Anda di halaman 1dari 3

Nama : Made Ayu Citra Putri Sani

NIM : 1804551427

Kelas :Z

Mata Kuliah : HAM LANJUTAN

Tutorial I Discussion task 1 (PRO)

1. Apakah negara memiliki kewenangan eksklusif di bidang keamanan?


2. Apakah pelaksanaan tugas pengamanan yang dilakukan oleh pecalang merupakan suatu
pelanggaran yang dilakukan oleh aktor bukan negara? Bagaimana tentang tanggung jawab
negara dalam hal ini?
3. Apakah pecalang atas nama desa pakraman dapat menjadi bagian dari tim keamanan
investor (hotel) di wewengkon (wilayah) desa pakraman dilihat dari HAM?
4. Apakah investor dapat menolak keinginan desa pakraman yang menghendaki pecalang
menjadi bagian sistem keamanan investor yang ada di wewengkon (wilayah) desa pakraman
dilihat dari perspektif HAM?
JAWABAN :
1. Iya, negara dapat dikatakan memiliki kewenangan eksklusif di bidang keamanan, hal itu
Pertahanan dan keamanan negara dalam pasal 30 ayat (1) UUD 1945 menunjukkan pada
keterlibatan dan keikut sertaan warga negara dalam upaya pertahanan dan keamanan negara,
sebagaimana pasal 30 ayat (1) UUD 1945 berbunyi “ Tiap-tiap warga negara berhak dan
wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara” Keikut sertaan warga negara
dalam upaya pertahanan dan keamanan negara adalah merupakan pelaksanaan dari sistem
pertahanan semesta yang telah diatur oleh Undang-Undang yang melibatkan sumber daya
manusia, sumber daya alam dan sumber daya nasional lainnya. Penjelasan dalam UUD 1945
pasal 30 ayat (1) iniadalah merupakan dasar hukum secara umum akan kewajiban warga
negara ikut dalam pertahanan dan keamanan negara. Selanjutnya dibuktikan dengan Pasal
30 ayat (4) UUD NRI 1945 jo. Pasal 5 ayat (1) UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian
Negara Republik Indonesia dimana disebutkan dalam pasal tersebut bahwa “Kepolisian
Negara Republik Indonesia merupakan alat negara yang berperan dalam memelihara
keamanan dan ketertiban masyarakat menegakkan hukum,serta memberikan perlindungan,
pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan
dalam negeri”. Jadi dapat dikatakan kepolisian sebagai alat negara berwenang dalam bidang
menjaga keamanan negara, yang secara lebih lanjutkewenangan kepolisian diatur dalam bab
III UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia mengenai tugas
dan wewenang kepolisian.
2. Dalam hal ini, Kondisi faktual menunjukan bahwa pecalang terkadang bertindak arogan,
kurang manusiawi, terkadang menutup jalan umum sehingga mengganggu kenyamanan
pengguna jalan raya yang memiliki berbagai kepentingan. Ketika ada kegiatan adat dan
agama yang berlangsung dalam waktu yang bersamaan di beberada desa adat yang
berdampingan, terkadang terlihat bahwa tidak ada koordinasi antar pecalang desa adat
dalam mengatur lalu lintas, yang menyebabkan pengguna jalan raya berputar-putar di suatu
tempat dengan arah yang tidak jelas. Kemacetan lalu lintas tidak terhindarkan, yang
kemudian memicu ketidak nyamanan dari pengguna jalan raya. Pada beberapa kasus
kriminal, kehadiran pecalang memungkinkan masyarakat mengambil tindakan anarkis tanpa
campur tangan Negara. Konflik antar desa adat tidak dapat ditangani oleh Negara, karena
dinyatakan sebagai kasus adat.
Kepolisian Negara Republik Indonesia berdasarkan peraturan perundang-undangan
lain berwenang untuk memberi petunjuk, mendidik dan melatih aparat kepolisian khusus
dan petugas pengamanan swakarsa dalam bidang teknis kepolisian. Negara dalam hal ini
haruslah dapat mengontrol agar pecalang tidak melebihi kewenangannya. Telah ditentukan
dalam Pasal 30 ayat (2) UUD NRI yang mengatakan bahwa “usaha pertahanan dan
keamanan negara dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta
oleh Tentara Negara Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, sebagai
kekuatan utama, dan rakyat sebagai kekuatan pendukung”. Munculnya Pecalang di Bali,
yang awalnya sebagai satuan keamanan adat, kemudian muncul sebagai aktor yang juga
"menjual" jasa keamanan bagi publik. Jadi tanggung jawab negara dalam hal ini dapat
dikatakan bahwa jangan sampai pecalang yang merupakan bentuk kesatuan masyarakat adat
justru menjadi kekuatan utama dalam menjaga ketertiban dan keamanan negara.
3. Berdasarkan peraturan daerah provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2019 tentang desa adat atau
pasal 47 ditentukan bahwa keamanan dan ketertiban desa adat dilaksanakan oleh pecalang.
Tugas pecalang desa adat meliputi tugas mengawasi keamanan dan ketertiban alam dan
lingkungan fisik, lingkungan sosial budaya, termasuk perilaku warga desa, serta warga lain
yang berasal dari luar desa. Maka dari itu pecalang berhak untuk menjadi bagian dari tim
keamanan investor, karena hotel tersebut terletak dalam wilayah desa pakraman dari
pecalang yang bersangkutan, dimana dalam hal ini pecalang memiliki wewenang untuk
menjaga keamanan dan ketertiban dalam wilayah desa pakramannya. Terkait dengan UU
No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dalam Pasal 6 ayat (1) dikatakan bahwa
“dalam rangka penegakan hak asasi manusia, perbedaan dan kebutuhan dalam masyarakat
hukum adat harus diperhatikan dan dilindungi oleh hukum, masyarakat, dan pemerintah”
yang mengandung penjelasan hak adat yang secara nyata masih berlaku dan dijunjung tinggi
di dalam lingkungan masyarakat. Jadi berdasarkan hal tersebut wewenang pecalang yaitu
menjaga keamanan dan ketertiban dalam wilayah desa pakramannya haruslah dilindungi
oleh pemerintah sepanjang eksistensi pecalang dalam desa pakraman masih ada dan maka
dari itu secara tidak langsung pun pecalang berhak untuk menjadi bagian dalam tim
pengamanan hotel di wilayah desa pakramannya.
4. Dapat, hal tersebut berdasarkan UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang
di dalamnya terdapat pengaturan mengenai hak kebebasan pribadi yang dalam hal ini
investor pun berhak untuk menolak keinginan desa pakraman yangmenghendaki pecalang
menjadi bagian sistem keamanan investor biarpun sesungguhnya hal tersebut merupakan
wewenang pecalang sepanjang investor menghendakinya dandesa pakraman pun melalui
pecalang tidak dapat memaksakan hal tersebut dikarenakan dalam Pasal 28 J ayat (1) UUD
NRI yang menyatakan bahwa “setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang
lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara”. Kondisi faktual
menunjukan bahwa pecalang terkadang bertindak arogan, kurang manusiawi, maka dari itu
investor berhak menolak keinginan desa pakraman yang menghendaki pecalang menjadi
bagian sistem keamanan investor yang ada di wewengkon (wilayah) desa pakraman

Anda mungkin juga menyukai