Anda di halaman 1dari 46

ASUHAN PADA ANAK DENGAN IMUNISASI CAMPAK DI BIDAN DESA

BLANGSENIBONG KECAMATAN LANGSA KOTA


KABUPATEN KOTA LANGSA

NAMA : NADIA AULIA ISMI

NIM : P00324218024

DOSEN PEMBIMBING : FADZRIA MPH

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN ACEH

PRODI DIII KEBIDANAN KOTA LANGSA

TAHUN 2020/2021
LEMBAR PENGESAHAN

NADIA AULIA ISMI FAZDRIA MPH


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
“Imunisasi campak” ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
laporan.Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang
“Imunisasi campak” bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Saya mengucapkan terima kasih kepada ibu Fazdria MPH selaku


pembimbingyang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan
dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang saya tekuni.Saya juga mengucapkan
terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian pengetahuannya
sehingga saya dapat menyelesaikan laporan ini.

Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi
kesempurnaan makalah ini.

Langsa, November 2020

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL............................................................................. i
PERSETUJUAN PEMBIMBING........................................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN............................................................... iii
KATA PENGANTAR........................................................................... iv
DAFTAR ISI.......................................................................................... vi
DAFTAR TABEL.................................................................................. viii
DAFTAR GAMBAR............................................................................. ix
DAFTAR LAMPIRAN......................................................................... x

BAB I PENDAHULUAN...................................................................... 1
A. Latar Belakang ..................................................................... 1
B. Perumusan Masalah............................................................... 4
C. Tujuan Penelitian................................................................... 4
D. Manfaat Penelitian................................................................. 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................... 6


A. Kehamilan............................................................................. 6
1. Definisi ........................................................................... 6
2. Adaptasi Fisiologis Pada Masa Kehamilan .................... 6
3. Adaptasi Psikologis Pada Masa Kehamilan.................... 9
4. Kebutuhan Dasar Pada Ibu Hamil................................... 10
5. Tanda Bahaya Pada Ibu hamil......................................... 12
6. Antenatal (ANC) Terpadu............................................... 13
7. Kartu Skor Poedji Rochjati............................................. 15
B. Anemia Pada Ibu Hamil........................................................ 15
1. Definisi............................................................................ 15
2. Tanda dan gejala.............................................................. 17
3. Etiologi ........................................................................... 17
4. Klasifikasi........................................................................ 18
5. Patofisiologi.................................................................... 19
6. Diagnosis ........................................................................ 20
7. Komplikasi...................................................................... 20
8. Penatalaksanaan ............................................................. 21
9. Kerangka Konseptual...................................................... 24

BAB III METODE PENELITIAN ..................................................... 25


A. Rencana Asuhan dan Kerangka Kerja .................................. 25
B. Informan................................................................................ 26
C. Pengumpulan Data................................................................ 26
D. Masalah Etika........................................................................ 26

BAB IV PENULISAN LAPORAN DAN PENCATATAN ASUHAN 29


A. Hasil Identitas/Biodata.......................................................... 29
1. Asuhan Kebidanan Kehamilan........................................ 29
a. Asuhan Kebidanan Kehamilan Kunjungan 1............ 29
b. Asuhan Kebidanan Kehamilan Kunjungan 2............ 34
c. Asuhan Kebidanan Kehamilan Kunjungan 3............ 38
B. Pembahasan........................................................................... 42

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN................................................ 45


A. Kesimpulan............................................................................ 45
B. Saran...................................................................................... 46

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Campak dalam sejarah anak telah dikenal sebagai pembunuh terbesar,


meskipun adanya vaksin telah dikembangkan lebih dari 30 tahun yang lalu, virus
campak ini menyerang 50 juta orang setiap tahun dan menyebabkan lebih dari 1 juta
kematian. Insiden terbanyak berhubungan dengan morbiditas dan mortalitas
penyakit campak yaitu pada negara berkembang, meskipun masih mengenai
beberapa negara maju seperti Amerika Serikat.
Campak adalah salah satu penyakit infeksi yang dapat dicegah dengan
imunisasi dan masih masalah kesehatan di Indonesia. Penyakit ini umumnya
menyerang anak umur di bawah lima tahun (Balita) akan tatapi campak bisa
menyerang semua umur. Campak telah banyak diteliti, namun masih banyak
terdapat perbedaan pendapat dalam penanganannya. Imunisasi yang tepat pada
waktunya dan penanganan sedini mungkin akan mengurangi komplikasi penyakit
ini.

B. Rumusan Masalah
1. apa pengertian campak?
2. bagaimana riwayat alamiah dari penyakit campak?
3. bagaimana etiologi, epidemiologi, patofisiologi dan gejala klinis penyakit
campak?
4. Bagaimana pencegahan penyakit campak?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian campak
2. Untuk mengetahui etiologi, epidemiologi dan patofisiologi dari penyakit
campak
3. Untuk mengetahui riwayat alamiah dari penyakit campak
4. Untuk mengetahui cara pencegah
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian

Campak yang disebut juga dengan measles atau rubeola merupakan


suatu penyakit infeksi akut yang sangat menular, disebabkan oleh paramixovirus
yang pada umumnya menyerang anak-anak. Penyakit ini ditularkan dari orang ke
orang melalui percikan liur (droplet) yang terhirup
Campak ialah penyakit infeksi virus akut, menular yang ditandai dengan
3 stadium, yaitu: a. stadium kataral, b. stadium erupsi dan c. stadium konvalesensi.
Campak adalah suatu penyakit akut menular, ditandai oleh tiga stadium:

1. Stadium kataral
Di tandai dengan enantem (bercak koplik) pada mukosa bukal dan faring, demam
ringan sampai sedang, konjungtivitis ringan, koryza, dan batuk.

2. Stadium erupsi
Ditandai dengan ruam makuler yang muncul berturut-turut pada leher dan muka,
tubuh, lengan dan kaki dan disertai oleh demam tinggi.

3. Stadium konvalesensi
Ditandai dengan hilangnya ruam sesuai urutan munculnya ruam, dan terjadi
hiperpigmentasi
B. Riwayat Alamiah Penyakit Campak

Riwayat alamiah penyakit campak melalui tahap-tahap sebagai berikut :


a.Tahap prepatogensis
b.Tahap Patogenesis
c.Tahap Akhir/ pasca patogenesis.

1.Tahap Prepatogensis

Pada tahap ini individu berada dalam keadaan normal/sehat tetapi mereka pada
dasarnya peka terhadap kemungkinan terganggu oleh serangan agen penyakit
(stage of suseptibility). Walaupun demikian pada tahap ini sebenarnya telah
terjadi interaksi antara penjamu dengan bibit penyakit. Tetapi interaksi ini masih
terjadi di luar tubuh, dalam arti bibit penyakit masih ada diluar tubuh pejamu
dimana para kuman mengembangkan potensi infektifitas, siap menyerang
peniamu. Pada tahap ini belum ada tanda-tanda sakit sampai sejauh daya tahan
tubuh penjamu masih kuat. Namun begitu penjamunva ‘lengah’ ataupun memang
bibit penyakit menjadi lebih ganas ditambah dengan kondisi lingkungan yang
kurang menguntungkan pejamu, maka keadaan segera dapat berubah. Penyakit
akan melanjutkan perjalanannya memasuki fase berikutnya, tahap patogenesis.

2.Tahap Patogenesis

Tahap ini meliputi 4 sub-tahap yaitu:- Tahap Inkubasi, - Tahap Dini, - Tahap
Lanjut, dan -Tahap Akhir.
· Tahap Inkubasi
Masa inkubasi dari penyakit campak adalah 10-20 hari. Pada tahap ini individu
masih belum merasakan bahwa dirinya sakit
Penyakit tetap berlangsung secara kroni
C. Etiologi,

Campak disebabkan oleh virus RNA dari famili paramixoviridae, genus


Morbillivirus. Selama masa prodormal dan selama waktu singkat sesudah
ruam tampak, virus ditemukan dalam sekresi nasofaring, darah dan urin. Virus
dapat aktif sekurang-kurangnya 34 jam dalam suhu kamar.
Virus campak dapat diisolasi dalam biakan embrio manusia atau jaringan
ginjal kera rhesus. Perubahan sitopatik, tampak dalam 5-10 hari, terdiri dari
sel raksasa multinukleus dengan inklusi intranuklear. Antibodi dalam sirkulasi
dapat dideteksi bila ruam muncul.
Penyebaran virus maksimal adalah melalui percikan ludah (droplet) dari mulut
selama masa prodormal (stadium kataral). Penularan terhadap penderita rentan
sering terjadi sebelum diagnosis kasus aslinya. Orang yang terinfeksi menjadi
menular pada hari ke 9-10 sesudah pemajanan, pada beberapa keadaan dapat
menularkan hari ke 7. Tindakan pencegahan dengan melakukan isolasi
terutama di rumah sakit atau institusi lain, harus dipertahankan dari hari ke 7
sesudah pemajanan sampai hari ke 5 sesudah ruam muncul.

1. Epidemiologi

Berdasarkan hasil penyelidikan lapangan KLB campak yang dilakukan Subdit


Surveilans dan Daerah pada tahun 1998-1999, kasus-kasus campak terjadi
karena anak belum mendapat imunisasi cukup tinggi, mencapai sekitar 40–
100 persen dan mayoritas adalah balita (>70 persen).
Frekuensi KLB campak pada tahun 1994-1999 berdasarkan laporan seluruh
provinsi se-Indonesia ke Subdit Surveilans, berfluktuasi dan cenderung
meningkat pada periode 1998–1999: dari 32 kejadian menjadi 56 kejadian.
Angka frekuensi itu sangat dipengaruhi intensitas laporan dari provinsi atau
kabupaten/kota. Daerah-daerah dengan sistern pencatatan dan pelaporan yang
cukup intensif dan mempunyai kepedulian cukup tinggi terhadap pelaporan
KLB, mempunyai kontribusi besar terhadap kecenderungan
meningkatnya frekuensi KLB campak di Indonesia, seperti Jawa Barat, NTB,
Jambi, Bengkulu dan Yogyakarta.
Dari sejumlah KLB yang dilaporkan ke Subdit Surveilans, diperkirakan KLB
campak sesungguhnya terjadi jauh lebih banyak. Artinya, masih banyak KLB
campak yang tidak terlaporkan dari daerah dengan berbagai kendala.
Walaupun frekuensi KLB campak yang dilaporkan itu mengalami
peningkatan, tapi jumlah kasusnya cenderung menurun dengan rata-rata kasus
setiap KLB selama 1994–1999, yaitu sekitar 15–55 kasus pada setiap
kejadian. Berarti besarnya jumlah kasus setiap episode KLB campak selama
periode itu, rata-rata tidak lebih dari 15 kasus.
Dari 19 lokasi KLB campak yang diselidiki Subdit Surveilans, daerah dan
mahasiswa FETP (UGM) selama tahun 1999, terlihat attack-rate pada KLB
campak dominan pada kelompok umur balita. Angka proporsi penderita pada
KLB campak 1998–1999 juga menunjukkan proporsi terbesar pada kelompok
umur 1–4 tahun dan 5–9 tahun bila dibandingkan kelompok umur lebih tua
(10–14 tahun).

D.Patofisiologi

Lesi campak terdapat di kulit, membran mukosa nasofaring, bronkus, dan


saluran cerna dan pada konjungtiva. Eksudat serosa dan proliferasi sel
mononuklear dan beberapa sel polimorfonuklear terjadi disekitar kapiler. Ada
hiperplasi limfonodi, terutama pada apendiks. Pada kulit, reaksi terutama
menonjol sekitar kelenjar sebasea dan folikel rambut. Bercak koplik pada
mukosa bukal pipi berhadapan dengan molar II terdiri dari eksudat serosa dan
proliferasi sel endotel serupa dengan bercak pada lesi kulit. Bronkopneumonia
dapat disebabkan oleh infeksi bakteri sekunder.
Pada kasus ensefalomielitis yang mematikan, terjadi demielinisasi pada
daerah otak dan medulla spinalis. Pada SSPE (Subacute Sclerosing
Panencephalitis) dapat terjadi degenerasi korteks dan substansia alba.
4. Gejala Klinis

Masa inkubasi 10-20 hari dan kemudian timbul gejala-gejala yang dibagi
dalam 3 stadium, yaitu:

· Stadium kataral (prodormal).


Stadium ini berlangsung selama 4-5 hari disertai gambaran klinis seperti
demam, malaise, batuk, fotopobia, konjungtivitis, dan coryza.
Menjelang akhir dari stadium kataral dan 24 jam sebelum timbul
enantem, terdapat bercak koplik berwarna putih kelabu sebesar ujung
jarum dan dikelilingi oleh eritema. Lokasinya di mukosa bukal yang
berhadapan dengan molar bawah. Gambaran darah tepi leukopeni dan
limfositosis.

· Stadium erupsi
Coryza dan batuk bertambah. Timbul enantem atau titik merah di
palatum durum dan palatum mole. Kadang – kadang terlihat bercak
koplik. Terjadi eritem bentuk makulopapuler disertai naiknya suhu
badan. Diantara macula terdapat kulit yang normal. Mula-mula eritema
timbul dibelakang telinga, bagian atas lateral tengkuk sepanjang rambut
dan bagian belakang bawah. Kadang-kadang terdapat perdarahan ringan
pada kulit. Rasa gatal, muka bengkak. Ruam mencapai anggota bawah
pada hari ke 3, dan
ruam kulit menghilang tanpa hiperpigmentasi. Suhu menurun sampai
normal kecuali bila ada komplikasi menghilang sesuai urutan terjadinya.
Terdapat pembesaran kelenjar getah bening di sudut mandibula dan di
daerah leher belakang. Sedikit terdapat splenomegali, tidak jarang
disertai diare dan muntah. Variasi yang biasa terjadi adalah Black
Measless, yaitu morbili yang disertai dengan perdarahan di kulit, mulut,
hidung, dan traktus digestivus.

· Stadium konvalesensi
Erupsi berkurang menimbulkan bekas yang berwarna lebih tua atau
hiperpigmentasi (gejala patognomonik) yang lama kelamaan akan hilang
sendiri. Selain itu ditemukan pula kelainan kulit bersisik.
Hiperpigmentasi ini merupakan gejala patognomonik untuk morbilli.
Pada penyakit-penyakit lain dengan eritema atau eksantema
Diagnosis

Diagnosis dibuat dari gambaran klinis, selama stadium prodormal, sel raksasa
multinuklear dapat ditemukan pada apusan mukosa hidung. Virus dapat
diisolasi pada biakan jaringan. Angka leukosit cenderung rendah dengan
limfositosis relatif. Pungsi lumbal pada penderita dengan ensefalitis campak
biasanya menunjukkan kenaikan protein dan sedikit kenaikan limfosit. Kadar
glukosa normal. Bercak koplik dan hiperpigmentasi adalah patognomonis
untuk rubeola/campak.

5. Komplikasi

Pada penyakit campak terdapat resistensi umum yang menurun sehingga dapat
terjadi alergi (uji tuberkulin yang semula positif berubah menjadi negatif).
Keadaan ini menyebabkan mudahnya terjadi komplikasi sekunder seperti:

a. Bronkopnemonia
Bronkopneumonia dapat disebabkan oleh virus campak atau oleh
pneumococcus, streptococcus, staphylococcus. Bronkopneumonia ini
dapat menyebabkan kematian bayi yang masih muda, anak dengan
malnutrisi energi protein, penderita penyakit menahun seperti
tuberkulosis, leukemia dan lain-lain. Oleh karena itu pada keadaan
tertentu perlu dilakukan pencegahan.
b. Komplikasi neurologis
Kompilkasi neurologis pada morbili seperti hemiplegi, paraplegi,
afasia, gangguan mental, neuritis optica dan ensefalitis.
c. Encephalitis morbili akut
Encephalitis morbili akut ini timbul pada stadium eksantem, angka
kematian rendah. Angka kejadian ensefalitis setelah infeksi morbili
ialah 1:1000 kasus, sedangkan ensefalitis setelah vaksinasi dengan
virus morbili hidup adalah 1,16 tiap 1.000.000 dosis.
d. SSPE (Subacute Scleroting panencephalitis)
SSPE yaitu suatu penyakit degenerasi yang jarang dari susunan saraf
pusat. Ditandai oleh gejala yang terjadi secara tiba-tiba seperti
kekacauan mental, disfungsi motorik, kejang, dan koma. Perjalan
klinis lambat, biasanya meninggal dalam 6 bulan sampai 3 tahun
setelah timbul gejala spontan. Meskipun demikian, remisi spontan
masih dapat terjadi. Biasanya terjadi pada anak yang menderita
morbili sebelum usia 2 tahun. SSPE timbul setelah 7 tahun terkena
morbili, sedang SSPE setelah vaksinasi morbili terjadi 3 tahun
kemudian.
Penyebab SSPE tidak jelas tetapi ada bukti-bukti bahwa virus morbilli
memegang peranan dalam patogenesisnya. Anak menderita penyakit
campak sebelum umur 2 tahun, sedangkan SSPE bisa timbul sampai 7
tahun kemudian SSPE yang terjadi setelah vaksinasi campak
didapatkan kira-kira 3 tahun kemudian. Kemungkinan menderita SSPE
setelah vaksinasi morbili adalah 0,5-1,1 tiap 10.000.000, sedangkan
setelah infeksi campak sebesar 5,2-9,7 tiap 10.000.000.
e. Immunosuppresive measles encephalopathy
Didapatkan pada anak dengan morbili yang sedang menderita
defisiensi imunologik karena keganasan atau karena pemakaian obat-
obatan imunosupresif.

7. Prognosis

Prognosis baik pada anak dengan keadaan umum yang baik, tetapi prognosis
buruk bila keadaan umum buruk, anak yang sedang menderita penyakit kronis
atau bila ada komplikasi4.
Angka kematian kasus di Amerika Serikat telah menurun pada tahun-tahun ini
sampai tingkat rendah pada semua kelompok umur, terutama karena keadaan
sosioekonomi membaik.
Campak bila dimasukkan pada populasi yang sangat rentan, akibatnya
bencana. Kejadian demikian di pulau Faroe pada tahun 1846 mengakibatkan
kematian sekitar seperempat, hampir 2000 dari populasi total tanpa
memandang umur.
2.4 Pencegahan Penyakit Campak
a. Pencegahan

· Imunisasi aktif.
Imunisasi campak awal dapat diberikan pada usia 12-15 bulan tetapi
mungkin diberikan lebih awal pada daerah dimana penyakit terjadi
(endemik). Imunisasi aktif dilakukan dengan menggunakan strain Schwarz
dan Moraten. Vaksin tersebut diberikan secara subcutan dan menyebabkan
imunitas yang berlangsung lama. Dianjurkan untuk memberikan vaksin
morbili tersebut pada anak berumur 10 – 15 bulan karena sebelum umur
10 bulan diperkirakan anak tidak dapat membentuk antibodi secara baik
karena masih ada antibodi dari ibu. Akan tetapi dianjurkan pula agar anak
yang tinggal di daerah endemis morbili dan terdapat banyak tuberkulosis
diberikan vansinasi pada umur 6 bulan dan revaksinasi pada umur 15
bulan. Di Indonesia saat ini masih dianjurkan memberikan vaksin morbili
pada anak berumur 9 bulan ke atas.
Vaksin morbili tersebut dapat diberikan pada orang yang alergi terhadap
telur. Hanya saja pemberian vaksin sebaiknya ditunda sampai 2 minggu
sembuh. Vaksin ini juga dapat diberikan pada penderita tuberkulosis aktif
yang sedang mendapat tuberkulosita. Akan tetapi vaksin ini tidak boleh
diberikan pada wanita hamil, anak dengan tuberkulosis yang tidak diobati,
penderita leukemia dan anak yang sedang mendapat pengobatan
imunosupresif.

· Imunisasi pasif.
Imunisasi pasif dengan kumpulan serum orang dewasa, kumpulan serum
konvalesens, globulin plasenta atau gamma globulin kumpulan plasma
adalah efektif untuk pencegahan dan pelemahan campak. Campak dapat
dicegah dengan menggunakan imunoglobulin serum dengan dosis 0,25
mL/kg diberikan secara intramuskuler dalam 5 hari sesudah pemajanan
tetapi lebih baik sesegera mungkin. Proteksi sempurna terindikasi untuk
bayi, anak dengan penyakit kronis dan untuk kontak dibangsal rumah saki
· Isolasi
Penderita rentan menghindari kontak dengan seseorang yang terkena
penyakit campak dalam kurun waktu 20-30 hari, demikian pula bagi
penderita campak untuk diisolasi selama 20-30 hari guna menghindari
penularan lingkungan sekitar.

b. Pengobatan

Simtomatik yaitu antipiretika bila suhu tinggi, sedativum, obat batuk dan
memperbaiki keadaan umum. Tindakan lain adalah pengobatan segera
terhadap komplikasi yang timbul.
Diberikan sedatif, antipiretik untuk demam tinggi, tirah baring dan masukan
cairan yang cukup. Penderita harus dilindungi dari kontak dengan cahaya
yang kuat selama masa fotofobia. Adanya komplikasi seperti ensefalitis,
SSPE, bronkopneumonia pada setiap kasus harus dinilai secara individual.

c. Campak di Indonesia

Program Pencegahan dan pemberantasan Campak di Indonesia pada saat ini


berada pada tahap reduksi dengan pengendalian dan pencegahan KLB. Hasil
pemeriksaan sample darah dan urine penderita campak pada saat KLB
menunjukkan Igm positip sekitar 70%
– 100%. Insidens rate semua kelompok umur dari laporan rutin Puskesmas
dan Rumah Sakit selama tahun 1992 – 1998 cenderung menurun, terutama
terjadi penurunan yang tajam pada kelompok umur = 90%) dan merata
disetiap desa masih merupakan strategi ampuh saat ini untuk mencapai
reduksi campak di Indonesia pada tahun 2000. CFR campak dari Rumah Sakit
maupun dari hasil penyelidikan KLB selama tahun 1997 – 1999 cenderung
meningkat, kemungkinan hal ini terjadi berkaitan dengan dampak kiris pangan
dan gizi, namun masih perlu dikaji secara mendalam dan komprehensive.
Sidang WHO tahun 1988, menetapkan kesepakatan global untuk membasmi
polio atau Eradikasi Polio (Rapo), Eliminasi Tetanus Neonatorum (ETN) dan
Reduksi Campak (RECAM) pada tahun 2000. Beberapa negara seperti
Amerika, Australia dan beberapa negara lainnya telah memasuki tahap
eliminasi campak. Pada sidang CDC/PAHO/WHO
12
tahun 1996 menyimpulkan bahwa campak dimungkinkan untuk dieradikasi,
karena satu-satunya pejamu (host) atau reservoir campak hanya pada manusia
dan adanya vaksin dengan potensi yang cukup tinggi dengan effikasi vanksin
85%. Diperkirakan eradikasi akan dapat dicapai 10 – 15 tahun setelah
eliminasi.
Program imunisasi campak di Indonesia dimulai pada tahun 1982 dan masuk
dalam pengembangan program imunisasi. Pada tahun 1991, Indonesia
dinyatakan telah mencapai UCI secara nasional. Dengan keberhasilan
Indonesia mencapai UCI tersebut memberikan dampak positip terhadap
kecenderungan penurunan insidens campak, khususnya pada Balita dari
20.08/10.000 – 3,4/10.000 selama tahun 1992 – 1997 (ajustment data rutin
SST). Walaupun imunisasi campak telah mencapai UCI namun dibeberapa
daerah masih terjadi KLB campak, terutama di daerah dengan cakupan
imunisasi rendah atau daerah kantong.

1) Tahapan pemberantasan Campak Pemberantasan campak meliputi


beberapa tahapan, dengan kriteria pada tiap tahap yang berbeda-beda.
a. Tahap Reduksi.
Tahap reduksi campak dibagi dalam 2 tahap: Tahap pengendalian
campak. Pada tahap ini terjadi penurunan kasus dan kematian, cakupan
imunisasi >80%, dan interval terjadinya KLB berkisar antara 4 – 8
tahun.
Tahap pencegahan KLB. Pada tahun ini cakupan imunisasi dapat
dipertahankan tinggi dan merata, terjadi penurunan tajam kasus dan
kematian, dan interval terjadinya KLB relative lebih panjang.
b. Tahap Eliminasi
Pada tahap eliminasi, cakupan imunisasi sudah sangat tinggi (>95%),
dan daerah-daerah dengan cakupan imunisasi rendah sudah sangat
kecil jumlahnya. Kasus campak sudah jarang dan KLB hampir tidak
pernah ternadi. Anak-anak yang dicurigai tidak terlindung
(susceptible) harus diselidiki dan mendapat imunisasi tambahan.
c. Tahap Eradikasi
Cakupan imunisasi tinggi dan merata, dan kasus campak sudah tidak
ditemukan. Transmisi virus sudah dapat diputuskan, dan negara-negara
di dunia sudah
13
memasuki tahap eliminasi. Pada TCG Meeting, Dakka, 1999,
menetapkan Indonesia berada pada tahap reduksi dengan pencegahan
terjadinya KLB.

2) Tujuan Reduksi Campak


Reduksi campak bertujuan menurunkan angka insidens campak
sebesar 90% dan angka kematian campak sebesar 95% dari angka
sebelum program imunisasi campak dilaksanakan. Di Indonesia, tahap
reduksi campak diperkirakan dengan insiden menjadi 50/10.000 balita,
dan kematian 2/10.000 (berdasarkan SKRT tahun 1982).

3) Strategi Reduksi Campak


Reduksi campak mempunyai strategi yaitu:
Imunisasi Rutin 2 kali, pada bayi 9-11 bulan dan anak Sekolah
Dasar Kelas I (belum dilaksanakan secara nasional) dan
Imunisasi Tambahan atau Suplemen.
Surveilans Campak.
Penyelidikan dan Penanggulangan KLB

Manajemen Kasus Pemeriksaan Laboratorium

4) Masalah pokok Surveilans dalam reduksi campak di Indonesia.


Surveilans dalam reduksi campak di Indonesia masih belum sebaik
surveilans eradikasi polio. Kendala utama yang dihadapi adalah,
kelengkapan data/laporan rutin Rumah Sakit dan Puskesmas yang
masih rendah, beberapa KLB campak yang tidak terlaporkan,
pemantauan dini (SKD – KLB) campak pada desa-desa berpotensi
KLB pada umumnya belum dilakukan dengan baik terutama di
Puskesmas, belum semua unit pelayanan kesehatan baik Pemerintah
maupun Swasta ikut berkontribusi melaporkan bila menemukan
campak. Dukungan dana yang belum memadai, terutama untuk
melaksanakan aktif surveilans ke Rumah Sakit dan pengembangan
surveilans campak pada umumnya. Surveilans campak sangat penting
untuk menilai perkembangan pemberantasan campak dan untuk
menentukan strategi pemberantasannya di setiap daerah
5) Angka Insidens
Insidens campak di Indonesia selama tahun 1992 – 1998 dari data
rutin Rumah sakit dan Puskesmas untuk semua kelompok umur
cenderung menurut dengan keleng – kapan laporan rata-rata
Puskesmas kurang lebih 60% dan Rumah sakit 40%. Penurunan
Insidens paling tajam terjadi pada kelompok umur Kejadian Luar
Biasa (KLB).
Dampak keberhasilan cakupan imunisasi campak nasional yang tinggi
dapat menekan insidens rate yang cukup tajam selama 5 tahun
terakhir, namun di beberapa desa tertentu masih sering terjadi KLB
campak. Asumsi terjadinya KLB campak di beberapa desa tersebut,
disebabkan karena cakupan imunisasi yang rendah (90%) atau
kemungkinan masih rendahnya vaksin effikasi di desa tersebut.
Rendahnya vaksin effikasi ini dapat disebabkan beberapa hal, antara
lain kurang baiknya pengelolaar: rantai dingin vaksi yang dibawa
kelapangan, penyimpanan vaksin di Puskesmas cara pemberian
imunisasi yang, kurang baik dan sebagainya. Dari beberapa hasil
penyelidikan lapangan KLB campak dilakukan oleh Subdit Surveilans
dan Daerah selama tahun 1998 – 1999, terlihat kasus-kasus campak
yang belum mendapat imunisasi masih cukup tinggi, yaitu kurang
lebih 40% – 100% (Grafik: 9). Dari sejumlah kasus-kasus yang belum
mendapat imunisasi tersebut, pada umumnya (>70%) adalah Balita.
Frekuensi KLB campak berdasarkan laporan yang dikirim dari seluruh
propinsi Indonesia ke Subdit Surveilans melalui laporan (W 1) selam
tahun 1994 – 1999 terlihat ber fluktuasi, dan cenderung meningkat
dari tahun 1998 – 1999 yaitu dari 32 kejadian menjadi 56 kejadian
(grafik: 2). Angka frekuensi tersebut sangat dipengaruhi oleh
intensitas laporan W1 dari Propinsi atau Kabupaten/Kota. Daerah-
daerah dengan sistern pencatatan dan pelaporan Wl yang cukup
intensive dan mempunyai kepedulian yang cukup tinggi terhadap
pelaporan Wl KLB, mempunyai kontribusi yang besar terhadap
kecenderungan meningkatnya frekuensi KLB campak di Indonesia
(Jawa Barat, NTB, Jambi Bengkulu, Yogyakarta). Dari sejumlah KLB
yang dilaporkan ke Subdit Surveilans, diperkirakan KLB campak yang
sesungguhnya terjadi jauh lebih baik. Dengan pengertian lain, masih
cuka.
banyak KLB campak yang tidak terlaporkan oleh Daerah dengan
berbagai kendala. Walaupun frekuensi KLB campak yang dilaporkan
mengalami peningkatan, namun jumlah kasusnya cenderung menurun
dengan rata-rata kasus setiap KLB selam tahun 1994 – 1999 sekitar 15
– 55 kasus pada setiap kejadian. Berarti besarnya jumlah kasus setiap
episode KLB campak selama periode tahun tersebut rata-rata tidak
lebih dari 15 kasus (grafik: 3 dan 4).
Dari 19 lokasi KLB campak yang diselidiki o1eh Subdit Surveilans
dan Daerah serta mahasiswa FETP (UGM) selama tahun 1999, terlihat
Attack Rate pada KLB campak dominan pada kelompok umur Balita,
(Grafik 5 dan 6′). (pie diagram). Angka proporsi penderita pada KLB
campak tahun 1998 – 1999 juga menunjukkan proporsi terbesar pada
kelompok umur 1 – 4 tahun dan S – 9 tahun dibandingkan pada
kelompok umur yang lebih tua (10 – 14 tahun) grafik:7.
Pada kelompok KLB campak telah dilakukan pengambilan spesimen
serologis dan urine untuk memastikan diagnosa lapangan dan
mengetahui virus campak. Hasil pemeriksaan sampel serologis dan
urine penderita campak pada 12 lokasi KLB campak di beberapa
Daerah selama tahun 1998 – 1999 yang diperiksa oleh Puslit. Penyakit
Menular Badan Litbangkes RI, menunjukkan IgM positif sekitar 70%
– 100%, (tabel: l). Angka tersebut mengindikasikan ketajaman
diagnosa campak dilapangan pada saat KLB berlangsung.
Angka Fatalitas Kasus (AFP atau CFR) campak di Rumah Sakit
maupun pada saat KLB terjadi selama tahun (1997 – 1999) cenderung
meningkat, masing-masing dari 0,1% – 1,1% dan 1,7% – 2,4% (grafik
8). Kecenderungan peningkatan CFR ini perlu pengkajian yang
mendalam dan koprehensive.
Jadi, Insidens Rate Campak dari data rutin selama tahun 1992 – 1998
di Indonesia cenderung menurun untuk semua kelompok umur.
Penurunan paling tajam pada kelompok
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Campak ialah penyakit infeksi virus akut, menular, secara


epidemiologi penyebab utama kematian terbesar pada anak. Menurut etiologinya
campak disebabkan oleh virus RNA dari famili paramixoviridae, genus
Morbillivirus, yang ditularkan secara droplet. Gejala klinis campak terdiri dari 3
stadium, yaitu stadium kataral, stadium erupsi dan stadium konvalesensi.
Campak dapat dicegah dengan melakukan imunisasi secara aktif, pasif dan
isolasi penderita. Insidens Rate Campak dari data rutin selama tahun 1992 –
1998 di Indonesia cenderung menurun untuk semua kelompok umur. Penurunan
paling tajam pada kelompok umur

3.2 Saran

Dengan disusunnya makalah ini mengharapkan kepada semua


pembaca agar dapat menelaah dan memahami apa yang telah terulis dalam
makalah ini sehingga sedikit banyak bisa menambah pengetahuan pembaca.
Disamping itu kami juga mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca
sehinga kami bisa berorientasi lebih baik pada makalah kami selanjutnya
DAFTAR PUSTAKA

Maldonado, Y. 2002. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta. EGC.

Anonim, 2008. Measles. http://dermnetnz.org/viral/morbilli.html. 18 januari 2010.


20.30

Depkes, R.I. 2004. Campak di Indonesia. http://www.penyakitmenular.info. 18


januari 2010. 20.40

Imunisasi, vaksinasi. 2008. http://www.sidenreng.com 19 januari 2010. 01.00

Ika. 2009. Ilmu Kesehatan Anak. http://www.wordpress.com 19 janua


46

Anda mungkin juga menyukai