Anda di halaman 1dari 12

79

Pertemuan ke-4

ASPEK YANG DIEVALUASI

Ketika seorang guru atau dosen dalam memberikan evaluasi terhadap seorang
atau sekelompok peserta didik, ada 3 aspek penting yang harus dijadikan pertimbangan
dalam menentukan hasil belajar.

A. Ranah kognitif
Ranak kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan mental (otak). Menurut
Bloom, segala upaya yang menyangkut aktivitas otak adalah termasuk dalam ranah
kognitif. Ranah kognitif berhubungan dengan kemampuan berfikir, termasuk
didalamnya kemampuan menghafal, memahami, mengaplikasi, menganalisis,
mensintesis, dan kemampuan mengevaluasi. Dalam ranah kognitif itu terdapat enam
aspek atau jenjang proses berfikir, mulai dari jenjang terendah sampai dengan jenjang
yang paling tinggi. Keenam jenjang atau aspek yang dimaksud adalah:
1. Pengetahuan: menyebutkan, menunjukkan, menyatakan, menyusun daftar dsb.
2. Pemahaman : menjelaskan, menguraikan, merumuskan, menerangkan,
menyadur dsb.
3. Penerapan : mendemonstrasikan, menghitung, menghubungkan, membuktikan,
dsb.
4. Analisis :memisahkan, memilih, membandingkan, memperkirakan dsb.
5. Evaluasi : menyimpulkan, mengkritisi, menafsirkan, memberi argumentasi, dsb
6. Kreasi : mengkombinasikan, mengarang, menciptakan, mendisain, mengatur dsb
Tujuan aspek kognitif berorientasi pada kemampuan berfikir yang mencakup
kemampuan intelektual yang lebih sederhana, yaitu mengingat, sampai pada
kemampuan memecahkan masalah yang menuntut siswa untuk menghubungakan dan
menggabungkan beberapa ide, gagasan, metode atau prosedur yang dipelajari untuk
memecahkan masalah tersebut. Dengan demikian aspek kognitif adalah subtaksonomi
yang mengungkapkan tentang kegiatan mental yang sering berawal dari tingkat
pengetahuan sampai ke tingkat yang paling tinggi yaitu evaluasi.
Hasil belajar aspek pengetahuan termasuk tingkat kognitif yang paling rendah, meliputi
pengetahuan faktual dan pengetahuan hafalan atau untuk diingat. Namun, tipe hasil
belajar pengetahuan menjadi prasarat bagi pemahaman.
80
Aspek hasil belajar pemahaman meliputi tiga kategori, yakni 1) pemahaman
terjemahan, 2) pemahaman penafsiran, dan 3) pemahaman ekstrapolasi. Pemahaman
terjemahan menyangkut terjemahan atau arti dari suatu konsep. Pemahaman
penafsiran, menyangkut kemampuan menghubungkan bagian-bagian terdahulu dengan
pengetahuan berikutnya, atau menghubungkan beberapa bagian dari grafik dengan
kejadian, atau membedakan yang pokok dengan yang tidak pokok. Sedangkan
pemahaman ekstrapolasi menyangkut kemampuan melihat dibalik yang tertulis, dapat
membuat ramalan tentang konsekuesi atau dapat memperluas presepsi dalam arti
waktu, dimensi, kasus, ataupun masalahnya.
Aplikasi adalah penggunaan abstraksi pada situasi konkret atau khusus, yang
dapat berupa ide, teori, atau petunjuk teknis. Bloom dalam Sudjana (2006),
membedakan delapan tipe aplikasi, yaitu 1) menetapkan prinsip atau generalisasi yang
sesuai untuk situasi baru yang dihadapi, 2) dapat menyusun kembali probelmanya
sehingga dapat menetapkan prinsip atau generalisasi mana yang sesuai, 3)
memberikan spesifikasi batas-batas relevansi suatu prinsip atau generalisasi, 4)
mengenali hal-hal khusus yang terpampang dari prinsip dan generalisasi, 5)
menjelaskan suatu gejala baru berdasarkan prinsip dan generalisasi tertentu, 6)
meramalkan sesuatu yang terjadi berdasarkan prinsip dan generalisasi tertentu, 7)
menentukan tindakan atau keputusan dalam menghadapi situasi baru dengan
menggunakan prinsip dan generalisasi yang relevan, dan 8) menjelaskan alasan
menggunakan prinsip dan generalisasi bagi situasi baru yang dihadapi
Analisis adalah usaha memilah suatau integritas menjadi unsur-unsur atau bagian-
bagian sehingga jelas hierarkinya dan atau susunannya.
Dengan analisis diharapkan seeorang mempuyai pemahaman yang
komprehensif, dapat memilah integritas menjadi bagian-bagian yang tetap terpadu,
memahami prosesnya, memahami cara bekerjanya, dan memahami sistematikanya.
Beberapa indikator yang termasuk klasifikasi analisis, yakni 1) dapat mengklasifikasikan
kata-kata, frase-frase, atau pertanyaan-pertanyaan dengan menggunakan kriteria
analitik tertentu, 2) dapat meramalkan sifat-sifat khusus tertentu yang tidak disebutkan
secara jelas, 3) dapat meramalkan kualitas, asumsi, atau kondisi yang implisit atau yang
perlu ada berdasarkan kriteria dan hubungan materinya, 4) dapat mengetangahkan
pola, tata, atau pengaturan materi dengan mengunakan kriteria seperti relevansi, sebab
akibat, atau peruntutan, 5) dapat mengenal organisasi, prinsip-prinsip organisasi, dan
81
pola-pola materi yang dihadapinya, dan 6) dapat meramalkan sudut pandangan,
kerangka acuan dan tujuan materi yang dihadapi.
Sintesis adalah penyautan unsur-unsur atau bagian-bagian ke dalam bentuk
menyeluruh. Berpikir berdasar pengetahuan hafalan, pemahaman, aplikasi, dan analisis
dapat dipandang sebagai berpikir konvergen, sedangkan berpikir sintesis adalah berpikir
divergen. Dalam berpikir divergen pemecahan masalah atau jawaban belum dapat
dipastikan. Oleh karena itu, berpikir sintesis merupakan salah satu terminal berpikir
kreatif sehingga dapat menemukan hubungan kausal atau urutan tertentu, atau
menemukan abstraksi dan operasionalnya (Sudjana, 2006: 28). Terdapat tiga tipe
kecakapan sintesis, yakni 1) kemampuan menemukan hubungan yang unik, termasuk
kemampuan mengkomunikasikan gagasan, perasaan, dan pengalaman dalam bentuk
tulisan, gambar, atau simbol ilmiah, 2) kemampuan menyusun rencana atau langkah-
langkah operasi dari suatu tugas atau problem, dan 3) kemampuan mengabstraksikan
sejumlah besar gejala, data dan hasil observasi menjadi terarah, proporsional, hipotesis,
skema, atau model.
Evaluasi adalah pemberian keputusan tentang nilai sesuatu yang mungkin dilihat
dari segi tujuan, gagasan, cara bekerja, pemecahan, metode, atau materiil. Untuk
mengetahui tingkat kemampuan evaluasi, diperlukan kriteria secara eksplisit.
Mengembangkan kemampuan evaluasi yang dilandasi pemahaman, aplikasi, analisis,
dan sintesis akan mempertinggi mutu evaluasinya (Sudjana, 2006: 29). Terdapat enam
tipe kecakapan evaluasi, yakni 1) memberikan evaluasi tentang ketepatan suatu karya
atau dokumen, 2) memberikan evaluasi satu sama lain antara asumsi, evidensi,
kesimpulan, keajegan logika dan organisasinya, 3) memahami nilai serta sudut pandang
yang dipakai orang dalam mengambil suatu keputusan, 4) mengevaluasi suatu karya
dengan memperbandingkannya dengan karya lain yang relevan, 5) mengevaluasi suatu
karya dengan menggukan kriteria yang telah ditetapkan, dan 6) memberikan evaluasi
tentang suatu karya dengan menggunakan sejumlah kriteria yang eksplisit.
Pada awalnya Bloom mengklasifikan tujuan kognitif dalam enam level, yaitu
pengetahuan (knowledge), pemahaman (comprehension), aplikasi (apply), analisis
(analysis), sintesis (synthesis), dan evaluasi (evaluation) dalam satu dimensi, maka
Anderson dan Kratwohl merevisinya menjadi dua dimensi, yaitu proses dan isi/jenis.
Pada dimensi proses, terdiri atas mengingat (remember), memahami (understand),
menerapkan (apply), menganalisis (analyze), menilai (evaluate), dan berkreasi (create).
Sedangkan pada dimensi isinya terdiri atas pengetahuan faktual (factual knowlwdge),
82
pengetahuan konseptual (conceptual knowledge), pengetahuan prosedural (procedural
knowledge), dan pengetahuan metakognisi (metacognitive knowledge).
Untuk mengukur hasil belajar ranah kognitif dapat menggunakan berbagai tipe
tes, baik tes esai maupun tes pilihan ganda.

B. Ranah afektif
Ranak Afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif
mencakup watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi, dan nilai. Beberapa
pakar mengatakan bahwa sikap seseorang dapat diramalkan perubahannya bila
seseorang telah memiliki kekuasaan kognitif tingkat tinggi. Ciri-ciri hasil belajar afektif
akan tampak pada peserta didik dalam berbagai tingkah laku. Seperti: perhatiannnya
terhadap mata pelajaran pendidikan agama Islam, kedisiplinannya dalam mengikuti
mata pelajaran agama disekolah, motivasinya yang tinggi untuk tahu lebih banyak
mengenai pelajaran agama Islam yang di terimanya, penghargaan atau rasa hormatnya
terhadap guru pendidikan agama Islam dan sebagainya.
Ranah afektif menjadi lebih rinci lagi ke dalam lima jenjang, yaitu: (1) receiving (2)
responding (3) valuing (4) organization (5) characterization by evalue or calue complex
1. Penerimaan : menanyakan, memilih, mengikuti, menjawab, melanjutkan, dsb
2. Partisipasi : melaksanakan, membantu, menawarkan diri, menyambut, dsb
3. Penilaian : melaksanakan, mengambil prakarsa, mengusulkan, membela dsb.
4. Organisasi : berpegang pada, mengintegrasikan, mengubah, mempertahankan dsb
5. Pembentukan Pola : bertindak, menyatakan, memperlihatkan, mempersoalkan dsb
Receiving/ attending/ menerima/ memperhatikan adalah semacam kepekaan
dalam menerima rangsangan (stimulasi) dari luar yang datang kepada siswa dalam
bentuk masalah, situasi, gejala dan lain-lain. Dalam tipe ini termasuk kesadaran,
keinginan untuk menerima stimulus, control dan seleksi gejala atau rangsangan dari
luar. Receiving juga diartikan sebagai kemauan untuk memperhatikan suatu kegiatan
atau suatu objek. Pada jenjang ini peserta didik dibina agar mereka bersedia menerima
nilai-nilai yang diajarkan kepada mereka dan mereka mempunyai kemauan
menggabungkan diri ke dalam nilai itu atau mengidentifikasi diri dengan nilai itu.
Responding/ menanggapi adalah suatu sikap yang menunjukkan adanya
partisipasi aktif atau kemampuan menanggapi, kemampuan yang dimiliki seseorang
untuk mengikutsertakan dirinya secara aktif dalam fenomena tertentu dan membuat
reaksi terhadapnya dengan salah satu cara. Hal ini mencakup ketepatan reaksi,
83
perasaan, kepuasan dalam menjawab stimulus dari luar yang datang kepada dirinya.
Valuing/ penilaian, menilai atau menghargai artinya memeberikan nilai atau memberikan
penghargaan terhadap suatu kegiatan atau objek, sehingga apabila kegiatan itu idak
dikerjakan kan memebrikan suatu penyesalan. Dalam kaitannya dengan proses
pembelajaran peserta didik tidak hanya mau menerima nilai yang diajarkan mereka telah
berkemampuan untuk menilai konsep atau fenomena baik atau buruk.
Organization/ Organisasi yakni pengembangan dari nilai ke dalam suatu sistem
organisasi, termasuk hubungan suatu nilai dengan nilai yang lain, pemantapan dan
prioritas nilai yang telah dimilikinya. Yang termasuk kedalam organisasi ialah konsep
tentang nilai, organisasi sistem nilai dan lain-lain.
Characterization by a value or value complex/ karakteristik nilai atau internalisasi
nilai adalah keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki seseorang, yang
mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya. Proses internalisasi nilai telah
menempati tempat tertinggi dalam hierarki nilai.
Bentuk-bentuk aktivitas dalam pembelajaran matematika
1) Menerima: Siswa menanyakan perbandingan perbandingan senilai dan perbandingan
berbalik nilai.
2) Menanggapi: Siswa mengerjakan soal yang diberikan guru tentang perbandingan
senilai.
3) Menilai: Siswa melengkapi jawaban temannya yang di tampilkan di depan kelas.
4) Mengelola: Siswa dapat mengubah bilangan persen ke bentuk decimal.
5) Menghayati: Siswa melengkapi catatan matematikanya serta membuat tugas yang
diberikan guru.

C. Ranah Psikomotor
Ranak Psikomotor adalah ranah yang berhubungan dengan aktivitas fisik,
misalnya lari, melompat, melukis, menari, memukul, dan sebagainya. Hasil belajar ranah
psikomotor dikemukakan oleh Simpson (1956) yang menyatakan bahwa hasil belajar
psikomotor ini tampak dalam bentuk keterampilan (skill) dan kemampuan bertindak
individu. Hasil belajar psikomotor ini sebenarnya merupakan kelanjutan dari hasil belajar
kognitif (memahami sesuatu) dan dan hasil belajar afektif (yang baru tampak dalam
bentuk kecenderungan-kecenderungan berperilaku).
1. Persepsi : membedakan, menunjukkan, memilih, menghubungkan dsb
84
2. Kesiapan (menyiapkan diri fisik/mental) : mengawali, bereaksi, mempersiapkan,
menanggapi, memprakarsai, dsb.
3. Gerakan terbimbing (meniru contoh) : mempraktikan, mengikuti, mengerjakan,
membuat, mencoba, dsb.
4. Gerakan terbiasa (berpegang pada pola): mengoperasikan, memasang,
mendemonstrasikan, mengerjakan, dsb.
5. Gerakan kompleks (berketerampilan secara lancar,luwes,gesit): mengoperasikan,
mendemonstrasikan, mengerjakan, dsb.
Penyesuaian pola gerak bervariasi dan kreatif : mengubah, mengadaftasikan, membuat
variasi, merancang, menciptakan, mendesain, merencanakan dsb.

D. KECAKAPAN HIDUP (LIFE SKILL EDUCATION)

1 Konsep Dasar Pendidikan Berorientasi Kecakapan Hidup (PBKH)

Pendidikan berlangsung pada setiap saat dan di setiap tempat. Setiap orang
mengalami proses pendidikan melalui yang dijumpai dan dikerjakannya. Pendidikan
berlangsung secara alamiah walau tanpa kesengajaan. Anak-anak sampai orang
dewasa berinteraksi dengan lingkungannya. Lingkungan sosial, lingkungan budaya, dan
lingkungan alam, memberinya pendidikan. Di Minangkabau itulah yang dikenal dengan
ungkapan “alam takmbang jadi guru” (alam terkembang menjadi guru).

Pendidikan merupakan suatu sistem, yaitu sistematisasi dari proses perolehan


pengalaman sehingga menjadi pengetahuan. Oleh karena itu, filsosofi pendidikan
diartikan sebagai proses perolehan pengalaman belajar yang berguna bagi peserta didik
dalam hidup dan kehidupannya. Dengan pengalaman belajar itu, diharapkan pembelajar
mampu mengembangkan potensi dirinya, sehingga siap digunakan untuk memecahkan
problema hidupnya. Pengalaman belajar itu diharapkan juga mengilhami pembelajar
menghadapi problema hidup sesungguhnya dalam kehidupan sehari-hari.

Apa tujuan pendidikan itu secara hakiki bagi manusia? Jawabnya amat
sederhana. Tujuan pendidikan bagi setiap manusia adalah agar peserta didik mampu
memecahkan dan mengatasi permasalahan hidup dan kehidupan yang
dihadapinya. Jika selesai mengikuti pendidikan, mereka belum mampu memecahkan
masalah hidup dan kehidupan, pertanda tujuan pendidikan belum tercapai. Berdasarkan
hal itulah, dalam pelaksanaan pendidikan, peserta didik perlu dibekali dengan
kecakapan hidup (life skill). Pendidikan kecakapan hidup itu kemudian dikenal dengan
“Pendidikan Berorientasi Kecakapan Hidup (PBKH).

Apakah kecakapan hidup itu?

Kecakapan hidup adalah kecakapan yang dimiliki seseorang untuk berani


menghadapi problema hidup dan kehidupan dengan wajar tanpa merasa tertekan,
85
kemudian secara proaktif dan kreatif mencari serta menemukan solusi sehingga
akhirnya mampu mengatasnya.

Konsep atau pengertian kecakapan hidup, lebih luas dari keterampilan untuk
bekerja. Orang yang tidak bekerja, orang pensiunan, siswa, mahasiswa, dan sejenisnya
tetap memerlukan kecakapan hidup. Seperti orang yang bekerja, mereka juga
menghadapi berbagai masalah yang harus dipecahkan di dalam hidupnya. Hal itu jelas,
karena hidup dan kehidupan ini merupakan masalah yang bersambung-sambung,
selesai satu masalah, akan muncul masalah baru yang perlu dipecahkan dan
diselesaikan. Oleh sebab itu, pembelajar kita perlu dibekali dengan kecakapan hidup.

Kecakapan hidup dapat dipilah atas dua jenis. Kedua jenis itu adalah kecakapan
hidup yang bersifat umum (General Life Skill) dan kecakapan hidup yang bersifat
khusus (Specific Life Skill). Kecakapan hidup yang bersifat umum adalah kecakapan
hidup yang harus dimiliki seorang untuk dapat melakukan hal-hal yang brsifat umum.
Kecakapan hidup yang bersifat khusus adalah kecakapan yang harus dimiliki seseorang
untuk dapat melakukan hal-hal yang bersifat khusus. Dengan bekal kecakapan umum
dan kecakapan khusus itu, dimungkinkan seseorang untuk dapat menghadapi
kehidupan dengan wajar tanpa merasa tertekan dan mampu memcahkan masalah hidup
dan kehidupannya.

Kecakapan hidup yang bersifat umum (General Life Skill) dapat dipilah lagi
atas tiga bagian. Ketiga bagian itu adalah kecakapan personal (Personal Skill),
kecakapan sosial (Social Skill), dan kecakapan berpikir (Thinking Skill). Kecakapan
hidup yang bersifat khusus (Specific Life Skill) dapat pula dipilah atas dua bagian.
Kedua bagian itu adalah kecakapan akademika (Academic Skill) dan kecakapan
vokasional (Vocational Skill).

Kecakapan personal (personal skill) adalah kecakapan yang dimiliki oleh


seseorang untuk memiliki kesadaran atas eksistensi dirinya dan kesadaran akan
potensi dirinya. Kesadaran akan eksistensi diri merupakan kesadaran atas keberadaan
diri. Kesadaran atas keberadaan diri dapat dilihat dari beberapa sisi. Misalnya
kesadaran diri sebagai makhluk Allah, sebagai makhluk sosial, sebagai makhluk hidup,
dan sebagainya. Kesadaran akan potensi diri adalah kesadaran yang dimiliki
seseorang atas kemampuan dirinya. Dengan kesadaran atas kemampuan diri itu
seseorang akan tahu kelebihan dan kekurangannya, kekuatan dan kelamahannya.
Dengan kesadaran eksistensi diri dan potensi diri, seseorang akan dapat menempuh
kehidupan dengan wajar tanpa merasa tertekan dan mampu memecahkan masalah
hidup dan kehidupannya.

Kecakapan sosial (social skill) adalah kecakapan yang dimiliki seseorang untuk
mampu berkomunikasi lisan, berkomunikasi tertulis, dan bekerja sama. Kemampuan
berkomunikasi (lisan dan tulisan) diperlukan untuk menghadapi hidup dan kehidupan
dengan wajar. Kemampuan itu bukan hanya sekedar dapat berkomunikasi, tetapi juga
terkait dengan santun berkomunikasi, tatakrama berkomunikasi, dan sebagainya.
Kecakapan bekerja sama sangat diperlukan, karena kehidupan ini dilalui dalam
kebersamaan. Kecakapan bekerja sama ini banyak hal yang terkandung di dalamnya,
seperti memahami perasaan orang lain, memahami kesukaan orang lain, menghormati
orang lain, dan sebagainya. Kecakapan sosial ini diperlukan oleh setiap orang agar ia
mampu menghadapi kehidupan secara wajar tanpa merasa tertekan.
86
Kecakapan berpikir (thinking skill) meliputi kecakapan menggali informasi,
kecakapan mengolah informasi, kecakapan mengambil keputusan, dan kecakapan
memecahkan masalah. Kecakapan menggali informasi adalah kecakapan untuk
memperoleh informasi dari berbagai sumber dengan berbagai cara. Kecakapan
mengolah informasi adalah kecakapan menyaring, menyeleksi, dan menyimpan
informasi. Kecakapan mengambil keputusan ialah kecakapan memanfaatkan informasi
untuk mengambil keputusan-keputusan tertentu sesuai dengan keperluannya.
Sedangkan kecakapan memecahkan masalah adalah kecakapan dalam memecahkan
problema hidup dan kehidupan dengan menggunakan informasi dan keputusan yang
telah ada. Dengan kecakapan berpikir rasional ini (thinking skill), diharapkan seseorang
tidak akan gamang menghadapi kehidupan, sehingga dia dapat menghadapi problema
hidup dan kehidupan secara wajar tanpa merasa tertekan.

Kecakapan akademik (Academic Skill) adalah kecakapan yang dimiliki


seseorang di bidang akademik. Kecakapan akademik sering juga disebut kecakapan
berpikir ilmiah yang merupakan kelanjutan dari kecakapan berpikir rasional. Jika
kecakapan berpikir rasional (thinking skill) masih bersifat umum, kecakapan akademik
sudah mengarah kepada kecakapan yang bersifat keilmuan (akademik). Kecakapan
akademik antara lain meliputi kecakapan mengidentifikasi variabel, menghubungkan
variabel dengan fenomena tertentu, merumuskan hipotesis, dan merancang serta
melakukan penelitian. Hal ini mungkin dapat dilatihkan dalam skala-skala sederhana
kepada siswa SD dan MI sehingga tidak terkesan memaksakan.

Kecakapan vokasional (Vocational Skill) sering juga disebut kecakapan


kejuruan. Kecakapan kejuruan artinya kecakapan yang dikaitkan dengan bidang
pekerjaan tertentu yang terdapat di dalam masyarakat. Pada tingkat SD dan MI mungkin
dapat dilaksanakan dalam bentuk pravokasional seperti keterampilan-keterampilan
sederhana yang tidak terlalu memberatkan.

Kecakapan personal, kecakapan sosial, kecakapan berpikir, kecakapan akademik, dan


kecakapan vokasional bukanlah kecakapan hidup (life skill) yang dapat dipilah-pilah
dalam pelaksanaan atau dalam kenyataan. Kelima kecakapan itu kadang-kadang bisa
menyatu dalam dan melebur dalam tindakan. Tindakan yang menyatukan dan
meleburkan kecakapan tersebut biasanya melibatkan aspek fisik, mental, emosional,
dan intelektual. Akan tetapi di dalam pembelajaran, guru dapat memberikan stresing
(penekanan) kepada kecakapan tertentu.

2. Pola Pelaksanaan PBKH

Pendidikan Berorientasi Kecakapan Hidup dalam pelaksanannya tidak


mengubah kurikulum. Mata pelajaran yang ada di dalam kurikulum saat ini tetap berlaku.
Hal yang diperlukan adalah “menyiasati” pelaksanaan pendidikan dan pembelajaran
agar bergeser dari orientasi kepada mata pelajaran menjadi orientasi kepada
kecakapan hidup. Pelaksanaannya dilakukan melalui empat cara yaitu: (1) rerorientasi
pembelajaran; (2) pengembangan budaya sekolah; (3) manajemen pendidikan, dan (4)
hubungan sinergis dengan masyarakat.
87
a. Reorientasi Pembelajaran

Pada reorientasi pembelajaran hal yang diperlukan adalah menyiasati kurikulum,


khususnya mengintegrasikan PBKH ke dalam mata pelajaran. Langkah-langkah yang
dapat dilakukan untuk itu adalah:

1. membaca dan memahami GBPP mata pelajaran atau Daftar Standar


Kompetensi (kurikulum 2004);
2. mengidentifikasi pokok bahasan dan subpokok bahasan, konsep dan
subkonsep, dan pembelajaran yang dapat dikaitkan dengan kecakapan hidup
atau menyusun pengalaman belajar yang dilengkapi dengan kecakapan hidup
untuk kurikulum 2004.
3. merancang persiapan mengajar (PSP, RP) yang bermuatan kecakapan hidup;
4. menyiapkan alat penilaian autentik (riil) yang dapat melihat keberhasilan PBKH;
5. melaksanakan pembelajaran yang bermuatan kecakapan hidup;
6. melakukan evaluasi pembelajaran yang bermuatan kecakapan hidup;
7. merefleksi semua kegiatan yang dilakukan.

Di dalam persiapan pembelajaran, kecakapan hidup dapat digambar di dalam


Program Satuan Pelajaran atau Rencana Pembelajaran. Di dalam kedua peangkat
administrasi kegiatan belajar mengajar (KBM) itu, kecakapan hidup diterakan di skenario
pembelajaran.

Basis utama pelaksanaan pembelajaran adalah Garis-garis Besar Program


Pengajaran (GBPP) atau Daftar Standar Kompetensi (kurikulum 2004). Dari dokumen
itulah PBM dilaksanakan. Oleh karena itu, kemampuan guru membaca dan memahami
dokumen tersebut sangat diperlukan. Terkait dengan penyusunan persiapan mengajar
yang bermuatan kecakapan hidup, hal penting yang harus dibaca dan dipahami guru
dari GBPP adalah tujuan pembelajaran dengan kode satu digit di depannya (1.), pokok
bahasan dengan kode dua digit di depannya (1.1), subpokok bahasan dengan kode tiga
digit di depannya (1.1.1), dan pembelajaran yang diberi kode (o) di depannya.

Sedangkan untuk kurikulum 2004, hal yang perlu dipahami adalah standar
kompetensi, kompetensi dasar, indikator, dan materi pokok. Dari pemahaman itu
dirumuskan pengalaman belajar yang bernuansa kecakapan hidup dan penilaiannya.
Hal-hal tersebut perlu dibaca dan dipahami untuk merancang silabus dan persiapan
mengajar. (PSP atau RP).

Rencana Pembelajaran (RP) adalah persiapan mengajar yang dibuat oleh guru
untuk setiap kali tatap muka atau untuk setiap kali pertemuan dalam satu mata
pelajaran. Fungsinya adalah agar pembelajaran berlangsung secara efektif dan efisien.
Komponen utamanya ialah Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK), materi pelajaran,
langkah KBM atau skenario pembelajaran, dan alat penilaian. Sedangkan untuk
kurikulum 2004 hal penting dalam rencana pembelajaran adalah skenario pembelajaran.
Dapat dilihat dalam bahan ajar pembelajaran bahasa terintegrasi. Keempat komponen
itu merupakan komponen utama di samping komponen lain seperti identitas, media
pembelajaran, dan sebagainya.

TPK adalah harapan seorang guru terhadap siswanya setelah KBM


dilaksanakan. TPK biasanya diturunkan dari tujuan pembelajarn yang ada di dalam
88
GBPP dan diformulasikan dengan PB, SPB, dan pembelajaran. Hal itu berlaku untuk
semua mata pelajaran, kecuali Bahasa Indonesia yang TPK-nya diturunkan dari
pembelajaran. TPK ini menjadi penting dalam pembelajaran, karena merupakan
harapan dari guru terhadap siswanya. Jika TPK tidak ada, kemudian guru masuk kelas,
berarti guru tidak memiliki harapan yang jelas dan tegas. Oleh karena itu, sebelum
masuk kelas guru benar-benar mempersiapkan harapannya yang diaktualisasikan di
dalam TPK itu.

Materi pelajaran adalah alat untuk mencapai tujuan. Bukan tujuan, bukan tujuan!
Materi dapat berupa konsep kelimuan, norma, dan cara. Jenis materi itu tergantung
kepada sifat dan karakterisitik mata pelajaran. Formulasi materi yang tepat dan berdaya
guna, ialah formulasi yang mengacu kepada pencapaian tujuan. Dengan demikian,
materi hanyalah sebagai alat semata, bukan tujuan.

Langkah-langkah KBM adalah skenario pembelajaran. Skenario tersebut


merupakan pengalaman belajar yang dirancang guru untuk siswanya dalam rangka
mencapai tujuan. Pengalaman-pengalaman kecil yang dipersiapkan guru untuk dilalui
siswa merupakan kegiatan belajar siswa di kelas. Melalui pengalaman-pengalaman
itulah siswa belajar, siswa mencapai tujuan atau harapan yang telah dirumuskan guru.
Dalam konteks ini, siswa bukan diajari, tetapi dibelajarkan. Di sini pulalah kesempatan
bagi guru untuk membiasakan diri menjaid fasilitator, motivator, dan pembimbing siswa
di kelas.

Alat penilaian adalah seperangkat tes atau nontes untuk melihat atau
mengumpulkan data tentang kemajuan belajar siswa. Informasi yang dikumpulkan dari
pembelajaran adalah meliputi tiga aspek yakni kognitif, afektif, dan psikomotorik. Aspek
kognitif dapat dinilai melalui tes, aspek afektif melalui observasi, dan aspek psikomotorik
melalui tes dan observasi. Alat penilaian tersebut perlu dirumuskan oleh guru sebagai
sarana untuk mengumpulkan informasi tentang kemajuan belajar siswa.

Pelaksanaan pembelajaran berorientasi kecakapan hidup dapat menggunakan


berbagai pendekatan. Pendekatan yang disarankan antara lain pendekatan
konstruktivisme dan pendekatan pembelajaran kontekstual. Kedua pendekatan itu
digunakan sehingga: (1) siswa lebih aktif; (2) fungsi guru lebih sebagai fasilitator
daripada sebagai informan; (3) materi yang dipelajari bermanfaat untuk menghadapi
kehidupan; (4) iklim di dalam kelas menyenangkan; (5) siswa terbiasa mencari informasi
dari berbagai sumber; dan (6) menggeser teaching menjadi learning. Untuk
melaksanakan tuntutan tersebut, salah satu jalan yang dapat dilakukan guru adalah
membuat persiapan mengajar (RP) yang aplikatif, berdayaguna, dan berhasil guna.

b. Pengembangan Budaya (Kultur) Sekolah

Pendidikan berlangsung bukan hanya di dalam kelas. Pendidikan juga terjadi di


luar kelas. Di lingkungan sekolah, di lingkungan keluarga, di lingkungan masyarakat,
dan lingkungan-lingkungan lain, pendidikan juga berlangsung. Terkait dengan PBKH
tidak dapat dibebankan kepada guru semata, tetapi ditunjang oleh lingkungan yang
kondusif. Lingkungan itu di antaranya ialah lingkungan sekolah.

Pelaksanaan PBKH memerlukan dukungan perubahan budaya sekolah yang


mendorong berkembangnya budaya belajar, sehingga di sekolah tercipta prinsip
89
“belajar bukan untuk sekolah, tetapi belajar untuk hidup, belajar bukan untuk
ujian, tetapi untuk memecahkan masalah (problema) kehidupan”.

Ada tiga aspek pendidikan yang dapat dikembangkan melalui budaya sekolah
yang kondusif. Ketiga aspek itu adalah pengembangan disiplin diri dan rasa
tanggung jawab, pengembangan motivasi belajar, dan pengembangan rasa
kebersamaan. Oleh karena itu, ketiga aspek itu hendaknya menjadi budaya warga
sekolah yang dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari.

c. Manajemen Sekolah

Departemen Pendidikan Nasional telah meluncurkan rintisan manajemen


berbasis sekolah. Manajemen berbasis sekolah (MBS) adalah salah satu model
manajemen yang memberikan kewenangan kepada sekolah untuk mengurus dirinya
dalam rangka peningkatan mutu. Prinsip dasar manajemen berbasis sekolah itu adalah
kemandirian, transparansi, kerja sama, akuntabilitas, dan sustainbilitas. Kelima prinsip
dasar itu sangat terkait dengan prinsip-prinisp kecakapan hidup yang akan
dikembangkan di dalam Pendidikan Berorientasi Kecakapan Hidup. (untuk manajemen
sekolah perlu dibahas tersendiri pada kegiatan lain).

d. Hubungan Sinergis antara Sekolah dengan Masyarakat

Penanggung jawab pertama terhadap pendidikan anak adalah orang tua.


Sekolah hanya membantu orang tua dalam pelaksanaan pendidikan. Anak-anak,
ternyata jauh lebih berhadapan dengan orang tua dan mayarakat dalam kesehariannya
dibandingkan dengan sekolah. Oleh karena itu, dalam pelaksanaan PBKH keterlibatan
orang tua dan masyarakat tidak dapat dihindari.

Hubungan sinergis artinya saling bekerjasama dan saling mendukung. Orang tua
atau masyarakat dan sekolah perlu bersama-sama menentukan arah pendidikan bagi
anak-anak. Kemudian memikirkan usaha-usaha untuk mencapai arah tersebut. Di dalam
manajemen Berbasis Sekolah, orang tua sebagai orang yang berkepentingan memiliki
kesempatan ikut menentukan kebijakan pendidikan di sekolah. Misalnya, orang tua ikut
menentukan rencana pengembangan sekolah, aplikasi kurikulum, pembiayaan dan
sebagainya. Khusus hubungan sinergis sekolah dengan masyarakat ini perlu dibahas
dalam waktu tertentu.

3. Penilaian

Reorientasi Pembelajaran menuju kecakapan hidup mengandung konsekuensi


kepada evaluasi hasil belajar. Evaluasi dengan bentuk tertulis (paper and pencil test),
apalagi dengan soal-soal pilihan ganda yang bersifat satu jawaban yang benar
(konvergen) tidak lagi memadai. Masalah dalam hidup dapat dipecahkan dengan
berbagai alternatif. Oleh karena itu, soal-soal ujian atau ulangan sebaiknya mengacu
kepada pemecahan masalah (problem based). Hal itu bisa mencakup uji kinerja
(performance based test). Yang paling dianjurkan adalah bentuk evaluasi otentik atau
penilaian yang sebenarnya (authentic assessment).

Penilaian yang sebenarnya dilakukan terhadap proses belajar, bukan hanya hasil
belajar. Penilaian ini meliputi tiga aspek atau ranah pembelajaran. Ketiga ranah itu
90
adalah kognitif (pengetahuan), ranah afektif (sikap dan nilai-nilai), dan ranah psikomotor
(keterampilan dan kemampuan berpraktik). Ketiga ranah itu dinilai melalui alat penilaian
yang sesuai dengan informasi yang akan dikumpulkan.

4. Pertanyaan

Setelah membaca sarian materi ini, jawablah pertanyaan berikut:

1. Apa yang dimaksud dengan Life Skill ? Jelaskanlah jawaban Anda!


2. Kecakapan hidup dapat dipilah menjadi dua yakni, kecakapan hidup yang
bersifat umum dan kecakapan hidup yang bersifat khusus. Jelaskanlah kedua
kecakapan hidup itu dengan rinciannya!
3. Menurut Anda, apakah kelima kecakapan hidup yang dikemukakan di dalam
tulisan ini dapat diterapkan dalam pembelajaran? Berilah alasan atas jawaban
Anda!
4. Ada empat pola pelaksanaan PBKH di sekolah. Jelaskanlah satu persatu!

Anda mungkin juga menyukai