Anda di halaman 1dari 9

PEMBAHASAN

DIMENSI ONTOLOGIS ILMU

A. Pengertian Ontologi Menurut Para Ahli


Ontologi merupakan salah satu kajian kefilsafatan yang paling kuno dan
berasal dari Yunani. Kata ontologi berasal dari perkataan Yunani: On = being,
dan Logos = logic. Ontology adalah the theory of being qua being (teori tentang
keberadaan sebagai keberadaan).1 Ontologi sering diidentikkan dengan metafisika
yang juga disebut dengan Proto-filsafia atau filsafat yang pertama. Terdapat
beberapa pendapat tentang ontologi menurut para ahli, yaitu:
1. Menurut Noeng Muhadjir (2001) dalam bukunya Filsafat Ilmu, Ontologi
membahas tentang yang ada, yang tidak terikat oleh satu perwujudan tertentu.
Ontologi membahas tentang yang ada yang universal, menampilkan
pemikiran secara universal. Ontologi berusaha mencari inti yang termuat
dalam setiap kenyataan, atau dalam rumusan Lorens Bagus, menjelaskan
yang ada yang meliputi semua realitas dalam semua bentuknya.2
2. Menurut Jujun S. Suriasumantri (1985) dalam Pengantar Ilmu dalam
Perspektif mengatakan, ontologi membahas apa yang ingin kita ketahui,
seberapa jauh kita ingin tahu, atau dengan perkataan lain, suatu pengkajian
mengenai teori tentang ”ada”.3
3. A. Dardari (1985) dalam bukunya Humaniora, Filsafat, dan Logika
mengatakan, ontologi adalah menyelidiki sifat dasar dari apa yang nyata
secara fundamental dan cara yang berbeda dimana entitas dari kategori-
kategori yang logis yang berlainan (objek-objek fisis, hal universal, abstraksi)
dapat dikatakan ada; dalam kerangka tradisional ontologi dianggap sebagai
teori mengenai prinsip-prinsip umum dari hal ada, sedangkan dalam hal

1
Lih. James K. Feibleman, Ontologi dalam Dagobert D. Runes (ed), Dictinary Philoshopy,
(Totowa New Jersey: Little Adam & Co., 1976), hlm. 219 dalam Amsal Bahtiar, Filsafat Ilmu,
Jakarta: H Rajagrafindo Persada, 2016, hlm. 132.
2
Amsal Bahtiar, Filsafat Ilmu, Jakarta: H Rajagrafindo Persada, 2016, hlm. 133.
3
Jujun S. Suriasumantri, Tentang Hakikat Ilmu, dalam Ilmu dalam Perspektif, (Jakarta: Gamedia,
cet. VI, 1985), hlm. 5 dalam Amsal Bahtiar, Filsafat Ilmu, Jakarta: H Rajagrafindo Persada, 2016,
hlm. 133.

Dimensi Ontologis Ilmu Page 1


pemakaiannya akhir-akhir ini ontologi dipandang sebagai teori mengenai apa
yang ada.
4. Sidi Gazalba (1989) dalam bukunya Sistematika Filsafat mengatakan,
ontologi mempersoalkan sifat dan keadaan terakhir dari kenyataan. Karena
itu, ia disebut ilmu hakikat, hakikat yang bergantung pada pengetahuan.
Dalam agama ontologi memikirkan tentang Tuhan.
5. Hafiz Ghulam Sarwa (2001) mengatakan, bahwa ontologi adalah kajian yang
memusatkan diri pada pemecahan esensi sesuatu atau wujud tentang asas-
asasnya dan realitas.4 Asas-asas tentang sesuatu wujud yang nyata.
Keberadaan dan realitasnya dapat dicermati dan ditangkap oleh panca indera
manusia.
6. Suparlan Suharsono (2001) mengemukakan, bahwa ontologi menyelidiki
hakikat dari segala sesuatu dari alam nyata yang sangat terbatas bagi panca
indera kita. Bagaimana realita yang ada ini adalah materi semata, apakah
wujudnya bersifat tetap, kekal tanpa perubahan? Juga apakah realita itu juga
berbentuk dari satu unsur (monoisme), dua unsur (dualisme), atau banyak
unsur (pluralisme). Dengan demikian, alam semesta ini sebagai sebuah realita
apakah juga berhakikat monistik atau pluralistik, bersifat tetap atau berubah-
ubah. Juga apakah alam semesta ini merupakan kesungguhan (actual) atau
kemungkinan (potency).5
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa ontologi
adalah bidang pokok filsafat yang membahas tentang hakikat yang menyelidiki
keberadaan segala sesuatu yang ada, yang menjurus pada suatu kebenaran.
Ontologi merupakan ilmu pengetahuan yang paling universal dan paling
menyeluruh. Penyelidikannya meliputi segala pertanyaan dan penelitian lainnya
yang lebih bersifat ”bagian”. Oleh karena meneliti dasar paling umum untuk
segala-galanya, ontologi pantas disebut filsafat ”pertama”. Ringkasnya, pada
tinjauan filsafat, ontologi adalah studi tentang sesuatu yang ada. Hakikat
kenyataan atau realitas memang bisa didekati ontologi dengan dua macam sudut

4
Jalaluddin, Filsafat Ilmu Pengetahuan, Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2013, hlm. 157.
5
Ibid,.

Dimensi Ontologis Ilmu Page 2


pandang, yaitu: (1) Kuantitatif, yaitu dengan mempertanyakan apakah kenyataan
itu tunggal atau jamak?, dan (2) Kualitatif, yaitu dengan mempertanyakan apakah
kenyataan (realitas) tersebut memiliki kualitas tertentu, seperti misalnya daun
yang memiliki warna kehijauan, bunga mawar yang berbau harum.

B. Beberapa Tafsiran Metafisika


Metafisika berasal dari bahasa Yunani, meta = selain, sesudah atau
sebalik, dan fisika = alam nyata. Artinya, metafisika adalah ilmu yang menyelidiki
hakikat segala sesuatu dari alam nyata dengan tidak terbatas pada apa yang dapat
ditangkap oleh panca indra saja. Metafisika merupakan tempat berpijak dari setiap
pemikiran filsafati termasuk pemikiran ilmiah. Diibaratkan pikiran adalah roket
yang meluncur ke bintang-bintang, menembus galaksi dan awan gemawan, maka
metafisika adalah landasan peluncurannya.6 Metafisika merupakan cabang filsafat
yang mempelajari penjelasan asal atau hakikat objek (fisik) di dunia. Metafisika
adalah studi keberadaan atau realitas. Dimana metafisika mempersoalkan realitas
dan dunia dengan segala strujtur dan dimensinya. Menurut Hamlyn (1986),
metafisika adalah bagian kajian filsafat yang paling abstrak dan dalam pendangan
sementara orang merupakan bagian yang paling “tinggi” karena berurusan dengan
realitas yang paling utama, berurusan dengan “apa yang sungguh-sungguh ada”
yang membedakan sekaligus menentukan bahwa sesuatu itu mungkin ataukah
tidak.
Heidegger (1981) mengatakan istilah ontologi pertama kali
diperkenalkan oleh Rudolf Goclenius pada 1936 M, untuk menamai hakikat yang
metafisis. Dalam perkembangannya, Christian Wolf (1979-1754) membagi
metafisika menjadi dua, yaitu: metafisika umum dan metafisika khusus.
Metafisika umum meruapakan istilah lain dari ontologi. Dengan demikian,
metafisika dan ontologi merupakan cabang filsafat yang membahas tentang prisip
dasar atau paling dalam dari segala sesuatu yang ada.

6
Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan,
1999, hlm. 63-64.

Dimensi Ontologis Ilmu Page 3


Metafisika merupakan cabang filsafat yang memuat suatu bagian dari
persoalan filsafat yang:7
1. Membicarakan tentang prinsip-prinsip yang paling universal
2. Membicarakan sesuatu yang bersifat keluarbiasaan (beyond nature)
3. Membicarakan karakteristik hal-hal yang sangat mendasar, yang berada diluar
pengalaman manusia (immediate experience)
4. Berupaya menyajikan suatu pandangan yang komprehensif tentang segala
sesuatu
5. Membicarakan persoalan-persoalan seperti: hubungan akal dengan benda,
hakikat perubahan, pengertian tentang kemerdekaan, wujud Tuhan,
kehidupan setelah mati dan lainnya.
Manfaat metafisika bagi pengembangan ilmu dikatakan oleh Thomas S.
Kuhn adalah ketika kumpulan kepercayaan belum lengkap faktanya, maka ia
mesti dipasok dari luar, diantaranya seperti ilmu pengetahuan lain, peristiwa
sejarah, pengalaman personal, dan metafisika. Contohnya adalah upaya-upaya
untuk memecahkan masalah yang tidak dapat dipecahkan oleh paradigma
keilmuwan yang lama dan selama ini dianggap mampu memecahkan masalah dan
membutuhkan paradigma baru, pemecahan masalah baru, hal ini hanya dapat
dipenuhi dari hasil perenungan metafisik yang dalam banyak hal memang bersifat
spekulatif dan intuitif, hingga dengan kedalaman kontemplasi serta imajinasi akan
dapat membuka kemungkinan-kemungkinan atau peluang-peluang konsepsi
teoritis, asumsi, postulat, tesis, dan paradigma baru untuk memecahkan masalah
yang ada.
Terdapat beberapa tafsiran metafisika, yaitu:8
1. Animisme, merupakan kepercayaan berdasarkan pemikiran supernaturalisme,
dimana manusia percaya bahwa terdapat roh-roh yang bersifat gaib yang
terdapat dalam benda-benda seperti batu, pohon, dan air tejun. Animisme
merupakan kepercayaan yang paling tua umurnya dan masih dipeluk oleh
beberapa masyarakat di muka bumi.

7
Asmoro Achmadi, Filsafat Umum, Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2010, hlm. 15.
8
Asmoro Achmadi, Filsafat Umum, Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2010, hlm. 64.

Dimensi Ontologis Ilmu Page 4


2. Naturalisme, merupakan paham yang menolak pendapat bahwa terdapat ujud-
ujud yang bersifat supernatural. Materialisme merupakan paham berdasarkan
naturalisme ini, berpendapat bahwa gejala-gejala alam tidak disebabkan oleh
pengaruh kekuatan yang bersifat gaib, melainkan oleh kekuatan yang terdapat
dalam alam itu sendiri, yang dapat dipelajari dan dapat kita ketahui. Kaum
yang mendukung paham ini adalah kaum mekanistik, mereka melihat gejala
alam (termasuk makhluk hidup) hanya merupakan gejala kimia-fisika semata.
Adapun kaum yang menentang paham ini adalah kaum vitalistik yang
berpendapat bahwa hidup adalah sesuatu yang unik yang berbeda secara
substansi dengan proses tersebut diatas.
3. Aliran monistik, merupakan aliran yang mempunyai pendapat yang tidak
membedakan antara pikiran dan zat, mereka hanya berbeda dalam gejala
disebabkan proses yang berlainan namun mempunyai substansi yang sama.
Ibarat zat dan energi dalam teori relativitas Einstein, energi hanya merupakan
bentuk lain dari zat.
4. Aliran dualistik, merupakan aliran yang menolak pendapat aliran monistik.
Filsuf yang menganut aliran ini diantaranya adalah Rene Decrates (1596-
1650), John Locke (1632-1714) dan George Berkeley (1685-1753).
Ketiganya berpendapat bahwa apa yang ditangkap oleh pikiran, termasuk
penginderaan dari segenap pengalaman manusia adalah bersifat mental. Bagi
Descartes, yang bersifat nyata adalah pikiran sebab dengan berpikirlah maka
sesuatu itu lantas ada. Locke sendiri menganggap bahwa pikiran manusia
pada mulanya dapat diibaratkan sebuah lempeng lilin yang licin dimana
pengalaman indera lalu melekat pada lempeng tersebut. Makin lama makin
banyak pengalaman indera yang terkumpul dan kombinasi dari pengalaman-
pengalaman indera ini seterusnya membuahkan ide yang kian lama kian
rumit. Dengan demikian pikiran dapat diibaratkan sebagi organ yang
menangkap dan menyimpan pengalaman indera. Sementara Barkeley
menyatakan sesuatu itu ada disebabkan adanya persepsi.

Dimensi Ontologis Ilmu Page 5


Jadi pada dasarnya tiap ilmuwan boleh mempunyai filsafat individual
yang berbeda-beda.
C. Hakikat Ilmu
Definisi hakikat ilmu terdiri dari dua kata yang berbeda. Masing-masing
memiliki makna kata yang berbeda. Kata hakikat secara etimologis berarti terang,
yakin, dan sebenarnya. Dalam filsafat, hakikat diartikan sebagai inti dari sesuatu,
yang meskipun sifat-sifat yang melekat padanya dapat berubah-ubah, namun inti
tersebut tetap lestari. Adapun kata ilmu berasal dari bahasa Arab (‘Alama) dan
berarti pengetahuan. Pemakaian kata itu dalam bahasa Indonesia, diekwivalenkan
dengan istilah dalam bahasa Inggris science, dan dari bahasa Latin scio, sciere,
yang juga berarti pengetahuan.9 Pada prinsipnya ilmu merupakan cabang
pengetahuan yang mempunyai ciri-ciri tertentu.10 Ilmu menggali pengetahuan dari
fakta-fakta dan merumuskan pengetahuan itu dalam bentuk teori atau hukum.
Karena pengetahuan itu sesuai dengan faktanya, maka pengetahuan yang digali
dan yang dinyatakan itu adalah benar. Jadi, makna dari kata hakikat ilmu dapat
diartikan sebagai sesuatu yang mendasari atau yang menjadi dasar dari arti atau
makna dari ilmu tersebut.
Secara ontologis, ilmu membatasi lingkup penelaah keilmuannya hanya
pada daerah-daerah yang berada dalam jangkauan pengalaman manusia. Ilmu
memulai penjelajahannya pada pengalaman manusia dan berhenti di batas
pengalaman manusia. Ilmu tidak mempelajari ikhwal surga dan neraka. Sebab,
ikhwal surga dan neraka berada diluar jangkauan pengalaman manusia. Baik hal-
hal yang terjadi sebelum hidup kita, maupun hal-hal yang terjadi setelah kematian
manusia, semua itu berada di luar penjelajahan ilmu. 
Ilmu hanya membatasi dari pada hal-hal yang berbeda dalam batas
pengalaman kita karena fungsi ilmu sendiri dalam hidup manusia yaitu sebagai
alat bantu manusia dalam menanggulangi masalah-masalah yang dihadapinya
sehari-hari. Persoalan mengenai hari kemudian tidak akan kita tanyakan pada
ilmu, melainkan kepada agama. Sebab agamalah pengetahuan yang mengkaji
9
Sidi Gazalba, Sistematika Filsafat, Jakarta: PT. Jaya Pirusa, 1973, hlm. 55.
10
Jujun S. Suriasumantri, Ilmu dalam Perspektif, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2003, hlm. 36
dalam https://www.rangkuman makalah.com/ontologi-ilmu-pengetahuan/ (07 Maret 2017)

Dimensi Ontologis Ilmu Page 6


masalah-masalah seperti itu. Metode yang dipergunakan dalam menyusun ilmu
telah teruji kebenarannya secara empiris.
Pada hakikatnya ilmu tidak bisa dilepaskan dari metafisika, namun
seberapa jauh kaitannya, itu semua tergantung kita. Ilmu merupakan pengetahuan
yang mencoba menafsirkan alam ini sebagaimana adanya.
Ahli ontologi menggunakan beberapa pertanyaan mendasar tentang
keberadaan sesuatu dengan tujuan untuk memperoleh jawaban yang paling ideal.
Berikut ini adalah beberapa contoh pertanyaan dalam ontologi:
 Apa yang dimaksud dengan ”ada”?
 Apakah ”ada” memiliki sesuatu atau properti?
 Bagaimana properti dari sebuah obyek dapat berhubungan dengan obyek
tersebut?
 Apa ciri yang paling penting dari sebuah obyek?
 Jika ”ada” memiliki tingkatan (level), berapa jumlah level yang dimiliki oleh
sebuah ”ada”?
 Apa yang dimaksud dengan obyek fisik?
 Apakah bukti yang dapat menyatakan bahwa suatu obyek fisik itu dikatakan
sebagai ”ada”?

Rangkuman Materi

Dimensi Ontologis Ilmu Page 7


1. Ontologi merupakan salah satu kajian kefilsafatan yang paling kuno dan
berasal dari Yunani. Kata ontologi berasal dari perkataan Yunani: On = being,
dan Logos = logic. Ontologi adalah teori dari cabang filsafat yang membahas
tentang realitas. Realitas ialah kenyataan yang selanjutnya menjurus pada suatu
kebenaran. Serta menganalisis bermacam-macam makna yang memungkinkan
hal-hal dapat dikatakan ada. Dalam ontologi, biasanya melontorkan beberapa
pertanyaan, seperti: apa arti ada dan berada? Dan juga menganalisis bermacam-
macam makna yang memungkinkan hal-hal dapat dikatakan ada.
2. Metafiska merupakan kata lain dari ontologi. Terdapat beberapa tafsiran
metafisika, yaitu:
a) Animisme
b) Naturalisme
c) Aliran Monistik
d) Aliran Dualistik
3. Hakikat ilmu diartikan sebagai sesuatu yang mendasari atau yang menjadi
dasar dari arti atau makna dari ilmu tersebut.

DAFTAR PUSTAKA
Amsal Bahtiar, 2015, Filsafat Ilmu, Jakarta: H Rajagrafindo Persada.

Dimensi Ontologis Ilmu Page 8


Asmoro Achmadi, 2010, Filsafat Umum, Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada.
Jalaluddin, 2013, Filsafat Ilmu Pengetahuan, Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada.
Jalaluddin & Abdullah Idi, 1997, Filsafat Pendidikan (Manusia, Filsafat dan
Pendidikan), Jakarta: Gaya Media Pratama Jakarta.
Jujun S. Suriasumantri, 1999, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan.
Mohammad Noor Syam, 1988, Filsafat Kependidikan dan Dasar Filsafat
Kependidikan Pancasila, Surabaya: Usaha Nasional.
Sidi Gazalba, 1973, Sistematika Filsafat, Jakarta: PT. Jaya Pirusa.
Tri Prasetya, 1997, Filsafat Pendidikan Untuk Fakultas Tarbiyah Komponen
MKDK, Bandung: CV. Pustaka Setia.

Dimensi Ontologis Ilmu Page 9

Anda mungkin juga menyukai