OLEH
A. LATAR BELAKANG
Sebagai peristiwa yang tragis tetapi jarang terjadi, kematian ibu
merupakan bagian kecil dari keseluruhan beban kesehatan ibu yang buruk.
Morbiditas ibu, masalah kesehatan yang ditanggung oleh wanita selama
kehamilan, persalinan dan periode postpartum, juga berkontribusi terhadap
beban ini secara besar-besaran. Mengukur beban kehamilan dan
morbiditas postpartum sangat penting untuk mencapai tujuan kesehatan
dan pembangunan yang diartikulasikan dalam Tujuan Pembangunan
Berkelanjutan (SDGs) dan Strategi Global untuk kesehatan Wanita, Anak-
anak, dan Remaja (Vanderkruik et al., 2017)
Periode postpartum dikaitkan dengan peningkatan risiko yang
sangat besar untuk mengembangkan penyakit kejiwaan yang serius.
Dokter telah menggambarkan wanita dengan gejala kejiwaan akut setelah
melahirkan selama ribuan tahun lalu. Pada abad ke-19, seri kasus pertama
muncul, atau yang merupakan seri Esquirol paling detail . Dia
menggambarkan 92 wanita dengan psikosis pascapartum, atau yang 53%
memiliki gejala mania, 38% memiliki gejala depresi, dan 9% memiliki
psikosis non-afektif. (Bergink, Ph, Rasgon, Ph, & Wisner, 2016)
Untuk wanita tanpa riwayat kejiwaan, psikosis pascapartum terjadi
1 hingga 2 dari setiap 1.000 kelahiran. Pada pasien dengan sejarah
gangguan bipolar atau psikosis postpartum risiko ini setinggi 23-44%.
Selain penyakit kejiwaan postpartum yang sebelumnya dialami,
primiparitas adalah faktor risiko terpenting yang dijelaskan untuk
perkembangan psikosis pascapartum (Wesseloo, Burgerhout,
Koorengevel, & Bergink, 2006). Postpartum Psychosis terjadi saat puncak
onset dalam dua minggu pertama setelah kelahiran. Onset PP biasanya
tiba-tiba, tak terduga dan parah (Holford, Channon, Heron, & Jones, 2018)
Psikosis postpartum dianggap sebagai penyakit spektrum bipolar
daripada gangguan psikotik primer karena presentasi, perjalanan
longitudinal, dan hubungan dengan riwayat gangguan bipolar pribadi dan
keluarga. Gejala awal mungkin termasuk lekas marah, mood labil dan
insomnia. Pasien kemudian dapat mengembangkan mania, depresi atau
episode campuran dengan delusi. Presentasi klinis juga dapat mencakup
disorientasi dan kebingungan. Gejala umum lainnya termasuk pikiran
obsesif mengenai bayi dan delusi bunuh diri altruistik dan pembunuhan.
Wanita dengan obsesif kompulsif postpartum obsesif (OCD) mungkin
memiliki gambar gangguan intrusif ego dystonic terhadap bayi mereka,
namun pengujian realitas masih utuh. Dalam psikosis pascapartum, pikiran
delusi seringkali ego sintonis dan melibatkan wawasan yang terbatas.
(Moore et al., 2015) (Tinkelman et al., 2018)
Berdasarkan data New York Health Department, di Amerika
Serikat sendiri prenatal depression dapat dialami 10% hingga 20%
perempuan pada masa kehamilan, baby blues dapat dialami sekitar 80%
perempuan pasca melahirkan, postpartum depression dialami oleh sekitar
10% hingga 20% perempuan pasca melahirkan, dan postpartum psychosis
dapat dialami 1 – 2 dari 1.000 perempuan pasca melahirkan. Di Indonesia,
belum terdapat data yang pasti mengenai jumlah perempuan Indonesia
yang mengalami maternal depression. Terlebih lagi mereka yang tinggal
di daerah pedalaman masih banyak yang enggan untuk ke dokter
kandungan dan cenderung melahirkan dengan bantuan seorang dukun
beranak. Belum banyak masyarakat yang memahami bahwa maternal
depression merupakan suatu kondisi yang membahayakan dampaknya
bagi kehidupan sebuah keluarga. Mungkin sebagian di kalangan
masyarakat mengenal istilah baby blues sebagai keadaan depresi yang
dialami seorang ibu baru melahirkan. (Kumparan.com, 2018)
Menteri Kesehatan RI, dr. Nafsiah Mboi, Sp.A, MPH, mengatakan
berbagai stigmatisasi dan diskriminasi yang masih sering dialami oleh
anggota masyarakat yang dinilai berbeda dengan masyarakat pada
umumnya, termasuk orang dengan gangguan jiwa (ODGJ), antara lain
dikeluarkan dari sekolah, diberhentikan dari pekerjaan, diceraikan oleh
pasangan, hingga ditelantarkan oleh keluarga, bahkan dipasung, serta
dirampas harta bendanya. Untuk itu, Menkes mengajak seluruh jajaran
kesehatan untuk segera dapat melaksanakan Empat Seruan Nasional Stop
Stigma dan Diskriminasi terhadap ODGJ, yaitu: 1) Tidak melakukan
stigmatisasi dan diskriminasi kepada siapapun juga dalam pelayanan
kesehatan; 2) Tidak melakukan penolakan atau menunjukkan keengganan
untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada ODGJ; 3) Senantiasa
memberikan akses masyarakat pada pelayanan kesehatan, baik akses
pemeriksaan, pengobatan, rehabilitasi maupun reintegrasi ke masyarakat
pasca perawatan di rumah sakit jiwa atau di panti sosial; serta 4)
Melakukan berbagai upaya promotif dan preventif untuk mencegah
terjadinya masalah kejiwaan, mencegah timbulnya dan/atau kambuhnya
gangguan jiwa, meminimalisasi faktor risiko masalah kesehatan jiwa, serta
mencegah timbulnya dampak psikososial.
Untuk menyikapi masalah kesehatan jiwa di Indonesia, Pemerintah
dan masyarakat telah melakukan upaya-upaya, antara lain: 1) Menerapkan
sistem pelayanan kesehatan jiwa yang komprehensif, terintegrasi, dan
berkesinambungan di masyarakat; 2) Menyediakan sarana, prasarana, dan
sumberdaya yang diperlukan untuk pelayanan kesehatan jiwa di seluruh
wilayah Indonesia, termasuk obat, alat kesehatan, dan tenaga kesehatan
dan non-kesehatan terlatih; 3) Menggerakkan masyarakat untuk
melakukan upaya preventif dan promotif serta deteksi dini gangguan jiwa
dan melakukan upaya rehabilitasi serta reintegrasi OGDJ ke masyarakat.
(KEMENKES RI, 2014)
Komitmen dalam pemberdayaan ODGJ diperkuat dengan
diterbitkannya Undang-undang Nomor 18 tahun 2014 tentang Kesehatan
Jiwa yang baru saja disahkan pada 8 Agustus 2014 lalu. Undang-Undang
Nomor 18 tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa ditujukan untuk menjamin
setiap orang agar dapat mencapai kualitas hidup yang baik, serta
memberikan pelayanan kesehatan secara terintegrasi, komprehensif, dan
berkesinambungan melalui upaya promotif, preventif, kuratif, dan
rehabilitatif. Secara garis besar, Undang-undang tersebut mengamanatkan
tentang: 1) Perlunya peran serta masyarakat dalam melindungi dan
memberdayakan ODGJ dalam bentuk bantuan berupa: tenaga, dana,
fasilitas, pengobatan bagi ODGJ; 2) Perlindungan terhadap tindakan
kekerasan, menciptakan lingkungan yang kondusif, memberikan pelatihan
keterampilan; dan 3) Mengawasi penyelenggaran pelayanan di fasilitas
yang melayani ODGJ.
B. RUMUSAN MASALAH
BAB II
METODE
A. Identifikasi Masalah
Postpartum psychosis (PP) merupakan masalah gangguan mental yang
membutuhkan perhatian penuh tidak hanya dari bidan saja namun membutuhkan
penanganan khusus dari dokter spesialis kejiwaan. Postpartum psychosis berawal
dari postpartum blues yang tidak tertangani dengan baik. Gejala psychosis
postpartum seperti sulit tidur, perubahan mood secara mendadak, dan halusinasi
(Bergink et al., 2015). Angka kejadian postpartum psychosis cukup jarang yaitu
1-2 kasus per 1000 kelahiran (Bergink et al., 2015), akan tetapi kurangnya
kesadaran tentang psychosis postpartum dan keterlambatan dalam mengakses
pengobatan yang tepat, hingga kurangnya dukungan mengakibatkan postpartum
psychosis tidak dapat tertangani dengan baik (Holford et al., 2018). Postpartum
psychosis yang tidak tertangani dengan baik akan mengakibatkan hal yang
ekstrem seperti menyakiti bayinya, menyakiti orang sekitar, bahkan bunuh diri
(Bergink et al., 2015). Berkaitan dengan dampak postpartum psychosis baik pada
penderita, pasangan dan keluarga maka perlu penanganan yang tepat terhadap
psychosis postpartum berdasarkan evidence based.
B. Pertanyaan Penelitian
Bagaimana penanganan yang tepat terhadap Psyshosis Postpartum?
(n = 6 )
Are prenatal, Menggunak Semua wanita yang Tidak ada Tidak Data analisis Tujuan dari seri Hanya sekitar 10%
obstetric and an register melahirkan pertama kali, pemberian proses dilakukan oleh pertama adalah dari wanita
infant medis data diambil dari intervention kontrol mahasiswa dengan untuk mengalami
complications kelahiran, registrasi rawat inap, analisis t-test, test mengkarakterisa psikiatri yang perlu
associated with analisis dengan rawat inap pra chi-square dan si sampel dan dirawat dalam 90
postpartum menggunak konsepsi untuk gangguan analisis regresi untuk hari setelah
psychosis among an t-test, tes bipolar atau penyakit logistic bivariate mengidentifikas melahirkan.
women with pre- chi-square psikotik dan diidentifikasi dan multivariate i variable Terjadinya psikiatri
conception dan analisis penyakit ICD dengan SAS 9.3 control dalam postpartum ada
psychiatric regresi yaitu perangkat hasil analisis. hubungannya
hospitalisations? bivariate lunak. Memeriksa Dilihat dari dengan kematian
(Hellerstedt et al., dan asosiasi komplikasi gambaran bayi dan ibu yang
2012) multivariat ibu dan bayi asosiasi rawat memiliki gangguan
BJOG An dengan variable inap psikiatri jiwa selama
International hasil dari rawat postpartum kehamilan.
Journal of inap dengan dengan
Obstetriccs and psikiatri karakteristik
Gynaecology (Q2) postpartum dalam pra-konsepsi
waktu 90 hari rawat inap dan
dilakukan dalam karakteristik
dua serangkaian ibu. Seri kedua
analisis dilakukan
melalui dua set
utama
menyelidiki
secara terpisah
asosiasi psikiatri
postpartum
rawat inap
dengan
komplikasi yang
berhubungan
dengan
kehamilan dan
komplikasi janin
dan bayi baru
lahir.
Prevention of Naturalistic Penelitian dilakukan di Pemberian terapi Tidak Rincian demografi, Setelah Temuan dari
Postpartum prospective Departemen Psikiatri, profilaksis lithium diberikan meliputi umur, melahirkan, penelitian ini
Psychosis and study Pusat Medis Erasmus selama kehamilan terapi tingkat pendidikan, peneliti adalah perawatan
Mania in (Rotterdam, Belanda) Pada wanita yang profilaksi
Women at High Secara total, 75 wanita menerima s lithium tinggal bersama mengurangi psikiatrik
Risk hamil memenuhi kriteria perawatan lithium suami,riwayat jumlah dosis peripartum
inklusi (Semua perempuan pemeliharaan, kehamilan menjadi satu bertujuan
(American yang berurutan mengaku peneliti
sebelumnya, per hari mengembangkan
journal of mengalami psikosis meresepkan dosis
psychiatry Q2) postpartum dinilai tiga kali sehari riwayat kelahiran (dengan algoritme
menggunakan wawancara selama kehamilan sebelumnya, target level profilaksis yang
Veerle Bergink, semi-terstruktur). Tetapi 5 untuk kehamilan yang minimum efektif yang
M.D. tidak mengikuti follow up menghindari tidak direncanakan, postpartum secara seimbang
Paul F. Bouvy, selama kehamilan. kadar lithium merokok selama plasma 0,8 menyeimbangkan
M.D., Ph.D. Sehingga total 70 wanita puncak. kehamilan, riwayat mmol / L). risiko dan
Jeroen S.P. hamil yang berisiko tinggi
nifas sebelumnya, Wanita manfaat bagi ibu
Vervoort, N.P. untuk psikosis postpartum.
Kathelijne M. Dari jumlah ini, 29 pengobatan berisiko dan janin.
Koorengevel, memiliki riwayat psikosis profilaksis selama tinggi yang Dengan tujuan
M.D., Ph.D. postpartum tetapi tanpa kehamilan, dan bebas ini, peneliti
Eric A.P. gejala manik atau psikotik profilaksis lithium pengobatan merancang
Steegers, M.D., di luar periode postpartum. rincian penggunaan pada saat program
Ph.D. Sebaliknya, peneliti dicatat dengan evaluasi pencegahan
Steven A. memasukkan 41 wanita
metode wawancara disarankan peripartum
Kushner, M.D., dengan diagnosis
Ph.D. gangguan bipolar semi-terstruktur. untuk menggunakan
berdasarkan riwayat Rencana perawatan memulai bukti terbaik
Belanda episode perinatal individual profilaksis yang tersedia
yang komprehensif lithium untuk wanita
dibuat berdasarkan segera setelah hamil dengan dua
pilihan masing- melahirkan. faktor risiko
masing wanita Untuk para terkuat untuk
bekerja sama wanita ini, psikosis
dengan dokternya lithium pascapartum:
mengenai risiko dimulai pada psikosis
dan manfaat dari malam pascapartum
setiap opsi pertama sebelumnya dan /
perawatan, setelah atau riwayat
termasuk melahirkan gangguan
profilaksis, dan diberikan bipolar. Peneliti
menyusui, sekali sehari mengkonfirmasi
kebersihan tidur, sesuai dengan bahwa lithium
dan perawatan level plasma sangat berkhasiat
rawat inap pasca (target untuk profilaksis
melahirkan ibu minimum, peripartum.
rawat inap . 0,8 mmol / Namun, wanita
Analisis statistik L). Kadar dengan riwayat
dilakukan dengan litium plasma psikosis
menggunakan SAS dipantau dua postpartum saja,
versi 9 (SAS kali dibandingkan
Institute, Cary, seminggu dengan mereka
N.C). Data selama yang memiliki
ditabulasi untuk minggu gangguan
frekuensi terapi pertama bipolar, memiliki
profilaksis. Untuk postpartum, perbedaan
karakteristik sekali substansial dalam
kelompok studi, seminggu hasil klinis dan
data kategorikal selama persyaratan
dievaluasi dengan minggu 2 dan profilaksis
uji eksak Fisher 3, dan setelah
dan variabel itu seperti
kontinyu diperiksa yang
dengan uji t dua ditunjukkan
sampel. secara
klinishati
nonpuerperal
dengan atau
tanpa episode
nifas.
Hemeopathic Case Seorang mahasiswa Homeopati, Tidak Kami menyajikan 2 hari pertama Seperti yang
Treatment for Report kedokteran primipara Pengobatan menerima kasus depresi pengobatan diharapkan dalam
Postpartum berusia 25 tahun pada hari dimulai dengan treatment pascapersalinan ditandai dengan pengobatan
Depression: A
ke 14 pasca haloperidol (10 yang diobati reaksi tidur yang homeopati, tidak
Case Report
melahirkannya dirawat di mg / hari), homeopati, berkepanjangan, ada efek samping
(Va et al., 2016) klinik psikiatri olanzapine (20 pengobatan yang dengan pasien yang diamati.
Departemen Neuroscience mg / hari), dan sama-sama bebas terbangun hanya Meskipun masa
Journal of Rumah Sakit Kabupaten di diazepam (30 mg efek samping untuk makan, stres yang
Evidence-Based ClujNapoca, Romania, / hari) dan dan murah. Jika dari hari ketiga, mengikuti
Complementary dengan gejala dipertahankan klaim homeopati peningkatan perawatan (ibu
& Alternative
psikopatologis yang melalui 8 hari benar, kita bisa yang baru dan persiapan
Medicine
didominasi oleh agitasi rawat inap di mengharapkan mengesankan untuk perizinan
psikomotor, perilaku tidak departemen. remisi jangka diamati di mana pemeriksaan) dan
teratur, Pada hari keluar, panjang atau bahkan agitasi kurangnya obat
halusinasi-delirium, pengobatan penyembuhan total psikomotor, konvensional, tidak
soliloquy, disosiasi ideo- homeopati tanpa perawatan halusinasi, terjadi
verbal, dan dimulai, lebih lanjut. garrulity, dan kekambuhan.
agresi menggunakan Mengingat gangguan Waktu yang terlalu
Agnus Castus ketidakpatuhan perilaku singkat telah
30C, 7 butiran yang tinggi menghilang. berlalu untuk
sublingual dua perempuan dengan Sejak hari menarik
kali lipat. depresi kelima, ia kesimpulan
hari. Agnus pascapersalinan kembali mengenai klaim
castus (juga dengan pengobatan menyusui bahwa pengobatan
dikenal sebagai konvensional bayinya. Tiga homeopati
pohon suci, (pengobatan yang minggu setelah menghasilkan
chasteberry), distigmatisasi oleh mulai remisi jangka
Balsem, lilac penyedia layanan pengobatan, panjang atau
chastetree, dan kesehatan dan oleh semua gejala bahkan
lada biksu informasi negatif), telah hilang dan penyembuhan,
Abraham) adalah dan keengganan pengobatan tetapi kenyataan
pohon daerah menyusui dihentikan. bahwa suasana hati
Mediterania asli, wanita untuk Sosial dan pasien sangat baik,
sering digunakan mengambil obat reintegrasi tingkat energinya
dalam homeopati antidepresan, keluarga selesai lebih tinggi
untuk mengobati penelitian dalam setelah sekitar 2 daripada di masa
kondisi depresi metode medis minggu. lalu, dan
dengan pikiran pelengkap yang Setelah 4 kemampuan
untuk bunuh diri aman minggu kopingnya
dibenarkan. Salah perawatan, ia sempurna.
satu metode ini mencetak 10 di semuanya sangat
harus homeopati. Edinburgh menjanjikan.
Skala Depresi
Pascanatal.
Meski demikian,
9 bulan setelah
rawat inap dan 8
bulan setelah
penghentian
pengobatan,
pasien bebas
keluhan
mengalami
masa stres
ketika ia
menjalani
pemeriksaan
lisensi medisnya
— di mana ia
meraih nilai
tinggi. Dia saat
ini menikmati
kehamilan
kedua tanpa
masalah
Treatment of Prospektif Studi ini disetujui oleh Pasien yang Pasien yang Selain SCID, Semua wanita Pasien yang diobati
Psychosis and Ekperiment Institutional Review Board diobati dengan diobati semua peserta dan menerima dengan lithium
Mania in the Study dari Erasmus Medical lithium dengan kerabat mereka intervensi non memiliki tingkat
Postpartum
Centre (Rotterdam, monoterapi diwawancarai oleh farmakologis kekambuhan yang
Period
Belanda). Semua pasien antipsikotik psikiater (V.B. atau untuk secara signifikan
(Bergink et al., memberikan persetujuan K.M.K.). Durasi mengoptimalka lebih rendah
2015) tertulis. Penelitian ini episode interaksi ibu- dibandingkan
dilakukan di Unit Ibu-Bayi didefinisikan bayi dengan mereka
American dari Departemen Psikiatri sebagai jumlah hari Intervensi ini yang diobati
journal of di Pusat Medis Erasmus, dari awal termasuk dengan monoterapi
psychiatry Q2
unit rawat inap lima tempat timbulnya gejala umpan balik antipsikotik.
tidur yang berspesialisasi kejiwaan sampai dari staf Multiparitas dan
dalam perawatan pasien remisi. keperawatan, psikosis nonafektif
dengan psikopatologi berat Fenomenologi bimbingan diidentifikasi
pada periode postpartum. dikuantifikasi interaksi video, sebagai faktor
Wanita diberi pilihan untuk menggunakan dan pijat bayi. risiko untuk
masuk bersama bayi Skala Dimensi Untuk kambuh. Para
mereka di kamar bayi yang Bipolar Afektif, perawatan penulis
sepenuhnya bersebelahan skala peringkat farmokologis menyimpulkan
dengan unit. Setiap pasien dimensi yang Semua pasien bahwa algoritma
yang dirawat di unit antara dimaksudkan untuk awalnya pengobatan
Agustus 2005 dan Juni digunakan dalam diobati dengan terstruktur dengan
2011 (N5200) disaring kohort klinis lorazepam pada penambahan
untuk dimasukkan dalam dengan insiden waktu tidur benzodiazepin,
penelitian dan dinilai tinggi penyakit selama 3 hari. antipsikotik, dan
dengan Wawancara Klinis spektrum bipolar. Untuk pasien litium secara
Terstruktur untuk Ada empat dimensi yang menerima berurutan dapat
Gangguan Sumbu DSM- yang diidentifikasi: monoterapi menghasilkan
IV, Edisi Pasien (SCID) mania, depresi, lorazepam tingkat remisi yang
(34). psikosis. yang memiliki tinggi pada pasien
Pasien berusia 18–45 tahun Ketidaksesuaian gejala manik dengan psikosis
dengan diagnosis psikosis suasana hati. Dur- atau psikotik postpartum onset
pascapartum memenuhi rawat inap, klinis yang persisten, pertama dan
syarat untuk penelitian ini. evaluasi dilakukan obat pemeliharaan
Karena psikosis setiap minggu antipsikotik lithium mungkin
pascapartum tidak menggunakan direkomendasi paling bermanfaat
digambarkan sebagai Skala Penilaian kan mulai pada untuk pencegahan
entitas penyakit yang Mania, hari ke-4. kambuh.
berbeda dalam DSM-IV- Edinburgh Postna- Rekomendasi
TR, didefinisikan subyek tal Depression utama untuk
yang memenuhi syarat Scale, pengobatan
sebagai pasien yang dan Klinik Global antipsikotik
untuknya wawancara SCID Impressions – adalah hal-
menghasilkan salah satu Bipolar Disorder operidol pada
dari diagnosis berikut dan scale (CGI-BP), 2-6 mg / hari.
memerlukan penspesifikasi versi modifikasi Untuk pasien
“onset postpartum”: dari skala CGI yang
gangguan depresi dengan yang mengalami
fitur psikotik, gangguan memungkinkan efek samping,
psikotik yang tidak dokter untuk beralih ke
ditentukan, gangguan menilai tingkat antipsikotik
psikotik singkat, atau keparahan penyakit atipikal.
mania. Penentu "onset global dan Setelah remisi
postpartum" mensyaratkan perjalanan waktu gejala
onset gejala terjadi dalam pada pasien dengan sepenuhnya,
waktu 4 minggu setelah kelainan spektrum semua wanita
melahirkan. polar. disarankan
Secara keseluruhan, 83 Remisi klinis untuk
pasien memenuhi kriteria didefinisikan mengurangi
untuk psikosis atau mania sebagai tidak benzodiazepin
postpartum. Dari jumlah adanya gejala untuk
tersebut, 15 pasien psikotik, manik, penghentian.
memiliki riwayat psikosis dan depresi selama Wanita yang
atau mania di luar periode setidaknya 1 menerima
postpartum dan karena itu minggu, dengan monoterapi
dikeluarkan dari analisis. skor CGI-BP # 3, antipsikotik
Satu pasien dikeluarkan skor Skala Mania disarankan
karena penyalahgunaan zat, Peringkat Muda # untuk
dan dua pasien menolak 8, dan skor Skala melanjutkan
partisipasi. Satu pasien Postnatal Depresi perawatan ini
mangkir setelah remisi. Skala Edinburgh # sebagai terapi
Secara total, 64 pasien 10. Kami pemeliharaan
dengan psikosis atau mania mendefinisikan sampai 9 bulan
terbatas pada periode kekambuhan postpartum.
postpartum dievaluasi sebagai kejadian Wanita yang
setiap minggu selama mood atau episode mencapai
masuk dan pada 9 bulan psikotik yang remisi klinis
postpartum. memenuhi kriteria menggunakan
DSM-IV-TR atau antipsikotik
skor CGI-BP .3. dan litium
Dengan demikian, disarankan
remisi untuk secara
berkelanjutan bertahap
didefinisikan menghentikan
sebagai tidak pengobatan
adanya suasana antipsikotik,
hati DSM-IV-TR dengan
atau episode pemeliharaan
psikotik selama monoterapi
periode tindak lithium hingga
lanjut, serta 9 bulan
mempertahankan pascapersalinan
skor CGI-BP # 3. . Dosis lithium
Penilaian untuk
longitudinal dari pencegahan
episode mood kambuh
dilakukan dengan dicapai
menggunakan berdasarkan
Institut Nasional tingkat plasma
Metode Kesehatan- (target, 0,6-0,8
Bagan Mental di 8 mmol / L).
bulan postpartum. Semua wanita
Dalam analisis data didorong untuk
kami, variabel melanjutkan
demografis perawatan
kategoris monoterapi
dibandingkan selama 9 bulan
dengan uji eksak pertama
Fisher, dan pascapersalinan
variabel . Wanita yang
demografis tetap stabil
kontinyu secara klinis
dibandingkan setelah 9 bulan
dengan uji Mann- dibantu secara
Whitney U. Hasil bertahap
akhir dari risiko meruncingkan
relaps diperiksa obat mereka
menggunakan uji untuk
Fisher, analisis penghentian.
regresi logistik,
dan estimasi
Kaplan-Meier dari
uji log-rank.
Analisis dilakukan
dengan
menggunakan
SPSS, versi 20.0
(IBM, Armonk,
N.Y.). Nilai p dua
sisi, 0,05 dianggap
signifikan secara
statistik.
BAB III
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
B. Pembahasan
Persalinan dan melahirkan adalah kondisi fisiologis yang normal
dalam kehidupan manusia. Pada ibu postparatum akan terjadi kelelahan,
perubahan peran, perubahan mood seperti kesedihan dan kecemasan.
Periode postpartum dikenal sebagai perubahan nyata dalam kehidupan
perempuan yang membutuhkan berbagai penyusuaian. Periode postpartum
menciptakan banyak tantangan bagi ibu dan dapat mempengaruhi
kemampuan mereka untuk menikmati perewatan bayi mereka (Sword,
2005). Kecemasan adalah gangguan alam perasaan yang ditandai dengan
perasaan ketakutan atau kekhawatiran yang mendalam dan berkelanjutan,
tidak mengalami gangguan dalam menilai realitas, kepribadian utuh,
perilaku dapat terganggu tapi masih dalam batas normal (Hawari, 2006).
Kecemasan yang jika tidak segera diatasi dapat menyebabkan
depresi postpartum (Iskandar, dkk, 2007). Adapun rasa cemas dapat
menimbulkan berbagai masalah, termasuk depresi postpartum pada ibu
dimana keadaan psikosis ibu terganggu. Depresi postpartum merupakan
suatu keadaan psikosis mendadak. Psikosis adalah suatu kondisi gangguan
jiwa yang ditandai dengan adanya ketidakmampuan membedakan antara
realita dan khayalan (Videback, Sheila dkk, 2008). Psikosis yaitu istilah
medis yang bermakna tentang gangguan keadaan mental yang disebabkan
delusi atau halusinasi. Jenis mental illness psikosis adalah skizofernia,
depresi, bipolar, PTSD dan paranoid (Putri G, 2018).
Periode postpartum psikosis dapat mengancam jiwa sang ibu, yang
terjadi sekitar 0,1% pada wanita pasca persalinan. wanita dengan riwayat
gangguan bipolar atau psikosis saat postpartum akan mengalami resiko
lebih tinggi terjadi ulang saat postpartum (Bergink dkk, 2012). Sedangkan
psikosis postpartum (PPP) adalah kondisi kejiwaan yang parah dan
keadaan darurat psikiatris yang membutuhkan intervensi segera. Wanita
yang mengalami PPP akan mengalami delusi yang cepat, perubahan
suasana hati, pemikiran yang bingung, dan perilaku yang sangat tidak
teratur. Konsekuensi yang lebih serius pada wanita yang mengalami PPP
akan melakukan bunuh diri serta dapat membahayakan bayi (Babu dkk,
2013).
Penatalaksaan yang dapat dilakukan pada pengobatan kecemasan
dapat dilakukan dengan 2 tata penatalaksanaan yaitu secara farmakologi
dan non farmakologi. Penatalaksanaan farmakologi dapat diberikan
menggunakan obat anti kecemasan non benzodiazepine, seperti buspiron
(buspar) dan berbagai antridepresan lainnya. Sedangkan pada
penatalaksanaan non farmakologis dapat dilakukan dengan cara
mengalihkan perhatian pada hal-hal lain yang positif. Salah satu distraksi
yang efektif dengan memberikan dukungan spiritual sehingga dapat
menurunkan hormone stressor, mengaktifkan hormone endorphin,
meningkatkan perasaan rileks. Adanya terapi relaksasi yang dilakukan
dapat berupa relaksasi, meditasi, relaksasi imajinasi dan visualisasi
( Isaacs, 2005). Sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan Bergink
dkk (2015) bahwa adanya pencegahan yang dapat dilakukan dalam
perawatan psikosis postpartum dengan 2 tahapan penatalaksanaan yaitu
secara farmakologis dan non-farmakologis. Penatalaksanaan secara non-
farmakologi dapat dilakukan dengan mengoptimalkan interaksi ibu dan
bayi. Intervensi yang diberikan oleh perawat yaitu adanya umpan balik
video interaksi dan pijat bayi. Sedangkan secara tahapan farmakologis
dapat dilakukan dalam 4 langkah yaitu yang step pertama awalnya diobati
dengan larozepam pada waktu tidur selama 3 hari. Step kedua jika pasien
yang menerima larozepam memiliki gejala psikotik persisten maka akan
direkomendasi antipsikotik dimulai hari ke 4 dengan kandungan
haloperidol (2-6 mg/hari). Step ketiga setelah 2 minggu pemberian
benzodiazepine dan antipsikotik, maka akan direkomendasikan lithium
(0,8-1,2 mmol/L). Step keempat untuk pasien yang tidak memiliki respon
setelah 12 minggu pengobatan kombinasi dengan benzodiazepine,
antipsikotik dan lithium maka ECT akan direkomendasikan.
Disarankan pada perempuan dengan stabilizer suasana hati pada
saat pengobatan farmakologis selama kehamilan. Dengan pemberian
lithium sebagai penstabil suasana hati yang lebih efektif sebagai
farmakologi utama. Yang diberikan tiga kali sehari selama kehamilan.
Kemudian diturunkan saat postpartum minimal sekali perhari dengan
tingkat plasma 0,8 mmol/L. bagi wanita postpartum diberikan lithium
dimulai malam pertama setelah melahirkan. Di monitor 2 kali seminggu
pada minggu pertama pasca melahirkan dan sekali seminggu pada
minggu ke 2 dan 3 (Bergink dll, 2012). Sedangkan diberikan pengobatan
benzodiazepin, antipsikotik, dan lithium. Dokter yang menangani
diberikan kuesioner meliputi riwayat kebidanan, kehamilan, persalinan,
menyusui, keadaan bayi, dan riwayat timbulnya penyakit. Kondisi pasien
diikuti selama setidaknya 1 minggu (Bergink dkk, 2011). Bila
postpartum psikosis yang berat terjadi dan tidak mampu dicegah dengan
kombinasi pengobatan benzodiazepine, antipsikotik dan lithium maka
akan dilanjutkan dengan ECT. Terapi electroconvulsive (ECT) adalah
modalitas pengobatan yang efektif yang membawa perbaikan klinis yang
cepat dalam kondisi seperti depresi berat, mania berat, dan skizofrenia.
ECT juga salahh satu alternatif pengobatan pilihan dalam kasus PPP dan
depresi postpartum yang berat dan sulit disembuhkan (Babu dkk, 2013).
Pemilihan antipsikotik sebagai stabilisasi mood adalah terapi pilihan
pada mania dengan gejala psikotik dan juga membantu pada beberapa
tipe mania yang lain ( Fithriyah I dan Margono MH, 2013).
Terapi yang komrehensif diperlukan pasien untuk mencapai
kembali fungsinya semula dan kualitas hidup yang tetap baik. Terapi
komprehensif meliputi farmakoterapi dan intervensi psikososial
( Fithriyah I dan Margono MH, 2013). Adaptasi psikologis ibu
postpartum merupakan reaksi akibat stimulus atau rangsangan jiwa
seseorang ibu setelah selesai melahirkan. Orang dewasa khususnya
seorang wanita diharapkan memainkan peranan-peranan baru seperti
peranan sebagai seorang istri, orangtua, setiap wanita membutuhkan
kasih saying, pengakuan dari manusia lain serta butuh dikenal, btuh
dihargai, butuh diperhatikan dan butuh dukungan orang lain, keluarga
dan teman terutama setelah melahirkan. Dalam memberikan dukungan
dan support tenaga kesehatan dapat melibatkan suami, keluarga dan
teman didalam melaksanakan asuhan. Dengan adanya a good human
relationship diharapkan dapat memenuhi kebutuhan psikologis ibu
setelah melahirkan (Ratnawati dkk, 2013).
Kebanyakan wanita dengan postpartum psikosis perlu dilakukan
perawatan di rumah sakit, namun ada beberapa dapat dilakukan
perawatan dirumah dengan aman yaitu dukungan rutin dari petugas
kesehatan. Saat dilakukan perawatan dirumah sebaiknya dapat
berperilaku dengan menjaga ketenangan dari suara yang keras dan
gambar TV, coba memahami apa yang dipikirkan. Bagi petugas
kesehatan di Indonesia dapat dilakukan rekomendasi adanya Mother and
Baby Unit (MBU) di rumah sakit, dengan adanya MBU menjadi tempat
terbaik untuk mengobati psikosis pascapersalinan. Dilakukan perawatan
kesehatan secara tim dengan pengetahuan dari ahli kesehatan mental.
Menyediakan fasilitas untuk merawat bayi dan dukungan ikatan antara
ibu dan bayi. Bila memungkinkan dirawat sebentar di rumah sakit, tetapi
pelu minum obat untuk periode yang lebih lama setelah dipulangkan.
Obat yang biasa digunakan untuk mengobati postpartum psikosis yaitu
antipsikotik untuk membantu gejala seperti kepercayaan yang tidak biasa
(delusi) dan melihat atau mendengar hal-hal yang tidak ada disana
(halusinasi). Benzodiazepin digunakan untuk membantu mengurangi
agitasi dan kecemasan. Stabilisator suasana hati digunakan untuk
mengobati suasana hati yang tinggi (Mania), suasana hati rendah
(depresi) dan dramatis perubahan mood. Antidepresan digunakan untuk
membantu meningkatkan rendah mood, tetapi pada wanita dengan
Postpartum psikosis paling mereka sukai sering digunakan bersama
dengan penstabil suasana hati (Jesicca H, 2014).
Pengobatan postpartum psikosis terdiri dari pendekatan
multidisiplin tentang perjalanan penyakitnya, memperlakukan wanita
dengan agen farmakologis, memberikan psikoterapi suportif dan
memberikan penilaian resiko keamanan terus menerus untuk ibu dan
bayi. Sementara bidan dapat memberikan pendidikan, dukungan
emosional dan penilaian resiko keselamatan, bidan dapat berperan dalam
memberikan pendidikan pada perempuan tentang efek samping yang
akan dialami dari obat-obatan dan pentingnya kepatuhan pengobatan.
Manajemen yang dapat dilakukan bidan pada postpartum psikosis yaitu
adanya konseling prakonsepsi untuk resiko tinggi, berikan perawatan
suportif kepada pasien dan keluarga, melakukan kolaborasi dengan tim
kesehatan mental, rujukan ke psikiatri dan dokter kandungan untuk
kolaborasi evaluasi dan menajemen obat, memfasilitasi hubungan pasien
dengan realitas stress yang dialami, pentingnya edukasi tentang tidur dan
kepatuhan minum obat pada pasien.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Persalinan dan melahirkan adalah kondisi fisiologis yang normal dalam
kehidupan manusia. Periode postpartum menciptakan banyak tantangan bagi
ibu dan dapat mempengaruhi kemampuan mereka untuk menikmati perawatan
bayi. Adapun rasa cemas dapat menimbulkan berbagai masalah, termasuk
depresi postpartum pada ibu dimana keadaaan psikosis ibu terganggu. Terapi
yang komprehensif diperlukan pasien untuk mencapai kembali fungsinya
semula dan kualitas hidup yang baik. Terapi komprehensif meliputi
farmakoterapi dan intervensi psikososial. Kebanyakan wanita dengan
postpartum psikosis perlu dilakukan perawatan di rumah sakit, namun ada
beberapa dapat dillakukan perawatan dirumah dengan aman yaitu dukungan
rutin dari petugas kesehatan. Bagi petugas kesehatan di Indonesia dapat
dilakukan rekomendasi adanya mother and baby unit di rumah sakit, dengan
menyediakan fasilitas untuk merawat bayi dan dukungan ikatan antara ibu dan
bayi.
B. Rekomendasi
Bidan dapat berperan sebagai educator, conselor, provider, researcher dan
advocate (Bobak, 2003). Berkaitan dengan berbagai peran tersebut bidan harus
memiliki pengetahuan tentang perawatan psikologis ibu post partum, sehingga
mampu melakukan pencegahan psikosis post partum. Bidan memiliki peranan
untuk memberikan intervensi, salah satunya melalui pendidikan kesehatan untuk
membantu ibu memahami tentang dampak dan pencegahan serta penanganan jika
terjadi psikosis pada ibu post partum. Maka rekomendasi yang dapat mencegah
terjadinya psikosis postpartum adalah
“INTERVENSI PENDIDIKAN KESEHATAN BERFOKUS PADA ASPEK
PSIKOLOGIS UNTUK PENCEGAHAN PSIKOSIS POST PARTUM
(INSPEKSI BERDASI)“
1. Tujuan
Meningkatkan pengetahuan ibu, sehingga ibu mampu mengambil
keputusan untuk perawatan yang akan dijalaninya serta memungkinkan ibu
terlibat aktif dalam perawatan dirinya sehari-hari sehingga meningkatkan
kemandiriannya. Selain itu, ibu post partum diajarkan tehnik relaksasi untuk
digunakan saat mengalami keadaan stres, cemas dan depresi. Dengan
intervensi pendidikan kesehatan diharapkan ibu postpartum mampu merawat
dirinya dengan baik secara fisik maupun psikologis sehingga mampu
beradaptasi dengan peran barunya sebagai ibu bayi dan terhindar dari gangguan
psikologis postpartum.
2. Manfaat
Berbagai respon psikologis yang menimbulkan stres dan perilaku selama
masa post partum dapat berawal dari ketidaktahuan dan keterlambatan
mendapatkan informasi. Pengelolaan aspek kognitif untuk meningkatkan
pengetahuan dengan pemberian pendidikan kesehatan merupakan hal penting
untuk menunjang keberhasilan program pencegahan psikosis postpartum.
3. Pelaksana konselor: Bidan
4. Sasaran : ibu hamil trimester I berlanjut sampai nifas beserta suami atau
keluarga
5. Waktu pelaksanaan : pada saat pemeriksaan kehamilan dan nifas.
6. Langkah-Langkah
Langkah-langkah pencegahan dasar untuk setiap wanita (Buckley, 1993;
Gilbert dan Harmon, 2003; Palmer & Baugh, 2009), yaitu :
a. Meminimalkan dampak perubahan hormonal postpartum dan stres dengan
menjaga kesehatan tubuh dan berpikir positif atas semua hal yang telah
terjadi.
b. Meminta bantuan dari orang lain, sehingga ibu postpartum dapat
memperoleh tidur cukup, makanan sehat, olah raga.
c. Menghindari alkohol, kefein dan obat-obatan kecuali yang
direkomendasikan oleh dokter.
d. Memeriksakan diri ke layanan kesehatan 3-4 minggu post partum lebih
baik daripada 6 minggu jika khawatir tentang pengembangan.
e. Mengikuti program bimbingan orang tua dengan kelas pijat bayi, untuk
memperkuat hubungan ibu dan bayi.
Intervensi kebidanan pada ibu post partum untuk pencegahan psikosis pada
ibu post partum (Buckley, 1993; Gilbert dan Harmon, 2003; Epperson, 2007),
meliputi :
a. Gunakan screening tools pada ibu postpartum untuk menilai tingkat
depresi
b. Sediakan materi pendidikan tentang tanda dan gejala depresi, biarkan ibu
tahu bahwa perawat memperhatikan emosional mereka seperti halnya
kesehatan fisik.
c. Kaji keinginan bunuh diri atau rencana membahayakan diri sendiri dan
orang lain, rujuk pada spesialis jiwa
d. Turunkan kecemasan ibu dan fasilitasi koping
1) Sediakan waktu bagi ibu dan keluarga untuk ekspresi perasaan.
2) Motivasi ibu untuk melepaskan kecemasan, ketidakpastian, marah, dan
khaatir akan konflik yang dialami.
3) Bantu ibu mengidentifikasi, menganalisa, dan mengerti penyebab
kejadian tersebut.
4) Ajarkan bentuk koping yang efektif
5) Jelaskan kondisi ibu dengan risiko tinggi dan cara perawatan ibu
6) Bantu ibu untuk memperoleh suport sosial
7) Rujuk pada perawat spesialis klinik perinatal, konselor, pekerja sosial
atau pelayanan spiritual.
8) Tingkatkan harga diri ibu.
7. Metode/media : ceramah, kunjungan rumah dan booklet yang berisi pengertian,
pembagian depresi, faktor risiko, penyebab, dampak, cara mencegah, kapan ibu
menderita depresi post partum, tips mengatasi gejala depresi, kiat sehat dan
cantik setelah melahirkan, manajemen stres, cemas dan depresi.
Instrumen monitoring dan evaluasi: Edinburgh Postpartum Depression Scale
(EPDS) pada setiap pertemuan.
DAFTAR PUSTAKA
Bergink, V., Ph, D., Rasgon, N., Ph, D., & Wisner, K. L. (2016). Postpartum
Psychosis : Madness , Mania , and Melancholia in Motherhood, (December),
1179–1188. https://doi.org/10.1176/appi.ajp.2016.16040454
Bobak IM, Lowdermilk & Jensen MD, 2003. Maternity and womens health care.
7th ed. St Louis : Mosby.
Buckley K and Kulb NW, 1993. High Risk Maternity Nursing Manual Nursing
2nd ed. Philadelphia: William & Wilkins.
Gilbert ES & Harmon JS, 2003. Manual of high risk pregnancy and delivery (3nd
ed). Missouri : Mosby Elsevier : p.130-40, 184-194
Holford, N., Channon, S., Heron, J., & Jones, I. (2018). The impact of postpartum
psychosis on partners, 1–10.
KEMENKES RI (2014).
Moore, C. E., Nget, P., Saroeun, M., Kuong, S., Chanthou, S., Kumar, V., …
Parry, C. M. (2015). Intestinal parasite infections in symptomatic children
attending hospital in Siem Reap, Cambodia. PLoS ONE, 10(5), 1–15.
https://doi.org/10.1371/journal.pone.0123719
Tinkelman, A., Hill, E. A., Deligiannidis, K. M., Services, P. P., Hospital, Z. H.,
Oaks, G., … Health, N. (2018). Management of New Onset Psychosis in the
Postpartum Period, 78(9), 1423–1424.
https://doi.org/10.4088/JCP.17ac11880.Management
Vanderkruik, R., Barreix, M., Chou, D., Allen, T., Say, L., & Cohen, L. S. (2017).
The global prevalence of postpartum psychosis : a systematic review, 1–9.
https://doi.org/10.1186/s12888-017-1427-7