa, dengan 1.442 KK di lihat pada tabel 4 berikut.

Tabel 4. Distribusi Penduduk dan Kepala Keluarga Perdesa di Wilayah Kerja


Puskesmas Tumbu-Tumbu Jaya
No NO Desa/Kelurahan Jumlah Jumlah Kepala
Penduduk Keluarga
1 Langgapulu 561 158
2 Ulunese 428 130
3 Amolenggu 475 110
4 Ampera 421 113
5 Rumba-Rumba 816 196
6 Batu Putih 411 105
7 Ngapawali 498 132
8 Tumbu-Tumbu Jaya 842 225
9 Lambangi 670 186
10 Rambu-Rambu 303 87
Sumber : Profil Puskesmas Tumbu-Tumbu Jaya, 2020

c. Keadaan Sosial Ekonomi dan Pendidikan

Pada umumnya penduduk yang berdomisili di Wilayah Kerja

Puskesmas Tumbu-Tumbu Jaya bermata pencaharian sebagai nelayan, petani,

pedagang dan sebagai pegawai negeri sipil. Pada umumnya penduduk yang

berdomisilih di Wilayah Kerja Puskesmas Tumbu-Tumbu Jaya 100%

beragama Islam. Pada umumnya penduduk yang berdomisili di wilayah kerja

Puskesmas Tumbu-Tumbu Jaya sebagian besar berpendidikan SD persentase

20%, tidak tamat SD/belum tamat SD persentase 10%, tamat SLTP Persentase

20%, tamat SLTA persentase 35%,dan Akademi/PT dan S1 Persentase 15%.

d. Sarana dan Prasarana Puskesmas

Sarana Prasarana Puskesmas Tumbu-Tumbu Jaya terdiri dari bangunan

puskesmas induk, 2 puskesmas pembantu, 5 puskesdes, 1 polindes, dan 7

posyandu.
e. Ketenagaan Puskesmas

Berikut adalah tenaga kesehatan di Puskesmas Tumbu-Tumbu Jaya

berdasarkan profesi,jenis kelamin, pendidikan, status kepegawaian, dan lokasi

kerja.

Tabel 5. Distribusi Jumlah Tenaga Kesehatan Puskesmas Tumbu-Tumbu Jaya Tahun


2021
Profesi Jenis Pendidikan Status Lokasi
Kelamin Kepegawaian Kerja
CPNS / PKM
Kontrk
BOK
Dokter
umum
Dokter gigi
Perawat
Perawat
Gigi
Bidan
Tenaga
kefarmasia
n
Tenaga gizi
Sanitarian
Tenaga
Kesehatan
masyarakat
Analis
kesehatan
Tenaga
administras
i
Sumber : Profil Puskesmas Tumbu-Tumbu Jaya, 2020

2. Hasil Penelitian
Data dalam penelitian ini berasal dari responden sebanyak 49 orang ibu

balita Stunting usia 24-59 bulan yang diperoleh dengan metode wawancara

menggunakan kuesioner.

a. Karakteristik Responden

(1) Umur
Distribusi Responden berdasarkan karakteristiknya dapat dilihat pada tabel

berikut:

Tabel 6. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur Ibu Balita di


Wilayah Kerja Puskesmas Tumbu-Tumbu Jaya
No Umur (tahun) n (%)
1 21-25 10 20,4
2 26-30 14 28,5
3 31-35 12 24,4
4 36-40 13 26,5
Total 49 100
Sumber : Data primer, 2021

Pada tabel 6. Diatas dari 49 responden, terbanyak adalah umur 26-30 yaitu

14 responden (28,5%), dan terkecil adalah umur 21-25 yaitu 10 responden

(20,4%).

(2) Pendidikan

Distribusi responden menurut pendidikan terlihat pada table berikut:

Tabel 7. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pendidikan


di Wilayah Kerja Tumbu-Tumbu Jaya

No Pendidikan n (%)
1 SMP 16 32,6
2 SMA 25 51,1
3 Perguruan tinggi 8 17,3
Total Total 49 100
Sumber : Data Primer 2021

Pada tabel 7. Menunjukkan bahwa dari 49 responden, terbanyak

adalah SMA yaitu 25 responden (51,1%), dan terkecil adalah perguruan

tinggi yaitu 8 responden (17,3%).

(3) Pekerjaan

Distribusi responden menurut pekerjaan terlihat pada table berikut:


Tabel 8. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pekerjaan
di Wilayah Kerja Tumbu-Tumbu Jaya
No Pekerjaan n (%)
1 Ibu rumah tangga 41 83,6
2 Wirausaha 8 16,4
Total 49 100
Sumber: Data Primer 2021

Pada tabel 8. Menunjukkan bahwa dari 49 responden, terbanyak adalah

ibu rumah tangga yaitu 41 responden (83,6%) dan terkecil adalah wirausaha

yaitu 8 responden (16,4%).

b. Karakteristik Sampel Penelitian

Distribusi sampel penelitian berdasarkan karakteristiknya dapat dilihat pada

tabel berikut:

Tabel 9. Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Sampel Penelitian di Wilayah


Kerja Tumbu-Tumbu Jaya
Jenis kelamin n (%)
Laki-laki 30 61,3
Perempuan 19 38,7
Total 49 100
Sumber : Data Primer, 2021

Pada tabel 9. Menunjukan bahwa dari 49 responden, terbanyak adalah

laki-laki yaitu 30 orang (61,3%), dan terkecil perempuan yaitu 19 orang

(38,7%).

Tabel 10. Distribusi Frekuensi Umur Sampel Penelitian di Wilayah Kerja


Tumbu-Tumbu Jaya
Umur (bulan) n (%)
24-36 11 22,4
37-59 38 77,6
Total 49 100
Sumber : Data Primer, 2021

Pada tabel 10. Menunjukan bahwa dari 49 responden, menunjukan

bahwa sebagian besar usia 37-59 bulan yaitu 38 orang (77,6%) da sebagian

kecil yaitu 11 orang (22,4%).


Tabel 11. Distribusi Frekuensi Status Gizi Sampel Penelitian di Wilayah
Kerja puskesmas Tumbu-Tumbu Jaya
Status Gizi n (%)
Sangat Pendek 37 75,6
Pendek 12 24,4
Total 49 100
Sumber : Data Primer, 2021

Pada tabel 11. Menunjukan bahwa 49 responden, menunjukan bahwa

sebagian besar sangat pendek yaitu 37 orang (75,6%) dan sebagian kecil 12

orang (24,4%).

c. Variabel Penelitian

a) Kebiasaan Makan

Distribusi responden menurut kebiasaan makan balita dapat dilihat pada

tabel berikut :

Tabel 12. Distribusi Frekuensi Kebiasaan Makan Balita di Wilayah Kerja


Tumbu-Tumbu Jaya
Kebiasaan Makan Balita n (%)
Cukup 14 28,6
Kurang 35 71,4
Total 49 100
Sumber : Data Primer, 2021

Pada tabel 12. Menunjukan bahwa 49 kebiasan makan balita

dikategorikan cukup yaitu 14 orang (28,6%) dan kurang 35 orang (71,4%).

b) Pengetahuan Gizi Ibu

Tabel 13. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Gizi Ibu di Wilayah Kerja


Tumbu-Tumbu Jaya
Kebiasaan Makan Balita n (%)
Cukup 12 24,5
Kurang 37 75,5
Total 49 100
Sumber : Data Primer, 2021

Pada tabel 13. Menunjukan bahwa pengetahuan gizi ibu balita stunting
dikategorikan cukup 12 orang (24,5%) dan kurang 37 orang (75,5%).

B. Pembahasan

1. Kebiasaan makan

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat dilihat bahwa kebiasaan makan

balita stunting di Wilayah Kerja Puskesmas Tumbu-Tumbu Jaya di Kategorikan

Cukup yaitu 14 orang (28,6%) dan kurang 35 orang (71,4%). Balita yang terbiasa

makan tiga kali sehari mempuyai peluang yang lebih besar untuk mencukupi

kebutuhan zat gizi dari pada balita yang hanya makan dua kali sehari. Perilaku

Kebiasaan makan cukup terbentuk dikarenkan beberapa faktor yaitu: praktek

terhadap makanan, alasan makan, jenis makanan yang dimakan, dan pengetahuan

gizi ibu. Faktor yang paling berpengaruh terhadap perilaku kebiasaan makan

utama adalah pengetahuan gizi ibu. Kebiasaan makan adalah tingkah laku manusia

terhadap makanan meliputi sikap, kepercayaan, pemilihan dalam mengonsumsi

makanan yang diperoleh secara berulang-ulang.

Pemilihan makanan untuk dikonsumsi dan kebiasaan makan dipengaruhi oleh

kondisi sosial dan ekonomi keluarga terutama besar keluarga, pendidikan,

pendapatan dan pekerjaan orang tua. Kebiasaan makan balita yang kurang baik

dapat disebabkan karena sebagian orang tua balita memiliki penghasilan yang

kurang sehingga orang tua balita agak kesulitan dalam mengelola keuangan yang

akhirnya dapat menyebabkan pemberian kebiasaan makan balita kurang. (Abiba et

al, 2012).
Kebiasaan makan adalah ekspresi setiap individu dalam memilih makanan

yang akan membentuk pola perilaku makan. Oleh karena itu, ekspresi setiap orang

dalam memilih makanan akan berbeda satu sma lain. (Khomsan, 2004).

Kebiasaan makan sebagai cara individu dan kelompok memilih, mengonsumsi,

dan menggunakan makanan yang tersedia yang didasarkan kepada faktor-faktor

sosial dan budaya dimana mereka hidup, kebiasaan makan dalam suatu kelompok

masyarakat akan memberikan danpak pada status gizi masyarakat setempat, oleh

karena itu dalam program-program perbaikan gizi harus diupayakan agar

kebiasaan makan yang baik dapat dilestarikan guna menunjukan program

pemerintah dalam diversifikasi pangan. Sedangkan kebiasaan makan yang jelek

harus diganti dengan ide-ide baru untuk menunjang gizi seimbang. (Arisman,

2004).

Kebiasaan makan memberikan gambaran mengenai macam dan jumlah bahan

makanan yang dimakan setiap hari oleh satu orang dan merupakan cirri khas untuk

suatu kelompok masyarakat tertentu. Kebiasaan makan merupakan faktor yang

berhubungan dengan status gizi. Konsumsi makan yang rendah kualitas maupun

rendah gizi mengakibatkan kondisi atau keadaan gizi kurang. Sebaliknya,

konsumsi makanan yang baik akan memungkinkan untuk mencapai kondisi

kesehatan dan kondisi sebaik-baiknya (Monica,2019).

Menurut susanto (1995). Dalam upaya memperkenalkan kebiasaan makan

yang baik perlu diperhatikan berbagai faktor yang mempengaruhi yaitu presepsi

(wawasan konsumsi makanan termasuk pengetahuan , system kepercayaan,

prestise, rasa dan kebuthan), faktor dalam (jenis kelamin, umur, kegiatan) dan

Faktor luar (budaya, ekonomi dan cirri masyarakat). Faktor-faktor tersebut pada
gilirannya akan mempengaruhi seseorang dalam memilih makanan dan dilakukan

tindakan makanan yang selanjutnya kebiasaan makan tersebut berpengaruh pada

status gizi.

2. Pengetahuan gizi ibu

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat dilihat bahwa pengetahuan gizi ibu balita

stunting di Wilayah Kerja Puskesmas Tumbu-Tumbu Jaya di Kategorikan Cukup

yaitu 12 orang (24,5%) dan kurang 37 orang (75,5%). Pada penelitian ini

didapatkan bahwa sebagian besar ibu balita memiliki pengetahuan gizi yang

kurang. Ganguan gizi sering terjadi karena kurangnya pengetahuan gizi ibu

mengenai kebutuhan balita dan menyediakan makanan yang bergizi. Ibu yang

memiliki pengetahuan gizi kurang berpeluang memiliki anak yang berstatus gizi

lebih, gizi kurang da gizi buruk, hal ini berkaitan dengan kebiasaan makan balita.

Sehingga pengetahuan gizi ibu akan menentukan sikap dan perilaku ibu dalam

menyediakan makanan untuk anaknya dan dapat menyediakan makanan dalam

jenis dan jumlah yang tepat agar anak dapat tumbuh dan berkembang secara

optimal, sehingga dapat menjadi faktor protektif. Pengetahuan tentang gizi dan

pangan yang harus dikonsumsi agar tetap sehat merupakan faktor penentu

kesehatan seseorang, tingkat pengetahuan gizi ibu berperan dalam besaran masalah

gizi di Indonesia (Notoatmojo, 2007 dalam Prehana, 2018).

Pengetahuan ibu sangat mempengaruhi keadaan gizi dari balita yang

merupakan kelompok rawan gizi. Kebutuhan gizi pada anak dapat tercukupi

dengan baik apabila pengetahuan gizi ibu juga baik, salah satunya pengetahuan

dalam pemberian pangan yang tepat bagi balita yaitu makanan yang sesuai dengan

kebutuhan (Suhardjo, 1996).


Pengetahuan tentang gizi memungkinkan seseorang memilih dan

mempertahankan pola makan berdasarkan prinsip ilmu gizi. Perlu ditambahkan

bahwa harus diperhatikan aplikasi praktis atau pelaksanaan dengan pengertian

makanan yang bergizi, biaya bahan makanan dan pengolahan serta sikap,

kepercayaan, faktor kebudayaan dan emosi yang ada pada seseorang berkaitan

dengan makanan (Seogeng Santoso, 2009).

Pengetahuan orang tua tentang gizi membantu memprbaiki status gizi pada

anak untuk mencapai kematangan pertumbuhan. Pada anak dengan stunting mudah

timbul masalah kesehatan baik fisik maupun psikis. Oleh karena itu, tidak semua

anak dapat bertumbuh den berkembang sesuai dengan usianya, ada anak yang

mengalami hambatan dan kelainan (Gibney dkk, 2009).

Pengetahuan ibu merupakan domain penting dalam membentuk tindakan dan

perilaku seseorang. Gangguan gizi sering terjadi karena kurangnya pengetahuan

mengenai kebutuhan balita dan makanan tambahan bergizi serta ketidaktahuan ibu

dalam menyiapkan dan menyediakan makanan yang berstatus gizi lebih, gizi

kurang dan gizi buruk (Notoatmodjo, 2007).

Pengetahuan ibu tentang gizi sangatlah penting, mengingat peran ibu dalam

keluarga sebagai pengelola makanan. Ibu yang tidak tau gizi makanan, akan

menghidangkan makanan yang tidak seimbang gizinya. Semakin banyak

pengetahuan gizinya semakin diperhitungkan jenis dan jumlah makanan yang

dipilih untuk dikonsumsinya. Sedangkan untuk tidak mempunyai cukup

pengetahuan gizi, akan memilih makanan yang paling menarik panca indera dan

tidak mengadakanpilihan berdasarkan nilai gizi makanan. Sebaliknya mereka yang


semakin banyak pengetahuan gizinya, lebih banyak mempergunakan pertimbangan

rasional dan pengetahuan nilai gizi makanan tersebut. (Sediaoetama, 2010).

Pengetahuan adalah salah satu faktor yang mempengaruhi seseorang dalam

berperilaku termasuk perilaku ibu terhadap pemenuhan gizi pada balita. Perilaku

ibu dalam mengasuh balitanya memiliki kaitan yang erat dengan status gizi pada

balita. Ibu dengan pola asuh yang baik akan cenderung memiliki anak dengan

status gizi yang baik pula, begitu juga sebaliknya, ibu dengan pola asuh gizi yang

kurang cenderung memiliki anak dengan gizi yang kurang pula (Virdani, 2012).

Pengetahuan gizi ibu sangat mempengaruhi keadaan gizi balita karena ibu

adalah seorang yang paling besar keterikatanya terhadap anak. Kebersamaan ibu

dan anaknya lebih besar dibandingkan sengan anggota keluarga yang lain sehingga

lebih mengerti segalah kebutuhan yang dibutuhkan anak, pengetahuan yang

dimiliki ibu menjadi kunci utama kebutuhan gizi balita terpenuhi, pengetahuan

didasari dengan pemahaman yang baik dapat menumbuhkan perilaku baru yang

baik pula, pengetahuan ibu tentang kebutuhan gizi yang dipahami dengan baik

akan diiringi dengan perilaku pemberian makanan bergizi bagi balita

(Cristin,2019).

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Kebiasaan makan balita termasuk dalam kategori cukup yaitu (28,6%) dan kurang

yaitu (71,4%).

2. Tingkat pengetahuan gizi ibu termasuk dalam kategori Cukup yaitu (24,5%) dan

kurang yaitu (75,5%).

B. Saran

1. Bagi masyarakat khusunya orang tua yang memiliki anak dengan status stunting

dianjurkan mengonsumsi makanan yang bergizi dan seimbang.

2. Bagi petugas kesehatan dan para kader posyandu memberikan perhatian yang lebih

dan secara komperensif terhadap pemantauan gizi pada balita yakni selain rutin

memantau status gizi balita juga dapat memberikan penyuluhan kepada orang tua

tentang gizi seimbang.

DAFTAR PUSTAKA
Abd Kadir A, (2016). Kebiasaan Makan dan Gangguan Pola Makan Serta Pengaruhnya
Terhadap Status Gizi Remaja. Journal Publikasi Pendidikan, Vol. 6, No, 1 : 50

Adriani & Wirjatmadi, (2014). Gizi dan Kesehata Balita Peranan Micro Zinc Pada
Pertumbuhan Balita. Jakarta : Kencana Penamedika Group.

Almatsier S, (2003). Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Amaliah Nurillah, dkk, (2016). Panjang Badan Lahir Pendek Sebagai Salah Satu Faktor
Determinan Keterlambatan Tumbuh Kembang Anak Umur 6- 23 Bulan Di Kelurahan
Jaticempaka, Kecamatan Pondok Gede, Kota Bekasi. Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 15
No 1.

Amigo H, Buston P, Radrigan ME. (1997). Is There Are Reationship Berween Prent’s Short
Height And Their Children Social Interclass Epidemiologic Study. Rev Med Chill.

Ani Margawati, Astri Mei Astuti, (2018). Pengetahuan Ibu, Pola Makan dan Status Gizi pada
Abak Stunting Usia 1-5 Tahun di Kelurahan Bangetayu, Kecamatan Genuk, Semarang.
Journal Departemen Ilmu Gizi

Arisma, (2004). Gizi Dalam Daur Kehidupan. EGC. Jakarta.

Astuti, Sri dkk. (2017). Asuhan Ibu Dalam Masa Kehamilan. Jakarta : Erlangga.

Cesar, Linda, Caroline, Pedro, Reina, (2008). Maternal and child Undernutrition:
Consequences For Adult health And Health and Human Capital:

Christina C, (2019). Hubungan Antara Pemberian Asi Ekslusif Dengan Status Gizi Anak Usia
12-24 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Pineleng Kabupaten Minahasa. Journal
Kesmas, Vol, 8. Np, 6. Hal 190

Clinton HR, (2014). Proyek Kesehatan dan Gizi Berbasis Masyarakat untuk Mengurangi
Stunting. MCA-Indonesia.

Darteh, E.K.M., Acquah, E., & Kumi-Kyereme, A., (2014). Correlates of. Stunting Among
Children in Ghana. BMC Public Health, Vol. 14 (1).

Engel, Menon dan Hadad, (1997). Care and Nutrition. Consepts and Measurements.
Wasington DC: FCND Discussion Paper No, 18.

Erna Eka Wijayanti, (2018). Hubungan antara BBLR, ASI Esklusif Dengan Kejadian Stunting
Pada Balita Usia 2-5 Tahun. Journal Kesehatan dr. Soebandi Vol. 7, No. 1 :36-41

Gibney, m., Margets, B., Kearney J., Arab L. (2009). Ilmu Gizi Masyaraktat. Jakarta: EGC.

Gershwin, (2004). Handbook of Nutrition and Immunity. New Jersey : Humana Press Inc

Hasdinah HR, (2014). Gizi, Pemanfaatan Gizi, Diet dan Obesitas. Yogyakarta: Nuha Medika
Izzati,I.S (2016). Hubungan Jenis Kelamin, Usia dan Riwayat Penyakit Infeksi dengan
Kejadian Stunting Anak di RSUD Semarang.

Karyadi, (1996). Kecukupan Gizi yang Dianjurkan. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Kementrian kesehatan Republik Indonesia. (2010). Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor


1995/MENKES/SK/XII/2010 tentang Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak.
Direktorat Bina Gizi: Jakarta

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, (2011). Buletin Jendela Data dan Informasi
Kesehatan, Jakarta: Kemenkes

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, (2013). Riset Kesehatan Dasar. Jakarta:


Balitbang Kemenkes RI

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, (2015). Infodation Situasi dan Analisiss Gizi,
Pusat data dan Informasi, PP.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, (2016) INFODATING, Situasi Balita Pendek.


Jakarta Selatan.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, (2018). Buku Saku Psemantauan Status Gizi
Tahun 2018.

Khomsan, (2004). Pangan dan gizi Untuk Kesehatan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Kukuh Eka, Nuryanto, (2014). Faktor Risiko Kejadian Stunting Pada Anak Usia 2- 3 Tahun
(Studi Di Kecamatan Semarang Timur) .Journal of Nutrition College, Volume 2, Nomor
4, Tahun 2013.

Linda, Adair, (1997). Age Spesific Determinants Of Stunting In Filipino Children. Journal Of
Nutrition. Vol 127, No 2, (314-320).

Monica Cristin Butarbutar, (2019). Tingkat Pengetahuan Ibu, Kebiasaan Maakan, dan Status
Gizi Anak Balita (3-5 Tahun) di Desa Pinang Sebatang Timur Kecamatan Tualang
Kabupaen Siak.

Notoatmodjo, soekidjo. (2003). Pendidikan Dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Pt Rineka


Cipta,

Notoatmodjo, soekidjo. (2007). Promosi Kesehatan Dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Pt


Rineka Cipta,

Notoatmodjo, soekidjo. (2012), Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Pt Rineka Cipta

Notoatmodjo, soekidjo. (2014), Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: Pt Rineka Cipta


Picauly dan Sarci Magdalena Toy, (2013). Analisis Determinan dan Pengaruh Stunting
Terhadap Prestasi Belajar Anak Sekolah Di Kupang Sumba Timur. Journal Gizi dan
Pangan, Vol, 8. No, 1.

Prendergast dan Humprey, (2014). The Stunting Syndrome in Developing Countries.


Paediatrics and International Child Health. Vol, 34, No, 4. (250-265)

Prehana, (2018). Hubungan Tingkat Pendidikan ,Pengetahuan Ibu dan Pendapat Orang Tua
dengan Status gizi Anak Baliata Usia 1-5 Tahun Di dewet Kecamatan Wonosari
Kabupaten Klaten.

Price dan Gwin, (2014). Pediatric Nursing: An Introductory Text. Canada: Elsevier.

Proverawati & Kusumawati, (2011). Ilmi Gizi Untuk Keperawatandan Gizi Kesehatan.
Yogyakarta: Nuha Medikawin.

Profil Puskesmas Tumubu-Tumbu Jaya. 2020. Data Status Gizi Balita. Kabupaten Konawe
Selatan.

Profil Dinas Kesehatan kabupaten Konawe selatan. 2017. Data Status Gizi Balita.

Pudjiadi (2001), Ilmu Gizi Klinis Pada Anak. Edisi Keempat. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.

Sediaoetama, (2010). Ilmu Gizi. Jakarta : Dian Rakyat.

Septiari, B. (2012). Mencetak Balita Cerdas dan Pola Asuh Orang Tua. Yogyakarta: Nuha
Medika.

Setyawati, (2018). Kajian Stunting berdasarkan umur dan jenis kelamin Di kota Semarang.
Jurnal University Research Colloqium.

Soegeng, Santoso, dkk. (2009). Kesehatan dan Gizi. Jakarta : PT. Rineka Cipta dan PT. Bina
Andiaksara

Stewart CP, Iannotti L, Dewey KG, Michaelsen KF & Onyango AW, (2013). Contextualizing
Complementary Feeding in a Broader Framework For Stunting Prevention. Maternal
dan Child Nutrition.

Sugiono, (2010). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D,
Bandung: Alfa Beta.

Suhardjo, (1996). Perencanaan Pangan dan Gizi. Bumi Aksara. Jakarta.

Supariasa, (2002). Pemantauan Status Gizi. Buku Kedokteran, Jakarta.

Supariasa, I.D.N. Bakri, B. dan Fajar, I. (2012). Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC.

Susanto, (1995). Pengorganisasian Masyarakat Memperkenalkan Kebiasaan Makan Yang


Baik. Widyakarya Nasional Khasiat Makanan Tradisional.
Sutomo dan Anggraeni, (2010). Makanan Sehat Pendamping Asi, Jakarta: Kencana:

Taguri, A. E. et al (2008). Risk factor for Stunting Among Under fives in Libya. Public Health
Nutrition: 12 (8). 1141-1149.

WHO. (2003). Global Strategy Fir Infant and young Child Feeding, Gevana

WHO, (2013). Childhood Stunting: Context, Causes and Consequences Conceptual


Framework 2013.

Wong, Dkk (2008). Buku Ajar Keperawatan Pedeatrik Wong. Edisi 6. Jakarta: EGC

Yang XL, Ye RW, Zheng JC, Jin K, Liu JM, & Ren AG, (2010). Analysis on influencing
Faktor For Stunting and Underweight Among Chilidren aged 3-6 Years in 15 Countie
Of Jiangsu and Zejiang Provinces, Zounghua Liucingbinggxue zazhi, Vol, 31. No, 5.
Hal 506-509.

Yustika AE. Buku Pelengkap Sistem Pembangunan Desa. 2015:41.

UNICEF. (1998). The State Of The World’s Children. Oxford University Press

UNICEF. (2012). Ringkasan Kajian Gizi. Jakarta: Pusat Promosi Kesehatan-Kemenkes RI;

Unicef Indonesia, (2013). Ringkasan Kajian Gizi Ibu dan Anak, Tersedia www.unicef.org
(diakses tanggal 03 november 2018).

Uripi V, (2004). Menu Sehat Untuk Balita. Jakarta: Puspa Swara.

Uripi, V. (2007). Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Ibu Dalam Pemenuhan Gizi Balita :

Sebuah Survai. Jurnal Keperawatan Indonesia, Vol 17, No.3 November 2014, hal 88-94

Zottareli, L., K., Sunil, T. S., & Rajaram, S., (2007). Influence Of Parental and
Socioekonomic Factors on Stunting in Children Under 5 Tahun in Egypt. Eastern
Mediterranen Health Journal. Vol, 13. No, 6. (1330-1342).
LAMPIRAN
Lampiran 1
KUESIONER KEBIASAAN MAKAN BALITA DAN PENGETAHUAN GIZI IBU
BALITA STUNTING USIA 24-59 BULAN DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS TUMBU-TUMBU JAYA KECAMATAN KOLONO TIMUR
KABUPATEN KONAWE SELATAN

1. No. Responden :
2. Data Responden
Nama Responden :
Usia :
Jenis Kelamin :
Pekerjaan :
Pendidikan terakhir :
3. Data Balita
Nama Balita :
Usia :
Jenis Kelamin :
Berat Badan :
Tinggi Badan :
KEBIASAAN MAKAN BALITA
1. Berapa kali balita makan utama dalam sehari ?
a) 3 kali
b) 2 kali
c) 1 kali
d) Lainnya………
2. Kapan saja balita makan dalam sehari ?
a) Pagi, siang, sore dan malam
b) Pagi, siang, dan malam
c) Pagi dan siang/malam
d) Pagi saja Lainnya………
3. Kapan saja makanan utama diberikan kepada balita ?
a) Pagi saja
b) Pagi dan siang
c) Siang dan malam
d) Pagi, siang, dan malam
4. Apakah balita mengkonsumsi makanan utama sesuai gizi seimbang (E, P, L, KH) dalam
sehari ?
a) Ya
b) Tidak
5. Berapa kali balita mengkonsumsi sumber karbohidrat dalam sehari?
a) 3 kali
b) 2 kali
c) 1 kali
d) Lainnya
6. Berapa kali balita mengkonsumsi lauk hewani dalam sehari ?
a) 3 kali
b) 2 kali
c) 1 kali
d) Lainnya
7. Berapa kali balita mengkonsumsi lauk nabati dalam sehari ?
a) 3 kali
b) 2 kali
c) 1 kali
d) Lainnya
8. Berapa kali balita mengkonsumsi sayur dalam sehari ?
a) 3 kali
b) 2 kali
c) 1 kali
d) Lainnya

9. Berapa kali balita mengkonsumsi buah dalam sehari ?


a) 3 kali
b) 2 kali
c) 1 kali
d) Lainnya
10. Berapa kali balita sarapan pagi dalam seminggu ?
a) 4-7 kali/minggu
b) 1-3 kali/minggu
c) Tidak pernah
11. Apa saja menu sarapan pagi balita ? Sebutkan…..
12. Berapa kali balita mengkonsumsi makanan selingan dalam sehari ?
a) < 2 kali/sehari
b) > 2 kali/sehari
c) Tidak pernah
d) Lainnya

PENGETAHUAN GIZI IBU


1. Apa yang dimaksud dengan Gizi Seimbang ?
a) Makanan yang beranekaragam sesuai kebutuhan
b)Makan sebelum lapar dan berhenti sebelum kenyang
c) Makan yang penting nikmat dan kenyang
2. Apa yang dimaksud dengan makanan yang bergizi ?
a) Dapat menyembuhkan penyakit
b) Dapat membantu proses pertumbuhan dan kesehatan
c) Dapat memberikan kenikmatan dan rasa kenyang
3. Apa manfaat gizi yang utama bagi balita?
a) Untuk memberikan postur tubuh yang menarik
b) Untuk pertumbuhan dan perkembangan balita
c) Untuk memperoleh kenikmatan dalam makan
4. Zat gizi berikut, manakah yang berfungsi sebagai zat pembangun tubuh ?
a) Karbohidrat
b) Protein
c) Lemak
5. Manakah contoh bahan makanan berikut yang termasuk sumber protein hewani ?
a)Jagung
b)Udang
c) Kedelai
6. Manakah contoh bahan makanan berikut sebagai sumber protein nabati ?
a) Kentang
b) Beras
c) Tempe
7. Zat gizi manakah yang berfungsi sebagai zat tenaga untuk tubuh ?
a) Karbohidrat
b) Protein
c) Lemak
8. Manakah bahan makanan berikut yang merupakan sumber karbohidrat bagi tubuh ?
a) Nasi
b) Tempe
c) Bayam
9. Zat gizi manakah yang berfungsi sebagai zat pengatur metabolism tubuh ?
a) Vitamin dan Mineral
b) Karbohidrat
c) Protein
10. Manakah contoh bahan makanan yang banyak mengandung serat ?
a) Udang dan ikan
b) Sayur dan buah
c) Susu dan telur
MASTER TABEL
MASTER TABEL
GAMBARAN KEBIASAAN MAKAN BALITA DAN PENGETAHUAN GIZI IBU BALITA STUNTING USIA 24-59 BULAN DI WILAYAH KERJA
TUMBU-TUMBU JAYA KECAMATAN KOLONO TIMUR 
KABUPATEN KONAWE SELATAN
Karakteristik Responden Karakteristik Sampel Kebiasaan Makan Tingkat Pengetahuan Ibu
No Status Gizi
Nama Ibu Umur (thn) Pekerjaan Pendidikan Nama Balita Tanggal Lahir Usia (bln) Jenis Kelamin skor % kategori skor % kategori
BB PB z-score kategori
1 Ny. An 25 IRT SMP An. Af 1/7/2019 27 bulan Laki-laki 10 74 -5.1 sangat pendek 6 50 kurang 5 50 kurang
2 Ny. Ma 24 IRT SMA An. Il 4/6/2019 24 bulan Laki-laki 8 69 -6.3 sangat pendek 5 41.6 kurang 4 40 kurang
3 Ny. Hl 32 IRT SMP An. RZ 3/10/2017 42 bulan Laki-laki 11 85 -3.7 sangat pendek 7 58 kurang 7 70 cukup
4 Ny. Ai 22 IRT SMA An. As 2/9/2018 31 bulan Perempuan 10 76 -4.4 sangat pendek 5 41.6 kurang 5 50 kurang
5 Ny. Sr 27 Wirausaha SMA An. Fn 8/2/2018 38 bulan Perempuan 8,5 79 -3 pendek 8 66 cukup 9 90 kurang
6 Ny. Rn 20 IRT SMP An. Sj 20/3/2018 37 bulan Laki-laki 10 83 -3.3 sangat pendek 9 75 cukup 8 80 cukup
7 Ny. Mr 35 IRT SMA An. Ai 27/2/2018 38 bulan Laki-laki 12 75 -5.9 sangat pendek 6 50 kurang 5 50 kurang
8 Ny. Hr 33 IRT SMP An. SF 9/10/2016 54 bulan Perempuan 14,4 93,4 -2.8 pendek 7 58 kurang 5 50 kurang
9 Ny. Jl 37 IRT SMP An. AZ 19/10/2016 54 bulan Laki-laki 13 87 -4.5 sangat pendek 4 33.3 kurang 5 50 kurang
10 Ny. Fr 40 IRT SMP An. Nr 12/1/2017 51 bulan Perempuan 10,9 82 -5.1 sangat pendek 5 41.6 kurang 4 40 kurang
11 Ny. Ww 26 IRT SMA An. Mh 16/11/2017 41 bulan Laki-laki 11 85 -3.6 sangat pendek 9 75 cukup 5 50 kurang
12 Ny. Al 40 IRT SMA An. Ar 27/1/2017 51 bulan Laki-laki 12 90 -3.5 sangat pendek 10 83,3 cukup 7 70 cukup
13 Ny. Rh 37 IRT SMP An. Dk 4/10/2017 42 bulan Laki-laki 11,5 86 -3.5 sangat pendek 6 50 kurang 5 50 kurang
14 Ny. Hs 32 IRT SMA An. Ax 29/10/2017 42 bulan Laki-laki 14,5 84 -4 sangat pendek 7 58 kurang 4 40 kurang
15 Ny. Md 35 IRT SMP An. AS 19/3/2018 37 bulan Perempuan 10,8 80 -4.1 sangat pendek 5 41.6 kurang 5 50 kurang
16 Ny. Yn 36 Wirausaha S1 An. Lj 26/7/2016 56 bulan Perempuan 13 94 -2.7 pendek 10 83.3 cukup 5 50 kurang
17 Ny. Er 20 IRT SMP An.Ma 14/11/2016 53 bulan Laki-laki 12 90 -3.7 sangat pendek 4 33.3 kurang 7 70 cukup
18 Ny. Rs 40 IRT SMA An.Af 28/7/2017 45 bulan Laki-laki 11,9 90,1 -2.8 pendek 9 75 cukup 8 80 cukup
19 Ny. An 40 Wirausaha S1 An. LDII 17/5/2017 47 bulan Laki-laki 12 89 -3.3 sangat pendek 6 50 kurang 5 50 kurang
20 Ny. Ft 28 IRT SMA An. AD 8/1/2018 39 bulan Laki-laki 12 89 -2.4 pendek 8 66 cukup 8 80 cukup
21 Ny. Sy 19 IRT SMP An. Ms 7/7/2018 33 bulan Perempuan 11,9 80,1 -3.6 sangat pendek 6 50 kurang 4 40 kurang
22 Ny. As 29 IRT SMA An. Am 3/5/2018 37 bulan Laki-laki 12 80 -4.5 sangat pendek 5 41.6 kurang 5 50 kurang
23 Ny. Wy 27 Wirausaha SMA An. MR 29/12/2017 40 bulan Laki-laki 10 83 -4 sangat pendek 7 58 kurang 7 70 cukup
24 Ny. Ym 34 Wirausaha SMA An. AL 3/10/2017 40 bulan Laki-laki 13,9 87 -3 pendek 9 75 cukup 6 60 cukup
25 Ny, Nr 35 IRT S1 An. Ar 30/1/2018 39 bulan Laki-laki 11 85 -3.4 sangat pendek 7 58 kurang 5 50 kurang
26 Ny. Na 24 Wirausaha SMA An. As 21/4/2017 48 bulan Perempuan 11,5 89 -3.4 sangat pendek 6 50 kurang 8 80 cukup
27 Ny.Ir 39 IRT SMP An. Rap 21/3/2017 49 bulan Laki-laki 12 90 -3.3 sangat pendek 6 50 kurang 5 50 kurang
28 Ny. S 30 IRT S1 An Nhj 9/9/2018 31 bulan Perempuan 8 78 -3.8 sangat pendek 4 33.3 kurang 5 50 kurang
29 Ny.Nh 31 IRT SMP An. Na 5/10/2018 30 bulan Perempuan 8,6 80 -3 pendek 9 75 cukup 7 70 cukup
30 Ny. WR 22 IRT SMP An. Il 29/12/2017 40 bulan Perempuan 10,9 81 -4.3 sangat pendek 5 41.6 kurang 4 40 kurang
31 Ny. Fy 23 IRT SMA An. F 7/10/2017 42 bulan Laki-laki 11 81 -4.7 sangat pendek 5 41.6 kurang 4 40 kurang
32 Ny. Sh 27 IRT SMA An. Wn 26/3/2017 49 bulan Perempuan 11,5 89,5 -3.2 sangat pendek 6 50 kurang 7 70 cukup
33 Ny. S 35 Wirausaha SMA An. Pr 23/6/2017 46 bulan Laki-laki 11,5 88,3 -3.4 sangat pendek 8 66 cukup 5 50 kurang
34 Ny. Rz 37 Wirausaha S1 An, NA 16/7/2017 45 bulan Perempuan 11 88 -3.1 sangat pendek 7 58 kurang 4 40 kurang
35 Ny. H 32 IRT SMA An. Ad 23/1/2018 39 bulan Laki-laki 12,5 84 -3.7 sangat pendek 4 33.3 kurang 5 50 kurang
36 Ny. A 40 IRT S1 An. H 21/1/2018 39 bulan Perempuan 9 77 -5 sangat pendek 6 50 kurang 5 50 kurang
37 Ny.S 26 IRT SMA An.A 8/7/2017 45 bulan Perempuan 10 72,1 -6.9 sangat pendek 7 58 kurang 4 40 kurang
38 Ny. Jy 25 IRT S1 An. Hm 10/10/2018 29 bulan Perempuan 10,4 77 -2.6 pendek 10 83 cukup 4 40 kurang
39 Ny.M 40 IRT SMP An. D 28/3/2018 37 bulan Laki-laki 9 78 -5.1 sangat pendek 6 50 kurang 5 50 kurang
40 Ny. R 26 IRT SMA An.My 21/5/2017 35 bulan Laki-laki 12,3 89 -2.9 pendek 8 66 cukup 5 50 kurang
41 Ny. I 29 IRT SMA An. An 8/7/2017 45 bulan Perempuan 8,5 98 -2.1 pendek 7 58 kurang 4 40 kurang
42 Ny. An 31 IRT S1 An. Rr 7/8/2017 44 bulan Perempuan 9,9 89 -2.8 pendek 9 75 cukup 4 40 kurang
43 Ny. MA 30 IRT SMA An. AZS 18/2/19 26 bulan Laki-laki 8,2 73 -4.9 sangat pendek 7 58 kurang 4 40 kurang
44 Ny, Rz 40 IRT SMP An. Af 9/6/2018 34 bulan Laki-laki 10,8 82 -3.5 sangat pendek 7 58 kurang 5 50 kurang
45 Ny. Hd 29 IRT SMA An. F 5/3/2018 37 bulan Perempuan 12,,7 85 -2.8 pendek 9 75 cukup 5 50 kurang
HASIL PENGOLAHAN DATA

Pendidikan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
16 32,6 32,6 32,6
25 51,1 51,1 51,1
8 17,3 17,3 17,3
49 100,0 100,0 100.0

Pekerjaan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Ibu rumah tangga 41 83,6 83,6 83,6
wirausaha 8 16,4 16,4 16,4
49 100,0 100,0 100.0

Jenis kelamin
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Laki-laki 30 61,3 61,3 61,3
perempuan 19 38,7 38,7 38,7
49 100,0 100,0 100.0

Umur
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
10 20,5 20,5 20,5
37-59 39 79,5 79,5 79,5
49 100,0 100,0 100.0

Kebiasaan makan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
12 24,5 24,5 24,5
3775,5 75,5 75,5

49 100,0 100,0 100.0

Pengetahuan gizi ibu


Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
9 18,4 18,4 18,4
Cukup 30 61,2 61,2 61,2
Kurang 10 20,4 20,4 20,4
49 100,0 100,0 100.0

Anda mungkin juga menyukai