Anda di halaman 1dari 22

UJI EFEKTIFITAS EKSTRAK BAWANG MERAH (Allium cepa L.

SEBAGAI PEWARNA RAMBUT

PROPOSAL

DISUSUN OLEH :

PUTRI BINTI JAKFAR

61608100817065

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

INSTITUT KESEHATAN MITRA BUNDA

BATAM

2021
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Rambut merupakan mahkota bagi manusia terutama untuk kalangan

wanita. Rambut tumbuh dari lapisan dermis dan melalui saluran folikel

rambut keluar dari kulit. Rambut tumbuh hampir disemua bagian tubuh

manusia, salah satunya yaitu dibagian kepala. Apabila kulit kepala dan

rambut tidak dirawat dengan baik dan benar maka akan muncul kelainan dan

penyakit. Penyakit yang biasanya muncul pada kulit kepala yaitu ketombe.

Kelainan yang terjadi pada rambut salah satunya yaitu muncul uban. Asep

(2011) mengatakan Uban adalah rambut yang berubah warna menjadi abu-

abu kemudian putih. Rambut asli orang Indonesia pada umumnya memiliki

warna hitam atau gelap karena memiliki kandungan kadar melanin yang lebih

tinggi.

Uban biasanya muncul pada usia 40 tahun ke atas akan tetapi uban

dapat pula muncul pada usia muda, karena adanya faktor genetik. Faktor

penyebab rambut beruban biasanya disebabkan oleh faktor gizi, metabolisme,

zat kimiawi, faktor keturunan dan lain-lain. Kusumadewi (1999:49).

Orang yang memiliki rambut beruban biasanya menjadi kurang

percaya diri, mereka menyiasatinya dengan mewarnai rambut, menggelapkan

atau menghitamkan rambut uban, bahkan mencabut rambut uban tersebut.

Bahan yang digunakan untuk menghitamkan rambut beruban yaitu

menggunakan bahan kimia dan alami. Semakin berkembangnya ilmu


pengetahuan dan teknologi (IPTEK) akan mempermudah dalam melakukan

upaya memecahkan permasalahan yang berkaitan dengan rambut beruban,

seperti menggunakan kosmetik buatan pabrik yang berbahan kimia berupa

kosmetik pewarna rambut. Tetapi pada dasarnya melakukan pewarnaan

rambut secara modern dapat menimbulkan efek samping seperti iritasi pada

kulit kepala dan bertambahnya uban dan diidentikkan dengan memberi racun

bagi rambut. Syaiful (2007) menjelaskan bahwa pewarnaan rambut secara

modern banyak menggunakan zat-zat kimia yang berbahaya, seperti

naftilamin, fenilendiamin, tovlen diamin, dan komponen asam amino

aromatik lainnya. Sedangkan zat racun dalam pewarna rambut temporer,

antara lain: perak, merkuri, timah, bismut, pirogalol dan alkohol denaturasi.

Rostamailis (2005: 161) menjelaskan bahwa dengan melakukan

pewarnaan rambut secara tradisional jauh lebih aman dan sangat kecil

kemungkinan beresiko efek samping.

Bawang memiliki kandungan kaya sulfur yang membuat metode ini

cukup efektif dengan membantu untuk meningkatkan sirkulasi darah ke kulit

kepala. Belerang juga mempromosikan produksi kolagen yang diperlukan

untuk produksi rambut baru. Rambut diproduksi di folikel dan ketika ada

lebih banyak darah dan kolagen membuat jalan mereka ke folikel ini, mereka

menerima nutrisi dan stimulasi yang mereka butuhkan untuk tumbuh rambut

baru. Ada kalanya kulit kepala menjadi terinfeksi melalui bakteri. Hal ini

dapat menyebabkan rambut rontok dengan cepat, tetapi dapat diobati tanpa

penggunaan antibiotik dengan cara yang jauh lebih aman. Kandungan sulfur

yang sama yang membantu untuk meningkatkan sirkulasi darah mengandung


sifat antibakteri yang mencegah pertumbuhan bakteri dan jamur pada kulit

kepala. Mencegah pertumbuhan lebih lanjut dari infeksi ini akan membantu

mencegah kerontokan rambut lebih lanjut. Bawang juga menambahkan

kekuatan untuk rambut yang membantu mencegah kerusakan dan penipisan.

Kekuatan ini adalah hanya apa yang dibutuhkan untuk meningkatkan

pertumbuhan rambut baru dan menjaga kerusakan lebih lanjut. Bawang putih

dan bawang merah mengandung diallyl disulfide, yang dapat memberikan

efek terapi. Meskipun modalitas pengobatan berbeda, lokal dan sistemik,

telah digunakan untuk menginduksi pertumbuhan kembali rambut, keduanya

memiliki komplikasi dan khasiat mereka sendiri. (Kuswardhani 2016)

Sayuran sehari-hari seperti bawang sangat membantu meningkatkan

kesehatan rambut. Jus bawang telah digunakan dalam pengobatan kuno

sebagai obat alami rambut rontok dan rambut beruban. Analisis terbaru untuk

kehebatan bahan makanan hijau ini telah dipaparkan ke beberapa potensi

yang penting dalam perawatan rambut. Sebagian besar fungsinya adalah

mencoba melawan terhadap pertumbuhan mikroorganisme, membasmi jamur

bersifat parasit sehingga menjaga kulit kepala yang bersih dari ketombe dan

akar rambut tak terhalang. (Swastika 2014)

1.2 Rumusan Masalah

Masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana cara penggunaan bawang

merah sebagai penghitam rambut atau pewarna rambut untuk rambut

beruban?
1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui efek apa saja yang dapat ditimbulkan setelah

penggunaan ekstrak bawang merah (Allium cepa L.) sebagai

penghitam rambut atau pewarna rambut untuk rambut beruban.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk membuat ekstrak bawang merah (Allium cepa L.) sebagai

penghitam rambut atau pewarna rambut untuk rambut beruban.

2. Untuk mengetahui kandungan apa saja yang terdapat pada ekstrak

bawang merah (Allium cepa L.) sebagai penghitam rambut atau

pewarna rambut untuk rambut beruban.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat bagi penulis

Menambah wawasan dan pengetahuan serta dapat memberikan

pengalaman langsung dalam melakukan penelitiaan dan penulisan

karya tulis ilmiah.

1.4.2 Manfaat bagi masyarakat

Masyarakat dapat menggunakan bawang merah (Allium cepa L.)

sebagai penghitam rambut atau pewarna rambut untuk rambut

beruban.

1.4.3 Manfaat bagi instansi

Diharapkan penelitian ini mampu memberikan informasi kepada

semua orang tentang kandungan yang terdapat dalam bawang merah


(Allium cepa L.) sebagai penghitam rambut atau pewarna rambut

untuk rambut beruban.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Rambut

Menurut Basuki dalam Aslikhah (2013) rambut yaitu helaian seperti

benang tipis yang tumbuh dari bawah permukaan kulit dan dibentuk oleh

lapisan sel yang tertutup lapisan yang tersusun dan bentuknya seperti sisik

ikan pada lapisan luarnya, terdiri dari zat horney atau disebut keratin.

Menurut Rostamailis, dkk dalam Aslikhah (2013) menjelaskan bahwa rambut

merupakan mahkota, dengan adanya rambut tersebut maka akan terlihat

cantik, kecantikan itu sendiri berasal dari kesehatan dan kesehatan akan

didapat dari kebersihan. Sedangkan menurut Chitrawati (1990:152)

menyatakan bahwa rambut tersusun atas beberapa zat dan sel, diantaranya

adalah zat protein (horney), keratin (zat tanduk yang disusun oleh sel-sel

yang mengalami proses keratinisasi), matrix rambut (urat permulaan yang

membentuk sel tanduk) dan akar rambut (berada dalam folikel). Mengacu

dari beberapa pendapat ahli dapat disimpulkan bahwa, rambut merupakan

helaian yang tumbuh dari permukaan kulit dan rambut pada kepala sering

disebut sebagai mahkota karena memberi keindahan dan kecantikan bagi

pemiliknya dan sebagai pelindung kulit kepala. Rambut yang tumbuh keluar

dari akar rambut itu ada 2 bagian menurut letaknya, yaitu bagian yang ada

didalam kulit dan bagian yang ada di luar kulit (Rostamailis, dkk, 2008:16).
2.2 Bawang Merah (Allium cepa L.)

2.1.1 Klasifikasi Bawang Merah

Klasifikasi tanaman bawang secara botani menurut Tjitrosoepomo,

(2010) sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermathopyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Monocotyledonae

Ordo : Liliales

Famili : Lilianceae

Genus : Allium

Spesies : Allium ascalonicum L.

2.1.2 Morfologi Bawang Merah

Bawang merah (Allium cepa L.) merupakan tanaman semusim

yang berbentuk rumput, berbatang pendek, dan berakar serabut,

tingginya dapat mencapai 15 – 20 cm, serta membentuk rumpun

(Hapsoh dan Hasanah, 2011). Perakarannya berupa akar serabut namun

tidak terlalu panjang. Akar dapat tumbuh hingga kedalaman 30 cm,

berwarna putih, dan jika diremas berbau menyengat seperti bau bawang

merah. Daun bawang merah bertangkai relatif pendek, berwarna hijau

muda hingga hijau tua, berbentuk bulat panjang atau silinder seperti

pipa memanjang dan berongga, dan berukuran panjang lebih dari 45 cm.

Bagian ujung daun bawang merah runcing sedangkan pangkalnya

melebar memeluk batang semu (pseudostem). Pembentukan primordial


daun dimulai dengan tonjolan pada permukaan atas umbi yang akan

berkembang menjadi daun. Setiap daun yang baru akan tumbuh di

dalam daun sebelumnya sehingga daun pertama akan menyelimuti daun

yang baru secara konsentris. Percabangan pada bawang merah

merupakan hasil dari hilangnya dominansi apikal, dimana terjadi

inisiasi lateral setelah perkembangan dua atau tiga daun. Pada titik ini

meristem apikal terbagi menjadi dua bagian sehingga terbentuklah

percabangan yang akan menumbuhkan daun-daun baru dan tunas lateral

(Rabinowitch dan Currah, 2002).

Batang tanaman bawang merah merupakan bagian kecil dari

keseluruhan kuncup-kuncup. Bagian bawah cakram merupakan tempat

tumbuh akar. Bagian atas batang sejati merupakan umbi semu, berupa

umbi lapis (bulbus) yang berasal dari modifikasi pangkal daun bawang

merah. Pangkal dan sebagian tangkai daun menebal, lunak, dan

berdaging, berfungsi sebagai tempat cadangan makanan. Jika dalam

pertumbuhan tanaman tumbuh tunas atau anakan, maka akan terbentuk

beberapa umbi yang berhimpitan yang dikenal dengan istilah “siung”.

Pertumbuhan siung biasanya terjadi pada perbanyakan bawang merah

dari benih umbi dan kurang biasa terjadi pada perbanyakan bawang

merah dan biji. Warna kulit umbi beragam, ada yang merah muda,

merah tua, atau kekuningan, tergantung spesiesnya. Umbi bawang

merah mengeluarkan bau yang menyengat (Wibowo, 2005).


Bawang merah (Allium cepa L.) (Badan Penelitian dan Pengembangan

Pertanian, 2007).

2.1.3 Kandungan Bawang Merah

Bahan aktif berupa senyawa flavonoid ini dikenal sebagai

antiinflamasi atau antiradang. Saponin termasuk senyawa penting dalam

bawang merah. Saponin berperan utama sebagai antikoagulan yang

berguna untuk mencegah penggumpalan darah. bawang merah

mengandung senyawa alisin dan minyak atsiri yang bersifat bakterisida

dan fungisida terhadap bakteri dan cendawan (Jaelani, 2007).

2.1.4 Khasiat dan Kegunaan Bawang Merah

(Goulart, 1995; Reader’s Digest, 2004; Beliveau dan Gingras,

2007; Jaelani, 2007; Santoso, 2008; Swastika, 2014; Kuswardhani,

2016) menunjukkan bahwa bawang merah sendiri atau dikombinasikan

dengan bahan ramuan lainnya cukup efektif untuk mencegah atau

mengobati berbagai penyakit. Penyakit-penyakit yang telah berhasil

diterapi dengan bawang merah sebagai ramuan herbal adalah: ambeien,

asma, batuk, bisul, cacingan, demam, diabetes mellitus, disentri,


hipertensi, infeksi kulit kepala, kutil (papiloma), kutu air, masuk angin,

mata ikan (klavus), gangguan buang air kecil, mimisan, perut kembung,

rematik, sakit perut (mulas), sariawan, selesma, sembelit, sengatan

serangga, sakit kepala, kelainan prostat, difteri, parotitis (gondongan),

bronchitis kronis, radang tonsil, gangguan jantung, kolesterol LDL

tinggi, aterosklerotis, tuberculosis, gangguan pencernaan, obesitas,

eksim, luka memar, radang anak telinga, kanker, impotensi, daya tahan

tubuh lemah, dan rambut rontok.

2.3 Ekstraksi

2.2.1 Definisi

Ekstraksi merupakan proses penyarian senyawa kimia yang

terdapat dalam bahan alam atau bersasal di dalam sel dengan

menggunakan pelarut dan metode yang tepat (Departemen Kesehatan

RI, 1995).

2.2.2 Metode

Metode pembuatan ekstrak yang umum digunakan adalah

ekstraksi dengan menggunakan suatu pelarut, ekstraksi dapat dilakukan

dengan cara panas atau cara dingin. Pelarut atau cairan penyari yang

digunakan dalam ekstraksi dapat berupa air, etanol, campuran etanolair,

dan eter (Harborne, 1987).

Cara ekstraksi yang dilakukan tergantung dari sifat zat aktif

yang terkandung dalam simplisia tersebut (Departemen Kesehatan RI,

1995).
2.2.3 Tujuan

Tujuan ekstraksi adalah pemisahan satu atau beberapan bahan

dari suatu padatan atau cairan (Sudjadadi.1988).

Faktor-faktor yang mempengaruhi ekstraksi anatar lain yaitu

ukuran bahan baku, pemilihan pelarut, waktu proses ekatrasi suhu

ektrasi (Anam.2010:74).

2.2.4 Macam-macam ekstrak

1. Maserasi

Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana. Maserasi

dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan

penyari. Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke

dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dan

karena adanya perbedan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam

sel dengan yang di luar sel, maka larutan yang terpekat didesak

keluar. Peristiwa tersebut berulang sehingga terjadi keseimbangan

konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel (Depkes RI,

1986). Maserasi digunakan untuk penyarian simplisia yang

mengandung zat aktif yang mudah larut dalam cairan penyari, tidak

mengandung zat yang mudah mengembang dalam cairan penyari,

tidak mengandung benzoin, stirak, dan lain- lain.

Cairan penyari yang digunakan dapat berupa air, etanol, air-etanol,

atau pelarut lain. Bila cairan penyari digunakan air maka untuk

mencegah timbulnya kapang, dapat ditambahkan bahan pengawet,

yang diberikan pada awal penyarian. Keuntungan cara penyarian


dengan maserasi adalah cara pengerjaan dan peralatan yang

digunakan sederhana dan mudah diusahakan. Sedangkan kerugian

cara maserasi adalah pengerjaannya lama dan penyariannya kurang

sempurna. Maserasi pada umumnya dilakukan dengan cara: 10

bagian simplisia dengan derajat halus yang cocok dimasukkan ke

dalam bejana, kemudian dituangi dengan 75 bagian cairan penyari,

ditutup dan dibiarkan selama 5 hari terlindung dari cahaya, sambil

berulang - ulang diaduk. Setelah 5 hari sari diserkai, ampas diperas.

Ampas ditambah cairan penyari secukupnya diaduk dan diserkai,

sehingga diperoleh seluruh sari sebanyak 100 bagian. Benjana

ditutup, dibiarkan ditempat sejuk, terlindung dari cahaya, selama 2

hari. Kemudian endapan dipisahkan (Depkes RI, 1986).

2. Perkolasi

Perkolasi adalah cara penyarian dengan mengalirkan penyari melalui

serbuk simplisia yang telah dibasahi (Depkes RI, 1986). Prinsip

perkolasi adalah sebagai berikut : Serbuk simplisia ditempatkan

dalam suatu bejana silinder, yang dibagian bawahnya diberi sekat

berpori. Cairan penyari dialirkan dari atas ke bawah melalui serbuk

tersebut, cairan penyari akan melarutkan zat aktif sel-sel yang dilalui

sampai mencapai keadaan jenuh. Gerak ke bawah disebabkan oleh

kekuatan gaya beratnya sendiri dan cairan di atasnya, dikurangi

dengan daya kapiler yang cenderung untuk menahan (Depkes RI,

1986). Kekuatan yang berperan pada perkolasi antara lain: gaya

berat, kekentalan, daya larut, tegangan permukaan, difusi, osmosis,


adhesi, daya kapiler dan daya geseran (friksi). Cara perkolasi lebih

baik dibandingkan dengan cara maserasi karena aliran cairan penyari

menyebabkan adanya pergantian larutan yang terjadi dengan larutan

yang konsentrasinya lebih rendah, sehingga meningkatkan derajat

perbedaan konsentrasi. Ruangan diantara butir – butir serbuk

simplisia membentuk saluran tempat mengalir cairan penyari. Karena

kecilnya saluran kapiler tersebut, maka kecepatan pelarut cukup

untuk mengurangi lapisan batas, sehingga dapat meningkatkan

perbedaan konsentrasi (Depkes RI, 1986). Alat yang digunakan

untuk perkolasi disebut perkolator, cairan yang digunakan untuk

menyari disebut cairan penyari atau menstrum, larutan zat aktif yang

keluar dari perkolator disebut sari atau perkolat, sedang sisa setelah

dilakukannya penyarian disebut ampas atau sisa perkolasi (Depkes

RI, 1986).

Kalau tidak dinyatakan lain perkolasi dilakukan dengan membasahi

10 bagian simplisia atau campuran simplisia dengan derajat halus

yang cocok dibasahi dengan 2,5 bagian sampai 5 bagian cairan

penyari, lalu dimasukkan ke dalam bejana tertutup sekurang -

kurangnya selama 3 jam. Kemudian massa dipindahkan sedikit demi

sedikit ke dalam perkolator sambil tiap kali ditekan hati - hati.

Selanjutnya dituangi dengan cairan penyari secukupnya sampai

cairan mulai menetes dan di atas simplisia masih terdapat selapis

cairan penyari. Kemudian perkolator ditutup dan dibiarkan selama 24

jam. Selanjutnya cairan dibiarkan menetes dengan kecepatan 1


ml/menit dan ditambahkan berulang - ulang cairan penyari

berikutnya sehingga selalu terdapat selapis cairan penyari di atas

simplisia, hingga jika 500 mg perkolat yang keluar terakhir diuapkan,

tidak meninggalkan sisa. Perkolat kemudian disuling atau diuapkan

dengan tekanan rendah pada suhu tidak lebih dari 50 0C hingga

konsistensi yang dikehendaki. Pada pembuatan ekstrak cair 0,8

bagian perkolat pertama dipisahkan, perkolat selanjutnya diuapkan

hingga diperoleh 0,2 bagian yang selanjutnya dicampurkan ke dalam

perkolat pertama. Keuntungan metode ini adalah tidak memerlukan

langkah tambahan yaitu sampel padat (marc) telah terpisah dari

ekstrak. Sedangkan kerugiannya adalah kontak antara sampel padat

tidak merata atau terbatas dibandingkan dengan metode refluks, dan

pelarut menjadi dingin selama proses perkolasi sehingga tidak

melarutkan komponen secara efisien (Depkes RI, 1986).

2.4 Antioksidan

2.4.1 Pengertian Antioksidan

Antioksidan adalah senyawa yang mempunyai struktur molekul yang

dapat memberikan elektronnya kepada molekul radikal bebas tanpa

terganggu dan dapat memutus reaksi berantai dari radikal bebas.

Pengertian kimia dari senyawa antioksidan adalah senyawa pemberi

elektron (electron donors). Pengertian antioksidan secara biologis

adalah senyawa yang mampu menangkal dampak negatif oksidan dalam

tubuh (Kumalaningsih, 2007; Winarsi, 2007).


Jenis antioksidan terdiri dari dua, yaitu antioksidan alam dan

antioksidan sintetik (Cahyadi, 2006). Antioksidan sintetik yaitu butil

hidroksilanisol (BHA), butil hidroksittoluen (BHT), propilgallat, dan

etoksiquin (Cahyadi, 2006). Antioksidan alami banyak terdapat pada

tumbuh-tumbuhan, sayur-sayuran dan buah-buahan (Winarsi, 2007).

2.4.2 Senyawa metabolit sekunder

Bahan alam dibedakan menjadi dua berdasarkan fungsi terhadap

makhluk hidup yaitu metabolit primer dan metabolit sekunder.

Metabolit sekunder adalah senyawa yang disintesis oleh makhluk

tumbuhan, mikroba atau hewan melewati proses biosintesis yang

digunakan untuk menunjang kehidupan namun tidak vital sebagaimana

gula, asam amino dan asam lemak. Metabolit sekunder memiliki

aktivitas farmakologi dan biologi. (Azis, 2002).

2.4.3 Flavonoid

Flavonoid adalah sekelompok besar senyawa polifenol tanaman yang

tersebar luas dalam berbagai bahan makanan. Flavonoid merupakan

kandungan khas tumbuhan hijau. Flavonoid terdapat pada semua

tumbuhan hijau termasuk daun, akar, bunga dan biji. Flavonoid

mengandung 15 atom karbon dalam inti dasarnya, yang tersusun dari

dua cincin aromatis yang dihubungkan oleh satuan tiga karbon yang

dapat membentuk cincin keton. (Liana, 2010)


2.4.4 Tanin

Sebagai senyawa polifenol yang memiliki berat molekul cukup tinggi

( lebih dari 1000 ) dan dapat membentuk kompleks dengan protein

(Hagerman, 2002). Tanin dapat dietraksi seluruh bagian tumbuhan,

meliputi daun, cabang, batang, buah. Namun umumnya ekstraksi tanin

dilakukan dari daun dan batang tumbuhan (Harbone, 1995).

2.4.5 Alkaloid

Alkaloid adalah senyawa kimia yang secara khas diperoleh dari

tumbuhan dan hewan, bersifat basa, mengandung satu atau lebih atom

nitrogen, dibiosintesis dari asam amino, banyak diantaranya memiliki

aktivitas biologis pada manusia dan hewan (Robinson, 1995). Alkaloid

banyak yang mempunyai kegiatan fisiologi yang menonjol, jadi

digunakan secara luas dalam bidang pengobatan (Harbone, 1995).

2.4.6 Saponin

Saponin adalah glikosida triterpenoid dan sterol. Saponin berasal dari

bahasa latin “sapo” yang berarti sabun, diberi nama demikian karena

sifatnya yang menyerupai sabun. Saponin adalah senyawa aktif yang

kuat dan menimbulkan busa jika dikocok dalam air dan pada

konsentrasi yang rendah sering menyebabkan hemolisis sel darah

merah. (Robinson, 1995).


2.4.7 Terpenoid

Terpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam

satuan isopren dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C-30

asiklik, yaitu skualena, senyawa ini tidak berwarna, berbentuk kristal,

bertitik leleh tinggi dan bersifat optis aktif (Harbone, 1995).

2.5 Spektrofotometri UV-Vis

2.5.1 Spektrofotometri

Adalah alat yang terdiri dari spektrofotometer dan fotometer. Spektrum

elektromagnetik dibagi dalam beberapa daerah cahaya. Suatu daerah

akan diabsorbsi oleh atom atau molekul dan panjang gelombang cahaya

yang diabsorbsi dapat menunjukan sktruktur senyawa yang diteliti.

(Khopkar, 2007).

2.5.2 Prinsip Kerja

Pada radiasi rentang panjang nm melewati suatu larutan senyawa.

Elektron yang pada ikatan dalam molekul menjadi tereksitasi 200-7—

dan menepati keadaan kuantum yang lebih tinggi dan dalam proses

menyerap sejumlah energi melewati larutan tersebut. Elektron semakin

longgar ditahan didalam ikatan molekul, semakin panjang gelombang

radiasi yang dapat diserap (William & Fleming, 2013).


BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan pada penelitian ini adalah penelitian

eksperimental yaitu penelitian yang melakukan uji efektivitas ekstrak bawang

merah (Allium cepa L.) sebagai pewarna rambut.

3.2 Populasi dan Sampel Penelitian

3.2.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah bawang merah (Allium cepa L.)

yang tumbuh didaerah dataran rendah maupun dataran tinggi (0-900

Mdpl)

3.2.2. Sampel

Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah ekstrak bawang

merah (Allium cepa L.)

3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di laboratorium Kimia Bahan Alam, Program Studi

Sarjana Farmasi, Institut Kesehatan Mitra Bunda Batam, dan penelitian ini

dilakukan dari bulan Maret-Mei 2021.

3.4 Metode Penelitian

Metode yang digunakan yaitu metode secara eksperimen


3.5 Alat dan Bahan

3.5.1 Alat

Alat yang digunakan berbagai alat-alat gelas, rotary evaporator, labu

ukur, corong, kertas saring, batang pengaduk, bejana maserasi, oven.

3.5.2 Bahan

Bahan yang digunakan etanol 70%, bawang merah, aquadest.

3.6 Prosedur Penelitian

3.6.1 Sampel Penelitian

Sampel penelitian yang digunakan adalah bawang merah (Allium cepa

L.) diambil dari Kabupaten Bintan.

3.6.2 Penyiapan Sampel

Sampel bawang merah (Allium cepa L.) yang sudah diambil terlebih

dahulu ditimbang sebanyak 1,5kg, setelah itu dikupas dari kulitnya lalu

dicuci hingga bersih, setelah itu dipotong menjadi kecil-kecil, lalu

diangin-anginkan agar kering, setelah kering kemudian ditimbang

kembali beratnya 1kg, siap itu dilakukan maserasi

3.6.3 Pembuatan Ekstrak Bawang Merah

Sampel kering diambil 1kg diekstraksi dengan metode maserasi dengan

cara perendaman sampel menggunakan pelarut etanol 70% sampai

tertutup semua bagian permukaan. Perendaman dilakukan dalam tiga

buah botol coklat dan disimpan ditempat yang terlindung oleh cahaya

matahari langsung, selama tiga hari, sambil sesekali diaduk. Maserat

dipisahkan dari ampas nya dengan cara disaring dan ampasnya

dimaserasi lagi.
3.6.4 Pembuatan Sediaan Gel

1. Optimasi Sediaan Gel

Dilakukan optimasi bertujuan untuk mengetahui apakah bahan-bahan

formulasi pada pembuatan sediaan gel dapat dibuat dan untuk

mengetahui formulasi basis gel mana ya cocok dibuat dengan variasi

konsentrasi basis HPMC yaitu 1,5%, 2%, 2,5%, 3%, 3,5% dan 4%

tanpa penambahan ekstrak. Metode optimasi dengan menggunakan

desain Simple Lattice. Variasi basis dilakukan untuk mengetahui dan

melihat pengaruh basis terhadap mutu sediaan gel dan

membandingkan stabilitas serta formula mana yang terbaik,

kemudian didapatkan basis gel yang terbaik yaitu 2,5%, selanjutnya

ditambahkan ekstrak biji pepaya dengan 3 konsentrasi yaitu 3%, 5%

dan 8%.

2. Uji Stabilitas (uji freeze-thaw)

Evaluasi stabilitas fisik dengan metode freeze thaw ditentukan

dengan menyimpan sediaan tidak kurang dari 48 jam pada suhu

4°C.Setelah 48 jam, dilihat jika adanya pemisahan fase. Kemudian

disimpan pada suhu 40°C selama 48 jam, kemudian dilihat terjadinya

pemisahan fase (Gozali, D). Pengujian dilakukan selama 4 siklus. Uji

stabilitas dengan menggunakan metode freeze thaw merupakan salah

satu cara untuk menguji kestabilan sediaan pewarna rambut

(Djajadisastra, 2004). Pengujian organoleptis pada uji stabilitas


(freeze thaw) terjadi perubahan warna, perubahan homogenitas pada

siklus ke-3 dan ke-4 dan aroma yang kuat pada siklus ke-4.

3. Pengukuran pH

Derajat keasaman (pH) merupakan salah satu parameter pengujian

dalam analisis produk kosmetik, yang dimana pH dari kosmetik

dapat mempengaruhi daya absorbsi kulit.

4. Uji Daya Sebar

Hasil pengukuran daya sebar sediaan gel pewarna rambut dengan

variasi konsentrasi ekstrak bawang merah (Allium cepa L.) selama

waktu penyimpanan. Pada uji daya sebar ini diberikan beban

diatasnya sebesar 150 gram, kemudian diukur diameternya selang 1

menit. Pengujian ini dilakukan dari minggu ke-1 sampai minggu ke-4

Anda mungkin juga menyukai