A. DEFINISI
Kata arthritis berasal dari dua kata Yunani. Pertama, arthron, yang berarti sendi.
Kedua, itis yang berarti peradangan. Secara harfiah, arthritis berarti radang sendi. Sedangkan
Reumatoid arthritis adalah suatu penyakit autoimun dimana persendian (biasanya sendi
tangan dan kaki) mengalami peradangan, sehingga terjadi pembengkakan, nyeri dan
seringkali akhirnya menyebabkan kerusakan bagian dalam sendi (Gordon, 2002). Engram
(1998) mengatakan bahwa, Reumatoid arthritis adalah penyakit jaringan penyambung
sistemik dan kronis dikarakteristikkan oleh inflamasi dari membran sinovial dari sendi
diartroidial.
Reumatoid Artritis merupakan suatu penyakit inflamasi sistemik kronik yang
manifestasi utamanya adalah poliartritis yang progresif, akan tetapi penyakit ini juga
melibatkan seluruh organ tubuh.(Hidayat, 2006)
Artritis Reumatoid adalah suatu penyakit autoimun dimana persendian (biasanya
sendi tangan dan kaki) secara simetris mengalami peradangan, sehingga terjadi
pembengkakan, nyeri dan seringkali akhirnya menyebabkan kerusakan bagian dalam sendi.
Penyakit reumatik adalah penyakit inflamasi non- bakterial yang bersifat sistemik,
progesif, cenderung kronik dan mengenai sendi serta jaringan ikat sendi secara simetris.
( Rasjad Chairuddin, Pengantar Ilmu Bedah Orthopedi, hal. 165 )
Reumatoid arthritis adalah gangguan autoimun kronik yang menyebabkan proses
inflamasi pada sendi (Lemone & Burke, 2001).
Reumatik dapat terjadi pada semua jenjang umur dari kanak-kanak sampai usia lanjut.
Namun resiko akan meningkat dengan meningkatnya umur (Felson dalam Budi Darmojo,
2002).
Artritis Reumatoid adalah penyakit autoimun sistemik kronis yang tidak diketahui
penyebabnya dikarekteristikan dengan reaksi inflamasi dalam membrane sinovial yang
mengarah pada destruksi kartilago sendi dan deformitas lebih lanjut.( Susan Martin
Tucker.2003 )
Artritis Reumatoid ( AR ) adalah kelainan inflamasi yang terutama mengenai
mengenai membran sinovial dari persendian dan umumnya ditandai dengan dengan nyeri
persendian, kaku sendi, penurunan mobilitas, dan keletihan. (Diane C. Baughman. 2000 )
Artritis Reumatoid adalah suatu penyakit inflamasi kronik dengan manifestasi utama
poliartritis progresif dan melibatkan seluruh organ tubuh. (Arif Mansjour. 2005 )
Reumatik adalah gangguan berupa kekakuan, pembengkakan, nyeri dan kemerahan
pada daerah persendian dan jaringan sekitarnya (Adellia, 2011).
B. ETIOLOGI
Hingga kini penyebab Remotoid Artritis (RA) tidak diketahui, tetapi beberapa
hipotesa menunjukan bahwa RA dipengaruhi oleh faktor-faktor :
1. Mekanisme IMUN ( Antigen-Antibody) seperti interaksi antara IGC dan faktor
Reumatoid
2. Gangguan Metabolisme
3. Genetik
4. Faktor lain : nutrisi dan faktor lingkungan (pekerjaan dan psikososial)
Penyebab penyakit Reumatoid arthritis belum diketahui secara pasti, namun faktor
predisposisinya adalah mekanisme imunitas (antigen-antibodi), faktor metabolik, dan infeksi
virus (Suratun, Heryati, Manurung & Raenah, 2008).
Adapun Faktor risiko yang akan meningkatkan risiko terkena nya artritis reumatoid
adalah;
Jenis Kelamin.
Perempuan lebih mudah terkena AR daripada laki-laki. Perbandingannya adalah 2-3:1.
Umur.
Artritis reumatoid biasanya timbul antara umur 40 sampai 60 tahun. Namun penyakit ini
juga dapat terjadi pada dewasa tua dan anak-anak (artritis reumatoid juvenil)
Riwayat Keluarga.
Apabila anggota keluarga anda ada yang menderita penyakit artritis Reumatoid maka
anda kemungkinan besar akan terkena juga.
Merokok.
Merokok dapat meningkatkan risiko terkena artritis reumatoid.
C. KASIFIKASI
Buffer (2010) mengklasifikasikan reumatoid arthritis menjadi 4 tipe, yaitu:
1. Reumatoid arthritis klasik
pada tipe ini harus terdapat 7 kriteria tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung
terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6 minggu.
2. Reumatoid arthritis defisit
pada tipe ini harus terdapat 5 kriteria tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung
terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6 minggu.
3. Probable Reumatoid arthritis
pada tipe ini harus terdapat 3 kriteria tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung
terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6 minggu.
4. Possible Reumatoid arthritis
pada tipe ini harus terdapat 2 kriteria tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung
terus menerus, paling sedikit dalam waktu 3 bulan.
D. PATOFISIOOGI
Pada Reumatoid arthritis, reaksi autoimun (yang dijelaskan sebelumnya) terutama
terjadi dalam jaringan sinovial. Proses fagositosis menghasilkan enzim-enzim dalam sendi.
Enzim-enzim tersebut akan memecah kolagen sehingga terjadi edema, proliferasi membran
sinovial dan akhirnya pembentukan pannus. Pannus akan menghancurkan tulang rawan dan
menimbulkan erosi tulang. Akibatnya adalah menghilangnya permukaan sendi yang akan
mengganggu gerak sendi. Otot akan turut terkena karena serabut otot akan mengalami
perubahan degeneratif dengan menghilangnya elastisitas otot dan kekuatan kontraksi otot
(Smeltzer & Bare, 2002).
Inflamasi mula-mula mengenai sendi-sendi sinovial seperti edema, kongesti
vaskular, eksudat febrin dan infiltrasi selular. Peradangan yang berkelanjutan, sinovial
menjadi menebal, terutama pada sendi artikular kartilago dari sendi. Pada persendian ini
granulasi membentuk pannus, atau penutup yang menutupi kartilago. Pannus masuk ke
tulang sub chondria. Jaringan granulasi menguat karena radang menimbulkan gangguan pada
nutrisi kartilago artikuer. Kartilago menjadi nekrosis.
Tingkat erosi dari kartilago menentukan tingkat ketidakmampuan sendi. Bila
kerusakan kartilago sangat luas maka terjadi adhesi diantara permukaan sendi, karena
jaringan fibrosa atau tulang bersatu (ankilosis). Kerusakan kartilago dan tulang
menyebabkan tendon dan ligamen jadi lemah dan bisa menimbulkan subluksasi atau dislokasi
dari persendian. Invasi dari tulang sub chondrial bisa menyebkan osteoporosis setempat.
Lamanya Reumatoid arthritis berbeda pada setiap orang ditandai dengan adanya
masa serangan dan tidak adanya serangan. Sementara ada orang yang sembuh dari serangan
pertama dan selanjutnya tidak terserang lagi. Namun pada sebagian kecil individu terjadi
progresif yang cepat ditandai dengan kerusakan sendi yang terus menerus dan terjadi
vaskulitis yang difus (Long, 1996).
E. PATHWAY
F. MANIFESTASI KLINIK
kaku pagi hari . Beberapa aspek lain yang berhubungan dengan sendi yaitu
(Suarjana, 2009) :
2012):
kerusakan sendi .
e) Nodul , merupakan level tertinggi pada penyakit ini dan terjadi 30-
G. PENATALAKSANAAN MEDIS
Penanganan medik pemberian salsilat atau NSAID dalam dosis terapeutik. Kalau
diberikan dalam dosis terapeutik yang penuh, obat-obat ini akan memberikan efek anti
inflamasi maupun analgesik. Namun pasien perlu diberitahukan untuk menggunakan obat
menurut resep dokter agar kadar obat yang konsisten dalam darah bisa dipertahankan
sehingga keefektifan obat anti-inflamasi tersebut dapat mencapai tingkat yang optimal
(Smeltzer & Bare, 2002).
Kecenderungan yang terdapat dalam penatalaksanaan Reumatoid arthritis menuju
pendekatan farmakologi yang lebih agresif pada stadium penyakit yang lebih dini.
Kesempatan bagi pengendalian gejala dan perbaikan penatalaksanaan penyakit terdapat
dalam dua tahun pertama awitan penyakit tersebut (Smeltzer & Bare, 2002).
Menjaga supaya rematik tidak terlalu mengganggu aktivitas sehari-hari, sebaiknya
digunakan air hangat bila mandi pada pagi hari. Dengan air hangat pergerakan sendi menjadi
lebih mudah bergerak. Selain mengobati, kita juga bisa mencegah datangnya penyakit ini,
seperti: tidak melakukan olahraga secara berlebihan, menjaga berat badan tetap stabil,
menjaga asupan makanan selalu seimbang sesuai dengan kebutuhan tubuh, terutama banyak
memakan ikan laut. Mengkonsumsi suplemen bisa menjadi pilihan, terutama yang
mengandung Omega 3. Didalam omega 3 terdapat zat yang sangat efektif untuk memelihara
persendian agar tetap lentur.
H. KOMPIKASI
1. Dapat menimbulkan perubahan pada jaringan lain seperti adanya prosesgranulasi di
bawah kulit yang disebut subcutan nodule.
2. Pada otot dapat terjadi myosis, yaitu proses granulasi jaringan otot.
3. Pada pembuluh darah terjadi tromboemboli.
4. Tromboemboli adalah adanya sumbatan pada pembuluh darah yang disebabkan oleh
adanya darah yang membeku.
5. Terjadi splenomegali.
6. Slenomegali merupakan pembesaran limfa,jika limfa membesar kemampuannya
untuk menyebabkan berkurangnya jumlah sel darah putih dan trombosit dalam
sirkulasi menangkap dan menyimpan sel-sel darah akan meningkat.
Kelainan sistem pencernaan yang sering dijumpai adalah gastritis dan ulkus peptik
yang merupakan komlikasi utama penggunaan obat anti inflamasi nonsteroid (OAINS) atau
obat pengubah perjalanan penyakit ( disease modifying antirhematoid drugs, DMARD ) yang
menjadi faktor penyebab morbiditas dan mortalitas utama pada arthritis reumatoid.
Komlikasi saraf yang terjadi memberikan gambaran jelas , sehingga sukar dibedakan
antara akibat lesi artikuler dan lesi neuropatik. Umumnya berhubungan dengan mielopati
akibat ketidakstabilan vertebra servikal dan neuropati iskemik akibat vaskulitis.
I. PEMERIKSAAN PENUNGJANG
b. Tes faktor reuma biasanya positif pada lebih dari 75% pasien
d. Trombosit meningat
berat penyakitnya
Guyton, Arthur C., Hall, John E., 2007. BUKU AJAR FISIOLOGI KEDOKTERAN Edisi
11. Alih bahasa : Irawati, et al. Jakarta : EGC
Harris ED Jr., 1993, Etiology and Pathogenesis of Reumatoid Arthritis. Dalam: Textbook of
Rheumatology.Philadhelpia:Saunders Co
Hirmawan, Sutisna., 1973. PATOLOGI. Jakarta : Bagian Patologi Anatomik Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, pp : 437, 1
Hollmann DB. Arthritis & musculoskeletal disorders. In: Tierney LM, McPhee, Papadakis
MA (Eds): Current Medical Diagnosis & Treatment, 34 th ed., Appleton & Lange,
International Edition, Connecticut 2005, 729-32.
Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta :
EGC. 2002.
Kumar, V., Cotran, R. S., Robbins, S. L., 2007. BUKU AJAR PATOLOGI Edisi 7. Jakarta :
EGC
Mansjoer, A., Suprohaita, Wardhani, Wahyu I., Setiowulan, W., 2000. KAPITA SELEKTA
KEDOKTERAN Edisi Ketiga Jilid Kedua. Jakarta : Media Aesculapius
Nasution..1996.Aspek Genetik Penyakit Reumatik dalam Noer S (Editor) Buku Ajar Penyakit
Dalam Jilid I. Jakarta: Balai penerbit FKUI.
Price, SA. Dan Wilson LM., 1993, Patofisiologi: Konsep Klinik Proses-Proses Penyakit bag
2. Jakarta: EGC