Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH MASSA INFAS

Nama Kelompok :

1. Feryan Ardana ( 11190013)


2. Ongky Christianto ( 11190021)

STIKES PANTI WALUYA MALANG

Angkatan 2019/2020
Kata Pengantar

Puji dan syukur ke hadirat Tuhan yang maha kuasa, karena Berkat penyelenggaraan- nya,
makalah yang berjudul “Massa Infas ” ini bisa diselesaikan.

Penulis juga menyampaikan rasa terima kasih kepada dosen Bu Rea yang telah Memberikan
tugas untuk menulis makalah ini, serta kepada siapa saja yang telah Terlibat dalam proses
penulisannya, terlibih kepada teman-teman seangkatan Program Studi Ilmu Keperawatan
Stikes Panti Waluya Malang. Akhirnya, Harapan penulis semoga makalah yang berjudul
“Massa Infas ".

Semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca. Penulis telah Berusaha sebisa
mungkin untuk menyelesaikan makalah ini, namun penulis Menyadari makalah ini belumlah
sempurna. Oleh karena itu, penulis Mengharapakan kritik dan saran yang sifatnya
membangun guna Menyempurnakan makalah ini.
Daftar Isi

KATA PENGANTAR ........................................................................................................... ii


DAFTAR ISI ........................................................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah ................................................................................................... 1


Rumusan Masalah ............................................................................................................ 1
Tujuan ................................................................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN

Konsep Nifas ....................................... ............................................................................. 3


Tujuan Asuhan Massa Nifas ................ ........................................................................... 4
Tahapan Massa Nifas ...................................................................................................... 5
Perubahan Fisiologis Massa Nifas ................................................................................. 6
Indikasi Senam Nifas.........................................................................................................7
Kerugian tidak melakukan Senam Nifas..........................................................................8
Pelaksanaan Senam Nifas................................................................................................9
Persiapan senam nifas.....................................................................................................10

BAB II PENUTUP
Kesimpulan ...................................................................................................................... 10

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................... 11
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Masa nifas itu merupakan masa yang paling rawan dan selalu dialami oleh ibu
yang habis melahirkan, dimana pada masa ini terjadinya proses pengeluaran darah
dari dalam uterus selama atau sesudah persalinan dan pada normalnya
berlangsung selama kurang lebih 6 minggu (Purwoastuti & Walyani, 2015). Pada
proses pengeluaran darah ini ada yang berjalan lancar dan ada juga yang lambat.
Yang mempengaruhi kelancaran pengeluaran darah ini salah satunya adalah
kuatnya kontraksi uterus. Jika uterus mengalami kelambatan atau kegagalan
berkontraksi maka bisa menyebabkan perdarahan pada ibu post partum.
Kegagalan uterus berkontraksi ini biasa disebut dengan atonia uteri (Sukarni &
Margareth, 2013). Atonia uteri (uterus tidak bisa mengkerut) merupakan penyebab
terjadinya perdarahan pada saat melahirkan maupun setelah melahirkan (Sulastri.,
Maliya, A., & Susilaningsih, E. Z. 2014). Jika hal ini tidak ditangani dengan cepat
dan tepat dapat berakibat pada kematian ibu
Presentase kejadian kematian ibu setelah melahirkan sekitar 60% dan hampir
50% dari kejadian itu terjadi pada 24 jam pertama setelah persalinan yang
disebabkan oleh komplikasi pada masa nifas (Purwoastuti
Walyani, 2015). Menurut data Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
tahun 2013, jumlah ibu nifas di Indonesia sebanyak 4.975.636 jiwa. Berdasarkan
data hasil Survei Demografi Kesehatan Indonesia
(SDKI) tahun 2012, Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia mencapai 359
per 100.000 kelahiran hidup. Penyebab kematian ibu melahirkan menurut
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia mencakup 3 faktor utama yaitu
perdarahan (28%), eklampsia (24%), dan infeksi (11%) (Depkes RI, 2013).
Di Jawa Tengah sendiri angka kematian ibu (AKI) meningkat setiap tahunnya.
Pada tahun 2010 sebesar 104,97/100.000 kelahiran hidup, tahun 2011 sebesar
116,01/100.000 kelahiran hidup, tahun 2012 sebesar 116,34/100.000 kelahiran
hidup dan meningkat menjadi 118,62/100.000 kelahiran hidup pada tahun 2013.
Paling tinggi tingkat kematian ibu pada tahun 2013 yaitu di kota Brebes dengan
jumlah 61 ibu meninggal dan terendah di kota Magelang dengan jumlah 1 ibu
meninggal (Riskesdas, 2013). Menurut Profil Kesehatan Kota Surakarta tahun
2014, kematian ibu di Kota Surakarta sebesar 7 kasus (3 orang perdarahan, 3
orang PEB/ eklamsi, dan 1 orang infeksi). Berdasarkan data yang diperoleh dari
rekam medis RSUD Kota Surakarta menyebutkan bahwa angka kejadian retensio
sisa plasenta pada bulan Januari sampai Desember 2015 yaitu 20 kasus (4.05%)
dari 494 ibu nifas.
Kontraksi uterus (involusi uteri) merupakan proses yang paling penting dalam
masa post partum. Apabila uterus gagal berkontraksi dengan baik (atonia uteri)
setelah melahirkan dapat menyebabkan perdarahan pada masa nifas. Penyebab
terbesar terjadinya perdarahan pada ibu post partum (75-80%) adalah karena
adanya atonia uteri (Sukarni & Sudarti, 2014). Ada beberapa hal yang dapat
mempengaruhi proses
involusi uteri yaitu mobilisasi dini, status gizi, usia, parietas dan menyusui.
Pada saat menyusui maka akan merangsang pengeluaran hormon oksitosin dan
prolaktin. Hormon ini dapat meningkat produksinya apabila ada kontak antara ibu
dengan bayi. Dalam proses menyusui terjadi kontak mulut bayi dengan putting
susu dan proses bayi menghisap dan menelan ASI. Isapan bayi pada putting susu
inilah yang akan merangsang hipofisis untuk memproduksi hormon oksitosin dan
prolaktin. Hormon oksitosin membantu proses involusi uterus dan mencegah
adanya perdarahan pada masa post partum, sedangkan hormon prolaktin
dikeluarkan kedalam darah oleh hipofise anterior dan memacu sel kelenjar
(alveoli) untuk memproduksi air susu. Jumlah prolaktin dan susu yang di produksi
berhubungan dengan rangsangan isapan, yaitu frekuensi, intensitas dan lamanya
bayi menghisap (Fahrer, H. 2001).
Pemberian ASI secara eksklusif belum terlaksana dengan maksimal di negara
kita. Faktor yang mempengaruhi masalah ini ada beberapa hal yaitu masih
kurangnya tenaga konselor ASI, belum adanya peraturan Undang-Undang tentang
pemberian ASI secara eksklusif dan minimnya pemberian edukasi, sosialisasi dan
kampanye terkait pemberian ASI maupun MPASI (Dinkes Semarang, 2009).
Menurut hasil Riskesdas Indonesia tahun 2013 menunjukkan kecenderungan
proses mulai menyusui kurang dari satu jam pada tahun 2010 dan 2013 meningkat
menjadi 34,5 persen tahun 2013 dari 29,3 persen tahun 2010. Di Jawa Tengah
menurut Profil Kesehatan Provinsi Jateng tahun 2013 jumlah pemberian ASI
eksklusif sebesar 52,99%,
meningkat dibandingkan tahun 2012 sebesar 25,6%. Pemberian ASI eksklusif
ini tertinggi di Kabupaten Temanggung sebesar 103,54% dan terendah di
Kabupaten Karanganyar sebesar 14,8% (Riskesdas, 2013).
Kegagalan ibu untuk menyusui segera setelah melahirkan akan berpengaruh
pada produksi ASI (Hayatiningsih, N., & Ambarwati, W. N. 2012). Pemberian
ASI melalui menyusui ini memiliki manfaat yang sangat besar bagi ibu maupun
bayinya. Bagi bayi, ASI mempunyai manfaat yang penting untuk menunjang
pertumbuhan, kesehatan, dan kelangsungan hidup bayi karena ASI mengandung
banyak gizi dan berfungsi meningkatkan antibodi untuk bayi (Riskesdas RI,
2013). Sedangkan untuk ibu sendiri, menyusui dapat mengurangi mordibilitas dan
mortalitas karena proses menyusui akan merangsang kontraksi uterus sehingga
mengurangi perdarahan post partum (Rahayuningsih, F. B. 2015).
Saat uterus berkontraksi akan mengeluarkan ekskresi cairan rahim selama
masa nifas berupa lochea. Pengeluaran lochea dapat berlangsung lama dan cepat
hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu adanya sisa plasenta dalam rahim,
endometriosis, infeksi, dan kontraksi uterus. Lochea dapat berubah-ubah sesuai
tahapannya, hal ini dikarenakan adanya proses kontraksi uterus. Pengeluaran
lochea yang lancar menandakan bahwa kontraksi uterus juga baik. Sehingga
pemantauan terhadap lamanya pengeluaran lochea itu sangat penting (Wulandari
& Handayani, 2011).
Berdasarkan hal-hal yang telah di uraikan diatas, penulis tertarik untuk
melakukan penelitian tentang “Gambaran lama pengeluaran lochea
dan pola menyusui pada ibu post partum di Puskesmas Pajang dan
Banyuanyar Surakarta”.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep nifas
2. Bagaimana konsep Dasar Senam Nifas
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep Nifas
2. Untuk mengetahui konsep dasar senam nifas
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Konsep Nifas

2.1.1 Pengertian Masa Nifas

Masa nifas adalah masa dimulai beberapa jam sesudah lahirnya plasenta sampai 6
minggu setelah melahirkan. Masa nifas dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir
ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil yang berlangsung kira-
kira 6 minggu (Marmi, 2011).

Masa nifas atau puerperium dimulai sejak 1 jam setelah plasenta lahir sampai 6
minggu (42 hari) setelah itu. Pelayanan pasca persalinan harus terselenggara pada masa itu
untuk memenuhi kebutuhan ibu dan bayi, yang meliputi upaya pencegahan, deteksi dini
dan pengobatan komplikasi dan penyakit yang mungkin terjadi (Prawirohardjo, 2011).

2.1.2 Tujuan Asuhan Masa Nifas

Menurut Sulistyawati (2009) Asuhan yang diberikan kepada ibu nifas bertujuan
untuk:
1. Meningkatkan kesejahteraan fisik dan psikologis bagi ibu dan bayi
2. Pencegahan, diagnosa dini, dan pengobatan komplikasi pada ibu
3. Merujuk ibu ke asuhan tenaga ahli bilamana perlu
4. Mendukung dan memperkuat keyakinan ibu, secara memungkinkan ibu untuk
mampu melaksanakan perannya dalam situasi keluarga dan budaya yang khusus
Imunisasi ibu terhadap tetanus
5. Mendorong pelaksanaan metode yang sehat tentang pemberian makanan anak,
serta peningkatan perkembangan hubungan yang baik antara ibu dan anak.

2.1.3 Tahapan Masa Nifas

Tahapan masa nifas menurut Bahiyatun (2009) adalah:


1.Puerperium dini, yaitu kepulihan ketika ibu telah diperbolehkan berdiri dan
berjalan.
2. Puerperium Intermedial, yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genitalia.
3. Remote puerperium, yaitu waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat
sempurna, terutama bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai
komplikasi.

2.1.4 Perubahan Fisiologis Masa Nifas

Perubahan Sistem Reproduksi

1. Uterus

a)Pengerutan rahim (Involusi)

Involusi adalah suatu proses kembalinya uterus pada kondisi sebeum


hamil. Dengan involusi uterus ini, lapisan luar dari desidua yang mengelilingi
situs plasenta akan menjadi neurotik (layu/mati) (Sulistyawati, 2009). Dalam
masa nifas, alat-alat genitalia interna maupun eksterna akan berangsur- angsur
pulih kembali seperti keadaan sebelum hamil. Perubahan alat-alat genitalia ini
dalam keseluruhannya disebut involusi (Marmi, 2012).

b) Proses involusi uterus

Pada awal kala III persalinan, uterus berada digaris tengah, kira-kira 2 cm
dibawah umbilikus dengan fundus bersandar pada promontorium sakralis.
Pada saat ini besar uterus kira-kira sama dengan besar uterus sewaktu usia
kehamilan 16 minggu dengan berat 1000 gram. Peningkatan kadar estrogen
dan progesteron bertanggungjawab untuk pertumbuhan masif uterus selama
masa hamil. Pertumbuhan uterus pada masa prenatal tergantung pada
hyperplasia, peningkatan jumlah sel-sel otot dan hipetropi, yaitu pembesaran
sel-sel otot yang sudah ada. Pada masa postpartum penurunan kadar hormon-
hormon ini menyebabkan terjadinya autolisis. Menurut Ambarwati involusi
uterus terjadi melalui 3 proses yang bersamaan, antara lain:
1) Autolysis

Autolysis merupakan proses penghancuran diri sendiri yang terjadi


didalam otot uteri. Enzim proteolitik akan memendekkan jaringan otot
yang telah sempat mengendur sehingga 10 kali panjangnya dari semula
dan 5 kali lebarnya dari sebelum hamil. Sitoplasma sel yang berlebihan
tercerna sendiri sehingga tertinggal jaringan fibro elastic dalam jumlah
renik sebagai bukti kehamilan.

2) Atrofi jaringan

Jaringan yang berproliferasi dengan adanya estrogen dalam jumlah


besar, kemudian mengalami atrofi sebagai reaksi terhadap penghentian
produksi estrogen yang menyertai pelepasan plasenta. Selain perubahan
atrofi pada otot-otot uterus, lapisan desidua akan mengalami atrofi dan
terlepas dengan meninggalkan lapisan basal yang akan bergenerasi
menjadi endometrium yang baru.

3) Efek Oksitosin (kontraksi)

Kontraksi uterus meningkat secara bermakna segera setelah bayi


lahir. Hal tersebut diduga terjadi sebagai respon terhadap penurunan
volume intrauterine yang sangat besar. Hormon oksitosin yang dilepas
dari kelenjar hypofisis memperkuat dan mengatur kontraksi uterus,
mengompresi pembuluh darah, dan membenatu proses homeostatis.
Kontraksi dan retraksi otot uteri akan mengurangi suplai darah ke uterus.
Proses ini akan membantu mengurangi bekas luka tempat implantasi
plasenta dan mengurangi perdarahan. Luka bekas perlekatan plasenta
memerlukan waktu 8 minggu untuk sembuh total.

Selama 1-2 jam pertama postpartum, intensitas kontraksi uterus


dapat berkurang dan menjadi teratur. Oleh karena itu, penting sekali
untuk menjaga dan mempertahankan kontraksi uterus pada masa ini.
Suntikan oksitosin biasanya diberikan secara intravena atau
intramuskuler, segera setelah kepala bayi lahir. Pemberian ASI segera
setelah bayi lahir akan merangsang pelepasan oksitosin karena isapan
bayi pada payudara.

1. Bagian bekas luka implantasi plasenta

← Bekas implantasi plasenta segera setelah plasenta lahir seluas 12x5 cm,
permukaan kasar, dimana pembuluh darah besar bermuara.

← Pada pembuluh darah terjadi pembentukan trombosis disamping


pembuluh darah tertutup karena kontraksi otot rahim

← Bekas luka implantasi dengan cepat mengecil, pada minggu ke 2 sebesar


6-8 cm pada akhir masa nifas sebesar 2 cm.

← Lapisan endometrium dilepaskan dalam bentuk jaringan nekrosis


bersama dengan lokia.

← Luka bekas implantasi plasenta akan sembuh karena pertumbuhan


endometrium yang berasal dari tepi luka dan lapisan basalis
endometrium.
← Luka sembuh sempurna sampai 6-8 minggu postpartum.

2. Perubahan-perubahan normal pada uterus selama masa nifas

Involusi Berat Diameter Palpasi


TFU
uteri uterus uterus cervik

Plasenta Setinggi pusat 1000 gram 12,5 cm Lembut/lunak


lahir
Pertengahan
7 hari 500 gram
antara pusat dan 7,5 cm 2 cm
(minggu 1)
sympisis

14 hari 350 gram


Tidak teraba 5 cm 1 cm
(minggu 2)

6 minggu Normal 60 gram 2,5 cm Menyempit

Tabel 2.1 Tentang perubahan uterus masa nifas

Menurut (Ambarwati, 2010) segera setelah persalinan, tinggi fundus uteri


2 cm di bawah pusat, 12 jam kemudian kembali 1 cm diatas pusat dan
menurun kira-kira 1 cm setiap hari. Pada hari kedua setelah persalinan tinggi
fundus uteri 1 cm dibawah pusat. Pada hari ke 3-4 tinggi fundus uteri 2 cm
dibawah pusat. Pada hari ke 5-7 tinggi fundus uteri setengah pusat shympisis.
Pada hari ke 10 tinggi fundus uteri sudah tidak teraba.

e) Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Proses Involusi.

Proses involusi dapat terjadi secara cepat atau lambat, faktor


yang

mempengaruhi involusi uteri antara lain

(1) Senam nifas

Senam nifas dapat mempercepat involusi uterus dan pemulihan


alat-alat kandungan. Sebagai akibat kehamilan dinding perut
menjadi lembek dan lemas disertai adanya striae gravidarum yang
membuat keindahan tubuh akan sangat terganggu. Oleh karena itu
mereka akan selalu berusaha untuk memulihkan dan
mengencangkan dinding perut yang sudah tidak indah lagi. Cara
untuk mengembalkan bentuk tubuh menjadi indah dan langsing
seperti semula adalah dengan melakukan latihan dan senam nifas.

(2) Mobilisasi Dini

Aktivitas otot-otot ialah kontraksi dan retraksi dari otot-otot


setelah anak lahir, yang diperlukan untuk menjepit pembuluh darah
yang pecah karena adanya pelepasan plasenta dan berguna untuk
mengeluarkan isi uterus yang tidak diperlukan, dengan adanya
kontraksi dan retraksi yang terus-menerus ini menyebabkan
terganggunya peredaran darah dalam uterus yang mengakibatkan
jaringan otot kekurangan zat-zat yang diperlukan, sehingga ukuran
jaringan otot-otot tersebut menjadi kecil.

(3) Status Gizi

Status gizi adalah tingkat kecukupan gizi seseorang yang sesuai


dengan jenis kelamin dan usia. Status gizi yang kurang pada ibu
postpartum maka pertahanan pada dasar ligamentum latum yang
terdiri dari kelompok infiltrasi sel-sel bulat yang disamping
mengadakan pertahanan terhadap penyembuhan kuman bermanfaat
pula untuk menghilangkan jaringan nefrotik, pada ibu postpartum
dengan status gizi yang baik akan mampu menghindari serangan
kuman sehingga tidak terjadi infeksi dalam masa nifas dan
mempercepat proses involusi uterus.
(4) Menyusui

Pada proses menyusui ada reflek let down dari hisapan bayi
merangsang hypofise posterior mengeluarkan hormon oxytosin yang oleh
darah hormon ini diangkat menuju uterus dan membantu uterus
berkontraksi sehingga proses involusi uterus terjadi. ASI adalah cairan
kehidupan terbaik yang sangat dibutuhkan oleh bayi, meski demikian
tidak semua ibu mau menyusui bayinya karena berbagai alasan, sebagai
contoh: Takut gemuk, sibuk, payudara kendor. Pada pihak lain ada juga
ibu yang ingin menyusui bayinya, tetapi mengalami kendala. Biasanya
ASI tidak mau keluar dan produksi ASInya kurang lancar. Produksi dan
pengeluaran ASI dipengaruhi oleh 2 hormon yaitu prolaktin dan
oksitosin, prolaktin mempengaruhi jumlah produksi ASI, sedangkan
oksitosin mempengaruhi efek pengeluaran ASI. Prolaktin berkaitan
dengan nutrisi ibu, semakin asupan nutrisinya baik maka produksi yang
dihasilkan juga banyak. Namun demikian untuk pengeluaran ASI
diperlukan hormon oksitosin yang kerjanya dipengaruhi oleh proses
hisapan bayi, semakin sering puting susu dihisap bayi, maka semakin
banyak pula pengeluaran ASI.

(5) Parietas

Parietas mempengaruhi involusi uterus, otot-otot yang terlalu sering


terenggang memerlukan waktu yang lama.

(6) Lamanya persalinan

Persalinan yang lama, akan memberikan dampak pada kelelahan


pada ibu, yang akhirnya akan mengakibatkan otot-otot kehilangan energi.
(7) Usia

Umumnya usia ibu yang relatif muda dimana individu mencapai satu
kondisi vitalitas prima sehingga kontraksi otot dan kembalinya alat-
alatkandungan juga semakin cepat karena proses regenerasi dari sel- sel
alat kandungan yang sangat bagus pada usia tersebut.

2) Lokhea
Menurut Sulistyawati (2009), lokhea adalah ekskresi cairan rahim selama
masa nifas. Lokhea mengandung darah dan sisa jaringan desidua yang nekrotik
dari dalam uterus. Lokhea dibedakan menjadi 3 jenis berdasarkan warna dan
waktu keluarnya :

1) Lokhea rubra/merah
Lokhea ini keluar pada hari pertama samapai hari ke-4 masa post
partum. Cairan yang keluar berwarna merah karena terisi darah segar,
jaringan sisa-sisa plasenta, dinding rahim, lemak bayi, lanugo (rambut bayi),
dan mekonium.

2) Lokhea Sanguinolenta

Lokhea ini berwarna merah kecoklatan dan berlendir, serta berlangsung


dari hari ke-4 sampai hari ke-7 post partum.

3) Lokhea Serosa

Lokhea ini berwarna kuning kecoklatan karena mengandung serum,


loikosit, dan robekan atau laserasi plasenta. Keluar pada hari ke-7 sampai
hari ke-14.

4) Lokhea Alba/putih

Lohea ini mengandung leukosit, sel desidua, sel epitel, selaput lendir
serviks, dan selaput jaringan yang mati. Lokhea alba ini dapat berlangsung
selama 2-6 minggu post partum.

5) Lokhea Purulenta, Terjadi bila infeksi, akan keluar cairan berbau busuk.

6) Lokhea statis, Pengeluaran lokhea yang tidak lancar.

3. Perubahan Serviks
Servik mengalami perubahan involusi bersama-sama uterus. Perubahan-
perubahan yang terdapat pada servik post partum adalah bentuk servik yang
akan mengangga seperti corong. Bentuk ini disebabkan oleh korpus uteri yang
dapat mengadakan kontraksi, sedangkan servik tidak berkontraksi, sehingga
seolah-olah pada perbatasan antara korpus uteri dan servik trbentuk semacam
cincin. Warna servik sendiri merah kehitama-hitaman karena penuh pembuluh
darah. Konsistensi lunka, kadang-kadang terdapat laserasi atau perlukaan kecil
karena robekan kecil yang terjadi selama berlidatasi. Muara servik yang
berlidatasi sampai 10 cm sewaktu persalinan akan menutup secara perlahan dan
bertahap. Setelah bayi lahir, tangan dapat masuk dalam rongga rahim. Setelah 2
jam, hanya dapat dimasuki 2-3 jari. Pada minggu ke-6 postpartum, servik sudah
dapat menutup kembali.

4. Perubahan Vulva, Vagina dan Perineum

Vulva dan vagina mengalami penekanan serta peregangan yang sangat besar
selama proses melahirkan bayi, dan dalam beberapa hari pertama sesudah proses
tersebut, kedua organ ini tetap berada dalam keadaan kendor. Setelah tiga
minggu vulva dan vagina kembali pada keadaan tidak hamil dan ruage dalam
vagina mulai kembali sementara labia menjadi lebih menonjol.

Segera setelah melahirkan, perineum menjadi kendor karena sebelumnya


teregang oleh tekanan kepala bayi yang bergerak maju. Perubahan perineum
pasca melahirkan erjadi secara spontan ataupun dilakukan episiotomi dengan
indikasi tertentu. Pada hari ke-5 perineum sudah mendapatkan kembali sebagian
tonusnya sekalipun tetap lebih kendor dari pada keadaan sebelum melahirkan.
5. Sistem Pencernaan

Ibu nifas sering mangalami konstipasi setelah melahirkan anak. Hal ini
disebabkan karena pada waktu melahirkan pencernaan mendapat tekanan yang
menyebabkan colon menjadi kosong, pengeluaran cairan yang berlebihan pada
waktu persalinan (dehidrasi), kurang makan, hemoroid, robekan jalan lahir.
Supaya buang air besar kembali teratur dapat diberikan diit atau makanan yang
mengandung serat dan pemberian cairan yang cukup. Bila usaha ini tidak
berhasil dalam waktu 3-4 hari dapat ditolong dengan pemberian huknah atau
gliserin atau diberikan obat laksan yang lain. (Ambarwati dan Wulandari, 2010)

6. Sistem Perkemihan

Fungsi ginjal kembali normal dalam waktu satu bulan setelah wanita
melahirkan. Urin dalam jumlah besar akan dikeluarkan dalam waktu 12-36 jam
sesudah melahirkan. Setelah plasenta dilahirkan, kadar hormon estrogen akan
menurun, hilangnya peningkatan tekanan vena pada tingkat bawah, dan
hilangnya peningkatan volume darah akibat kehamilan. Hal ini merupakan
mekanisme tubuh untuk mengatasi kelebihan cairan keadaan ini disebut dengan
deuresis pasca partum. Kehilangan cairan melalui keringat dan peningkatan
jumlah urin menyebabkan penurunan berat badan sekitar 2,5 selama pasca
partum (Nugroho dkk,2014).

7. Sistem Moskuloskeletal

Ligamen, fasia, dan diafragma pelvis yang meregang pada waktu


persalinan, setelah bayi lahir secara berangsur-angsur mengecil dan pulih
kembali sehingga tidak jarang uterus jatuh ke belakang dan menjadi retrofleksi,
karena ligamentum rotondum menjadi kendor. Stabilisasi secara sempurna tejadi
pada 6-8 minggu setelah persalinan. Sebagai akibat putusnya serat-serat elastis
kulit dan distensi yang berlangsung lama akibat besarnya uterus pada saat hamil,
dinding perut masik lunak dan kendor untuk sementara waktu (Ambarwati dan
Wulandari, 2010).

8. Sistem Endoktrin

Menurut Saleha (2009), terdapat perubahan sistem endoktrin, hormon-


hormon yang berperan dlaam proses ini antara lain :

1) Hormon oksitosin
Disekresi dari kelenjar otak bagian belakang, selama tahap ketiga
persalinan, hormon oksitosin berperan dalam pelepasan plasenta dan
mempertahankan kontraksi, sehingga mencegah perdarahan. Isapan bayi
dapat merangsang produksi ASI dan sekresi oksitosin, hal ini dapat
membantu uterus kembali ke bentuk normal.

2) Hormon prolaktin

Menurunnya kadar estrogen menimbulkan terangsangnya kelenjar


pituitari bagian belakang untuk mengeluarkan prolaktin, hormon ini
berperan dalam pembesaran payudara untuk merangsang produksi ASI.

3) Hormon estrogen dan progesteron


Volumen darah normal selama kehamilan akan menngkat. Hormon
estrogen yang tinggi membesar hormon anti diuretic yang dapat
meningkatkna volume darah. Sedangkan hormon progesteron
mempengaruhi otot halus yang mengurangi perangsangan dan peningkatan
pembuluh darah.

9. Perubahan Tanda-Tanda Vital

Menurut Marmi (2012), pada masa nifas tanda-tanda vitang yang harus

diakji

antara lain :

1) Suhu badan

Suhu badan wanita inpartu tidak lebih dari 37,20C. Setelah


melahirkan, suhu tubuh dapat naik kurang lebih 0,5 0C dari keadaan normal.
Kenaikan suhu badan ini akibat dari kerja keras sewaktu melahirkan,
kehilangan cairan maupun kelelahan. Kurang lebih pada hari ke-4
postpartum, suhu badan akan naik lagi. Hal ini diakibatkan ada
pembentukan ASI, kemungkinan payudara membengkak, kemungkinan
infeksi, ataupun lainnya. Apabila kenaikan suhu diatas 380C, waspadai
terdapat infeksi post partum.

2) Nadi

Denyut nadi normal pada orang dewasa 60-80 x/menit. Setelah


melahirkan, denyut nadi dapat menjadi bradikardi maupun lebih cepat.
Denyut nadi yang lebih 100x/menit harus diwaspadai tedapat infeksi atau
perdarahan post partum.

3) Takanan darah

Tekanan darah adlaah tekanan yang dialami darah pada pembuluh


arteri ketika darah dipompa oleh jantung keseluruh tubuh. Tekanan darah
normal pada manusia adalah sistolik antara 90-120 mmHg dan diastolik 60-
80 mmHg. Setelah melahirkan pada kasus normal, tekanan darah biasanya
tidak berubah. Perubahan tekanan darah setelah melahirkan dapat
diakibatkan oleh perdarahan. Sedangkan tekanan darah tinggi pada post
partum merupakan tanda tanda terjadinya pre-eklamsi post partum.

4) Pernapasan

Frekuensi pernapasan normal pada orang dewasa adlah 16-24 kali


per menit. Pada ibu post partum menjadi lambat atau normal. Hal ini
dikarenakan ibu dalam keadaan pemulihan atau dalam kondisi istirahat. Bila
pernapasan pada mas post artum menjadi lebih cepat, waspadai adanya
tanda-tanda syok.

10. Sistem Kardiovaskuler


Pada persalinan pervaginam kehilangan darah sekitar 300-400 cc. Bila
kelahiran dengan sectio caesarea kehilangan darah dapat dua kali lipat.
Perubahan terdiri dari volume darah dan hemokosentrasi. Pada persalinan
pervaginam hemokonsentrasi akan naik dan pada sectio caesarea
hemokonsetrasi cenderung stabil dan kembali normal setelah 4-6 minggu.
Setelah melahirkan shunt akan hilang dengan tiba-tiba, volume darah ibu relatif
akan bertambah. Keadaan ini akan menimbulkan beban pada jantung.
Umumnya keadaan ini terjadi pada hari ketiga sampai ke lima hari post partum
(Ambarwati dan Wulandari, 2010)

11. Sistem Hematologi

Pada hari pertama post partum , kadar fibrinogen dan plasma akan sedikit
menurun tetapi darah lebih mengental sehingga meningkatkan faktor
pembekuan darah. Leukositosis meningkat dimana jumlah sel darah putih dapat
mencapai 15.000/mm3 selama persalinan akan tetap tinggi dalam beberapa hari
pertama dari masa post partum. Jumlah sel darah putih tersebut masih bisa naik
sampai 25.000/mm3 atau 30.000/mm3 tanpa adanya kondisi patologis jika
wanita tersebut mengalami persalinan lama. Jumlah hemoglobin, hematokrit
dan eritosit akan sangat bervariasi pada awal masa post partum sebagai akibat
volume darah, volume plasenta dan tingkat volume darah berubah-ubah. Kira-
kira selama kelahiran dan masa nifas terjadi kehilangan darah sekitar 200-250
ml. Penurunan volume dan peningkatan sel darah pada kehamilan disosiasikan
dengan peningkatan hematokrit dan hemoglobin pada hari ke 3-7 post partum
dan akan kembali normal 4-5 minggu post partum (Ambarwati dan Wulandari,
2010).

2.1.3 Kelainan-Kelainan Dalam Masa Nifas

a. Kelainan Pada Rahim.

1) Sub Involusi Uteri


Involusi adalah keadaan uterus mengecil oleh kontraksi rahim dimana berat
rahim dari 1000 gram saat setelah bersalin, menjadi 40-60 gram 6 minggu
kemudian. Pada beberapa keadaan terjadinya proses involusi rahim tiap berjalan
sebagaimana mestinya, sehingga proses pengecilan terlambat. Keadaan
demikian disebut subinvolusi uteri.

Penyebab terjadinya subinvolusi uteri adalah terjadinya infeksi pada


endometrium, terdapat sisa plasenta dan selaputnya, terdapat bekuan darah atau
mioma uteri. Pada palpasi uterus teraba masih besar, fundus masih tinggi,
lokhea banyak, dapat berbau dan terjadi perdarahan.
2) Perdarahan Masa Nifas

a) Pengertian

Perdarahan lebih dari 500-600 ml dalam masa 24 jam setelah anak lahir.

b) Pembagian

1) Perdarahan postpartum primer (early postpartum hemorhage) yang


terjadi pada 24 jam pertama.
2) Perdarah postpartum sekunder (late postpartum hemorhage) yang terjadi
setelah 24 jam.

c) Etiologi

Penyebab perdarahan postpartum primer adalah atonia uteri, retensio


plasenta, sisa plasenta, laserasi jalan lahir dan inversio uteri. Sedangkan
penyebab perdarahan postpartum sekunder adalah subinvolusi, retensio
plasenta, sisa plasenta, infeksi nifas.

d) Pencegahan

Pencegahan perdarahan post partum dapat dilakukan dengan mengenali


resiko perdarahan post partum (uterus distensi, partus lama, partus dengan
pacuan), memberikan injeksi oksitosin setelah bayi lahir, memastikan
kontraksi uterus setelah bayi lahir, memastikan plasenta lahir lengkap,
menangani robekan jalan lahir.

b. Perdarahan Masa Nifas

1) Flegmasia Alba Dolens

Yaitu suatu tromboflebitis yang mengenai satu atau kedua vena femoralis.
Hal ini disebabkan oleh adanya trombosis atau embolus yang disebabkan
karena adanya perubahan atau kerusaka pada intim pembuluh darah, perubahan
pada susunan darah, laju peredaran darah, atau karena pengaruh infeksi atau
venaseksi.

Faktor predisposisinya adala usia lanjut, multi paritas, obstetri operatif,


adanya varices dan infeksi nifas. Gejala klinisnya meliputi suhu badan naik,
nyeri kaki dan betis pada saat berjalan atau ditekan (tanda homan) dan bengkak
(tumor) kalau ditekan menjad cekung.

2) Nekrosis Hipofisis Lobus Anterior Post Partum

Sindroma sheehan atau nekrosis lobus depan dari hiposfisis karena


persalinan karena syok akibat perdarahan hebat pada hipofisis terjadilah
nekrosis pada pars anterior. Mungkin pula nekrosis ini terjadi karena
pembekuan intravaskuler menyebabkan trombosis pada sinusoid hipofisis.
Gejala timbul agalaksia, amenore, dan insufisiensi hormon pars anterior
hipofisis.

2.2 Konsep Dasar Senam Nifas

2.2.1 Pengertian Senam Nifas

Senam nifas adalah latihan gerak yang dilakukan secepat mungkin setelah
melahirkan, supaya otot-otot yang mengalami peregangan selama kehamilan dan
persalinan dapat kembali kepada kondisi normal seperti semula (Sukaryati dan
Maryunani, 2011).

Menurut Widianti dan Proverawati (2010), senam nifas adalah latihan


jasmani yang dilakukan oleh ibu-ibu setelah melahirkan, dimana fungsinya adalah
untuk mengembalikan kondisi kesehatan, untuk mempercepat penyembuhan,
mencegah timbulnya komplikasi, memulihkan dan memperbaiki regangan pada
otot-otot setelah kehamilan, terutama pada otot-otot bagian punggung, dasar
panggul dan perut.

2.2.2 Tujuan Senam Nifas

Menurut Walyani dan Purwoastuti (2015), tujuan dilakukannya senam nifas


pada ibu setelah melahirkan adalah :

1) Membantu mempercepat pemulihan keadaan ibu


2) Mempercepat proses involusi dan pemulihan fungsi alat kandungan
3) Membantu memulihkan kekuatan dan kekencangan otot-otot panggul, perut dan
perienum terutama otot yang berkaitan selama kehamilan dan persalinan.
4) Memperlancar pengeluaran lochea
5) Membantu mengurangi rasa sakit pada otot-otot setelah melahirkan
6) Merelaksasi otot-otot yang menunjang proses kehamilan dan persalinan
7) Meminimalisir timbulnya kelainan dan komplikasi nifas, misalnya emboli,
trombosit, dan lain-lain.

2.2.3 Manfaat Senam Nifas

Manfaat senam nifas secara umum menurut Sukaryati dan Maryunani

(2011), adalah sebagai berikut :


1) Membantu penyembuhan rahim, perut, dan otot pinggul yang mengalami trauma
serta mempercepat kembalinya bagian-bagian tersebut ke bentuk normal.
2) Membantu menormalkan sendi-sendi yang menjadi longgar diakibatkan
kehamilan dan persalinan, serta mencegah pelemahan dan peregangan lebih
lanjut.
3) Menghasilkan manfaat psikologis yaitu menambah kemampuan menghadapi
stres dan bersantai sehingga mengurangi depresi pasca persalinan.

2.2.4 Indikasi Senam Nifas

Ibu yang mengalami komplikasi selama persalinan tidak diperbolehkan


untuk melakukan senam nifas dan ibu yang keadaan umumnya tidak baik misalnya
hipertensi, pasca kejang, dan demam (Wulandari dan Handayani, 2011). Demikian
juga ibu yang menderita anemia dan ibu yang mempunyai riwayat penyakit jantung
dan paru-paru seharusnya tdak melakukan senam nifas (Widianti dan Proverawati,
2010).

2.2.5 Kerugian tidak melakukan Senam Nifas.

Menurut Sukaryati dan Maryunani (2011), anatara lain :

1) Infeksi karena involusi uteri yang tidak baik sehingga sisa darah tidak dapat
dikeluarkan.
2) Perdarahan yang abnormal, kontraksi uterus baik sehingga resiko perdarahan
yang abnormal dapat dihindarkan.
3) Trombosit vena (sumbatan vena oleh bekuan darah)

4) Timbul varises

2.2.6 Pelaksanaan Senam Nifas

Sebelum melakukan senam nifas, sebaiknya bidan mengajarkan kepada ibu


untuk melakukan pemanasan terlebih dahulu. Pemanasan dapat dilakukan dengan
melakukan latihan pernapasan dengan cara menggerak-gerakkan kaki dan tangan
secara santai. Hal ini bertujuan untuk menghindari kejang otot selama melakukan
gerakan senam nifas. Senam nifas sebaiknya dilakukan dalam waktu 24 jam setelah
melahirkan, kemudian dilakukan secara teratur setiap hari (Widianti dan
Proverawati, 2010).

Ada berbagai versi gerakan senam nifas, meskipun demikian tujuan dan
manfaatnya sama, berikut ini merupakan metode senam yang dapat dilakukan mulai
hari pertama sampai dengan hari keenam setelah melahirkan menurut Sukaryati dan
Maryunani (2011) yaitu:
1. Hari pertama

Berbaring dengan lutut ditekuk. Tempatkan tangan di atas perut di bawah


area iga-iga. Napas dalam dan lambat melalui hidung tahan hingga hitungan
ke-5 atau ke-8 dan kemudian keluarkan melalui mulut, kencangkan dinding
abdomen untuk membantu mengosongkan paru-paru. Lakukan dalam waktu
5-10 kali hitungan.

Gambar 2.2 Senam Nifas Hari Pertama

2. Hari kedua

Berbaring terlentang, lengan dikeataskan diatas kepala, telapak terbuka


keatas. Kendurkan lengan kiri sedikit dan renggangkan lengan kanan. Pada
waktu yang bersamaan rilekskan kaki kiri dan renggangkan kaki kanan
sehingga ada regangan penuh pada seluruh bagian kanan tubuh. Lakukan 5-
10 kali gerakan.
Gambar 2.3 Senam Nifas Hari Kedua
3. Hari ketiga

Sikap tubuh terlentang tapi kedua kaki agak dibengkokan sehingga


kedua telapak kaki menyentuh lantai. Lalu angkat pantat ibu dan tahan
hingga hitungan ke-3 atau ke-5 lalu turunkan pantat ke posisi semula dan
ulangi gerakan hingga 5-10 kali.

Gambar 2.4 Senam Nifas Hari Ketiga

4. Hari keempat

Sikap tubuh bagian atas terlentang dan kaki ditekuk ±45º kemudian
salah satu tangan memegang perut setelah itu angkat tubuh ibu ±45º dan tahan
hingga hitungan ke-3 atau ke-5. Lakukan gerakan tersebut 5-10 kali.

Gambar 2.5 Senam Nifas Hari Keempat


5. Hari kelima

Sikap tubuh masih terlentang kemudian salah satu kaki ditekuk ±45º
kemudian angkat tubuh dan tangan yang berseberangan dengan kaki yang
ditekuk usahakan tangan menyentuh lutut. Gerakan ini dilakukan secara
bergantian dengan kaki dan tangan yang lain. Lakukan hingga 5-10 kali.

Gambar 2.6 Senam Nifas Hari Kelima


6. Hari keenam

Sikap tubuh terlentang kemudian tarik kaki sehingga paha membentuk sudut
±90º lakukan secara bergantian dengan kaki yang lain. Lakukan 5-10 kali.

Gambar 2.7 Senam Nifas Hari Keenam

2.2.7 Persiapan senam nifas

Sebelum melakukan senam nifas ada hal-hal yang perlu dipersiapkan yaitu
sebagai berikut:

1) Memakai baju yang nyaman untuk berolahraga


2) Persiapkan minum, sebaiknya air putih
3) Bisa dilakukan di matras atau tempat tidur
4) Ibu yang melakukan senam nifas di rumah sebaiknya mengecek denyut nadinya
dengan memegang pergelangan tangan dan merasakan adanya denyut nadi
kemudian hitung selama satu menit penuh. Frekuensi nadi yang normal adalah
60-90 kali per menit.
5) Boleh diiringi dengan musik yang menyenangkan
6) Petunjuk untuk bidan atau tenaga kesehatan yang mendampingi ibu untuk
melakukan senam nifas: perhatikan keadaan umum ibu dan keluhan-keluhan
yang dirasakan, pastikan tidak ada kontra indikasi dan periksa tanda vital secara
lengkap untuk memastikan pulihnya kondisi ibu yaitu tekanan darah, suhu
pernafasan, dan nadi. Perhatikan pula kondisi ibu selama senam. Tidak perlu
memaksakan ibu jika tampak berat dan kelelahan. Anjurkan untuk minum air
putih jika diperlukan.
BAB III

Kesimpulan

3.1 Kesimpulan

Jadi kesimpulannya Masa nifas adalah masa dimulai beberapa jam sesudah lahirnya plasenta
sampai 6 minggu setelah melahirkan. Masa nifas dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir
ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil yang berlangsung kira-kira 6
minggu (Marmi, 2011).dengan tujuan untuk Meningkatkan kesejahteraan fisik dan psikologis bagi
ibu dan bayi, Pencegahan, diagnosa dini, dan pengobatan komplikasi pada ibu ,Merujuk ibu ke
asuhan tenaga ahli bilamana perlu, Mendukung dan memperkuat keyakinan ibu, secara
memungkinkan ibu untuk mampu melaksanakan perannya dalam situasi keluarga dan budaya yang
khusus Imunisasi ibu terhadap tetanus, Mendorong pelaksanaan metode yang sehat tentang
pemberian makanan anak, serta peningkatan perkembangan hubungan yang baik antara ibu dan
anak.
Daftar Pustaka

https://akbidbinahusada.ac.id/publikasi/artikel/155-konsep-dasar-nifas-laktasi-dan-menyusui-
pengantar-asuhan-kebidanan#:~:text=Masa%20nifas%20diartikan%20sebagai
%20periode,tersebut%20mencakup%206%20minggu%20berikutnya.&text=Periode
%20postpartum%20adalah%20masa%20enam,ke%20keadaan%20normal%20sebelum
%20hamil ,https://id.scribd.com/doc/253826087/Konsep-Dasar-Senam-Nifas
,http://bidan.fk.ub.ac.id/wp-content/uploads/2014/08/1.-Perubahan-Fisiologi-Nifas.pdf

Anda mungkin juga menyukai