Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Angka kematian ibu bersalin dan angka kematian perinatal umumya dapat
digunakan sebagai petunjuk untuk menilai kemampuan penyelenggaraan pelayanan
kesehatan suatu bangsa. Selain itu, angka kematian ibu dan bayi di suatu negara
mencerminkan tingginya resiko kehamilan dan persalinan. Berdasarkan Survey
Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007, AKI di Indonesia mencapai
228/100.000 kelahiran hidup dan angka kematian bayi sebesar 34/1000 kelahiran
hidup umumnya kematian terjadi pada saat melahirkan. Namun hasil SDKI 2012
tercatat, angka kematian ibu melahirkan sudah mulai turun perlahan bahwa tercatat
sebesar 102 per seratus ribu kelahiran hidup dan angka kematian bayi sebesar 23 per
seribu kelahiran hidup
Salah satu penyebab tingginya kematian ibu dan bayi adalah distosia bahu saat
proses persalinan. Distosia bahu adalah suatu  keadaan diperlukannya manuver
obstetrik oleh karena dengan tarikan ke arah belakang kepala bayi tidak berhasil
untuk melahirkan kepala bayi. Pada persalinan dengan presentasi kepala, setelah
kepala lahir bahu tidak dapat dilahirkan dengan cara pertolongan biasa dan tidak
didapatkan sebab lain dari kesulitan tersebut. Insidensi distosia bahu sebesar 0,2-0,3%
dari seluruh persalinan vaginal presentasi kepala (Prawirohardjo, 2009).
Angka kejadian distosia bahu tergantung pada kriteria diagnosa yang
digunakan. Salah satu kriteria diagnosa distosia bahu adalah bila dalam persalinan
pervaginam untuk melahirkan bahu harus dilakukan maneuver khusus seperti traksi
curam bawah dan episiotomi.
Gross dkk (1987) Dengan menggunakan kriteria diatas menyatakan bahwa
dari 0.9% kejadian distosia bahu yang tercatat direkam medis, hanya 0.2% yang
memenuhi kriteria diagnosa diatas.

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari  distosia bahu?
2. Apa etiologi distosia bahu?
3. Apa saja patofisiologis dari distosia bahu?
4. Apa diagnosis dari distosia bahu?
5. Apa penyebab komplikasi dari distosia bahu?
6. Apa faktor risiko yang berhubungan dengan distosia bahu?
7. Bagaimana tatalaksana dari distosia bahu?
8. Bagaimana pencegahan untuk distosia bahu?
9. Bagaimana teknik penanganan pada distosia bahu?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengertian dari distosia bahu.
2. Mengetahui etiologi dari distosia bahu.
3. Mengetahui patofisiologis dari distosia bahu.
4. Mengetahui diagnosis dari distosia bahu.
5. Mengetahui penyebab komplikasi dari distosia bahu.
6. Mengetahui faktor risiko yang berhubungan dengan distosia bahu.
7. Mengetahui penatalaksanaan dari distosia bahu.
8. Mengetahui pencegahan untuk distosia bahu.
9. Mengetahui teknik penanganan pada distosia bahu.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Distosia Bahu


Distosia adalah kelambatan atau kesulitan persalinan. Dapat disebabkan
kelainan tenaga (his), kelainan letak dan bentuk janin, serta kelainan jalan lahir.(Arif
Mansjoer.2001:302) Sedangkan,
Distosia bahu ialah kelahiran kepala janin dengan bahu anterior macet diatas
sacral promontory karena itu tidak bisa lewat masuk ke dalam panggul, atau bahu
tersebut bisa lewat promontorium, tetapi mendapat halangan dari tulang sacrum
(tulang ekor). Lebih mudahnya distosia bahu adalah peristiwa dimana tersangkutnya
bahu janin dan tidak dapat dilahirkan setelah kepala janin dilahirkan.
Distosia bahu adalah tersangkutnya bahu janin dan tidak dapat dilahirkan
setelah kepala janin di lahirkan. Salah satu kriteria diagnosa distosia bahu adalah bila
dalam persalinan pervaginam untuk melahirkan bahu harus dilakukan maneuver
khusus seperti traksi curam bawah dan episiotomi. (Taufan Nugroho.2012:132)
Distosia bahu adalah kegagalan persalinan bahu setelah kepala lahir, dengan
mencoba salah satu metode persalinan bahu (Manuaba, 2001). 
Distosia bahu adalah suatu keadaan diperlukannya tambahan manuver
obstetric oleh karena dengan tarikan bisa kearah belakang pada kepala bayi tidak
berhasil untuk melahirkan bayi (Prawirohardjo, 2009). 
Distosia bahu merupakan kegawat daruratan obstetric karena terbatasnya
waktu persalinan, terjadi trauma janin,dan kompikasi pada ibunya, kejadiannya sulit
diperkirakan setelah kepala lahir, kepala seperti kura-kura dan persalinan bahu
mengalami kesulitan (Manuaba, 2001).

2.2 Etiologi Distosia Bahu


Sebab-sebab distosia bahu dapat dibagi menjadi tiga golongan besar :
1. Distosia karena kelainan his :
a. Inersia Uteri Hipotonik
Adalah kelainan his dengan kekuatan yang lemah / tidak adekuat
untuk melakukan pembukaan serviks atau mendorong anak keluar. Di sini
kekuatan his lemah dan frekuensinya jarang. Sering dijumpai pada
penderita dengan keadaan umum kurang baik seperti anemia, uterus yang

3
terlalu teregang misalnya akibat hidramnion atau kehamilan kembar atau
makrosomia, grandemultipara atau primipara, serta pada penderita dengan
keadaan emosi kurang baik. Dapat terjadi pada kala pembukaan serviks,
fase laten atau fase aktif, maupun pada kala pengeluaran. Inersia uteri
hipotonik terbagi dua, yaitu :
1) Inersia uteri primer
Terjadi pada permulaan fase laten. Sejak awal telah terjadi his
yang tidak adekuat (kelemahan his yang timbul sejak dari
permulaan persalinan), sehingga sering sulit untuk memastikan
apakah penderita telah memasuki keadaan inpartu atau belum.
2) Inersia uteri sekunder
Terjadi pada fase aktif kala I atau kala II. Permulaan his baik,
kemudian pada keadaan selanjutnya terdapat gangguan / kelainan.
b. Inersia Uteri Hipertonik
Adalah kelainan his dengan kekuatan cukup besar kadang sampai
melebihi normal namun tidak ada koordinasi kontraksi dari bagian atas,
tengah dan bawah uterus, sehingga tidak efisien untuk membuka serviks,
dari mendorong bayi keluar.

2. Distosia karena kelainan letak


a. Letak sungsang
Letak sungsang adalah janin terletak memanjang dengan kepala
difundus uteri dan bokong dibawah cavum uteri.
Macam-macam letak sungsang:
1) Letak bokong murni (frank breech), letakbokong dengan kedua
tungkai terangkat keatas.
2) Letak sungsang sempurna (complete breech), kedua kaki ada
disamping bokong danletak bokong kaki sempurna.
3) Letak sungsang tidaksempurna (incomplete breech), selain bokong
sebagian yang terendah adalah kaki atau lutut.
Etiologi letak sungsang :
1) Fiksasi kepala pada PAP tidak baik atau tidak ada : pada panggul
sempit, hidrocepalus, anencefalus, placenta previa, tumor.
2) Janin mudah bergerak : pada hidramnion, multipara, janin kecil
(premature).
3) Gemelii
4) Kelainan uterus : mioma uteri
5) Janin sudah lama mati
6) Sebab yang tidak diketahui

4
b. Prolaps tali pusat
Yaitu tali pusat berada disamping atau melewati bagian terendah janin
setelah ketuban pecah. Bila ketuban belum pecah disebut tali pusat
terdepan.
Pada keadaan prolap tali pusat (tali pusat menumbung) timbul bahaya
besar, tali pusat terjepit pada waktu bagian janin turun dalam panggul
sehingga menyebabkan asfiksia pada janin.
Prolaps tali pusat mudah terjadi bila pada waktu ketuban pecah bagian
terdepan janin masih berada diatas PAPdan tidak seluruhnya menutup
seperti yang terjadi pada persalinan
.
3. Distosia karena kelainan jalan lahir
Distosia karena kelainan jalan lahir dapat disebabkan karena adanya
kelainan pada jaringan keras / tulang panggul, atau kelainan pada jaringan
lunak panggul.
a. Distosia karena kelainan panggul/bagian keras dapat berupa
1) Kelainan bentuk panggul yang tidak normal gynecoid misalnya
panggul jenis Naegele, Robert dan lain-lain.
2) Kelainan ukuran panggul.
Panggul sempit pelvic contaction panggul disebut sempit
apabila ukurannya 1-2 cm kurang dari ukuran yang normal.
Kesempitan panggul bias pada: kesempitan atas panggul dianggap
sempit apabila cephalopelvic kurang dari 10 cm atau diameter
transversa kurang dari 12 cm. Diagnosis (CD) maka inlet dianggap
sempit bila CD kurang dari 11,5 cm.
Kesempitan indepelvic , Diameter interspinarum 9 cm. kalau
diameter transversa ditambah diameter sagitalis posterior kurang dari
13,5 cm. kesempitan indepelvic hanya dapat dipastikan dengan RO-
pelvimetri.
Kesempitan outlet , kalau diameter transversa atau diameter
sagitalis posterior kurang dari 15 cm. ukuran rata-rata panggul wanita
normal: a) pintu atas panggul (pelvic inlet), diameter transversa
(DTI+13,5 cm, conjugate vera 12 cm, jumlah rata-rata kedua diameter
minimal 22 cm. b) pintu tengah panggul distasium spinarum 10,5 cm,
diameter anterior posterior 11 cm, jumlah rata-rata kedua diameter
minimal 20cm. c) pintu bawah panggul diameter anterior 7,5 cm.
distansia intertuberosum 10,5 cm.
b. Kelainan jalan lahir lunak
Adalah kelainan servik uteri, vagina, selaput dara dan keadaan lain
pada jalan lahir yang menghalangi lancarnya persalinan.

5
Penyebab lain dari distosia bahu adalah fase aktif memanjang, yaitu :
a. Malposisi (presentasi selain belakang kepala).
b. Makrosomia (bayi besar) atau disproporsi kepala-panggul (CPD).
c. Intensitas kontraksi yang tidak adekuat.
d. Serviks yang menetap.
e. Kelainan fisik ibu, missal nya pinggang pendek.
f. Kombinasi penyebab atau penyebab yang tidak diketahui.

2.3 Patofisiologi Distosia bahu


Setelah kelahiran kepala, akan terjadi putaran paksi luar yang menyebabkan
kepala berada pada sumbu normal dengan tulang belakang bahu pada umumnya akan
berada pada sumbu miring (oblique) dibawah ramus pubis.
Dorongan pada saat ibu meneran akan menyebabkan bahu depan (anterior)
berada dibawah pubis, bila bahu gagal untuk mengadakan putaran menyesuaikan
dengna sumbu miring dan tetap berada pada posisi anteroposterior, pada bayi yang
besar akan terjadi benturan bahu depan terhadap simfisis sehingga bahu tidak lahir
mengikuti kepala

2.4 Diagnosis Distosia Bahu


Spong dkk (1995) menggunakan sebuah kriteria objektif untuk menentukan
adanya distosia bahu yaitu interval waktu antara lainnya kepala dengan seluruh tubuh
a. Nilai normal interval waktu antara persalinan kepala persalinan dengna
persalinan seluruh tubuh adalah 24 detik, pada distosia bahu 79 detik.
b. Mereka mengusulkan bahwa distosia bahu adalah bila interval waktu
tersebut lebih dari 60 detik.
American College of Obstetrician and Gynocologist (2002) menyatakan
bahwa angka kejadian distosia bahu bervariasi antara 0,6- 1,4 % dari persalinan
normal. Distosia bahu dapat dikenali apabila didapatkan adanya :
a. Kepala bayi sudah lahir, tetapi bahu tertahan dan tidak dapat dilahirkan.
b. Kepala bayi sudah lahir, tetapi tetap menekan vulva dan kencang.
c. Dagu tertarik dan menekan perineum.
d. Tarikan pada kepala tidak berhasil melahirkan bahu yang tetap tertahan di
kranial simfisis pubis.

6
2.5 Komplikasi Distosia Bahu
Komplikasi distosia bahu antara lain sebagai berikut:
a. Pada janin
1) Meninggal, Intrapartum atau neonatal
2) Paralisis plexus brachialis
3) Fraktur klavikula
4) Hipoksia janin, dengan atau tanpa kerusakan neurologis permanen
5) Fraktura humerus
b. Pada ibu:
1) Terjadi Robekan di perineum derajat III atau IV
2) Perdarahan pasca persalinan
3) Rupture uteri (Hakimi, 2003).

2.6 Faktor Risiko Distosia Bahu


Faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian distosia bahu yaitu:
1) Ibu dengan diabetes, 7 % insiden distosia bahu terjadi pada ibu dengan
diabetes gestasional (Keller,dkk).
2) Janin besar (macrossomia), distosia bahu lebih sering terjadi pada bayi
dengan berat lahir yang lebih besar, meski demikian hamper separuh dari
kelahiran distosia bahu memiliki berat kurang dari 4000 g.
3) Multiparitas
4) Ibu dengan obesitas.
5) Kehamilan posterm, dapat menyebabkan distosia bahu karena janin terus
tumbuh setelah usia 42 minggu.
6) Riwayat obstetric dengan persalinan lama/persalinan sulit atau riwayat
distosia bahu, terdapat kasus distosia bahu rekuren pada 5 (12%) diantara
42 wanita ( Smith dkk., 1994).

2.7 Tatalaksana Distosia Bahu


Penatalaksanaan distosia bahu juga harus memperhatikan kondisi ibu dan
janin. Syarat-syarat agar dapat dilakukan tindakan untuk menangani distosia bahu
adalah :
a. Kondisi vital ibu cukup memadai sehingga dapat berkerjasama untuk
menyelesaikan persalinan
b. Masih mampu untuk mengejan
c. Jalan lahir dan pintu bawah panggul memadai untuk akomodasi tubuh bayi
d. Bayi masih hidup atau diharapkan dapat bertahan hidup

7
e. Bukan monstrum atau kelainan kongenital yang menghalangi keluarnya bayi
(Taufan Nugroho.2012:133)

2.8 Pencegahan Distosia Bahu


Upaya pencegahan distosia bahu dan cedera yang dapat ditimbulkannya dapat
dilakukan dengan cara :
a. Tawarkan untuk dilakukan bedah sesar pada persalinan vaginal berisiko
tinggi: janin luar biasa besar ( > 5 kg), janin sangat besar (> 4,5 kg) dengan
ibu diabetes, janin besar ( > 4 kg) dengan riwayat distosia bahu pada
persalinan sebelumnya, kala II yang memanjang dengan janin besar
b. Identifikasi dan obati diabetes pada ibu
c. Selalu bersiap bila sewaktu-waktu terjadi
d. Kenali adanya distosia seawal mungkin. Upaya mengejan, menekan
suprapubis atau fundus, dan traksi berpotensi meningkatkan risisko cedera
pada janin
e. Perhatikan waktu dan segera minta pertolongan begitu distosia diketahui.
Bantuan diperlukan untuk membuat posisi MCRobert, pertolongan persalinan,
resusitasi bayi, dan tindakan anestesia (bila perlu) (Abdul Bari
Saifuddin.2008:60 ) 

2.9 Teknik Penanganan Distosia Bahu


Diperlukan seorang asisten untuk membantu sehingga bersegeralah minta
bantuan, jangan melakukan tarikan atau dorongan sebelum memastikan bahwa bahu
posterior sudah masuk kepanggul, bahu posterior yang belum melewati pintu atas
panggul akan semakin sulit dilahirkan tarikan pada kepala, untuk mengendorkan
ketegangan yang menyulit bahu posterior masuk panggul tersebut dapat dilakukan
episiotomy yang luas, posisi Mcrobert, atau posisi dada-lutut, dorongan pada fundus
juga tidak diperkenankan karena akan semakin menyulit bahu untuk dilahirkan dan
beresiko menimbulkan rupture uteri, disamping perlunya asisiten dan pemahaman
yang baik tentang mekanisme persalinan, keberhasilan pertolongan dengan distosia
bahu juga ditentukan oleh waktu setelah kepala lahir akan terjadi penurunan PH arteri
umbilikalis dengan lalu 0,04 unit/menit. Dengan demikian pada bayi sebelumnya
tidak mengalami hipoksia tersedia waktu antara 4-5 menit untuk melakukan manuver
melahirkan bahu sebelum terjadi cidera hipoksik pada otak.
Langkah-langkah tindakan cara pertolongan distosia bahu antara lain:
a. Manuver Mc. Robert
Maneuver Mcrobert dimulai dengan memosisikan ibu dalam posisi
Mcrobert yaitu ibu terlentang memfleksikan kedua paha sehingga lutut
menjadi sedekat mungkin kedada dan rotasikan kedua kaki kearah luar

8
(abduksi), lakukan episiotomy yang cukup lebar, gabungan episiotomy dan
posisi Mcrobert akan mempermudah bahu posterior melewati promontorium
dan masuk kedalam panggul, mintalah asisten untuk menekan suprasimfisis
kearah posterior menggunakan pangkal tangannya untuk menekan bahu
anterior agar mau masuk dibaeak simfisis sementara itu dilakukan tarikan
pada kepala janin kearah postero kaudal dengan mantap, langkah tersebut
akan melahirkan bahu anterior, hindari tarikan yang berlebihan karna akan
mencederai pleksus brakhialis setelah bahu anterior dilahirkan.langkah
selanjutnya sama dengan pertolongan persalinan presentasi kepala maneuver
ini cukup sederhana,aman dan dapat mengatasi sebagian besar distosia bahu
derajat ringan sampai sedang (Prawirohardjo,2009).
b. Manuver Rubin
Oleh karna anteroposterior pintu atas panggul lebih sempit dari pada
diameter oblik atau tranvernya, maka apabila bahu dalam anteroposterior
perlu diubah menjadi posisi oblik atau tranversanya untuk memudahkan
melahirkannya tidak boleh melakukan putaran pada kepala atau leher bayi
untuk mengubah posisi bahu yang dapat dilakukan adalah memutar bahu
secara langsung atau melakukan tekanan suprapubik kearah dorsal, pada
umumnya sulit menjangkau bahu anterior,sehingga pemutaran lebih mudah
dilakukan pada bahu posteriornya,masih dalam posisi Mcrobert masukkan
tangan pada bagian posterior vagina,tekanlah pada daerah ketiak bayi
sehingga bahu berputar menjadi posisi oblik/tranversa lebih menguntungkan
bila pemutaran itu kearah yangmembuat punggung bayi menghadap kearah
anterior (Manuver Rubin anterior) oleh karna kekuatan tarikan yang
diperlukan untuk melahirkannya lebih rendah dibandingkan dengan posisi
bahu anteros atau punggung bayi menghadap kearah posterior,ketika
dilakukan penekanan suprapubik pada posisi punggung janin anterior akan
membuat bahu lebih anduksi sehingga diameternya mengecil,d engan bantuan
tekanan simpra simfisis kearah posterior, lakukan tarikan kepala kearah
postero kaudal dengan mantap untuk melahirkan bahu anterior
(Prawirohardjo,2009).
c. Manuver Corkscrew Wood
Melahirkan bahu posterior dilakukan pertama kali dengan
mengidentifikasi dulu posisi punggung bayi masukkan tangan penolong yang
bersebrangan dengan punggung bayi (punggung kanan berarti tangan kanan,
punggung kiri berarti tangan kiri) kevagina temukan bahu posterior, telusuri
tangan atas dan buatlah sendi siku menjadi fleksi (bisa dilakukan dengan
menekan fossa kubiti) peganglah lengan bawah dan buatlah gerakan
mengusap kearah dada bayi langkah ini akan membuat bahu posterior lahir
dan memberikan ruang cukup bagi bahu anterior masuk kebawah
simfisis,dengan bantuan tekanan suprasimfisis kearah posterior, lakukan

9
tarikan kepala kearah postero kaudal dengan mantap untuk melahirkan bahu
anterior.
Maneuver Wood: manfaat posisi merangkak didasarkan asumsi
fleksibilitas sandi sakroiliaka bisa meningkatkan diameter sagital pintu atas
panggul sebesar 1-2 cm dan pengaruh gravitasi akan membantu bahu posterior
melewati promontorium pada posisi telentang atau litotomi sandi
sakroiliaka  menjadi terbatas mobilitasnya pasien menopang tubuhnya dengan
kedua tangan dan kedua lututnya pada manuverin,bahu posterior dilahirkan
terlebih dahulu dengan melakukan tarikan kepala bahu melalui panggul
ternyata tidak dalam gerak lurus, tetapi berputar sebagai aliran sakrup,
berdasarkan hal itu memutar bahu akan mempermudah melahirkannya,
maneuver woods dilakukan dengan menggunakan 2 jari tangan bersebrangan
dengan punggung bayi yang diletakkan dibagian depan bahu posterior
menjadi bahu anterior dan posisinya berada dibawah akralis pubis, sedangkan
bahu anterior memasuki pintu atas panggul dan berubah menjadi bahu
posterior dalam posisi seperti itu, bahu anterior akan mudah dapat dilahirkan.
d. Fraktur Klavikula
Mematahkan klavikula dengan cara menekan klavikula anteror
terhadap ramus pubis dapat dilakukan untuK membebaskan bahu yang
terjepit.
e. Manuver Zavanelli
1) Mengembalikan posisi oksiput anterior atau posterior bila kepala janin
telah berputar dari posisi tersebut
2) Memfelsikan kepala dan secara perlahan mendorongnya masuk kembali
ke vagina yang diikuti dengan kelahiran secara sesar.
3) Memberikan terbutaline 250 mg sub kutan untuk menghasilkan relaksasi
uterus.
f. Kleidotomi
Kleidotomi yaitu memotong klavikula dengan gunting atau benda
tajam lain, biasannya dilakukan pada janin mati.
g. Teknik Pelahiran Bahu Belakang
1) Masukkan salah satu tnagn kedalam vagina dan pegang tulang lengan atas
yang berada pada posisi posterior
2) Fleksikan lengan bayi bagian siku dan letakkan lengan tersebut melintang
di dada bayi
h. Manuver Hibbard
Menekan dagu dan leher janin ke arah rectum ibu dan seorang asisten
menekan kuat fundus saat bahu depan di bebaskan. Penekanan fundus yang
dilakukan pada saat yang salah akan mengakibatkan bahu depan semakin
terjepit

10
i. Posisi Merangkak
1) Minta ibu berganti posisi merangkak
2) Coba ganti kelahiran bayi tersebut dalam posisi ini dengan cara
melakukan tarikan perlahan pada bahu anterior kearah atas dengan hati-
hati
3) Segera setelah lahir bahu anterior lahirkan bahu posterior dengan tarikan
perlahan ke arah bagian bawah dengan hati-hati.

j. Simfisiotomi
Simfisiotomi yaitu mematahkan simfisis pubis untuk mempermudah
persalinan juga dapat diterapkan dengan sukses (Taufan Nugroho.2012:134-
136)

Hernandez dan Wendell (1990) menyarankan untuk melakukan serangkaian


tindakan emergensi berikut ini pada kasus distosia bahu:
 Minta bantuan – asisten , ahli anaesthesi dan ahli anaesthesi.
 Kosongkan vesica urinaria bila penuh.
 Lakukan episiotomi mediolateral luas.
 Lakukan tekanan suprapubic bersamaan dengan traksi curam bawah untuk
melahirkan kepala.
 Lakukan maneuver Mc Robert dengan bantuan 2 asisten.
Sebagian besar kasus distosia bahu dapat diatasi dengan serangkaian tindakan
diatas. Bila tidak, maka rangkaian tindakan lanjutan berikut ini harus dikerjakan :
1) Wood corkscrew maneuver
2) Persalinan bahu posterior
3) Tehnik-tehnik lain yang sudah dikemukakan diatas.
Tak ada maneuver terbaik diantara maneuver-maneuver yang sudah disebutkan
diatas, namun tindakan dengan Maneuver Mc Robert sebagai pilihan utama adalah
sangat beralasan, karena manuver ini cukup sederhana, aman, dan dapat mengatasi
sebagian besar distosia bahu derajat ringan sampai sedang.

11
BAB 3
PENUTUPAN

3.1 Kesimpulan
Distosia bahu adalah peristiwa dimana tersangkutnya bahu janin dan tidak
dapat dilahirkan setelah kepala janin dilahirkan. Tanda dan gejala distosia bahu
adalah pada proses persalinan normal kepala lahir melalui gerakan ekstensi. Pada
distosia bahu kepala akan tertarik ke dalam dan tidak dapat mengalami putaran paksi
luar yang normal. Disebabkan oleh karena faktor-faktor komplikasi pada maternal
atau neonatal. Untuk penatalaksanaan nya dilakukan episiotomy secukupnya dan
dilakukannya Manuver Mc.Robert,karena manuver ini cukup sederhana, aman, dan
dapat mengatasi sebagian besar distosia bahu derajat ringan sampai sedang.

3.2 Saran
1. Ibu Hamil
Diharapkan kepada ibu selama dalam masa kehamilan agar melakukan
kunjungan / pemeriksaan ANC maksimal 4 x selama kehamilan, untuk
mengetahui perubahan berat badan pada ibu dan bayi bertambah atau tidak
sesuai dengan usia kehamilan ataupun ibu yang mengalami riwayat penyakit
sistematik dan berfungsi juga untuk mendeteksi secara dini adanya
komplikasi. Sehingga nantinya bisa didiagnosa apakah ibu bisa bersalin
dengan normal atau tidak.
2. Petugas Kesehatan
Diharapkan kepada tenaga kesehatan agar memiliki kompetensi yang
baik khususnya bidan agar mampu menekan AKI/AKB dengan cara
mengurangi komplikasi-komplikasi yang terjadi pada ibu hamil
3. Penulis
Agar dapat meningkatkan pengetahuan maupun wawasan
pembelajaran serta pengalaman dalam praktek asuhan kebidanan. Khususnya
mengenai asuhan kebidanan ibu bersalin dengan komplikasi seperti distosia
bahu.
4. Institusi Pendidikan
Diharapkan dapat menjadi bahan kajian maupun referensi dalam
menambah ilmu pengetahuan.

12
Daftar Pustaka

Lisnawati, Lilis. 2012. Asuhan Kebidanan terkini Kegawatdaruratan Maternal dan


Neonatal. Tasikmalaya : Trans Info Media
Maryunani, Anik, dkk. 2013. Asuhan Kegawatdaruratan Maternal &
Neonatal. Jakarta: Trans Info Medik
Prawirohardjo, Sarwono. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo
Kurniawati, Desy,dkk. 2009. Obgynacea Obstetri & GinekologiCetakan ke-
I.Yogyakarta:Tosca Entreprise.
Mansjoer,Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran edisi ketiga jilid 1.Jakarta:Media
Aesculapius
Mochtar,Rustam. 1998. Sinosis Obstetrijilid 1.Jakarta:EGC
Nugroho,Taufan. 2012. Patologi Kebidanan cetakan ke-I. Yogyakarta:Nuha Medika
Saifuddin, Abdul Bari. 2008. Ilmu Kebidanan cetakan 1. edisi ke-4.Jakarta:YBPSP

13

Anda mungkin juga menyukai