Tugas Akhir
Disusun sebagai Salah Satu Syarat untuk Menyelesaikan Pendidikan Diploma III Gizi
OLEH :
MINARNI
NIM. P00331018068
Tugas Akhir
MINARNI
NIM. P00331018068
Pembimbing Utama,
12 juli 2021
Pembimbing Pendamping,
12 juli 2021
Tugas Akhir
OLEH
MINARNI
NIM.P00331018068
1. Dr. Sultan Akbar Toruntju, SKM, M.Kes Ketua Dewan Penguji ………………..
Mengetahui:
Ketua Jurusan Gizi Poltekkes Kendari Ketua Program Studi D.III Gizi
RINGKASAN
Minarni
Di bawah bimbingan
Sultan Akbar Toruntju dan Teguh F. Rahman
Latar Belakang : stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh asupan
gizi yang kurang dalam waktu cukup lama akibat pemberian makanan yang tidak sesuai
dengan kebutuhan gizi. Stunting dapat terjadi mulai dari janin masih dalam kandungan dan
baru nampak saat anak berusia dua tahun. Stunting disebabkan oleh faktor multi dimensi dan
balita. Intervensi yang paling menentukan untuk dapat mengurangi prevalensi stunting oleh
karenanya perlu dilakukan pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) dari anak balita.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Gambaran Kebiasaan Makan Balita dan
Pengetahuan Gizi Ibu Balita Stunting Usia 24-59 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Tumbu-
Tumbu Jaya Kecamatan Kolono Timur Kabupaten Konawe Selatan.
Metode Penelitian : Jenis penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan
survey. Dilaksanakan pada bulan april 2021 di Wilayah Kerja Puskesmas Tumbu-Tumbu Jaya
Kecamatan Kolono Timur Kabupaten Konawe Selatan. Sampel adalah semua ibu yang
memiliki balita stunting usia 24-59 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Tumbu-Tumbu Jaya
yaitu 49 balita dengan teknik pengambilan sampel menggunakan cara purposive sampling.
Data tentang kebiasaan makan balita dan pengetahuan gizi ibu balita Stunting diperoleh
melalui wawancara mengunakan kuesioner. Analisis data dengan cara deskriptif dan
penyajian data menggunakan narasi dan tabel disertai dengan penjelasan.
Hasil : Hasil penelitian kebiasaan makan balita termasuk kategori Cukup yaitu (28,6%) dan
Kurang yaitu (71,4%). Sedangkan pengetahuan gizi ibu balita stunting termasuk dalam
kategori Cukup yaitu (24,5%) dan Kurang yaitu (75,5%).
Kata Kunci : Kebiasaan Makan Balita, Pengetahuan Gizi Ibu, Stunting dan Balita.
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan Rahmat dan Karunia-Nya
sehingga penyusunan Karya Tulis Ilmiah yang Berjudul “Gambaran Kebiasaan Makan
Balita dan Pengetahuan Gizi Ibu Balita Stunting Usia 24-59 Bulan Di Puskesmas
Proses penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini telah melewati perjalanan panjang dalam
penyusunan yang tentunya tidak lepas dari bantuan moril dan materi pihak lain. Karena itu
sudah sepatutnya penulis dengan segala kerendahan dan keiklasan hati menyampaikan ucapan
tua tercinta ayahanda La ode Mesi dan ibunda Jania yang telah memberikan kasih
sayang dan doa restu, sehingga ridho Allah SWT, penulis sukses menyelesaikan kuliah
pada Poltekkes Jurusan Gizi Kendari. Tak lupa pula untuk sahabat terbaik saya Vivin
Septiyani, Nining, Adzzahrah S, Dina Salsabila Mulia, Nur Aica, Emartika Ningsih,
Rini Rahayu, Nur Arifah Kamarudin, Elsa Hamid Rundu, Indriyani yang telah
Akhir kata penulis menyataka bahwa dalam penyusunan Karya Ilmiah Tulis
Ilmiah ini masi jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
sifatnya membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan Proposal ini. Atas
MINARNI
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN..................................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN DEWAN PENGUJI.................................................. iii
RINGKASAN.............................................................................................................. iv
KATA PENGANTAR................................................................................................. v
DAFTAR ISI................................................................................................................ vii
DAFTAR TABEL....................................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR................................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN............................................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah............................................................................................. 5
C. Tujuan Penelitian.............................................................................................. 5
D. Manfaat penelitian............................................................................................ 5
E. Keaslian Penelitian…………............................................................................ 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Telaah Pustaka.................................................................................................. 9
1. Tinjauan Tentang Balita.............................................................................. 9
2. Tinjauan Tentang Karakteristik Ibu............................................................ 15
3. Tinjauan Tentang Kebiasaan Makan Balita................................................ 18
4. Tinjauan Tentang Pengetahuan Gizi Ibu..................................................... 21
5. Tinjauan Tentang Stunting.......................................................................... 24
B. Kerangka Teori dan Kerangka Konsep............................................................. 28
BAB III METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian........................................................................................ 30
B. Waktu dan Tempat Penelitian........................................................................... 30
C. Populasi dan Sampel......................................................................................... 30
D. Variabel Penelitian............................................................................................ 32
E. Jenis dan Pengumpulan Data............................................................................ 32
F. Pengolahan Data dan Analisis Data.................................................................. 33
G. Definisi Operasional......................................................................................... 34
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil ................................................................................................................. 36
B. Pembahasan ...................................................................................................... 43
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ...................................................................................................... 49
B. Saran ................................................................................................................ 49
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................. 50
LAMPIRAN.................................................................................................................
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
Nomor Halaman
1. Kerangka Teori................................................................................................. 28
2. Kerangka Konsep ............................................................................................. 29
3. Gambar peta wilayah kerja puskesmad tumbu-tumbu jaya…………………. . 37
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
1. Kuesioner Kebiasaan Makan Balita dan Pengetahuan Gizi Ibu Balita Stunting
2. Master Tabel Pengumpulan Data
3. Hasil Analisis Statistik
4. Dokumentasi
5. Surat-surat Kelengkapan KTI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia selalu berusaha melakukan penanganan dan perubahan yang lebih baik
dalam masalah gizi. Proses tumbuh kembang balita sangat dipengaruhi oleh masalah gizi
dan hal ini dapat menghambat proses tersebut. Jika hal ini terus dibiarkan, balita pendek
semakin berisiko tumbuh menjadi orang dewasa yang kurang sehat, lebih rentan terhadap
penyakit tidak menular, kurang berpendidikan, dan miskin (UNICEF, 2012). Masalah gizi
kronis yang disebabkan oleh asupan gizi yang kurang dalam waktu cukup lama akibat
pemberian makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi yaitu stunting (Clinton HR,
2014).
Masalah stunting (anak pendek) merupakan salah satu permasalahan gizi yang
terhambatnya pertumbuhan mental. Hal ini menjadi ancaman serius terhadap keberadaan
anak-anak sebagai generasi penerus suatu bangsa. Anak pendek merupakan prediktor
buruknya kualitas sumber daya manusia yang diterima secara luas, yang selanjutnya
menurunkan kemampuan produktif suatu bangsa di masa yang akan datang (Unicef
Indonesia, 2013).
Stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh asupan gizi yang
kurang dalam waktu cukup lama akibat pemberian makanan yang tidak
dan baru nanpak saat anak berusia dua tahun (Kemenkes RI, 2016)
Stunting disebabkan oleh faktor multi dimensi dan tidak hanya disebabkan oleh faktor gizi
buruk yang dialami oleh ibu hamil maupun anak balita. Intervensi yang paling
menentukan untuk dapat mengurangi prevalensi stunting oleh karenanya perlu dilakukan
pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) dari anak balita (Yustika, 2015).
(WHO), Indonesia pada tahun 2015 sebesar 36,4%. Artinya lebih dari sepertiga atau
sekitar 8,8 juta balita mengalami masalah gizi di mana tinggi badannya di bawah standar
sesuai usianya. Namun, berdasarkan pemantauan Status Gizi (PSG) 2017, balita yang
mengalami stunting tercatat sebesar 26,6%. Angka tersebut terdiri dari 9,8% masuk
kategori sangat pendek dan 19,8% kategori pendek. Sedangkan prevalensi stunting di
Indonesia berdasarkan data Riskesdas tahun 2018 angka stunting atau anak tumbuh
pendek turun dari 37,2% menjadi 30,8% (Kementerian Kesehatan RI, 2018).
Di Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2016 prevalensi pendek anak balita yaitu
20,6%, dan sangat pendek 8,9%. Namun berdasarkan Pemantauan Status Gizi (PSG)
2017, mengalami peningkatan, prevalensi pendek anak balita 21,2% dan sangat pendek
yaitu 15,2%. Kemudian pada tahun 2018 prevalensi balita yang mengalami stunting
tahun 2015 yaitu 32,3%, sedangkan prevalensi stunting tahun 2016 mengalami penurunan
sebanyak 30,8% dan prevalensi stunting tahun 2017 mengalami peningkatan sebanyak
37,5%, (Dinkes, 2017). Prevalensi Stunting di Kecamatan Kolono Timur yang memiliki
jumlah balita stunting sebanyak 31% balita menurut data kunjungan posyandu pada bulan
Dampak dari stunting bukan hanya gangguan pertumbuhan fisik anak, tapi
mempengaruhi pula pertumbuhan otak anak balita. Lebih banyak anak ber-IQ rendah di
kalangan anak stunting dibanding dengan di kalangan anak yang tumbuh dengan baik.
Banyak faktor yang mempengaruhi stunting, diantaranya berat badan lahir rendah,
status ekonomi keluarga, pemberian ASI ekslusif, pemberian MP-ASI dan Pelayanan
Kesehatan Ibu hamil. Berat badan lahir rendah merupakan salah satu faktor risiko stunting
pada anak balita yang dapat disebabkan karena kurangnya pemenuhan zat gizi pada masa
kehamilan. Kurangnya zat gizi yang diasup Ibu selama masa kehamilan dapat
menyebabkan pertumbuhan janin tidak optimal yang mengakibatkan bayi yang lahir
Salah satu faktor yang mempengaruhi status gizi balita yaitu kebiasaan atau
budaya Sebagian masyarakat tradisional masih melakukan kebiasaan yang tidak baik
untuk kondisi kesehatan balita, seperti memberikan air kelapa dan air tajin kepada bayi
baru lahir dan kemudian memberikan makanan. Hal tersebut menunjukkan masih kuatnya
kepercayaan masyarakat terkait MP-ASI yang keliru seperti pemberian makanan prelaktal
pada bayi baru lahir, adanya anggapan anak akan rewel jika tidak diberi makanan padat
seperti pisang, atau anak tidak akan kenyang kalau hanya diberi ASI (Christina C, 2019).
Kebiasaan makan adalah tingkah laku manusia atau kelompok dalam memenuhi
makan individu atau kelompok memilih pangan dan mengkonsumsinya sebagai reaksi
terhadap pengaruh fisiologis, psikologis, sosial dan budaya. Kebiasaan makan yang
terbentuk sejak kecil dapat dipengaruhi oleh berbagai hal sosial antara lain perbedaan
etnis, tingkat ekonomi, geografi, iklim, agama dan kepercayaan serta tingkat kemajuan
Hasil penelitian Picauly dan Sarci Magdalena Toy (2013), menunjukan bahwa ibu
Stunting dibandingkan pengetahuan gizi baik. Pengetahuan seorang ibu dibutuhkan dalam
perawatan anaknya, dalam hal pemberian dan penyediaan makanannya, sehingga anak
Menurut Astuti (2017), Ibu dengan tingkat pendidikan tinggi cenderung memiliki
pengetahuan yang luas dan mudahnya menangkap informasi baik dari pendidikan formal
yang mereka tempuh maupun dari media massa (cetak dan elektronik) untuk menjaga
kesehatan anak dalam mencapai status gizi yang baik sehingga perkembangan anaknya
akukan penelitian dengan judul “Gambaran Kebiasaan Makan Balita Dan Pengetahuan
Gizi Ibu Balita Stunting Usia 24-59 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Tumbu-Tumbu
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah pada penelitian ini
adalah “ Bagaimana Gambaran Kebiasaan Makan Balita Dan Pengetahuan Gizi Ibu
Balita Stunting Usia 24-59 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Tumbu-Tumbu Jaya
1. Tujuan Umum
Ibu Balita Stunting Usia 24-59 bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Tumbu-Tumbu
2. Tujuan Khusus
a. Untuk Mengetahui Gambaran Kebiasaan Makan Balita Stunting Usia 24-59 Bulan
b. Untuk Mengetahui Gambaran Pengetahuan Gizi Ibu Balita Stunting Usia 24-59
D. Manfat Penelitian
Diharapkan penilitian ini dapat dijadikan sebagai bahan tinjauan untuk dapat menjadi
pembanding hasil.
makan dan pengetahuan gizi ibu Balita Stunting Di wilayah Kerja Puskesmas Tumbu-
TINJAUAN PUSTAKA
A. Telaah Pustaka
a. Pengertian Balita
Anak Bawah Lima Tahun atau sering disingkat sebagai anak balita adalah
anak yang telah menginjak usia di atas satu tahun atau lebih popular dengan usia
anak di bawah lima tahun, atau biasa juga digunakan perhitungan bulan yaitu usia
24-59 bulan. Para ahli menggolongkan usia balita sebagai tahapan perkembangan
anak yang cukup rentan terhadap berbagai serangan penyakit, termasuk penyakit
yang disebabkan oleh kekurangan atau kelebihan asupan nutrisi jenis tertentu.
Setiap tahun lebih dari sepertiga kematian anak di dunia berkaitan dengan masalah
kurang gizi (Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI, 2015).
Balita adalah istilah umum bagi anak usia 1-3 tahun (batita) dan anak
prasekolah (3−5 tahun). Saat usia batita, anak masih tergantung penuh kepada
orang tua untuk melakukan kegiatan penting, seperti mandi, buang air, dan makan.
lain masih terbatas. Masa balita merupakan periode penting dalam proses tumbuh
tumbuh kembang di usia ini merupakan masa yang berlangsung cepat dan tidak
akan pernah terulang, karena itu sering disebut golden age atau masa keemasan
(Uripi V, 2004).
b. Karakteristik Balita
Menurut karakteristik, balita terbagi dalam dua kategori yaitu anak usia 1-3
tahun (batita) dan anak usia prasekolah. Anak usia 1-3 tahun merupakan konsumen
pasif, artinya anak menerima makanan dari apa yang disediakan ibunya. Laju
pertumbuhan masa batita lebih besar dari masa usia prasekolah sehingga
diperlukan jumlah makanan yang relatif besar. Namun perut yang masih lebih
kecil menyebabkan jumlah makanan yang mampu diterimanya dalam sekali makan
lebih kecil dari anak yang usianya lebih besar. Oleh karena itu, pola makan yang
diberikan adalah porsi kecil dengan frekuensi sering pada usia prasekolah anak
menjadi konsumen aktif. Mereka sudah dapat memilih makanan yang disukainya,
(Septiari, 2012).
Karakteristik anak usia balita (terutama anak usia di bawah tiga tahun atau
todler) adalah sangat egosentris. Selain itu, anak juga mempunyai perasaan takut
pada ketidaktahuannya sehingga anak perlu diberi tahu tentang apa yang terjadi
padanya. Misalnya, pada saat akan diukur suhu tubuhnya, anak akan merasa takut
melihat alat yang ditempelkan pada tubuhnya. Oleh karena itu, jelaskan bagaimana
Pada usia ini anak juga mulai bergaul dengan lingkungannya atau
perilaku. Pada masa ini anak akan mencapai fase gemar memprotes sehingga
mereka akan mengatakan tidak terhadap setiap ajakan. Pada masa ini berat badan
anak cenderung mengalami penurunan, akibat dari aktivitas yang mulai banyak
1) Usia Balita
umum bagi anak usia 1-3 tahun (batita) dan anak prasekolah (3-5 tahun). Saat
usia batita, anak masih tergantung penuh kepada orang tua untuk melakukan
kegiatan penting, seperti mandi, buang air dan makan. Perkembangan berbicara
dan berjalan sudah bertambah baik. Namun kemampuan lain masih terbatas.
Usia anak yang sering ditemukan dengan kejadian stunting adalah usia 24 bulan
2) Jenis Kelamin
motorik kasar anak laki-laki lebih cepat dan beragam sehingga membutuhkan
energi lebih banyak. Peningkatan resiko kejadian stunting pada balita laki-laki
berkaitan dengan pemberian makanan tambahan yang terlalu dini dan kejadian
diare yang lebih sering daripada balita perempuan. Selain itu, diduga adanya
karena ukuran tubuh lebih besar dan membutuhkan asupan lebih besar, jika
tidak terpenuhi dalam jangka waktu lama akan meningkatkan risiko gangguan
asupan makan tidak terpenuhi dan kondisi tersebut terjadi dalam jangka waktu
Berat lahir yang dikategori-kan normal (≥2500 g) dan rendah. Menurut Price
dan Gwin (2014) dalam Lainua (2016), Berat badan lahir rendah dan prematur
peningkatan morbiditas dan mortalitas bayi baru lahir. Berat bayi yang kurang
saat lahir beresiko besar untuk hidup selama persalinan maupun sesudah
persalinan. Dikatakan berat badan lahir rendah apabila berat bayi kurang dari
2500 gram. Bayi prematur mempunyai organ dan alat tubuh yang belum
berfungsi normal untuk bertahan hidup di luar rahim sehingga semakin muda
4) Panjang Lahir
yang kurang akibat kekurangan energi dan protein yang diderita waktu lampau
pra-hamil dan ibu hamil berdampak pada lahirnya anak yang IUGR dan Berat
Badan Lahir Rendah (BBLR), kondisi IUGR hampir separuhnya terkait dengan
status gizi ibu selain itu faktor lain dari penyebab terjadinya IUGR ini adalah
ditentukan oleh usia, jenis kelamin, aktivitas, berat badan, dan tinggi badan.
Antara asupan zat gizi dan pengeluarannya harus ada keseimbangan sehingga
Kebutuhan gizi pada masa balita membutuhkan lebih banyak nutrisi karena
masa balita (usia 1-5 tahun) adalah periode keemasan. Periode kehidupan yang
sangat penting bagi perkembangan fisik dan mental, pada masa ini pula balita
mulai banyak melakukan dan menemukan hal-hal baru. Dalam hal ini, nutrisi yang
baik memegang peranan penting (Hasdinah HR, 2014). Kebutuhan gizi yang harus
dipenuhi pada masa balita diantaranya energi dan protein. Kebutuhan energi sehari
anak untuk tahun pertama kurang lebih 100-120 kkal/kg berat badan. Untuk tiap 3
bulan pertambahan umur, kebutuhan energi turun kurang lebih 10 kkal/kg berat
badan. Energi dalam tubuh diperoleh terutama dari zat gizi karbohidrat, lemak, dan
Kebutuhan energi bayi dan balita relatif besar dibandingkan dengan orang
protein balita, FAO menyarankan konsumsi protein sebesar 1,5-2 g/kg BB, dimana
2/3 diantaranya didapat dari protein bernilai biologi tinggi. Pada umur 3-5 tahun
konsumsi protein menjadi 1,57 g/kg hari (Adriani & Wirjatmadi 2014). Protein
dalam tubuh digunakan untuk pertumbuhan otot dan imunitas tubuh. Kecukupan
protein ini hanya dapat dipakai dengan syarat kebutuhan energi terpenuhi. Bila
kebutuhan energi tidak terpenuhi, maka sebagian protein yang dikonsumsi akan
energi lebih tinggi karena akan digunakan untuk sintesis jaringan baru yang
susunannya sebagian besar terdiri dari protein (Karyadi dan Muhilal, 1985 dalam
Adriani & Wirjatmadi, (2014). Berikut angka kecukupan energi dan protein pada
balita. Berikut table angka kecukupan energi dan protein menurut kelompok umur.
bahwa ada hubungan konsumsi energi dengan status gizi balita pada keluarga
nelayan, hal senada juga diketahui ada hubungan antara tingkat konsumsi protein
dengan status gizi balita. Dari 21 balita yang tingkat konsumsi protein kurang, 20
(95,2%) balita mengalami gizi kurang. Sedangkan dari 29 balita yang tingkat
Tinggi badan orang tua berkaitan dengan stunting. Ibu yang pendek
Egypt menunjukkan bahwa anak yang lahir dari ibu tinggi badan < 150 cm
memiliki risiko lebih tinggi untuk tumbuh menjadi stunting (Zottareli , L., K.,
Sunil, T. S., & Rajaram, S., 2007). Banyak faktor yang mempengaruhi durasi
kehamilan. Jenis kelamin, urutan kelahiran, dan bayi kembar dapat meningkatkan
risiko berat bayi lahir rendah, sebagian besar dipengaruhi oleh pertambahan berat
badan ibu pada masa konsepsi, perempuan bertumbuh pendek maupun perempuan
yang tinggal di dataran tinggi, dan perempuan yang melahirkan di usia muda
memiliki risiko lebih tinggi untuk memiliki bayi yang lebih kecil. Tinggi badan
merupakan salah satu bentuk dari ekspresi genetik, dan merupakan faktor yang
diturunkan kepada anak serta berkaitan dengan kejadian stunting. Anak dengan
orang tua yang pendek, baik salah satu maupun keduanya, lebih berisiko untuk
tumbuh pendek dibanding anak dengan orang tua yang tinggi badannya normal
(Supariasa, 2002).
kurang gizi. Ibu pada kelompok umur yang paling tinggi memiliki anak dengan
resiko kejadian stunting adalah ibu dengan tinggi badan kurang dari 155 cm (Yang
XL, Ye RW, Zheng JC, Jin K, Liu JM, & Ren AG ; 2010).
Orang tua yang pendek karena gen dalam kromosom yang membawa sifat
anaknya. Tetapi bila sifat pendek orang tua disebabkan karena masalah nutrisi
maupun patologis, maka sifat pendek tersebut tidak akan diturunkan kepada
b. Usia Ibu
stunting di Ghana. Ibu dengan usia 35-44 tahun lebih berisiko melahirkan anak
yang stunting pada penelitian yang dilakukan pada 2379 anak di Ghana. Selain itu
faktor risiko lainnya adalah wilayah tempat tinggal dan jumlah anak dalam
anggota keluarga. (Darteh, E.K.M., Acquah, E., & Kumi-Kyereme,A., 2014). Pada
penelitian yang dilakukan oleh Nguyen Ngoc Hien & Sin Kam (2008) di Vietnam
menungkapkan bahwa usia ibu 35 tahun memiliki resiko anak lahir dengan
malnutrisi seperti underweight, stunting dan wasting. Usia ibu muda (35 tahun)
c. Pendidikan Ibu
Pengetahuan gizi ibu bisa menjadi penentu status gizi anak-anak maupun
ibu itu sendiri. menurut Engel, Menon dan Hadad (1997) tingkat pendidikan yang
dan sarana kesehatan yang ada. Tingkat pendidikan ibu yang rendah dan
pendapatan yang juga rendah umumnya menyebabkan kepercayaan diri ibu dalam
mengakses sarana gizi dan kesehatan seperti Posyandu dan Puskesmas, termasuk
aktivitas bina keluarga balita (BKB) rendah, sehingga amat perlu untuk dimotivasi.
dengan kader umumnya sudah tua dan tidak terjadi regenerasi yang baik.
kualitas dan kuantitas kader posyandu diperlukan dalam memperbaiki status gizi
d. Pekerjaan Ibu
Pekerjaan ibu Hasil analisis regresi logistik menunjukkan bahwa ibu yang
ibu yang tidak bekerja. Hal ini berarti bahwa jika ibu bekerja maka akan diikuti
bahwa ibu-ibu yang bekerja tidak mempunyai cukup waktu untuk memperhatikan
makanan anak yang sesuai dengan kebutuhan dan kecukupan serta kurang
makhluk hidup. Bagi manusia makanan tidak hanya berfungsi untuk mengenyangkan,
tetapi yang lebih penting lagi adalah fungsinya dalam memelihara kesehatan tubuh
melalui manfaat zat-zat gizi yang terkandung didalamnya. Kebiasaan makan adalah
ekspresi setiap individu dalam memilih makanan yang akan membentuk pola perilaku
makan. Oleh karena itu, ekspresi setiap individu dalam memilih makanan akan
Kebiasaan makan adalah tingkah laku manusia atau kelompok manusia dalam
faktor lingkungan seperti lingkungan budaya, alam serta populasi. Kebiasaan makan
dipengaruhi oleh lingkungan khususnya budaya, yang secara umum sulit untuk diubah
(Khomsan 2004).
dikonsumsi tiga kali sehari yaitu waktu makan pagi, makan siang dan makan
benar, yaitu :
1) Sumber energi atau tenaga, yaitu padi-padian atau sereal seperti beras, jagung
2) Sumber protein atau sumber zat pembangun, yaitu sumber protein hewani,
seperti : daging, ayam, telur, susu dan keju serta sumber protein nabati seperti
merah, serta hasil olahan seperti tempe, tahu, susu kedelai dan oncom. Hal ini
3) Sumber zat pengatur seperti sayuran dan buah. Sayuran diutamakan yang
berwarna hijau dan kuning jingga, seperti bayam, daun singkong, daun katuk,
kuning jingga, kaya serat dan yang berasa asam seperti pepaya, mangga, nanas,
nangka masak, jambu biji, apel, sirsak dan jeruk. Zat pengatur ini sangat
harian. Kebiasaan sarapan sangat penting karena semua makanan yang berasal
sehingga lambung sudah tidak terisi lagi sampai pagi hari. Selain itu, (Khomsan,
2) Sarapan akan memberikan kontribusi penting akan beberapa zat gizi yang
berdampak buruk pula. Apabila makanan selingan yang diasup dengan baik
sejumlah zat gizi yang signifikan tanpa menurunkan selera makan utama. Namun
apabila makanan selingan yang dikonsumsi tinggi lemak, tinggi gula namum
rendah zat gizi, maka akan berakibat buruk salah-satunya adalah risiko over
kalori dan zat gizi dalam jumlah yang cukup sesuai kebutuhan yaitu 150-300
kkal.
3) Diberikan dalam waktu tidak terlalu dekat dengan waktu makan utama.
4) Disajikan semenarik mungkin.
Pengetahuan gizi ibu adalah suatu yang diketahui tentang makanan dalam
tentang pemilihan konsumsi sehari-hari dan memberikan semua zat gizi yang
dibutuhkan untuk fungsi normal tubuh. Pemilihan dan konsumsi bahan makanan
berpengaruh terhadap status gizi seseorang. Status gizi baik atau status gizi optimal
terjadi apabila tubuh memperoleh cukup zat gizi yang dibutuhkan tubuh. Status gizi
kurang terjadi apabila tubuh mengalami kekurangan satu atau lebih zat gizi esensial.
Sedangkan status gizi lebih terjadi apabila tubuh memperoleh zat gizi dalam jumlah
2003).
berpengaruh pada pertumbuhan anak. Secara biologis ibu adalah sumber hidup anak.
masalah, misal vaksinasi untuk anaknya, memberikan oralit waktu diare, atau
kesediaan menjadi peserta KB. Anak-anak dari ibu yang mempunyai latar pendidikan
lebih tinggi akan mendapat kesempatan hidup serta tumbuh lebih baik.(Taguri, A. E.
et al, 2008)
Pengetahuan merupakan hasil tahu dari alat indera baik penglihat maupun
1) Tahu (Know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
kembali (recall) sesuatu yang spesifik dan seluruh bahan yang dipelajari atau
rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu merupakan tingkatan
untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat
materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).
tentang isi materi yang diukur dari subjek penelitian atau responden.
lain:
1) Faktor pendidikan
mudah untuk menerima informasi tentang objek atau yang berkaitan dengan
disampaikan oleh orang tua, guru, dan media masa. Pendidikan sangat erat
teknologi.
2) Faktor pekerjaan
3) Faktor pengalaman
pengalaman seseorang tentang suatu hal, maka akan semakin bertambah pula
4) Keyakinan
Keyakinan yang diperoleh oleh seseorang biasanya bisa didapatkan secara
turun temurun dan tidak dapat dibuktikan terlebih dahulu, keyakinan positif
5) Sosial budaya
a. Pengertian Stunting
PB,TB/U. Pengukuran dengan PB/U dapat melihat status gizi dan disimpulkan
dalam kategori tinggi, normal, pendek dan sangat pendek. Stunting merupakan
suatu keadaan dimana tinggi badan anak yang terlalu rendah. Stunting atau terlalu
pendek berdasarkan umur adalah tinggi badan yang berada di bawah minus dua
standar deviasi (<- 2 Standar Deviasi) dari tabel status gizi Child Growth Standard
(WHO, 2013).
b. Dampak Stunting
Dampak stunting terbagi menjadi dua yang terdiri dari jangka pendek dan jangka
panjang. Dampak jangka pendek dari stunting adalah di bidang kesehatan yang
(WHO, 2013).
AW (2013), masalah konkuren & konsekuensi jangka pendek terbagi menjadi tiga:
Menurut WHO (2013) stunting dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Penyebab
(a) Faktor maternal berupa nutrisi yang kurang pada saat prekonsepsi,
kehamilan, dan laktasi, tinggi badan ibu yang rendah, infeksi, kehamilan
hipertensi.
(b) Faktor lingkungan keluarga Stimulasi dan aktivitas anak yang tidak
adekuat, perawatan yang buruk, sanitasi dan suplai air yang tidak adekuat,
dan protein hewani, kadar anti nutrient, kadar energi yang rendah pada
makanan tambahan.
(c) Makanan yang aman Meliputi makanan dan minuman yang terkontaminasi,
PHBS yang buruk, penyimpanan dan persiapan makanan yang tidak aman.
3) Faktor menyusui
Meliputi penundaan IMD, tidak ASI eksklusif, dan penyapihan < 2 tahun.
4) Faktor infeksi
IUGR. Hasil refleksi dari IUGR nampak setelah lahir berupa BBLR dan stunting.
1. Kerangka teori
Stunting
Penyebab Asupan Gizi Penyakit Infeksi
Langsung
Penyebab
Tidak cukup Pola asuh anak
Tidak Pelayanan
ketersediaan yang tidak
Langsung kesehatan dan
pangan memadai sanitasi
2. Kerangka Konsep
Kebiasaan
Makan Balita
Stunting
Pengetahuan
Gizi Ibu
Keterangan :
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian yang sifatnya deskriptif dengan pendekatan
makan balita dan pengetahuan gizi ibu balita stunting usia 24-59 bulan.
Penelitian ini telah dilakukan pada tanggal 8-22 april 2021 di Wilayah Kerja
1. Populasi
Populasi yang digunakan pada penelitian ini adalah semua ibu balita stunting
usia 24-59 bulan yang berada di Wilayah Kerja Puskesmas Tumbu-Tumbu Jaya
2. Sampel
a. Jenis Sampel
Jenis sampel yang digunakan penelitian ini adalah balita stunting usia 24-59 bulan
(Sugiono, 2010), Penentuan jumlah sampel dalam penelitian ini dihitung dengan
Rumus:
N
n¿
N ( d 2) +1
Keterangan:
n : Besar Sampel
N : Besar Populasi
N
Jadi n=
N ( d2 ) +1
95
n=
95 ( 0,12 )+ 1
95
n=
95 ( 0,01 )+1
95
n=
0,95+ 1
95
n= = 48,71
1,95
Jadi jumlah sampel adanya 49 orang ibu balita stunting usia 24-59 bulan.
berdasarkan kriteria (ibu balita stunting usia 24-59 bulan yang bersedia menjadi
responden) yang telah ditentukan peneliti. Responden pada penelitian ini yaitu Ibu dari
Balita Stunting usia 24-59 bulan yang terpilih sebagai sampel, yang berada di Wilayah
2. Balita Usia 24-59 bulan yang terdaftar dalam register di Wilayah Kerja
Selatan.
D. Variabel Penelitian
Variabel Bebas yaitu kebiasaan makan balita dan pengetahuan gizi ibu balita stunting
1. Jenis Data
a. Data Primer
b. Data Sekunder
Data sekunder dalam penelitian meliputi balita stunting usia 24-59 bulan dan
a. Data Primer
1) Kebiasaan makan Balita diperoleh melalui wawancara menggunakan
kuesioner, (terlampir).
(terlampir).
b. Data Sekunder
1. Pengelola Data
Cara pengolahan data dengan cara diukur berdasarkan jawaban kuesioner yang
b) Kurang : Jika responden menjawab < 60% dari total jawaban benar
(soekidjo,2003)
Cara pengolahan data dengan cara diukur berdasarkan jawaban kuesioner yang
(Khomsan, 2004)
2. Analisis Data
untuk mendapatkan gambaran umum tentang variabel yang diteliti (kebiasaan makan
G. Definisi operasional
1. Stunting
Stunting adalah masalah kurang gizi kronis akibat kurangnya asupan gizi dalam waktu
yang cukup lama sehingga mengakibatkan gangguan pertumbuhan pada anak. Seorang
anak dianggap mengalami stunting jika tinggi badan mereka lebih rendah atau pendek
dengan cara menggunakan Microtoise untuk balita yang berumur 2 tahun ke atas dan
Infatometer atau papan ukur panjang badan untuk balita yang berumur di bawah 2
tahun.
Indeks yang digunakan untuk mengetahui status gizi stunting menggunakan indeks
PB,TB/U :
makan dan memperhatikan nilai gizinya yang diukur dalam kebiasaan makan utama,
Kriteria Objektif
(1) Cukup : Jika responden menjawab ≥ 60% dari total jawaban benar
(2) Kurang : Jika responden menjawab < 60% dari total jawaban benar
(soekidjo,2003)
Pengetahuan gizi ibu adalah pengetahuan tentang pemilihan bahan makanan dan
konsumsi sehari-hari dengan baik dan memberikan semua zat gizi yang dibutuhkan
untuk fungsi normal tubuh. Pemilihan dan konsumsi bahan makanan berpengaruh
terhadap status gizi seseorang.Segala kemampuan dan pemahaman yang diketahui ibu
tentang bahan makanan bergizi yang berpengaruh terhadap status gizi anak balita
(Khomsan, 2004)
BAB IV
A. Hasil
a. Keadaan Geografis
dari 10 Desa, dapat ditempuh oleh roda dua, dan roda empat, dalam wilayah Kerja
105 km2 dari ibu kota Kabupaten Konawe Selatan di Andoolo dan ± 105 km 2 dari
Puskesmas yang mulai fungsikan pada bulan Maret tahun 2014 sampai saat ini
pada tahun 2013 dan diresmikan pada bulan maret 2014 (Profil Puskesmas
Tumbu-Tumbu Jaya,
tahun 2021 adalah 5.425 jiwa, dengan 1.442 KK di lihat pada tabel 4 berikut.
pedagang dan sebagai pegawai negeri sipil. Pada umumnya penduduk yang
20%, tidak tamat SD/belum tamat SD persentase 10%, tamat SLTP Persentase
posyandu.
e. Ketenagaan Puskesmas
kerja.
2. Hasil Penelitian
Data dalam penelitian ini berasal dari responden sebanyak 49 orang ibu
balita Stunting usia 24-59 bulan yang diperoleh dengan metode wawancara
menggunakan kuesioner.
a. Karakteristik Responden
(1) Umur
Distribusi Responden berdasarkan karakteristiknya dapat dilihat pada tabel
berikut:
Pada tabel 6. Diatas dari 49 responden, terbanyak adalah umur 26-30 yaitu
(20,4%).
(2) Pendidikan
No Pendidikan n (%)
1 SMP 16 32,6
2 SMA 25 51,1
3 Perguruan tinggi 8 17,3
Total Total 49 100
Sumber : Data Primer 2021
(3) Pekerjaan
ibu rumah tangga yaitu 41 responden (83,6%) dan terkecil adalah wirausaha
tabel berikut:
(38,7%).
bahwa sebagian besar usia 37-59 bulan yaitu 38 orang (77,6%) da sebagian
sebagian besar sangat pendek yaitu 37 orang (75,6%) dan sebagian kecil 12
orang (24,4%).
c. Variabel Penelitian
a) Kebiasaan Makan
tabel berikut :
Pada tabel 13. Menunjukan bahwa pengetahuan gizi ibu balita stunting
dikategorikan cukup 12 orang (24,5%) dan kurang 37 orang (75,5%).
B. Pembahasan
1. Kebiasaan makan
Cukup yaitu 14 orang (28,6%) dan kurang 35 orang (71,4%). Balita yang terbiasa
makan tiga kali sehari mempuyai peluang yang lebih besar untuk mencukupi
kebutuhan zat gizi dari pada balita yang hanya makan dua kali sehari. Perilaku
terhadap makanan, alasan makan, jenis makanan yang dimakan, dan pengetahuan
gizi ibu. Faktor yang paling berpengaruh terhadap perilaku kebiasaan makan
utama adalah pengetahuan gizi ibu. Kebiasaan makan adalah tingkah laku manusia
pendapatan dan pekerjaan orang tua. Kebiasaan makan balita yang kurang baik
dapat disebabkan karena sebagian orang tua balita memiliki penghasilan yang
kurang sehingga orang tua balita agak kesulitan dalam mengelola keuangan yang
al, 2012).
Kebiasaan makan adalah ekspresi setiap individu dalam memilih makanan
yang akan membentuk pola perilaku makan. Oleh karena itu, ekspresi setiap orang
dalam memilih makanan akan berbeda satu sma lain. (Khomsan, 2004).
sosial dan budaya dimana mereka hidup, kebiasaan makan dalam suatu kelompok
masyarakat akan memberikan danpak pada status gizi masyarakat setempat, oleh
harus diganti dengan ide-ide baru untuk menunjang gizi seimbang. (Arisman,
2004).
makanan yang dimakan setiap hari oleh satu orang dan merupakan cirri khas untuk
berhubungan dengan status gizi. Konsumsi makan yang rendah kualitas maupun
yang baik perlu diperhatikan berbagai faktor yang mempengaruhi yaitu presepsi
prestise, rasa dan kebuthan), faktor dalam (jenis kelamin, umur, kegiatan) dan
Faktor luar (budaya, ekonomi dan cirri masyarakat). Faktor-faktor tersebut pada
gilirannya akan mempengaruhi seseorang dalam memilih makanan dan dilakukan
status gizi.
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat dilihat bahwa pengetahuan gizi ibu balita
yaitu 12 orang (24,5%) dan kurang 37 orang (75,5%). Pada penelitian ini
didapatkan bahwa sebagian besar ibu balita memiliki pengetahuan gizi yang
kurang. Ganguan gizi sering terjadi karena kurangnya pengetahuan gizi ibu
mengenai kebutuhan balita dan menyediakan makanan yang bergizi. Ibu yang
memiliki pengetahuan gizi kurang berpeluang memiliki anak yang berstatus gizi
lebih, gizi kurang da gizi buruk, hal ini berkaitan dengan kebiasaan makan balita.
Sehingga pengetahuan gizi ibu akan menentukan sikap dan perilaku ibu dalam
jenis dan jumlah yang tepat agar anak dapat tumbuh dan berkembang secara
optimal, sehingga dapat menjadi faktor protektif. Pengetahuan tentang gizi dan
pangan yang harus dikonsumsi agar tetap sehat merupakan faktor penentu
kesehatan seseorang, tingkat pengetahuan gizi ibu berperan dalam besaran masalah
merupakan kelompok rawan gizi. Kebutuhan gizi pada anak dapat tercukupi
dengan baik apabila pengetahuan gizi ibu juga baik, salah satunya pengetahuan
dalam pemberian pangan yang tepat bagi balita yaitu makanan yang sesuai dengan
makanan yang bergizi, biaya bahan makanan dan pengolahan serta sikap,
kepercayaan, faktor kebudayaan dan emosi yang ada pada seseorang berkaitan
Pengetahuan orang tua tentang gizi membantu memprbaiki status gizi pada
anak untuk mencapai kematangan pertumbuhan. Pada anak dengan stunting mudah
timbul masalah kesehatan baik fisik maupun psikis. Oleh karena itu, tidak semua
anak dapat bertumbuh den berkembang sesuai dengan usianya, ada anak yang
mengenai kebutuhan balita dan makanan tambahan bergizi serta ketidaktahuan ibu
dalam menyiapkan dan menyediakan makanan yang berstatus gizi lebih, gizi
Pengetahuan ibu tentang gizi sangatlah penting, mengingat peran ibu dalam
keluarga sebagai pengelola makanan. Ibu yang tidak tau gizi makanan, akan
pengetahuan gizi, akan memilih makanan yang paling menarik panca indera dan
berperilaku termasuk perilaku ibu terhadap pemenuhan gizi pada balita. Perilaku
ibu dalam mengasuh balitanya memiliki kaitan yang erat dengan status gizi pada
balita. Ibu dengan pola asuh yang baik akan cenderung memiliki anak dengan
status gizi yang baik pula, begitu juga sebaliknya, ibu dengan pola asuh gizi yang
kurang cenderung memiliki anak dengan gizi yang kurang pula (Virdani, 2012).
Pengetahuan gizi ibu sangat mempengaruhi keadaan gizi balita karena ibu
adalah seorang yang paling besar keterikatanya terhadap anak. Kebersamaan ibu
dan anaknya lebih besar dibandingkan sengan anggota keluarga yang lain sehingga
dimiliki ibu menjadi kunci utama kebutuhan gizi balita terpenuhi, pengetahuan
didasari dengan pemahaman yang baik dapat menumbuhkan perilaku baru yang
baik pula, pengetahuan ibu tentang kebutuhan gizi yang dipahami dengan baik
(Cristin,2019).
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Kebiasaan makan balita termasuk dalam kategori cukup yaitu (28,6%) dan kurang
yaitu (71,4%).
2. Tingkat pengetahuan gizi ibu termasuk dalam kategori Cukup yaitu (24,5%) dan
B. Saran
1. Bagi masyarakat khusunya orang tua yang memiliki anak dengan status stunting
2. Bagi petugas kesehatan dan para kader posyandu memberikan perhatian yang lebih
dan secara komperensif terhadap pemantauan gizi pada balita yakni selain rutin
memantau status gizi balita juga dapat memberikan penyuluhan kepada orang tua
DAFTAR PUSTAKA
Abd Kadir A, (2016). Kebiasaan Makan dan Gangguan Pola Makan Serta Pengaruhnya
Terhadap Status Gizi Remaja. Journal Publikasi Pendidikan, Vol. 6, No, 1 : 50
Adriani & Wirjatmadi, (2014). Gizi dan Kesehata Balita Peranan Micro Zinc Pada
Pertumbuhan Balita. Jakarta : Kencana Penamedika Group.
Almatsier S, (2003). Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Amaliah Nurillah, dkk, (2016). Panjang Badan Lahir Pendek Sebagai Salah Satu Faktor
Determinan Keterlambatan Tumbuh Kembang Anak Umur 6- 23 Bulan Di Kelurahan
Jaticempaka, Kecamatan Pondok Gede, Kota Bekasi. Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 15
No 1.
Amigo H, Buston P, Radrigan ME. (1997). Is There Are Reationship Berween Prent’s Short
Height And Their Children Social Interclass Epidemiologic Study. Rev Med Chill.
Ani Margawati, Astri Mei Astuti, (2018). Pengetahuan Ibu, Pola Makan dan Status Gizi pada
Abak Stunting Usia 1-5 Tahun di Kelurahan Bangetayu, Kecamatan Genuk, Semarang.
Journal Departemen Ilmu Gizi
Astuti, Sri dkk. (2017). Asuhan Ibu Dalam Masa Kehamilan. Jakarta : Erlangga.
Cesar, Linda, Caroline, Pedro, Reina, (2008). Maternal and child Undernutrition:
Consequences For Adult health And Health and Human Capital:
Christina C, (2019). Hubungan Antara Pemberian Asi Ekslusif Dengan Status Gizi Anak Usia
12-24 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Pineleng Kabupaten Minahasa. Journal
Kesmas, Vol, 8. Np, 6. Hal 190
Clinton HR, (2014). Proyek Kesehatan dan Gizi Berbasis Masyarakat untuk Mengurangi
Stunting. MCA-Indonesia.
Darteh, E.K.M., Acquah, E., & Kumi-Kyereme, A., (2014). Correlates of. Stunting Among
Children in Ghana. BMC Public Health, Vol. 14 (1).
Engel, Menon dan Hadad, (1997). Care and Nutrition. Consepts and Measurements.
Wasington DC: FCND Discussion Paper No, 18.
Erna Eka Wijayanti, (2018). Hubungan antara BBLR, ASI Esklusif Dengan Kejadian Stunting
Pada Balita Usia 2-5 Tahun. Journal Kesehatan dr. Soebandi Vol. 7, No. 1 :36-41
Gibney, m., Margets, B., Kearney J., Arab L. (2009). Ilmu Gizi Masyaraktat. Jakarta: EGC.
Gershwin, (2004). Handbook of Nutrition and Immunity. New Jersey : Humana Press Inc
Hasdinah HR, (2014). Gizi, Pemanfaatan Gizi, Diet dan Obesitas. Yogyakarta: Nuha Medika
Izzati,I.S (2016). Hubungan Jenis Kelamin, Usia dan Riwayat Penyakit Infeksi dengan
Kejadian Stunting Anak di RSUD Semarang.
Karyadi, (1996). Kecukupan Gizi yang Dianjurkan. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, (2011). Buletin Jendela Data dan Informasi
Kesehatan, Jakarta: Kemenkes
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, (2015). Infodation Situasi dan Analisiss Gizi,
Pusat data dan Informasi, PP.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, (2018). Buku Saku Psemantauan Status Gizi
Tahun 2018.
Khomsan, (2004). Pangan dan gizi Untuk Kesehatan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Kukuh Eka, Nuryanto, (2014). Faktor Risiko Kejadian Stunting Pada Anak Usia 2- 3 Tahun
(Studi Di Kecamatan Semarang Timur) .Journal of Nutrition College, Volume 2, Nomor
4, Tahun 2013.
Linda, Adair, (1997). Age Spesific Determinants Of Stunting In Filipino Children. Journal Of
Nutrition. Vol 127, No 2, (314-320).
Monica Cristin Butarbutar, (2019). Tingkat Pengetahuan Ibu, Kebiasaan Maakan, dan Status
Gizi Anak Balita (3-5 Tahun) di Desa Pinang Sebatang Timur Kecamatan Tualang
Kabupaen Siak.
Prehana, (2018). Hubungan Tingkat Pendidikan ,Pengetahuan Ibu dan Pendapat Orang Tua
dengan Status gizi Anak Baliata Usia 1-5 Tahun Di dewet Kecamatan Wonosari
Kabupaten Klaten.
Price dan Gwin, (2014). Pediatric Nursing: An Introductory Text. Canada: Elsevier.
Proverawati & Kusumawati, (2011). Ilmi Gizi Untuk Keperawatandan Gizi Kesehatan.
Yogyakarta: Nuha Medikawin.
Profil Puskesmas Tumubu-Tumbu Jaya. 2020. Data Status Gizi Balita. Kabupaten Konawe
Selatan.
Profil Dinas Kesehatan kabupaten Konawe selatan. 2017. Data Status Gizi Balita.
Pudjiadi (2001), Ilmu Gizi Klinis Pada Anak. Edisi Keempat. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Septiari, B. (2012). Mencetak Balita Cerdas dan Pola Asuh Orang Tua. Yogyakarta: Nuha
Medika.
Setyawati, (2018). Kajian Stunting berdasarkan umur dan jenis kelamin Di kota Semarang.
Jurnal University Research Colloqium.
Soegeng, Santoso, dkk. (2009). Kesehatan dan Gizi. Jakarta : PT. Rineka Cipta dan PT. Bina
Andiaksara
Stewart CP, Iannotti L, Dewey KG, Michaelsen KF & Onyango AW, (2013). Contextualizing
Complementary Feeding in a Broader Framework For Stunting Prevention. Maternal
dan Child Nutrition.
Sugiono, (2010). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D,
Bandung: Alfa Beta.
Supariasa, I.D.N. Bakri, B. dan Fajar, I. (2012). Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC.
Taguri, A. E. et al (2008). Risk factor for Stunting Among Under fives in Libya. Public Health
Nutrition: 12 (8). 1141-1149.
WHO. (2003). Global Strategy Fir Infant and young Child Feeding, Gevana
Wong, Dkk (2008). Buku Ajar Keperawatan Pedeatrik Wong. Edisi 6. Jakarta: EGC
Yang XL, Ye RW, Zheng JC, Jin K, Liu JM, & Ren AG, (2010). Analysis on influencing
Faktor For Stunting and Underweight Among Chilidren aged 3-6 Years in 15 Countie
Of Jiangsu and Zejiang Provinces, Zounghua Liucingbinggxue zazhi, Vol, 31. No, 5.
Hal 506-509.
UNICEF. (1998). The State Of The World’s Children. Oxford University Press
UNICEF. (2012). Ringkasan Kajian Gizi. Jakarta: Pusat Promosi Kesehatan-Kemenkes RI;
Unicef Indonesia, (2013). Ringkasan Kajian Gizi Ibu dan Anak, Tersedia www.unicef.org
(diakses tanggal 03 november 2018).
Uripi, V. (2007). Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Ibu Dalam Pemenuhan Gizi Balita :
Sebuah Survai. Jurnal Keperawatan Indonesia, Vol 17, No.3 November 2014, hal 88-94
Zottareli, L., K., Sunil, T. S., & Rajaram, S., (2007). Influence Of Parental and
Socioekonomic Factors on Stunting in Children Under 5 Tahun in Egypt. Eastern
Mediterranen Health Journal. Vol, 13. No, 6. (1330-1342).
LAMPIRAN
Lampiran 1
KUESIONER KEBIASAAN MAKAN BALITA DAN PENGETAHUAN GIZI IBU
BALITA STUNTING USIA 24-59 BULAN DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS TUMBU-TUMBU JAYA KECAMATAN KOLONO TIMUR
KABUPATEN KONAWE SELATAN
1. No. Responden :
2. Data Responden
Nama Responden :
Usia :
Jenis Kelamin :
Pekerjaan :
Pendidikan terakhir :
3. Data Balita
Nama Balita :
Usia :
Jenis Kelamin :
Berat Badan :
Tinggi Badan :
KEBIASAAN MAKAN BALITA
1. Berapa kali balita makan utama dalam sehari ?
a) 3 kali
b) 2 kali
c) 1 kali
d) Lainnya………
2. Kapan saja balita makan dalam sehari ?
a) Pagi, siang, sore dan malam
b) Pagi, siang, dan malam
c) Pagi dan siang/malam
d) Pagi saja Lainnya………
3. Kapan saja makanan utama diberikan kepada balita ?
a) Pagi saja
b) Pagi dan siang
c) Siang dan malam
d) Pagi, siang, dan malam
4. Apakah balita mengkonsumsi makanan utama sesuai gizi seimbang (E, P, L, KH) dalam
sehari ?
a) Ya
b) Tidak
5. Berapa kali balita mengkonsumsi sumber karbohidrat dalam sehari?
a) 3 kali
b) 2 kali
c) 1 kali
d) Lainnya
6. Berapa kali balita mengkonsumsi lauk hewani dalam sehari ?
a) 3 kali
b) 2 kali
c) 1 kali
d) Lainnya
7. Berapa kali balita mengkonsumsi lauk nabati dalam sehari ?
a) 3 kali
b) 2 kali
c) 1 kali
d) Lainnya
8. Berapa kali balita mengkonsumsi sayur dalam sehari ?
a) 3 kali
b) 2 kali
c) 1 kali
d) Lainnya
Pendidikan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
16 32,6 32,6 32,6
25 51,1 51,1 51,1
8 17,3 17,3 17,3
49 100,0 100,0 100.0
Pekerjaan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Ibu rumah tangga 41 83,6 83,6 83,6
wirausaha 8 16,4 16,4 16,4
49 100,0 100,0 100.0
Jenis kelamin
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Laki-laki 30 61,3 61,3 61,3
perempuan 19 38,7 38,7 38,7
49 100,0 100,0 100.0
Umur
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
10 20,5 20,5 20,5
37-59 39 79,5 79,5 79,5
49 100,0 100,0 100.0
Kebiasaan makan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
12 24,5 24,5 24,5
3775,5 75,5 75,5