Anda di halaman 1dari 31

Villafaeirlaya I: My way I

Masa sekarang

Di suatu tempat yang luas. Entah di mana, seperti semua orang ingin
menanyakannya, ingin mengetahuinya. Tempat itu berkabut sangat tebal menyesatkan
pandang, gelap hingga kaki langit, seperti cahaya enggan untuk hadir hingga
menyisakan pertanyaan yang dapat menguatkan kehampaan.

Tempat yang luas itu, terhampar padang rumput hijau lembut berembun,
terlihat sangat segar dan sejuk—rela untuk kaki siapapun menginjaknya. Angin yang
entah datang dari mana berhembus dari satu arah menyapu kekosongan hingga terlihat
sesosok pria tinggi berdiri bingung di sana. Seperti waktu yang tak ia miliki, tak tau
apa yang harus dilakukan. Kemudian, pandangnya seperti mengarah ke satu titik,
untuk mendengar langkah kaki—pelan dan tenang.

Seseorang datang dari kabut dari sisi lainnya, langkahnya pelan namun pasti,
tak begitu nampak—samar-samar tak jelas batang hidungnya tak nampak wajahnya.
Begitu waktu telah cukup untuknya dan menyadari, bahwa pria misterius yang
menghampirinya itu sangat mirip sekali denganya. Atau itu hanya pantulan darinya?
Dia pun tak tahu. Pria di depannya itu hanya sedikit tersenyum di sana dengan tenang,
diam beberapa saat namun hanya sesaat.

"Soukh naradtn dettaniy aeitkharaetkayeitt!"1 kata pria itu lantang.

"Reigkh... Gahae menna indaehnna?"2

"Yaedrenna khashmnaiy."3
".. gahae menna?"4

"Gahaena', yaedrenna bekhna khashmn."5

Perlahan datanglah angin berhembus kuat membawa kabut menyapu sosok


pria yang mirip dengannya, lalu menghilang dalam sekejap. Dia semakin bingung,
arah pandangnya yang kemana-mana mencoba mengerti—mencoba memahami,
bahkan ia tau bahwa hal itu adalah sia-sia.

"Uh oh.. hanya mimpi." Sambil mengusap wajahnya.

Pada pagi harinya di tempat lain. Sangat sederhana, ruangan itu tak terlalu
besar hampir seluruhnya terbuat dari bahan kayu yang terlihat tak kunjung rapuh
1
Alih bahasa: Terpenuhilah semua jawaban atas dirimu saat ini!
2
Alih bahasa: Baik, mengapa aku disini?
3
Alih bahasa: Kau terpilih.
4
Alih bahasa: Kenapa aku?
5
Alih bahasa: Karena, engkau pilihan terakhir.
dengan waktu. Setiap sisinya terdapat sejenis jendela berbentuk celah panjang agak
sampai ke pojok—membiarkan hangatnya hadiah sang pemberi cahaya memasuki
celah-celah jendela. Memiliki sejenis jendela kecil yang dapat dibuka terpisah, jendela
itu tak begitu lebar—memberikan suasana remang-remang minim cahaya. Penutupnya
terbuat dari pelat baja tebal, jendela-jendela itu terlihat sudah terbuka dengan
memancarkan cahaya matahari penuh manfaat pagi. Bila lebih pagi dapat dinikmati,
dari setiap celah jendela yang menghadap hadirnya sang pemberi cahaya nantinya:
angin sejuk dan udara hangat dipadukan dengan nyanyian khas angin sejuk wangi
rumput berembun dan kilauan butir-butir embur terpantul dari secercah cahaya
bangunnya dia sang pemberi cahaya. Jelas ruangan itu merupakan puncak dari
menara.

Bangunan itu kokoh dari bawah dengan fondasi kuat dari batu basalt pilihan,
tangguh tanpa bantuan penyatu, batu-batu itu tak hanya disusun dengan struktur kuat
namun juga dipertangguh dengan semangat para prajurit. Sebagai menara pengawas
untuk para prajurit atau biasa dikunjungi para prajurit patrol atau pengembara saat
lelah menempuh perjalanan jauh—harapan bagi mereka yang lelah dan terluka saat
bertugas. Menara itu memiliki lima lantai termasuk lantai dasar dan setiap lantai
memiliki fasilitas istirahat untuk dua orang prajurit, seperti rumah sendiri—suasana
hangat akan menemani siapapun begitu memasuki tempat itu dengan suguhan
kenyamanan. Nyala api yang hangat, kawan-kawan yang tak dikenal namun ramah—
mampu melupakan rasa enggan yang selalu jadi pengahalang hangatnya akrab yang
mengulurkan kehangatannya. Lantai dasar tidak sepenuhnya di bawah tanah namun
menyisakan seperempat tembok bangunan dengan celah. Lantai dasar itu sendiri
merupakan gudang penyimpanan logistik dan persenjataan sedang.
Instalasi tersebut dilengkapi kamar kecil beserta kamar mandi yang biasanya
terletak terpisah dari menara. Apakah benar bawasannya untuk melepas beban seperti
itu memerlukan ruang yang membatasi segalanya? Apakah ia memiliki cerita hingga
dapat demikian? Itu bisa jasi keduanya. Menara itu biasanya berjarak sampai bila
terlihat sebesar seperempat jari kelingking dari menara satu sama lain atau dari pusat
kota hanya terlihat sebesar sepertiga ibu jari.

Nada dering ponsel menjadi awal yang buruk saat di penghujung akhir malam
atau atas sebuah kontrak, semua orang selalu ingin untuk mencoba menyuap semesta
untuk keinginan sesaat—tidur lebih lama. Getarannya begitu kuat, hingga
menimbulkan suara nyaring pada gelas besi yang berisi ponsel tersebut—suatu
kegagalan seorang jiwa untuk meyakinkan semesta akan kontrak dan hasratnya. Jam
menunjukan pukul tujuh tepat, kekeh dengan nada dering konstan walaupun tiada
mesin yang sanggup untuk berharap mengerti—nafsu dan hasrat itu harus ia usir
pergi.

Ada seseorang tidur di kasur jaring di samping meja, di atas meja itu terdapat
topi musim dingin seperti sebuah peci dengan aksesoris bulu dari sejenis
burung. Seseorang tidur di kasur jaring yang terikat kuat pada dua tiang di tengah
ruangan. Seorag pria berperawakan cukup tinggi, sekitar 184cm, pria yang
kelihatannya cukup berumur setengah baya namun kokoh. Tidur dengan pulas hanya
mengenakan kaus oblong agak ketat berwarna abu-abu kusam yang memamerkan
lengan, tubuh penuh otot besar dan banyak bekas luka dengan berbagai ukuran. Setiap
bekas luka tak selalu menunjukan banyak pengalaman, kenangan dan kesedihan—
bekas-bekas luka itu juga seperti menggambarkan berapa lama waktu yang telah ia
habiskan. Celana kain hitam behias garis putih pada bagian luar itu agak usang
dengan ikatan perban putih di paha kanannya. Rambut pirangnya pendek begitu
berkilau dengan sedikit sentuhan cahaya yang setiap ujung helainya berwarna coklat
gelap. Irisnya berwarna biru kelabu, jenggotnya yang sebatas dagu tebal dan lurus, tak
lupa kumisnya tebal nan gagah ada di wajahnya. Masih ada di dunia yang berbeda,
begitu tenang dalam tidurnya—siapakah gerangan dengan sosok heroik ini? Dia biasa
dipanggil Sang Jenderal Muda.

Sedikit kaget saat mendengar nada dering ponselnya. Pria itu membuka
matanya dengan tatapan kabur—arah pandang matanya, ingin kembali meyakinkan
semesta. Kemudian tangan yang penuh otot namun minim kekuatan meraba-raba
sekitar meja yang ada di sampingnya itu. Saat ia dapatkan ponsel dalam gengaman
pandangan buram. Dapat dilihat layar ponsel itu tepat di sebuah ikon mungil gambar
ponsel rumah bergetar lambat.

Sang Jenderal selalu memiliki pertanyaan konyol untuk seluruh rangkaian


teknologi yang digengamnya itu. Wajahnya terlihat begitu sebal saat mengangkat
ponsel tambah lagi dalam keadaan belum begitu sadar—patah dengan kontrak yang
tak terwujud. Ia berharap seseorang yang menelponnya itu melepaskan panggilannya.
Namun, nada dering itu seakan tak mau berhenti—takkan bisa berhenti serta takkan
sekalipun ingin mengerti. Sang penelpon tersebut begitu sabar menantinya dan
semesta lepas dari seluruh urusannya. Dapat ia baca:

meiouyaa Dieyaa6

Pashelliya Yeiveich7

Reihmnaiy Daschiyaedrana Pavarzhaenna'8 


6
Alih Bahasa: Pemimpinku
7
Alih Bahasa: Putra dari Pashelliya/Putranya Pashell
8
Alih Bahasa: Keponakan kesayangan yang biadab
+01 1100 1100 0011

Seperti entahnya angin datang berhembus dari jendela yang membawa tujuan
—tidak sedang membawa kesedihan. Raut wajah sang Jenderal Muda seketika jadi
sangat segar. Dengan tampang tegas setengah sadar—pengusiran Hasrat itu begitu
cepat. Raut wajahnya berubah serius saat menerima panggilan itu, kemudian ia
katakan dengan suara yang tak kalah segarnya bak sedang bahagia.

"Iyeish, amasheiy!"9

"Paman, ini ak-..."

"Oh, keponakan kesayanganku!" potongnya dengan antusias diikuti senyuman


diwajahnya yang begitu khas.

"Mengapa kau menggunakan ponsel? Tergesa gesa sekali." tambahnya sambil


meranjakkan kaki dari kasur jaring eksekutipnya, melakukan beberapa gerakan
perenggangan, diikuti suara seperti patahan ranting-ranting efek reganggan tulangnya.
Sang Jenderal terlihat begitu menikmati hal itu hingga memejamkan mata.

"Ya paman, ini mungkin agak mendadak, tapi aku telah meninjau misi paman
dan hendak membicarakan ini, datanglah ke kastil segera."

"Oh, tentu saja, misi untuk mengawasi wilayah industri emas bukan?" ia
mengapit telepon pintar di antara pundak dan kepala. Kemudian, mengambil setelan
ungu gelap dari gantungan baju disamping meja dan memakainya sehingga begitu pas
dengan badan dan ketat di bagian lengan kanannya. Dibuka lemari kecil yang
diatasnya terdapat sebuah barang seukuran setengah badan yang diselimuti kain agak
tebal, berwarna putih keabu-abuan, agak kusam dengan motif api merah-oranye—
usang dengan kenangn dan waktu. Tapi sebelumnya, sebuah baju zirah jenis rantai
ada ditangannya begitu cepat dan mudah dipakai dan seperti takkan lupa ia menarik
kain yang menyelimuti benda itu. Dia tarik dengan kekuatan yang sederhana,
menerbangkan sejumlah debu—mengungkap misteri dari benda yang bersemayam
dibalik kain misterius sampai menampakkan dengan jelas sebuah baju zirah unik.
Terlihatlah sebuah baju zirah jenis pelat berlapis, berwarna abu-abu yang kusam juga.
Ia segera memakainya dan sentuhan akhir dengan mengikatkan sejenis ikat kepala
berwarna merah pada lingkar kepalanya. Membawa topi musim dingin dengan
aksesoris bulu burung—walau pikirannya tak sanggup tangannya sepertinya telah
terbiasa mengigatkannya. Begitu selesai semua nampak gagah dirinya berdiri tegak
disana dengan setengah kacak pinggang ditambah senyum khas diwajah yang malas
dan konstan.
9
Alih bahasa: iya, sedang mendengarkan!
"Tentu. Dengan syarat aku akan memberi tahu dewan Utama Penjaga
Perbatasan10 tentang rahasia kecilmu.." katanya sang penelpon agak acuh.

"Oh itu.." sang Jenderal Muda terkejut.

"Heheheheh ha ha ha ha ha ha, mgwaaghaghagha ha ha ha haaa hahahahah,"


tawanya begitu pelan dan terdengar sangat jahat. Sanggup mengakhiri pembicaraan
interlokal di antara mereka.

"Eee...amasheiy! engkau masih disana?!"11

Efek suara pemutusan panggilan sepihak dari ponsel menjadi dengungan keheningan,
sang Jenderal Muda menatap langit menatap ponselnya..

"Deih, menna dregn kaetnaiy..."12

***

Villafaeirlaya I: My way II

Masa sekarang

Gumam sang Jenderal Muda dengan tampang menyerah dan bingung. Namun,
dia tak banyak berfikir. Kain agak tebal kusam keabu-abuan dengan motif api merah-
oranye sangat serasi dengan lingkar pinggang. Sabuk kulit hitam besar yang tak kalah
usang pun telah lama terpasang kuat, sampai kemudian beberapa detik hingga satu
langkah pertama dari pintu untuk meninggalkan ruangan itu. Sebuah pedang tak lupa
diambil dari tempat untuk meletakan payung—entah hiasan entah taringnya. Pedang
itu lengkap dengan sarung hitam, gagangnya dari kayu berlapis kuningan,
pelindungnya berhias pelat kuningan yang tampak kokoh walau terdapat banyak
sekali goresan bekas waktu yang pernah terlewati. Banyangkan betapa rumit pakaian

10
Salah satu dewan tinggi pertimbangan dan yudisial Federasi Vaellirahnn.
11
Alih bahasa: Dengar
12
Alih bahasa: Jadi, apa yang harus aku lakukan.
dan atribut yang gunakan. Namun, apalah daya sang Jenderal juga seorang
bangsawan. Tidak mandi? Yah ini hari minggu.

Kemudian, ia pacu kakinya dengan jalan agak cepat menyusuri tangga


menurun. Suara gemeriak asyik beberapa orang menjadi sapaan pertama yang
terdengar tanpa pandangan jelas. Beberapa tangga terakhir sampai sang Jenderal dapat
melihat tiga orang duduk di sofa ruangan utama. Mereka begitu asyik dengan gim
ponsel. Benda itu dimainkan oleh salah satu orang yang duduk ditengah sofa. Seperti
jiwa mereka menyatu ke dalam gim tersebut, begitu khidmat hingga mendalaminya—
bak terancam tak bisa selamat. Mereka seperti mengabaikan kehadiran pria besar
berbaju zirah gagah dan lengkap dengan pedang serta topinya itu. Sang Jenderal
Muda hanya berkacak pinggang dingin mengamati hingga sanggup menghadirkan
senyum kecil di wajahnya untuk beberapa saat.

"Iya, sekarang tiarap lalu tembak orang yang memakai sejenis peci itu!" kata
salah satu orang yang sedang asyik menyaksikan. Dia biasa dipanggil Pemegang
pedang.

Kru sang Jenderal Muda terdiri atas lima orang: Tiga orang di ruang utama
duduk di sofa berturut-turut adalah: si Pemegang Pedang, Penombak dan Ahli Jitu.
Kemudian, dua orang lainnya masih di dalam kamar lain atau di luar menara itu. Tak
lama diabaikan, langkah kaki seseorang pun mulai terdengar dari belakang sang
Jenderal Muda.

"Oh, Komandan! Selamat pagi!" kata pria itu, dia biasa dipanggil Pendobrak,
salah satu kru dari sang Jenderal Muda.  Mendengar sapaan itu, sang Jenderal hanya
menoleh dan mengangguk kearahnya. Ia terlihat rapi dengan baju zirah jenis rantai
dan ia sedang menenteng sebuah helm berbentuk mirip tabung.

"Akhirnya aku bisa melepas helm ini." katanya setelah si Pendobrak menaruh
helmnya di samping ember dekat rak perlengkapan di samping pintu keluar.

"Waa! Ketahuan!" sahut salah seorang uang masih asyik mengabaikan sang
Jenderal.

"Eee anak-anak, ini waktunya untuk pergi." potong sang Jenderal dengan
senyum khas di wajah sambil berdiri tegak dan berkacak pinggang.

"Hmm, padahal lagi seru-serunya lho!" rengeknya.

"Iyeish teuch’khna, Keunmahndhant!"13 Mendengar sautan itu dari mulut


krunya yang lain. Mereka yang duduk mulai berdiri dan berhamburan di depan rak
berisi banyak perlengkapan yang terbuat dari pelat-pelat baja tempahan. Rak itu

13
Alih Bahasa: iya tentu saja, komandan!
berada di samping pintu dan terlihatlah pelat-pelat baja yang beragam bentuk mulai
dari yang baru dipoles, kusam, anti-karat bahkan yang penyok. Memakai baju besi
merupakan yang pertama yang mereka lakukan. Kemudian, beberapa pelindung
tambahan seperti pelat baja pelindung tangan dan pundak. Sabuk dengan tambahan
ekstra pelat, celana besi serta aksesoris pelindung tambahan lainnya seperti pelat
pelindung tambahan bagian pinggang dan dengkul, lalu sepatu besi. Selanjutnya
sentuhan akhir, helm besi. Senjata mulai diraba, gulungan mulai dibaca, perlengkapan
telah diperiksa, cahaya mulai menyapa—angin dari pintu mulai terasa. Sekali mereka
siap, kaki mereka akan memijak kemanapun suara sang Jenderal Muda berada.

Dengan tidak sadar pria yang memiliki helm tabung itu mengambil ember dan
bukan helmnya. Helm itu memang sekilas nampak seperti ember besi. Apalagi dari
belakang dan yang paling menyedihkan ukurannya sama. Sepertinya ia lapar, tapi
sayang sekali jam setengah tujuh bukan waktu tepat untuk sarapan bagi kru sang
Jenderal.

"Hey siapa yang mematikan lampu!" Teriaknya kaget dan mengagetkan semua
orang yang ada di dalam ruangan, hal itu membuat semuanya terpusat padanya.

"Haha, kau pakai ember!"

"Haha, feinkahgn!"14 (Bodoh)

"Aku serius! Disini gelap!" Sambil meraba ember yang pas di kepalanya.

"Kita naik apa Komandan?" tanya salah satu krunya kepada sang Jenderal.
"Ayo! Anak-anak!" seru Jenderal Muda tanpa penjelasan lebih lanjut. Sinar
matahari penuh kebaikan pagi menyapa mereka saat beberapa langkah keluar dari
pintu menara. Mereka disambut hijaunya bentang padang rumput yang membuat mata
tak sampai puas memandang, hingga nafas yang tak cukup mengekang banyaknya
angin yang berhembus halus dari langit. Angin yang berlari tak terhenti, terus sampai
berbisik—membisikan lagu tenang, menyisakan garis cakrawala di kaki langit. Angin
itu halus dan hangat menyiratkan kesegaran serta kesejukan aroma rumput basah
dengan embun. Di ujung sana terlihat seperti gelombang air pada hamparan padang
rumput yang begitu luas. Seperti hanya menara tempat mereka berada sang penguasa
tempat itu; luas, hijau, segar, hangat, tenang dan birunya langit pagi. Membentang
lurus garis hitam seperti lurusnya garis belahan rambut gadis, seperti garis takdir di
muka bumi ini. Kanan dan kiri di mana menara dan mereka berada membentang satu

14
Alih Bahasa: bodoh
garis hitam aspal lebar, lurus dan hitam, tak patah, tak cacat. Namun, tak lama
kemudian.

"Kakak!" Suaranya keras panjang melengking dan khas. Sang Jenderal muda
terlihat biasa sementara suara itu terdengar dari arah bangunnya sang pemberi cahaya
kehidupan. Tepat di sebelah kiri lurusnya jalan aspal. Sebuah tumpukan pelat baja
beroda menggerang berjalan cepat mendekat ke Menara Pengawas. Benda itu
mengeluarkan suara gerangan yang konstan. Gadis itu berada di atasnya dengan
sesosok pria berbaju abu-abu loreng berhelm aneh. Tangan kanannya dilambai-
lambaikan dengan begitu ceria. Rambut hitam panjang kecoklatan berkilau indah oleh
sang pemberi cahaya. Sang Jenderal Muda hanya dapat membalas dengan senyum
kecil merekah di wajahnya.

Tumpukan pelat baja beroda yang menggerang itu akhirnya berhenti, tepat di
depan menara sang Jenderal Muda berada. Iya, benda itu namanya kendaraan—
sebuah mobil pengangkut personel. Tepat setelah berhenti sempurna gadis itu
melompat dari atas kendaraan begitu lincah. Sangat riang dan tak sabar lukisan
diwajahnya. Gadis itu berlari kecil menghampiri sang Jenderal Muda. Rambutnya
tipis lurus hitam kecoklatan tergerai sampai pinggang. Iris biru gelap melengkapi
kelopak matanya. Kulitnya putih sedikit pucat seperti batu kapur, berteman dengan
hangatnya sinar sang pemberi cahaya. Umurnya pasti sekitar 15-17 tahun.

Tidak seperti kebanyakan kru sang Jenderal Muda yang dipersenjatai dan
berpelindung lengkap siap tempur. Gadis itu tidak memakai baju zirah berat berlapis-
lapis ala abad pertenghan. Gadis itu kelihatan modis memakai T-shirt warna gradasi
kuning-oranye dengan rok rumbai pendek sampai lutut berwarna ungu indigo. Rok itu
berhias dengan tiga garis kecil putih melintang di bagian ujung bawahnya. Kemudian
sepasang entah apa namanya melindungi lengan bawah. Benda itu terlihat seperti
seperti deker yang cukup tebal, tapi dipasang di pergelangan tanganya, benda itu
berwarna oranye. Stocking hitam transparan dan sepatu kets hitam nampak cocok
untuknya. Gadis itu biasa dipanggil Adik sang Jenderal15

Pria yang ada di atas kendaraan itu menengok ke arah Jenderal Muda.
Melakukan penghormatan militer dan Sang Jenderal mengangguk dan kemudian pintu
belakang tiba-tiba terbuka dan keluarlah empat pria dengan baju serupa membawa
pelat baja bertabung panjang. Mereka berjalan menghampiri sang Jenderal lalu
melakukan hal yang sama.

“Vaeinkaya shaeiy yefeiyahnn Seraekhnngeiy!”16 kata salah satu pria itu. Sang
Jenderal Muda mengangguk dan para pria itu kemudian berlari menuju menara
15
Dari kata Deeteiyahnn Seiraahnngeiy: Saudara dekatnya Sang Penjelajah.
16
Alih bahasa: Berbahagialah selalu putra sang penjelajah.
pengawas. Siulan keras memberi isyarat kepada krunya, sehingga satu persatu di
antara mereka mulai memasuki kendaraan itu. Kemudian, saat terdengar suara pintu
tertutup rapat, kendaraan itu mulai memacu kecepatan.

***

Villafaeirlaya I: My way III


Masa Sekarang

Aelli kembali ke bagian atas kendaraan itu bersama prajurit yang tadi, ketika
gadis itu menyadari bahwa sang Jenderal tidak jadi duduk di samping dirinya. Sang
Jenderal Nampak lebih suka duduk dengan orang lain bagi dirinya. Gadis itu pergi ke
bagian depan sehingga Ia terlihat kesal namun gadis itu juga tahu kejadian itu murni
bukan buatan.

"Uh ah." Sang Jenderal duduk di kursi depan di samping pria berbaju loreng
kelabu yang fokus mengemudi.

"Oh, Gavandran!17 Sudah sarapan?" tanya prajurit itu tetap fokus kedepan.

"Hmn, belum."

"Perlukah kita?"

"Tidak, Meira Deiya18 menungguku, kami sarapan di ibukota saja."

"Apakah Meira Deiya sedang bahagia?"

"Heheh, sepertinya seperti itu."

"Seiunmn shaeiy meiouyaa Dieyaa!"19

"Heheh, Seiunm Shaeiythiey!"20

Sementara itu di bagian belakang. Tiga kru sang Jenderal Muda sedang asyik
menyiksa rekannya.

17
Definisi: Sebutan/julukan/gelar bagi partisipan dan para pejuang yang tergabung dalam kubu
resistansi selama perang patriotik, perang saudara dan perang kemenangan.
18
Alih bahasa: Pemimpin kita
19
Alih bahasa: Sehat selalu pemimpinku!
20
Alih bahasa: Sehatlah selalulah beliau!
"Hahahahahaha" rekan sebelah kanannya memukul pelan tapi pasti ember
yang ada di kepalanya.

"Hahahahahahahaha" rekan yang duduk didepannya gantian mendorong


kepala pria itu dengan jari telunjuk kanannya hingga terbentur bagian belakang
tempat duduknya. Tak sakit, namun cukup untuk membuatnya muak.

"Hey! Apa yang kalian lakukan! Ini tidak bisa dilepas! Setidaknya jika kalian
tidak dapat melakukan apa pun, sebaiknya kalian diam atau seseorang tolong aku!"
dan tidak ada yang mau menolongnya. Karena ember itu seperti begitu cocok dengan
kepalanya, mereka sekarang tidak punya peralatan lengkap untuk melepas ember besi
itu dari kepala pria itu. Paling tidak, jika mereka punya mentega itu akan membantu.
Namun sayang, siapa yang sekarang membawa benda itu.

Perjalanan bagai tak terasa, seakan-akan semesta pun tak peduli dengan apa
yang sedang terjadi. Segalanya berjalan entah sesuai namun hanya mengikuti takdir
yang tak mungki dapat berubah begitu saja. Kemudian, bagi yang ingin atau tak mau
merasakannya. Kejadian seperti itu selalu saja berkaitan dengan banyak kondisi dari
setiap orang. Tiada yang istimewa, namun cukup untuk untuk membuang waktu
berharga. Perjalanan itu cukup jauh? Ya, mungkin adik angkat sang Jenderal pasti
hafal berapa banyak menara pengawas yang ia lihat sepanjang perjalanan. Jidatnya
pun pasti sudah terasa cukup panas dan kering untuk kembali duduk di kursi belakang
bersama kru lain yang jahil dengan rekannya sendiri itu.

Iya, entah apa ada yang memikirkan ini atau tidak, pria itu, dia seorang
Jenderal. Pangkat resminya adalah Jenderal Muda: Salah satu pangkat perwira, di
bawah pangkat Jenderal Besar—ini adalah salah satu gelar maupun pangkat
kehormatan bagi seseorang yang memiliki pengaruh besar di masa lalu akan jasa-
jasanya. Ia menolak saat ketika akan dianugrahi pangkat Jenderal Besar, yang
tentunya pria itu mengerti dia akan memegang akses penuh setiap jiwa dan autoritas
yang tergolong dalam angkatan bersenjata Federasi Vaellirahnn. Sang Jenderal
mengajukan keberatan atas alasan belum memenuhi kriteria akademik dan formalitas.
Maka pada saat tersebut sang Penguasa menganugrahkan pangkat istimewa: Jenderal
Muda.

Walaupun usianya nampak agak tua. Pria itu hanya seperti pedang baja tajam
yang sedikit karatan. Lalu, mengapa seorang perwira tinggi pergi menumpang kepada
bawahan sebagai aksesnya menghadap penguasa setempat? Apakah kerajaan
kekurangan anggaran untuk membuat atau membelikan sebuah kendaraan bagi
seorang perwira tinggi yang berpengaruh? Apakah pangkat dengan istilah istimewa
malah dilucuti hak-haknya? Apa ini sudah mulai masuk akal? Ada apa ini? Iya,
bukankah setiap pribadi itu memiliki sifat yang berbeda? Baiklah, ada suatu masa
dulu setelah beberapa bulan setelah proklamasi kemenangan, sekelumit acara
deklarasi dan pengukuhan kedaulatan Federasi Vaellirahnn.

Tepatnya tahun 4245:T/1-TPV4 sampai tahun 4247:T/2-TPV4.21


Perekonomian negara secara konstan tak memiliki perubahan, peningkatan ataupun
penurunan yang berarti—hanya cukup dan cukup mepet. Bahkan produksi suplai
logistik sehari benar-benar habis dalam sehari. Gudang benar-benar berfungsi seperti..
‘tempat istirahat’ Barang-barang atau bahan baku bahkan logistik hanya memiliki
waktu 1-2jam untuk ‘disimpan’ di dalam gudang. Dengan demikian, jika hal itu
dibiarkan terus menerus, bagaimana perekonomian negara serta dana negara dapat
meningkat? Hal ini tentu akan membahayakan apabila penduduk terus meningkat dan
hal ini tak mungkin terus dibiarkan begitu saja.

Pada tahun yang sama, pemerintah lewat sidang utama petinggi negara
menghasilkan beberapa kebijakan, yang kemudian disatukan. Kebijakan penguasa kali
ini dipelopori sang Jenderal Muda atas keberhasilannya menyatukan dua pendapat
hasil pemikiran pada sidang itu. Sang Jenderal mengusulkan program royong, hemat,
efektif, dan mengembalikan tradisi pemerintahan lama dari Penguasa tanah
Vaellirahnn pertama; Sang Pemberani: Kita Bersama, Hidup Bersama, Mati Bersama,
Jaya Bersama. Program yang digagas itu Ia sebut: Ieraeidzhreinna Pakhtn
Karaekhtn.22 Dengan beberapa penjelasan singkat maka program itu disetujui
langsung oleh Penguasa Federasi Vaellirahnn yang ke-4. Sang penguasa kemudian
memberlakukan putusan itu. Isi dari program itu antara lain:

Ieraeidzhreinna’ Naaraednt Kaaraekt

1. Jatah dan porsi makan serta ransum jatah 3x sehari dikurangi menjadi 2x sehari.
Namun, makan malam diganti cemilan.

21
Penjelasan: tahun 4245, Tahun Total dari tahun pertama penguasa pertama dari silsilah dinasti putra
Vaelli atau tahun pertama penguasa Vaellirahnn yang ke-IV.
22
Definisi: Pakta Persetujuan gotong-royong
2. Keuangan rakyat ditiadakan sementara dan diganti dengan mata uang lama yang
nominalnya tak berubah yaitu koin emas, perak dan perunggu.

3. Suplai bahan sembako untuk masyarakat disediakan pemerintah.

3. Upah/gaji pekerja, buruh, prajurit dan sang penguasa ditiadakan sementara. Namun,
transportasi dan hiburan gratis, upah/gajih diganti bonus lembur.

4. Ekspor bahan mentah ditiadakan dan optimalisasi ekspor barang jadi.

5. Pernikahan dibiayai pemerintah dan setiap anak yang lahir akan dapat santunan dari
penguasa serta beasiswa penuh sampai gelar setingkat Master Degree.

6. Perusahan swasta diambil alih pemerintah, digantikan akses penuh pasar saham.

7. 'Fasilitas pemerintah juga fasilitas rakyat' penjagaan pemerintah setempat


ditiadakan, polisi setempat menjadi polisi militer dan rakyat ikut andil dalam
pengamanan.

8. Penjaga perbatasan dinonaktifkan, prajurit diturunkan statusnya menjadi mode


pasif kemudian prajurit mengambil pekerjaan ekstra sebagai pekerja lembur berupah.

9. Perbatasan bebas masuk untuk pedagang asing, akses pedagang asing diperketat,
serta beberapa undang-undang lama tentang perdagangan asing diberlakukan kembali.

10. Secara intensif pemerintah melakukan beberapa pendekatan diplomatik dan


hubungan internasional.

11. Pemberlakuan pergantian kerja pagi dan sore untuk penambang bijih, tukang roti,
tukang kayu, petani, pekerja pabrik, serta pemberlakuan upah jam lembur.

12. Universitas buka 24jam, riset penuh, anggaran ditambahkan.

Terimakasih karena Dinasti Putra Vaelli kala itu hanya memiliki sedikit
penduduk sipil. Dengan sedikit sosalisasi dan kajian komprehensif, program ini
terlaksana dengan sangat baik. Sebagai seorang pelopor program, sang Jenderal
mendedikasikan penuh usahanya dalam pengupayaan program tersebut. Namun
sikapnya yang dinilai terlalu ketat, menjadikannya agak lebih menjurus ke penganut
paham 'hemat&efektif' garis keras. Dia menjadi orang yang cukup pelit namun tak
sampai kikir, menjadi orang yang pas-pasan namun tak sampai miskin. Pria itu
memang sekilas terlihat elek-ele'an, akan tetapi sebenarnya ia adalah orang sangat
kaya raya! Mengapa bisa demikian? Siapkah engkau untuk mengetahui lebih banyak
tentang dirinya, kisahnya, rasanya dan karsany? Mari kita ungkap misteri dan rahasia
pria eksentrik dengan senyum khasnya ini.

Villafaeirlaya I: My way IV

Masa sekarang

Darah Perompak Jelajah lautan mengalir dalam dirinya—murni, nyata, sekuat


dan setangguh ombak laut, sekokoh dan setajam batu karang dan sekejam asinnya air
samudra. Begitu para lidah Pelabuhan menyebut ini—para perompak yang
menjelajahi Sembilan Samudra, dikutuk tak berlabuh, mereka disebut Perompak
Jelajah. Konon katanya kakek dan pendahulu sang Jenderal adalah seorang perompak
bengis ini—sang pengarung luasnya Sembilan Samudra. Mereka datang bersama
kabut, kabut yang menyesatkan pandang dan selalu berteman dengan mereka—
terkatakan dikutuk takkan berlabuh. Kapal mereka menggunakan kayu hitam, kain
mereka pun hitam pula, menyatu dengan kabut, bersekongkol dengan misterius.
Keberadaan dan asal usulnya tidak jelas, ciri-ciri dan rupanya pun tak jelas, akan
tetapi jelasnya gadis23 manapun yang bertemu dengan para perompak ini tidak ada
yang masih sanggup untuk mengatakan sepatah katapun: gadis itupun takkan pernah
terdengar lagi. Konon pula katanya para perompak ini memiliki tumpukan emas
setinggi bukit—tak diketahui, harta-harta itu tersimpan rapi tersembunyi dengan baik
entah di mana. Entah harta-harta yang ada bersama angin para pendengarnya
tersimpan—entah pula menghilang bersama angin yang membawa kabut
keberadaannya, entah ada dan ada yang mengatakan sebaliknya. Pada waktunya saat
ketika engkau ingin mendengar rumor picisan tentang pendahulu pria ini maka
berhati-hatilah: mereka masih menjelajah luasnya lautan bersama kabut dan kerabat
dekatnya. Walau terkatakan tak pernah berlabuh kabar tentang mereka pula seperti
angin yang selalu tak menentu. Kadang angin hanya berhembus satu arah dan hilang
begitu saja—begitulah kabar yang terkatakan, dari katanya dan katanya-katanya.
Namun, kenyataan yang pasti adalah keberadaan Sang Jenderal. Mengenai pria ini,
bisa dikatakan sangat ontentik dengan para pendahulunya. Seperti yang sudah-sudah:

23
Keterangan: gadis dalam konteks ini bermakna sebuah kapal dan kapal-kapal yang hilang di Samudra
sangat lumrah dikaitkan dengan suntingan para perompak jelajah.
Sang Jenderal sangat menyukai hal yang berharga, sebut saja emas—perhiasan atau
berupa bijih, barang yang selalu dicari para orang-orang ini. Namun anehnya, tiada
satu gram perhiasan pun yang menempel atau bersarang di tubuhnya atau mungkin
sampai akhirnya pria itu akan menunjukannya. Suatu saat, waktu itu akan tiba dengan
angin yang selalu berteman dengannya, sahabatnya dan berkerabat dekat dengannya
dan para pendahulunya. Hingga gadis yang menemani berlayar-pun pasti sudah
menjadi kawan yang taklepas dari angin dan kabut itu sendiri. Engkau pasti mengerti
tentang ini. 

Sang Jenderal juga mewarisi darah Bangsa Gavandran.24 Kali ini bukan konon
lagi katanya namun faktanya adalah ibu dari sang Jenderal memiliki separuh darah
Reillirahnn dan Saahnktheinnoer sedangkan ayahnya yang dikabarkan tidak mirip
dengan bangsa manapun yang mendiami tanah Putra Vaelli dan sangkaan bawasannya
ayah sang Jenderal itu adalah keturunan para Perompak Jelajah. Berbeda dengan
bangsa lain. Bangsa Gavandran menganggap emas adalah perhiasan milik gadis, anak
perempuan atau istri mereka. Para lelaki dilarang keras serta dianggap tabu untuk
memakai apapun yang terbuat dari emas di badannya.

Ada rumor yang sangat populer dan beredar mengenai pria yang satu ini.
Dikatakan pada ada suatu ketika pria itu menghilang selama beberapa waktu. Hal ini
selalu dikait-kaitkan dengan perginya dia ke suatu tempat yang berhubungan dengan
ruang rahasia atau tempat rahasia yang terletak di bumi tapi entah di mana.
Dirumorkan juga bahwa sang Jenderal menyimpan segala yang berkaitan dengannya,
hartanya dan misteri tentangnya. Di sana, di mana yang pasti tempat terebut
menyimpan seluruh perhiasan emas, tumpukan koin emas dan tak lupa—emas
batangan serta beberapa potongan yang dibutuhkan.

Apakah pria itu mengikuti tradisi leluhurnya dengan menimbun hartanya di


suatu tempat? Apakah ia mengumpulkan emas hanya untuk obsesinya semata?
Adakah tujuan tertentu? Atau bahkan pria itu memiliki tujuan yang telah
direncanakan untuk agenda atau pencapaian sesuatu? Mengapa seluruh pertanyaan ini
ditujukan padamu? Apakah engkau akan mencoba mencari tau akan semua misteri
ini? Tentang dia—pria ini.
24
Keterangan: Gavandrahn pada hakekatnya adalah sebuah julukan untuk kepala suku yang memiliki
kebijaksanaan yang tinggi dari sekumpulan orang yang menjelajahi dataran tundra dan perbatasan
Vaellirahnn. Kata ini kerap disalah artikan karena beberapa alasan dan kemudian menjadi istilah umum
yang dipakai untuk menyebut pemimpin atau sekumpulan orang tersebut. Akar dari kata ini berasal dari
Bahasa Yefeiyahnn kuno: Geabvaan yang artinya adil.
***

Kendaraan yang mereka tumpangi akhirnya sampai di kantor pos—bukan


istana Deltafeiya. Sedangkan jarak mereka dengan kastil masih sekitar sejauh empat
puluh dua kilometer dan mereka tidak ingin lari marathon. Kemudian orang terpelit di
dunia ini mencari cara agar sampai disana tanpa mengeluarkan biaya satu koin pun.
Beberapa saat kemudian, dipinjamlah motor kantor pos yang hanya bisa membonceng
maksimum empat orang. Sang Jenderal tidak kehilangan akal, pria itu menambahkan
gerobak kecil beroda tepat dibelakang motornya. Gerobak itu bisa memuat dua orang
dengan sejumlah paket dan kotak berisi lusinan surat. Di bagian samping motor
ditambah dua tempat beroda yang menempel di sisi kanan dan kiri ban. Sebagai ganti
peminjaman alat transportasi tersebut, kru sang Jenderal Muda harus mengirim surat
dan paket ke kantor pusat terlebih dahulu. Tentunya seperti sebuah kehomatan yang
jarang bahkan seperti takkan mungkin bisa terjadi ditempat lain. Menerima paket
yang diantar kurir adalah hal biasa. Namun, apabila kurirnya adalah seorang perwira
tinggi militer setara jenderal berbintang empat berseragam lengkap yang selalu berada
disamping sang Penguasa seperti yang lumrah engkau lihat di berita siaran langsung
maupun di buku sejarah. Ditambah lagi kurirnya adalah kakak angkat penguasa
tertinggi di negara itu. Bisa jadi momen kedatangan paket anda ini adalah pengalaman
sekali seumur hidup dan suatu kehormatan tertinggi yang bisa didapatkan warga sipil
—tentunya takkan disia-siakan oleh siapapun. Jika itu adalah engkau yang akan
mengunjungi rumah-rumah mereka maka bersiap-siaplah! Saat baru engkau pijakan
kaki di halaman rumah mereka: kehangatan yang engkau dapat. Beberapa gelas
porselen, mug besi yang bagus atau cawan perak, kompor kecil praktis yang khas dan
tak lupa ketel berisi air hangat. Beberapa bungkus teh atau kopi yang aromanya
engkau suka, taklupa dalam wadah mungil berisi sejumput gula buatan rumah.
Kemudian nikmatilah bersama topik yang biasa engkau sanggupi, tentunya seseuatu
yang baik. Bila berkenan, atau saat yang tepat tuan rumah akan datang dengan para
anak gadisnya membawa lebih banyak kebaikan. Mereka kan bawakan mug yang
lebih besar, panci kecil dan beberapa potong daging bagus seperti daging segar,
daging kering, daging asap dan tak lupa kan mereka bawakan sayur-sayur mereka
tanam di sekeliling pandang mu dapat menjangkau. Bila berkenan lebih lama,
kelelahan dalam perjalanan atau saat waktu untuk terus menyusuri jalan bukan milik
engkau lagi. Ucapkan selamat tinggal kepada udara dingin yang begitu menusuk.
Engkau takkan merasakan malam yang begitu sepi ketika para tetangga mulai datang
dan membawa panci, kayu bakar dan daging tambahan. Sup atau daging panggang?
Jangan lupa sang tuan rumah kan mengeluarkan tong anggur pilihannya, nikmatilah
dan jangan lupa katakan; ‘ini tidak setiap hari!’ akan ada waktu untuk ini. Sang
jenderal selalu mengetahui waktu yang tepat.

Perjalanan  itu pun mereka tempuh dengan kesabaran, dari hamparan padang
rumput datar, perbukitan hijau, hutan, pegunungan. Hingga beberapa jam waktu
mereka habiskan untuk beberapa keluarga yang meminta foto bersama dan perjamuan
dadakan istimewa yang hangat dan singkat untuknya telah dilalui. Adik sang Jenderal
terlihat sangat ceria dengan perjalanan itu, gadis itu nampak begitu menikmati angin
hangat diatas kendaraan dan camilannya. Gadis itu sangat menyukai asinan daging
kering, makanan itu sangat mirip dengan dendeng goreng.

Saat sang pemberi cahaya berada cukup tinggi diatas sana, sang Jenderal
memutuskan berhenti pada Permukiman Pertahanan Strategis Sebaguna.25 Sekali
berhenti, kru sang Jenderal mulai beranjak dari kendaraan yang mereka tunggangi itu
dan memulai aktivitas perenggangan. Suara patahan ranting tulang mengawali
langkah kaki mereka pada tempat itu. Instalasi pertahanan itu tak lama dibangun,
masih banyak sisa sisa material yang belum disimpan. Tak banyak fasilitas tapi sangat
cukup untuk dikatakan sebagai rumah untuk pulang.

Sang Jenderal pun menghampiri gudang. Beberapa prajurit tak lupa memberi
penghormatan kepadanya. Sang Jenderal seperti biasa hanya mengangguk-ngangguk
saja. Kemudian, para prajurit tersebut mencoba membantu sang Jenderal untuk
mencari apa yang dibutuhkan. Tak lama enam botol air mineral ukuran sedang, lima
lembar roti tawar besar ada di dalam kantung kertas. Setelah dirasa cukup, pria itu
membawa kedua kantung yang berisi sari kehidupan menuju krunya dengan rekahan
senyum di wajah yang begitu khas. Setiap orang langsung mengambil tempat teduh di
bawah salah satu pohon di dekat gudang. Mereka sangat bersuka cita atas
kedatangannya—penuh kegembiraan itu. Sang Jenderal pun membagikan sesuai
dengan jatah, namun untuk daging giling, seledri, tomat, kubis, selada dan saus—

25
Keterangan: MPSDS (Multi-Purpose Strategic Defense Settlement) atau Permukiman Pertahanan
Strategis Sebaguna (PETAGINA: PTGN) adalah instalasi strategis multiperan militer yang terdiri
beberapa komponen bangunan utama: barak, gudang, menara pengawas, garasi dan klinik. Instalasi ini
biasa dilengkapi silo roket kendali dan sistem pertahanan udara, instalasi VTOL dan pos komando.
Kelengkapan dari fasilitas ini selalu dapat ditinjau dari banyaknya petugas dan garnisum di dalamnya.
mereka dapat sesuka hati menambahkannya. Sekali roti ada di tangan kanan mereka
dan air mineral di tangan kiri mereka—sang Jenderal mulai menatap arlojinya.

"Satu menit untuk makan ekstra-puding, mulai!" tanpa ada satu detik pun
mereka lewatkan. Roti ditangan kanan digigit dengan ganas sedang setelah beberapa
kali kunyahan, air mineral pun secepat mungkin mereka teguk untuk membantu
menelan. Hal itu mereka ulangi sampai kedua bentuk sari kehidupan itu sepenuhnya
habis. Setelah itu merekapun kembali ke dalam kendaraan dan melanjutkan perjalanan
mereka seperti biasa. Tidak ada yang tersedak atau terlambat. Kru Sang Jenderal
sudah pasti prajurit yang sangat terlatih dan terdidik di akademi militer sejak usia
kanak-kanak termasuk si mungil: adik kecilnya.

Mereka akhirnya sampai di suatu tempat, sebuah wilayah yang berbentuk


lembah. Kini rawa-rawa basah di kanan dan di kiri menemani mereka, sistem irigasi,
hamparan sawah, kincir angin pembangkit listrik yang tak lelah berputar-putar pun
seperti menyapa mereka. Lalu, mata siapapun takkan berhenti menatap dengan
hadirnya pemandangan kolosal di didepan sana; sebuah papan mungil bertuliskan
Ibukota Anak Putra dan Putri Penguasa: Istana Air. Bila engkau tengok di jauh sana,
tepat di kaki langit ada sebuah kastil, dengan satu menara yang tak kalah besar,
menjulang tinggi sampai mata tak sanggup menggapai puncak tempat itu. Kastil yang
besar, besar sekali, bahkan terdapat empat puluh dua lapangan udara di atas sana.
Telah beberapa kali dipugar, kastil itu dibangun di atas danau yang berdiri sejak
penguasa Tanah Darah pertama: sang Pemberani.

Setelah itu, mereka akhirnya sampai di kantor pos untuk mengantarkan


kendaraan. Sekali selesai dengan urusan kantor pos, kaki mereka pijakkan ke pinggir
jalan besar. Harapan mereka terjawab, satu lagi plat baja menggerang datang.
Kendaraan itu tidak beroda namun memiliki rantai bergerigi dan juga memiliki selang
baja panjang sebesar lingkar paha orang dewasa dengan sejenis sambungan
ditengahnya.

Adik sang Jenderal mulai melambai kearah tumpukan baja menggerang itu.
Pelat baja bulat diatas kubah simetris benda menggerang itu terbuka. Seseorang
dengan penutup kepala hitam seperti topi musim dingin pun keluar. Setelah berapa
saat mengamati gadis itu ia mengetuk-ngetuk beberapa kali kubah benda menggerang
itu dengan sebuah palu.  Satu lagi plat baja bulat di bagian badan benda itu terbuka
dan keluarlah satu orang lagi dengan penutup kepala yang sama, ia pun tersenyum
sebentar. Saat begitu dekat dengannya, benda itu berhenti sempurna tepat didepannya.
Kedua orang itu kemudian memberikan penghormatan seperti yang sudah-sudah
kepada sang Jenderal, sang Jenderal pun berkata:

"Keulraekhnaoukh Deiltaafeiyaahnn?"26

"Iyeish yeifeiyahnn seirahnggei! Maeikhaeraakhnn deitrealla!" 27

Kru sang Jenderal naik satu persatu keatas kendaraan itu. Mereka mencoba
mencari tempat yang nyaman untuk duduk. Sekali siap, sang Jenderal memberi aba-
aba dan akhirnya kendaraan mulai memacu kecepatan pada jalan lurus kearah istana
raksasa itu. Beberapa menit mereka berlalu, akhirnya mereka berhenti tepat di depan
sebuah kedai minum yang terdekat dengan danau istana. Sekali lagi mereka mampir.
Apakah mereka lapar? Mungkin iya, hanya saja akan lebih mudah jika sang Jenderal
sendiri yang pergi untuk menghadap sang penguasa dan krunya dititipkan di kedai
minum besar itu.

Sang Jenderal naik keatas bangunan. Bersiaplah bagi siapapun yang akan
melihat pemandangan kolosal. Dimanjakan, dari tempat yang cukup tinggi. Sebuah
danau besar dengan kapal-kapal mungil dari kejauhan. Engkau juga kan melihat
sebuah jembatan besar yang di tengahnya terdapat instalasi buka tutup untuk kapal
ukuran massif. Banyak sekali kendaraan keluar masuk kedalam istana—jembatan itu
adalah salah satu akses penting menjuju istana, kokoh dengan konstruksi diperkuat
dan beton modern. Istana itu, disebut Kastil Air, secara sederhana berbentuk kubus di
tengah danau. Danau itu dulunya tidak begitu besar hingga kapal dapat berlayar
disana. Dikisahkan dalam beberapa arsip sejarah dan teks perjalanan bangsa Yang
Adil serta epik candi Saahnktheinnoer. Sebagai bukti konkret bawasannya istana itu
dibangun mengelilingi sebuah danau yang ditengahnya terdapat sebuah pulau kecil.
Tertulis disana fungsi dari keberadaan istana itu adalah perwujudan dari hasil
kerjasama untuk melindungi sesuatu: yang terkatakan, itu adalah perkara yang tak
boleh jatuh ke tangan yang salah. (Kutipan Relief Candi Saahnktheinnoer)

Dapat dilihat tembok utama istana itu menjulang tinggi dan berhias
instrumen-instrumen pertahanan termutakhir. Di samping Sang Jenderal, terdapat
sebuah helikopter siap landas lengkap dengan pilotnya, tanpa membuang lebih banyak
26
Alih bahasa: Akankah menuju Deiltafeiyan?
27
Alih bahasa: Iya, putra sang penjelajah! Mari diantar!
waktu, ia naik dan helikopter menuju ke arah istana, cepat dan tepat. Di perjalan
singkat itu kan engkau lihat banyaknya lapangan udara diatas istana itu. Tempat itu
bagaikan pulau dengan kekayaan hayati, begitu hijau dengan banyak hamparan sawah
dan pohon. Semua subur diatas tembok istana itu. Satu lagi yang tak kalah
menakjubkan adalah satu air terjun besar yang unik. Bayangkanlah air terjun dengan
air yang hangat—bersinar berbalut dengan cahaya sang matahari. Mengalir dari salah
satu sisi satu-satunya bangunan yang selalu menyita pandangan: Menara utama istana.
Di dekat sanalah helikopter akan mendarat, di depan air terjun terdapat kolam besar
berhias kristal ungu gelap yang indah, mengalirkan salah satu kebutuhan hidup ke
seluruh penjuru istana. Begitu helikopter itu mendarat. Saat satu langkah turun ia
pacu kakinya berlari begitu kencang ke arah gerbang besar di depan istana. Dua
prajurit dengan seragam hitam bersenjata pun menyambutnya. Tidak seperti para
prajurit yang biasa ditemui sang Jenderal selama perjalanan yang terkesan ramah,
kedua prajurit ini terkesan lebih serius, bahkan lebih serius dari seragam hitamnya.
Dua prajurit itu memiliki banyak ornamen penghargaan serta pita-pita jasa. Sang
Jenderal bahkan memberikan mengembalikan penghormatan penuh.

"Maekhaeraakhnn uetsaahnnaeiy deitreanna, idbaeraann Iyeulkaeroukh.28"


Sang Jenderal mengangguk. Mereka berjalan beberapa menit dari lapangan ke
gerbang besi tebal berukir semak rambat berduri, kemudian melewati satu ruangan
besar dengan banyak tiang penyangga. Tiang-tiang yang begitu besar, tinggi hingga
harus menengadah penuh untuk mengetahui plafonnya—tak heran untuk istana
sebesar itu. Dapat engkau llihat dan perhatikan sepanjang perjalanan singkat itu. Di
kanan lorong tembok terukir relief epik perjalanan hidup seorang Pemberani, dan di
sebelah kiri kisah perjalanan hidup Putra Sang Pemberani. Sang Jenderal pun hafal
kedua ceritanya, mengagguminya—mengaggungkannya. Di penghujung cerita selalu
terdapat tembok yang kosong—Sang Jenderal pun selalu bertanya-tanya mengapa.
Namun, seperti kosongnya tembok itu—pria itu pun tak dapat menemukan
jawabannya. Hingga saatnya sebuah gerbang gerbang besi berbalut kayu terukir indah
—menggambarkan sebuah lambang yang telah menjatuhkan banyak sekali darah.
Begitu senyap sebelum gerbang besar itu akhirnya dibuka. Sebuah ruangan mereka
masuki, begitu besar dan megah—redup sunyi sepi. Suara gemuruh air menyejukkan
telinga terdengar dari bawah kaki mereka yang ada disana—bagai terdapat sebuah air

28
Alih Bahasa: Mari kami antar, Jenderal Muda.
terjun besar di bawah sana dan itulah kenyataannya. Kemudian dapat engkau lihat
jauh di depan ada sebuah tempat yang 'meninggikan' di ujung sana. Ketika engkau
begitu dekat untuk menyadari, tempat itu terbuat dari batu putih yang akan bersinar
bila dihadapkan dengan sinar sang pemberi cahaya.

Di depan sana dapat engkau lihat ada seseorang yang pasti kan terduga
memiliki satu tingkat di atasmu, sesosok itu tengah menikmati waktunya bersama
cahaya yang hanya menyinari tempatnya besemayam—akan engkau dengar seperti
terbisik bahwa dialah satu-satunya harapan. Di tempat sesosok yang bersemayam itu
adalah karpet ungu besar yang terlihat sangat empuk, berpinggiran rumbai dan jahitan
warna mulia yang selalu menampakan pertemanannya dengan cahaya. Di
belakangnya terdapat empat tiang kristal violet kolosal menjulang tinggi berhimpitan
menyala redup dan seakan akan terus menyala. Pria itu memakai setelan
hitam, cuff putih dengan pinggiran jahitan benang emas, di baju yang dia pakai itu
nampak terhiasi berbagai macam ornamen penghargaan yang berkilau. Celana kain
dengan garis melintang putih besar di paha. Sebuah mahkota kristal ungu indah
berada di kepalanya, berkilau, agung, selaras dengan rupa—masih muda, tak seperti
kebanyakan para raja yang selalu berjenggot dan tua namun, sesosok ini terlihat
seperti pria berumur dua puluh lima tahunan. Dialah sang penguasa tanah ini—
penguasa tanah Putra Penguasa yang ke empat. Cicit dari sang Pemberani, cucunya
sang Pemugar, putra sang Penyelamat, penerus ke-tiga Dinasti Putra Penguasa Tanah
Darah; Iiyeuraelleiyaa Paashaelleiyeeveich Geavaandhraahnn Vaelleiraahnn.29

"Seoulkh paashaeilteilliy, daenna30." Kata sang penguasa jelas dan lantang.

"Seiunmn shaei’ vaeinkaaya iyeitta, meiouyaa Dieyaa!"31

Villafaeirlaya I: My way V

Masa sekarang

29
Keterangan: Iyurelliya Putra Pashelliya Pemimpin Vaellirahnn
30
Alih bahasa: Selamat datang, paman.
31
Alih bahasa: Semoga sehat, bahagia selalu, Pemimpinku!
Pria itu, ia biasa dipanggil Sang Penguasa, Sang Penakhluk, Pahlawan
Revolusioner, Bintang Ungu atau Sang Adil. Sebutlah dia dengan banyak julukan dan
gelar yang telah dianugrahkan kepadanya—tak juga dia ingkar tak juga ia tolak.
Karena pria itu percaya apa yang telah dia lakukan—bukanlah sia-sia. Dia duduk di
sana bersama secercah cahaya yang menyoroti tempat keberadaannya itu. Di antara
cahaya remang-remang di sekitarnya dan sunyi sepi—berserta redup hasrat dan
semangat di hatinya. Mungkin hanya suara derasnya air terjun simponi penenang hati
yang hanya dipisahkan oleh lantai kristal tembus pandang. Seperti tak bosan maupun
merasa jenuh, entah apakah seluruh perasaan itu ia simpan dan telan sendirian—di
dalam ruang sunyi, di dalam keheningan, di belakang relung hatinya, di belakang rasa
sakitnya. Duduk sendiri di tengah-tengah bayangan, di ruangan sendiri hingga hanya
berteman dengan sepi.

Kemudian, di hadapannya sesosok yang takkan jenuh ia pandang—kakak


angkat dari ayahnya. Pria itu dulu selalu di sisinya dalam pertempuran terburuk
sekalipun. Dia adalah salah satu orang yang dikaguminya diwaktu lampau dan sampai
sekarang. Pria yang kerap disapa putra Penjelajah itu bersimpuh, kemudian menaruh
senjatanya, ia mengangkat wajahnya dan mengarahkan tatapan yakin pada sang
Penguasa—menunggu putusan.

Di lain arah bila engkau dapat menjangkaunya, ada seseorang lagi akan
datang, ditemani suara air terjun yang sendu. Seorang gadis belia berambut abu
dengan mata sayu lengkap dengan iris hitam. Parasnya rupawan, kulitnya putih pucat
namun buah persik pun kalah dengan rona bibir dan pipinya, tak pendek dan tak pula
terlalu tinggi—hadir setelah suara pintu tertutup dan rapi dengan seragamnya. Gadis
itu datang dengan langkah pelan begitu hati-hati kemudian ia bertekuk lutut di
hadapan Sang Penguasa dan menyodorkan baki yang elok dengan kain berwarna ungu
tua terjahit benang-benang berwarna mulia—seraya menunduk untuk di berikan
sesuatu. Sang Penguasa pun menaruh barang yang dikehendaki di atas baki, lalu gadis
itu mundur perlahan kemudian menghampiri di mana Sang Jenderal sedang bertekuk
lutut—menyodorkan bakinya. Sang Jenderal dapat mengenalinya, benda itu adalah
sejenis stempel khusus. Benda itu berbentuk pelat dengan panjang delapan sentimeter
dan lebar satu sentimeter: dari patahan sempurna batu permata velvet amethyst berukir
lambang negara yang rumit nan indah. Digunakan untuk mempermudah menjalankan
tugas. Sebagai alat penukaran cepat dan mutlak yang sepenuhnya ditanggung
pemerintah.

"Iennarheoukh schpaakh’ eulzhaeioukh zheuikkareonmna, anmaesheina’


daenma32?" tanya Sang Penguasa.

"Saeiryeouhnn teumn seirkaashaeietta, meiouyaa Dieyaa!33" jawab sang


Jenderal

Sang Jenderal merasa ada yang aneh dengan sang penguasa. Dari suara, ia
merasa beberapa bagian kehidupan telah menghilang dari raganya. Raut wajah itu
begitu hampa walau benar kulit pucat itu tiada yang menyangkal benar adanya dan
bencana bila engkau sanggup untuk menatap kedua mata itu—matanya jika engkau
lihat: begitu dalam sekali, bagai palung di tengah lautan. Seperti, memikirkan sesuatu
tak berujung, tekanan yang mahkluk apapun takkan sanggup. Walaupun sebenarnya
sang penguasa memang terlihat seperti itu setiap hari namun setidaknya sang Jenderal
tau kapan semangat itu mulai menghilang dari raganya.

'Sepertinya dia sedang tertekan.. hmp.. seperti orang patah hati saja.' gumam
sang Jenderal dalam hati. Mereka terdiam sesaat, sang Jenderal hanya terus
mengamati benda yang ada di tangannya itu. Hanya derasnya air dari lantai transparan
yang menemani mereka, begitu damai dan menentramkan hati.

"Iesheia reigkhtnaiy teusshayaeoukh, daenna?34"

"Reigkhtnaidanna unmarakhnn iesheishaa leunnakh braakhdeiyaeirnna’35.”

“Seiumn eiumnaaraakh, vaalloushaan euorlshfeauokhnn36”

“Soukhaseitta alaghtdreinna kaat’riebraashounmna’, seiumn vaeinnkaayaa


iyeittaa meiouyaa deiyaa.37" sang Jenderal berdiri dan menghormat. Kemudian,
berjalan kearah pintu ditemani kedua prajurit berseragam hitam yang pertama
menemaninya. Pria itu sangat ingin bercengkrama dengan keponakannya itu seperti
dulu dan bukan seperti ini. Namun, terasa keponakan yang dulu pernah ia gendong
kini terasa bukan keponakannya lagi. Walaupun hanya kiasan, Sang Jenderal tau saat
32
Alih bahasa: Kenankanlah kumendengar bila mana ada, keterganjalan paman.
33
Alih bahasa: Lebih dari cukup Pemimpinku!
34
Alih bahasa: Benar ada kecukupannya, paman?
35
Alih bahasa: Kebenaran yang terkatakan setara nyatanya.
36
Alih bahasa: Semoga niatan itu, (kan) didukung para pendahulu.
37
Alih Bahasa: Kebenarannya kesesuaian (kan) dibawakan kehadapan (mu), maka dari itu izinkanlah
saya dan kami. Semoga (kan) bahagia selalu sang Pemimpinku.
ini keponakannya itu seperti dalam dilema yang tak terpecahkan, pun tak
terungkapkan—tak kuasa terus disana. Sang Jenderal merasa sang penguasa butuh
sedikit waktu untuk sendiri dan ia pun tau keponakannya itu selalu sendiri. Begitu
pintu tertutup menandai kepergian pamannya, sang Penguasa menengadah dan
melihat langit, menatapi sunyinya tempat itu. mengambil ponsel dari sakunya dan
seraya berkata.

"Charger ponsel ku tertinggal di kamar lagi.." terlihat lampu kecil di telepon


genggamnya yang malang itu kedap-kedip seakan menanyakan kapan penderitaannya
akan berakhir.

Masalah sepele charger tertinggal dikamar. Masalahnya sang Penguasa


sekarang berada di ruangan utama, jauh sekali dengan kamarnya. Ruangan yang
disebut kamarnya itu terletak di puncak menara Kastil Air. Tepatnya pada lantai 891
dari 251 lantai sudah termasuk ruang bawah tanah. Pada lantai 100 sampai dengan
570 terdapat fasilitas perpindahan tempat instan. Pada lantai 571 sampai dengan 800
hanya dapat menggunakan elevator sedangkan untuk naik selanjutnya harus
menggunakan tangga. Jangan bertanya kapan lama dia sampai dan tinggi istananya
dan kenapa sang penguasa tidak menggunakan helikopter saja? Itu juga pertanyaan
yang bagus. Sebenarnya ia dapat menggunakan sihir perpindahan, tapi sepertinya ia
dalam kondisi yang tidak tepat untuk merapal mantra. Bagaimana bila membeli
charger orisinil yang baru saja? Biar kuberitahu: dia sudah punya delapan dan
semuanya tertinggal.

Selanjutnya, kru sang Jenderal Muda pergi ke Pusat Pengadaan


Kesenjataan. Singkatnya, di sana adalah tempat yang berfungsi untuk persiapan dan
membeli sesuatu untuk menunjang misi taktis seperti kendaraan dan perlengkapan
tambahan.

"Maaheindraagn38 neiuoith neiueoreiouth maasaa." pinta sang Jenderal


dengan senyum khas diwajahnya. Mungkin ini agak sedikit menjengkelkan akan
tetapi, dia memang hampir selalu menggunakan senyumannya pada segala medan.

"Iiyeish Yaefeiyahnn Seiraahngeiy.39" sahut petugas.

"Deideanniina maennaayaa.40"
38
Alih bahasa: Saudaraku
39
Alih bahasa: Iya, Putra sang Penjelajah.
40
Alih bahasa: Kemarilah padaku.
"Steinnaja autschaa aeifaeinda’ zhaeierfaaloumna’.41"

"Reigtnnaayaa.42"

"Silahkan jenderal," sambil menyodorkan sebuah tablet.

"Saulnmaaraahnn keunmeandeanna.43" Tanpa basa basi, dengan senyuman


khas di wajahnya, sang Jenderal melempar tablet tersebut ke arah kru berada. Seperti
perisai yang digunakan untuk menghadang datangnya anak panah. Kru sang Jenderal
seperti sudah siap dengan kejadian seperti ini setiap harinya. Tablet itu melayang
cepat kearah mereka, penjaga dan prajurit lain yang berada di tempat itu hanya dapat
membiarkan lalat memasuki mulut mereka.

"Meinna chaashmnaiy!44" pria dengan helm lancip sang penangkap yang


pertama melompat untuk menangkap tablet tersebut.

"Aarrggghh.. meishenna’!45"

"Benarkah? Saekhyaedranna iefeerna’! Meinnaa!46" pria dengan helm bundar


sang penangkap kedua melompat ala blocker bola voli.

"Boooyaah! Iichnaa sheikraagn!47" benda melayang cepat itu seperti tak


terhentikan. Namun didepannya..

"Ya, tentu saja" sahut pria berhelm tabung, terlihat Adik sang Jenderal dan
pria berhelm ember itu sedang membincangkan sesuatu, sepertinya hanya mereka
yang tidak menyadari tablet terbang itu.

"Ousnanmaraiy!!48" Oh rupanya, gadis itu menyadarinya.

"Deireight?!49" Karena kepalanya tertutup helm tabung, ia pasrah.

"M-m-ma'iy deiyea..50" dengan senyuman akhir dan tepat dihidungnya, tablet


dengan frame baja itu mendarat di wajah dan sanggup merobohkan seorang prajurit
berhelm besi. Jeleknya penyok sedikit di bagian tengah. Oh sebentar, itu bukan helm,

41
Alih bahasa: Stempel disini dan lanjutkan bagian selanjutnya.
42
Alih bahasa: Baiklah.
43
Alih bahasa: Terima kasih banyak.
44
Alih bahasa: Aku yang terpilih
45
Alih bahasa: Meleset
46
Alih bahasa: Lihat dan pelajari! Aku!
47
Alih bahasa: Sulit dipercaya!
48
Alih bahasa: Bahaya!!
49
Alih bahasa: Apa?
50
Alih bahasa: pemimpin ku..
pria iry masih memakai ember besi tadi pagi. Benda itu benar-benar tidak bisa dilepas
dengan mudah.

"hei, Kau baik baik saja?" Kata Adik sang Jenderal sambil menyundul kepala
pria terkapar itu dengan salah satu jari telunjuknya.

"Apanya yang baik baik saja!" salah satu kru kepada gadis itu.

Bagian support-nya sepertinya tidak efisien sebelum makan siang, bukannya


membantu dia hanya melihat saja melihatnya tekapar. Adik sang Jenderal itu dengan
polos hanya mendekat sambil menyentuh bagian pipi pria itu dengan jarinya. Benar-
benar terkapar tak berdaya. Mereka menyebut tablet itu: 'tablet perang' Tablet itu
sangat tangguh dan kukuh, durabilitas sangat diperlukan karena hal itu sangat
dibutuhkan pada situasi genting seperti ini atau situasi dalam perang. Tak lama
kemudian ada seseorang datang seraya pesita perhatian semua orang. tablet itu
diambil olehnya. Pria berseragam abu-abu bertabur banyak ornamen-ornamen
penhargaan seperti lencana pendidikan, pita jasa dan lencana dari emas, perak,
perunggu dan kristal ungu. Ia mengenakan baret dan lencana khas perwira.

"Hmm.. apa apaan ini? Ini bukan cakram pantai lho, ini mahal, sangat mahal."
sahut orang itu lantang.

"Yaedreinna?51" sang Jenderal kaget.

"Ooh! Eiulmn iyeuseiltsyeiya angeroukh yefeiyaahnn Seirakhngeiy’!52"

Pria itu, dipanggil sang Laksamana atau dipanggil Bocah tong, atau bocah di
dalam Drum oleh sang Jenderal. Ia adalah salah satu anak buah kapal
Kaetchayeultsha, teman seperjuangan dan sahabat terdekat saat sang Jenderal masih
mengarungi samudra. Tanpa berfikir panjang, sang Jenderal menghampirinya dan
menjabat tangannya.

"Eima umn Villafaeirlaya!53" 

"Meauraeiulmnyeuumn deitta! Maaheindraagn, suolyeoukh kashaeietta


nara’!54"

51
Alih bahasa: Engkau?
52
Alih bahasa: Sudah lama tak berjumpa dengan Putra sang Penjelajah!
53
Alih bahasa: Untuk Tanah Air kita!
54
Alih bahasa: Kemenangan untuk kita! Saudaraku, mari minum bersama!
"Reigtnaayaa!55" Mereka kemudian duduk bersama sambil menikmati
beberapa liter Kvass. Kvass adalah sejenis minuman fermentasi tradisional dari roti
gandum hitam yang sangat rendah alkohol.

"eikht daaht aeitthienn gnaeidneirdth eh?56."

"iyeishda’ pieshdaanna eh!57"

"Schkhrlleilhryeiaei58!" sahut sang Jenderal.

"ha ha ha!"

"oi.. Ahnngeiy! yaedreennaa reulnaakhnndakhn59!"

"Yaedreennaa neayoukh?60" saut sang Jenderal dengan senyuman khas nya.

"Iichnayoukh! Mienna neayoukh, yaedrenna deiy koulshouthfaakh


teunonneoyaa, Kaasoulkh tyuerrakhn!61 Bagaimana kau bisa menjadi seperti
sekarang? Apa yang mereka berikan pada mu hah? Gulai batu?! Sup Kayu dan
Pasir?! Kuah timah?!" goda sang Laksamana kemudian mereka tertawa lepas.

Dulu, sang Jenderal tidak memiliki tubuh penuh otot besar. Ia hanya pria
dengan tubuh pas-pasan. Namun, saat sesudah proklamasi kemenangan, beberapa
minggu setelah perang usai dan negara hidup damai, sang Jenderal pertamakali
mendapat tugas untuk menjaga perbatasan di salah satu daerah di Gerbang Rhea. ia
bagaikan singa yang diberi makan tiga kali sehari tanpa melakukan kegiatan berarti
kecuali latihan fisik dan begitulah sang Jenderal mendapatkan tubuh ideal itu.

Pahlawan yang memiliki pedang tapi tidak punya pengetahuan. Sang Jenderal
pada saat itu tidak bisa membaca dan menulis. Karena ia lahir, kecil dan besar di
lautan. Pria itu menghabiskan sejumlah besar masa kecilnya mengarungi samudra dan
jarang berlabuh. Sehingga, setelah tepat lima tahun dinas penjagaan berbatasan, dia
dipanggil oleh sang Penguasa untuk menyelesaikan pendidikan formal. Bayangkan,
pria dengan tinggi 184cm berjenggot dan berotot ada di Sekolah Dasar! tidak, ini
tidak semengerikan yang engkau bayangkan. Walaupun sekolah dasar, sekolah itu
adalah sekolah khusus pejuang dan para militan tanpa pendidikan formal dan militer.
55
Alih bahasa: Baiklah!
56
Alih bahasa: Eh, ini kok asem banget!
57
Alih bahasa: Asemnya pakai ketiak eh!
58
Alih bahasa: Sialan!
59
Alih bahasa: Kapten! Engkau berubah!
60
Alih bahasa: Maksudmu?
61
Alih bahasa: tidakkah?! Maksudku! Engkau dulu selembek ingus, tidak berguna!
Karena hampir enam puluh persen partisipan perang saudara Tanah Darah berasal dari
Prajurit Setia, tetua dan veteran yang mayoritas tidak punya jejak pendidikan modern.

"hahaha! Oh! Aku juga ingat, bahwa dulu ada bocah sungai yang punya mimpi
ingin punya armada sendiri! dia sering menggunakan tong bir ayahnya untuk
membuat sekoci lalu karam.."

"kau tau? Aku menabrak batu saat itu hahaha!" Sambung sang Laksamana.

"Ok tukang batunya disini! Hahaha!"

"Hahaha!" Mereka minum bersama, tertawa bersama, mengenang masa lalu


bersama. Sampai akhirnya mereka pun muntah bersama karena terlalu banyak minum.

"huuurrrlllfff...." sang Jenderal muntah di pot bunga.

"Hue.. hue.. hue.." diikuti sang Laksama tapi di jendela.

Setelah muntah, mereka melanjutkan bicara, walaupun sedikit lemas, dan,


cegukan.

"Hmm.. kudengar kau menjalankan misi, hic, dan kau datang kesini karena
membutuhkan sesuatu bukan? Biarkan teman mu ini membantu mu! Hic.." Tanya
sang Laksamana.

"Heh heh.. ya..! eeh.. kami perlu berlayar.." sedikit tak sadar.

"Heh, lagi?" sang Laksamana menepuk tangannya lalu ada seseorang datang
dan menaruh sebuah koper hitam ke atas meja. Koper itu terbuka secara otomatis.
Sang Laksamana kemudian mengambil sebuah kartu dalam koper tersebut lalu
memberikannya kepada sang Jenderal.

"Apa ini? Hic.." sang Jenderal cegukan.

"Daeraannaa ukh passaaioltdkh yaedreenna draakh, uelyeoukh


bii’eildraakhnn uolseoukh paakhnn! Aeiseiltshaa dreight inmaa soulfaegeeltshae nna
uopaaraakh yaedreenna deikhnn soulyoultzaakhnn.62”

"Serahkan semua padaku, aku membayarnya dengan harga mahal!" dengan


senyum khasnya.

62
Alih bahasa: Itu jalannya untukmu, yang seperti lautan! Ambillah dengan kehormatanmu dan
lakukanlah berdasarkan resikomu sendiri!
"Jangan lupa bayar dengan bunganya, ikuti saja lorong ini. Itu akan
mengarahkan mu ke pelabuhan. Vaeinkeayaa ieitta Aakhnngei63" Sang Jenderal
mengambil kartu itu lalu berdiri.

"He he heh.. terimakasih!" kata sang Jenderal beranjak dengan penuh


semangat dari tempat duduknya. Kemudian ia memberi aba-aba kepada krunya untuk
pergi ke lorong yang di atasnya bertuliskan 'pelabuhan disini, bukan toilet.'

"Deikh, dash rekhteinkaya aula?64" tanya sang Laksamana kepada


pengawalnya sambil tetap mengawasi sang Jenderal dengan tersenyum.

"Shou pashe'na sahr65" sahut pengawalnya itu.

"Gadrana ima uhmn ryasheinaiy..66"

"Weighna menna rashmna sahr!67"

Villafaeirlaya I: My way VI

Masa sekarang

    Saat beberapa menit berjalan menyusuri lorong yang bertuliskan 'pelabuhan di sini
dan bukan toilet.' alangkah tersiksanya seseorang yang benar-benar mengira lorong
kecil ini akan mengarahkannya pada sebuah kamar kecil. Lorong itu adalah jalur satu
arah, susuri saja jalan itu ditemani lampu lampu mungil yang redup, bila engkau yang
di sana dapat engkau rasakan perbedaan suhu yang semakin lama kian berubah—
semakin dingin dan lembab.

"Umm.. kakak, kita naik kapal ya?" tanya Adik sang Jenderal sambil berlari-
lari kecil menghampiri sang Jenderal.

"Hmp." sang Jenderal melirik ke belakang dan melemparkan kartu itu.

"Dapat! Umn.. apa ini?" gaidis itu terlihat senang.

63
Alih bahasa: Bahagialah selalu kapten!
64
Alih bahasa: Jadi, itu kapal spesialnya?
65
Alih bahasa: Tentu saja pak.
66
Alih bahasa: Jagalah keluarga kita
67
Alih bahasa: Dengan jiwaku pak!
"Ke-ra-shi-y-nya, kapal kelas spesial." sahut salah satu kru ketika melihat
kartu itu.

"K-krashiy cla.. apa?" tanya gadis itu.

"Ok anak anak, kita sudah sampai sekarang." kata sang Jenderal yakin saat ia
melihat rungan yang cukup sangat luas berisikan delapan galangan kapal modern. Kru
sang Jenderal mulai sibuk untuk menebak nebak kapal mana yang mereka akan naiki.
Tak lama kemudian sang Jenderal melihat seseorang dengan seragam paling
mencolok sedang sibuk di depannya. Pria itu tidak mengenakan seragam yang mirip
dengan sang Laksamana, atau tepatnya mungkin dari divisi lain. Sepertinya perwira
tinggi angkatan darat, pria itu memakai jubah hitam standar musim dingin lengkap
dengan senapan serbu modern di pundak, ikat pinggang penuh peluru dan topinya.

"Oi! Mahendragn!68 Kita perlu bicara!"

"Wah wah wah.. kita kedatangan seorang pahlawan disini!" Sahut orang itu.

"Oh!..." Sang Jenderal kaget, krunya kaget dan orang yang berkerja disitu pun
kaget.

"Yoh" sambung pria itu seraya spontan memberi penghormatan.

"Oh tidak, mereka akan muntah lagi.." kata salah satu kru seraya menopang
jidat dengan tangan kanannya, dia takut mereka akan mengenang masa lalu dan
minum kvass lagi sampai muntah.

Pria itu adalah salah satu anak buah kapal Kaetchayeutscha selain sang
Laksama si Bocah Tong. Dia biasa dipanggil Bocah Gunung. Seperti namanya, pria
itu dulunya adalah bocah dungu dari lembah tinggi yang ingin melihat lautan.
Berlayar bersama sang Jenderal selama 8 tahun sampai akhirrnya si gadis seri ke XI
tak lagi untuk berlayar namun terpanggil oleh jeritan tanah dan kayunya bersimbah
darah. Berpangkat setingkat Jenderal bintang dua dan menjabat sebagai komandan
Divisi Pasukan Gunung nomor ke-7.

"Lama tak bertemu sang pahlawan! Apa yang bisa kulakukan untuk mu?"

68
"Jangan membuatku malu! Biasa saja. Oh iya, tentu, engkau tau cara
menggunakan ini?" sambil memberikan kartu yang Laksamana berikan padanya. Pria
itu mengamatinya sejenak.

"Hmm kapal spesial.. ini dari Laksamana Armada?" tanya pria itu.

"Pashe'na!69" jawab sang Jenrdral yakin.

"Mari.. ikuti aku" kata pria itu sambil membalik badannya.

"Oh rupanya tidak." gerutu salah satu kru lega.

    Mereka pun mengikutinya menyusuri galangan kapal bawah tanah itu sampai ke
sebuah galangan kapal dengan gerbang yang cukup besar. Dia pun memasukkan kartu
yang diberikan sang Jenderal ke komputer yang ada di gerbang tersebut. Suara suara
aneh terdengar, tak begitu lambat gerbang tersebut pun terbuka lebar. Di hadapan
mereka ruangan yang cukup luas untuk di dalam tanah, terlihat seperti sebuah kapal
namun samar-samar karena kurang pencahayaan.

"Masuklah" seru pria itu dan dia masih sibuk dengan kotak sekring lampu.

"Woa.. besar sekali" kata salah satu kru berhelm bundar sambil melihat
sekeliling ruangan yang agak gelap itu.

"Aku tidak menyangka kalau ruangannya akan sebesar ini.." kata pria berhelm
lancip tercengang.

    Setelah mereka melangkah ke dalam cukup lama, lampu akhirnya menyala,


menerangi seluruh ruangan dan menyoroti kapal, cahaya spontan sempat m sang
Jenderal dan krunya dibuat terkejut dan tercengang dengan apa yang mereka lihat.

"Ini..." sang Jenderal kaget.

"He heh.. maaf agak lama. Seharusnya ini tidak boleh terjadi, sekering nya
putus." potong si Bocah Gunung.

"Ini.. Kaetchayutsha kita?" Tanya sang Jenderal masih tercengang.

"Ya! Dialah Kaetchayutsha kita! Tidak kusangka sang Laksama Armada akan
memberikannya padamu sekarang!"

    Tampak baru dengan sorotan lampu. Di hadapannya sebuah kapal


kelas Galleon yang cukup besar. Bila engkau lihat kayunya warna hitam mengkilat
69
Alih bahasa: Tentu!
dari kayu Ulin tua pilihan. Di lambung kapal terdapat sabuk besi tebal bertuliskan
nama 'Kaetchayeutshca'. Dibaca Ket-cha-yu-tsa. terukir jelas juga di papan besi di
bagian depannya. Kapal ini sekarang telah memasuki seri ke VIII.

"Hiks.. hiks.. ia tampak baru" mata sang Jenderal berkaca kaca.

"Hump.. padahal aku baru saja melihatnya karam."

Kapal yang asli telah karam beratus ratus tahun yang lalu.
Jadi sekarang, teman seperjuangan sang Jenderal: Noahn ingin mengadakan reunian
yang ditujukan untuk sang Jenderal menjelang hari pahlawan, jadi dia membuat kapal
yang hampir serupa dan memberikannya. Berharap suatu hari nanti mereka dapat
melanjutkan perjuangan sang penjelajah. Ayah sang Jenderal merupakan pelaut
penjelajah legendaris.

"Sekarang dia milikmu! Majulah!" si Bocah Gunung pergi ke mesin operator


berusaha untuk membuka gerbang utama galangan kapal itu. Setelah beberapa detik,
gerbang luar itu pun terbuka.

"Okeh! Ambil posisi! naikkan jangkar, angkat tangga, lepaskan tali dan
kencangkan celana kalian anak-anak!"

"Oh tidak sekarang aku yang akan muntah" kru sang jenderal yang berhelm
tabung itu mabuk laut.

Anda mungkin juga menyukai