1. Apakah negara memiliki kewenangan eksklusif di bidang keamanan?
2. Apakah pelaksanaan tugas pengamanan yang dilakukan oleh pecalang merupakan suatu pelanggaran yang dilakukan oleh aktor bukan negara? Bagaimana tentang tanggung jawab negara dalam hal ini? 3. Apakah pecalang atas nama desa pakraman dapat menjadi bagian dari tim keamanan investor (hotel) di wewengkon (wilayah) desa pakraman dilihat dari HAM? 4. Apakah investor dapat menolak keinginan desa pakraman yang menghendaki pecalang menjadi bagian sistem keamanan investor yang ada di wewengkon (wilayah) desa pakraman dilihat dari perspektif HAM? JAWABAN : 1. Iya, negara dapat dikatakan memiliki kewenangan eksklusif di bidang keamanan, hal itu Pertahanan dan keamanan negara dalam pasal 30 ayat (1) UUD 1945 menunjukkan pada keterlibatan dan keikut sertaan warga negara dalam upaya pertahanan dan keamanan negara, sebagaimana pasal 30 ayat (1) UUD 1945 berbunyi “ Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara” Keikut sertaan warga negara dalam upaya pertahanan dan keamanan negara adalah merupakan pelaksanaan dari sistem pertahanan semesta yang telah diatur oleh Undang-Undang yang melibatkan sumber daya manusia, sumber daya alam dan sumber daya nasional lainnya. Penjelasan dalam UUD 1945 pasal 30 ayat (1) iniadalah merupakan dasar hukum secara umum akan kewajiban warga negara ikut dalam pertahanan dan keamanan negara. Selanjutnya dibuktikan dengan Pasal 30 ayat (4) UUD NRI 1945 jo. Pasal 5 ayat (1) UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia dimana disebutkan dalam pasal tersebut bahwa “Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat menegakkan hukum,serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri”. Jadi dapat dikatakan kepolisian sebagai alat negara berwenang dalam bidang menjaga keamanan negara, yang secara lebih lanjutkewenangan kepolisian diatur dalam bab III UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia mengenai tugas dan wewenang kepolisian. 2. Dalam hal ini, Kondisi faktual menunjukan bahwa pecalang terkadang bertindak arogan, kurang manusiawi, terkadang menutup jalan umum sehingga mengganggu kenyamanan pengguna jalan raya yang memiliki berbagai kepentingan. Ketika ada kegiatan adat dan agama yang berlangsung dalam waktu yang bersamaan di beberada desa adat yang berdampingan, terkadang terlihat bahwa tidak ada koordinasi antar pecalang desa adat dalam mengatur lalu lintas, yang menyebabkan pengguna jalan raya berputar-putar di suatu tempat dengan arah yang tidak jelas. Kemacetan lalu lintas tidak terhindarkan, yang kemudian memicu ketidak nyamanan dari pengguna jalan raya. Pada beberapa kasus kriminal, kehadiran pecalang memungkinkan masyarakat mengambil tindakan anarkis tanpa campur tangan Negara. Konflik antar desa adat tidak dapat ditangani oleh Negara, karena dinyatakan sebagai kasus adat. Kepolisian Negara Republik Indonesia berdasarkan peraturan perundang-undangan lain berwenang untuk memberi petunjuk, mendidik dan melatih aparat kepolisian khusus dan petugas pengamanan swakarsa dalam bidang teknis kepolisian. Negara dalam hal ini haruslah dapat mengontrol agar pecalang tidak melebihi kewenangannya. Telah ditentukan dalam Pasal 30 ayat (2) UUD NRI yang mengatakan bahwa “usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh Tentara Negara Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, sebagai kekuatan utama, dan rakyat sebagai kekuatan pendukung”. Munculnya Pecalang di Bali, yang awalnya sebagai satuan keamanan adat, kemudian muncul sebagai aktor yang juga "menjual" jasa keamanan bagi publik. Jadi tanggung jawab negara dalam hal ini dapat dikatakan bahwa jangan sampai pecalang yang merupakan bentuk kesatuan masyarakat adat justru menjadi kekuatan utama dalam menjaga ketertiban dan keamanan negara. 3. Berdasarkan peraturan daerah provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2019 tentang desa adat atau pasal 47 ditentukan bahwa keamanan dan ketertiban desa adat dilaksanakan oleh pecalang. Tugas pecalang desa adat meliputi tugas mengawasi keamanan dan ketertiban alam dan lingkungan fisik, lingkungan sosial budaya, termasuk perilaku warga desa, serta warga lain yang berasal dari luar desa. Maka dari itu pecalang berhak untuk menjadi bagian dari tim keamanan investor, karena hotel tersebut terletak dalam wilayah desa pakraman dari pecalang yang bersangkutan, dimana dalam hal ini pecalang memiliki wewenang untuk menjaga keamanan dan ketertiban dalam wilayah desa pakramannya. Terkait dengan UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dalam Pasal 6 ayat (1) dikatakan bahwa “dalam rangka penegakan hak asasi manusia, perbedaan dan kebutuhan dalam masyarakat hukum adat harus diperhatikan dan dilindungi oleh hukum, masyarakat, dan pemerintah” yang mengandung penjelasan hak adat yang secara nyata masih berlaku dan dijunjung tinggi di dalam lingkungan masyarakat. Jadi berdasarkan hal tersebut wewenang pecalang yaitu menjaga keamanan dan ketertiban dalam wilayah desa pakramannya haruslah dilindungi oleh pemerintah sepanjang eksistensi pecalang dalam desa pakraman masih ada dan maka dari itu secara tidak langsung pun pecalang berhak untuk menjadi bagian dalam tim pengamanan hotel di wilayah desa pakramannya. 4. Dapat, hal tersebut berdasarkan UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang di dalamnya terdapat pengaturan mengenai hak kebebasan pribadi yang dalam hal ini investor pun berhak untuk menolak keinginan desa pakraman yangmenghendaki pecalang menjadi bagian sistem keamanan investor biarpun sesungguhnya hal tersebut merupakan wewenang pecalang sepanjang investor menghendakinya dandesa pakraman pun melalui pecalang tidak dapat memaksakan hal tersebut dikarenakan dalam Pasal 28 J ayat (1) UUD NRI yang menyatakan bahwa “setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara”. Kondisi faktual menunjukan bahwa pecalang terkadang bertindak arogan, kurang manusiawi, maka dari itu investor berhak menolak keinginan desa pakraman yang menghendaki pecalang menjadi bagian sistem keamanan investor yang ada di wewengkon (wilayah) desa pakraman