Anda di halaman 1dari 11

BAB III

PENGELOLA JASA NAVIGASI PENERBANGAN

A. PELAYANAN JASA NAVIGASI PENERBANGAN


Ada 2 (Dua) hal yang melahirkan ide untuk membentuk pengelola
tunggal pelayanan navigasi :Tugas rangkap yang diemban oleh PT
Angkasa Pura I (Persero) dan PT Angkasa Pura II (Persero). Lembaga
ini selain bertugas mengelola sektor darat dalam hal ini Bandar udara
dengan segala tugas turunannya, juga bertanggung jawab mengelola
navigasi penerbangan.

Audit International Civil Aviation Organization (ICAO) terhadap


penerbangan di Indonesia. Dari audit yang dilakukan ICAO yaitu ICAO
USOAP (Universal Safety Oversight Audit Program and Safety
Performance) pada tahun 2005 dan tahun 2007, ICAO menyimpulkan
bahwa penerbangan di Indonesia tidak memenuhi syarat minimum
requirement dari International Safety Standard sesuai regulasi ICAO.
Kemudian direkomendasikan agar Indonesia membentuk badan atau
lembaga yang khusus menangani pelayanan navigasi penerbangan.

Pada bulan September 2009, mulai disusun Rancangan Peraturan


Pemerintahan (RPP) sebagai landasan hukum berdirinya Perum
LPPNPI. Pada 13 September 2012, Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono menetapkan RPP menjadi PP 77 Tahun 2012 Tentang
Perusahaan Umum (Perum) Lembaga Penyelenggara Pelayanan
Navigasi Penerbangan Indonesia (LPPNPI). PP inilah yang menjadi
dasar hukum terbentuknya Perum LPPNPI. Setelah terbitnya PP 77
Tahun 2012 Tentang Perum LPPNPI ini, pelayanan navigasi yang
sebelumnya dikelola oleh PT Angkasa Pura I (Persero) dan PT Angkasa
Pura II (Persero) serta UPT diserahkan kepada Perum LPPNPI atau
yang lebih dikenal dengan AirNav Indonesia. Terhitung tanggal 16
Januari 2013 pukul 22:00 WIB, seluruh pelayanan navigasi yang
dikelola oleh PT Angkasa Pura I (Persero) dan PT Angkasa Pura II
(Persero) dialihkan ke AirNav Indonesia. Pukul 22:00 WIB dipilih
karena adanya perbedaan tiga waktu di Indonesia yaitu WIB, WITA
dan WIT. Pukul 22:00 WIB berarti tepat pukul 24:00 WIT atau persis
pergantian hari sehingga pesawat yang melintas di wilayah Indonesia
Timur pada pukul 00:01 WIT atau tanggal 17 Januari 2013,
pengelolaannya sudah masuk ke AirNav Indonesia. Sejak saat itu,
seluruh pelayanan navigasi yang ada di 26 bandar udara yang dikelola
oleh PT Angkasa Pura I (Persero) dan PT Angkasa Pura II (Persero)
resmi dialihkan ke AirNav Indonesia, begitu juga dengan sumber daya
manusia dan peralatannya.

Dengan berdirinya AirNav Indonesia maka, keselamatan dan pelayanan


navigasi penerbangan dapat terselenggara dengan baik karena
sebelumnya pelayanan navigasi di Indonesia dilayani oleh beberapa
instansi yaitu UPT Ditjen Perhubungan, PT Angkasa Pura I (Persero),
PT Angkasa Pura II (Persero), dan bandar udara khusus sehingga
menyebabkan adanya perbedaan tingkat kualitas pelayanan navigasi
dan tidak fokusnya penyelenggara pelayanan navigasi penerbangan.
Kepemilikan modal AirNav Indonesia sepenuhnya dimiliki oleh Republik
Indonesia yang dalam hal ini diwakilkan oleh Kementerian BUMN.
Sedangkan Kementerian Perhubungan berperan sebagai Regulator bagi
AirNav Indonesia. Sebagai Perusahaan Umum yang bertujuan untuk
meningkat pelayanan navigasi penerbangan di Indonesia, AirNav
Indonesia menjalankan Business Process dengan cara Cost Recovery.

AirNav Indonesia terbagi menjadi 2 ruang udara berdasarkan Flight


Information Region (FIR) yakni FIR Jakarta yang terpusat di Kantor
Cabang JATSC (Jakarta Air Traffic Services Center) dan FIR Ujung
Pandang yang terpusat di Kantor Cabang MATSC (Makassar Air Traffic
Services Center). AirNav Indonesia merupakan tonggak sejarah dalam
dunia penerbangan nasional bangsa Indonesia, karena AirNav
Indonesia merupakan satu-satunya penyelenggara navigasi
penerbangan di Indonesia.
B. BIDANG USAHA
Berdasarkan PP No. 77 tahun 2012 maksud dan tujuan pendirian
Perum LPPNPI ialah melaksanakan penyediaan jasa pelayanan navigasi
penerbangan sesuai dengan standar yang berlaku untuk mencapai
efisiensi dan efektivitas penerbangan dalam lingkup nasional dan
internasional. Sebagai Badan Usaha, tolak ukur kinerja AirNav
Indonesia dilihat dari sisi safety yang terdiri atas banyak unsur seperti
SDM, peralatan, prosedur dan lain sebagainya yang semuanya harus
mengikuti perkembangan dan standar yang diatur secara ketat dalam
Civil Aviation Safety Regulations (CASR).

Penyedia Layanan Navigasi Udara (ANSP) - Organisasi yang


menyediakan layanan untuk mengelola pesawat terbang atau di Area
Manoeuvering dan yang merupakan pemegang tanggung jawab yang
sah. Badan hukum publik atau swasta yang menyediakan Layanan
Navigasi Udara Yang dibutuhkan pesawat dalam penerbangan nya.

Penyedia Layanan Navigasi Udara (ANSP) - Mengelola lalu lintas udara


atas nama perusahaan, wilayah atau negara. Bergantung pada mandat
khusus ANSP menyediakan satu atau beberapa layanan berikut untuk
pengguna ruang udara. Layanan lalu lintas udara selama tahap operasi
(Pendekatan, Aerodrome dan Perjalanan).

Sebelum terbit Undang - Undang nomor 1 tahun 2009 tentang


Penerbangan dan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 77 Tahun 2012
tentang Perusahaan Umum (Perum) Lembaga Penyelenggara
Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia (LPPNPI), pengelolaan
sistem navigasi penerbangan ditangani langsung oleh PT Angkasa Pura
I (Persero) dan PT Angkasa Pura II (Persero) serta Kementerian
Perhubungan yang mengelola bandara-bandara Unit Pelayanan Teknis
di seluruh Indonesia.

Berbeda dengan moda transportasi lainnya, dalam suatu proses


penerbangan, setiap pergerakan pesawat udara yang beroperasi di
area pergerakan pesawat udara, di darat (bandara), atau sedang
beroperasi di udara (in flight), jika pesawat udara tersebut akan
melakukan pergerakannya, pilot harus meminta persetujuan terlebih
dahulu kepada ATC, dari mulai pesawat udara menghidupkan mesin
(start engine), pesawat di dorong (pushback) atau ditarik (tow) oleh
kendaraan pendorong/penarik pesawat (pushback car/towing car),
sampai pesawat bergerak menuju landasan untuk persiapan lepas
landas, atau sebaliknya setelah pesawat mendarat akan dipandu
kembali oleh ATC sampai ke tempat parkir pesawat ( apron). Sehingga
semua pergerakan pesawat udara itu bukan pilot yang menentukan,
atau melakukan sendiri, tetapi harus ada persetujuan dari ATC, semua
permintaan dari pilot itu dapat dijinkan atau tidak dan bahkan ditunda
oleh ATC, dengan mempertimbangkan keselamatan penerbangan.
Dalam suatu proses penerbangan memiliki 7 tahap yaitu tahap
pergerakan, yaitu; di permukaan bandar udara ( taxi), tahap lepas
landas (take-off), tahap keberangkatan (departure), tahap jelajah (en-
route), tahap pendekatan (approach), tahap pendaratan (landing) dan
tahap pergerakan di permukaan bandar udara (taxi). (Aminarno BP).

Air Traffic Controller atau yang juga dikenal dengan pemandu lalu
lintas penerbangan, merupakan salah satu jenis pekerjaan yang
memiliki kaitan yang sangat erat dengan pilot atau penerbang.
Pemandu lalu lintas penerbangan akan memberikan pelayanan lalu
lintas penerbangan, dengan tujuan utama adalah selamat, cepat,
tepat, aman, lancar dan nyaman sesuai dengan rencana penerbangan.
Dalam melakukan tugas dan tanggung jawab profesi kerja ATC,
mempunyai tujuan, yaitu tujuan pelayanan lalu lintas penerbangan,
menurut Undang-Undang nomor 1 tahun 2009, tentang Penerbangan
pada pasal 278, adalah :

1. Mencegah terjadinya tabrakan antar pesawat udara di udara


2. Mencegah terjadinya tabrakan antar pesawat udara dengan
halangan (obstacle) di daerah manuver (manouvering area).
3. Memperlancar dan menjaga keteraturan arus lalu lintas
penerbangan.
4. Memberikan petunjuk dan informasi yang berguna untuk
keselamatan dan efisiensi penerbangan; dan
5. Memberikan notifikasi kepada organisasi terkait untuk bantuan
pencarian dan pertolongan (search and rescue)

Berikut ini akan diuraikan tentang jenis pelayanan yang diberikan oleh
ATC atau ATC service. Apa yang dimaksud Air Traffic Control Service?.
Air Traffic Control Service adalah istilah umum, yang menjelaskan
tentang jenis-jenis pelayanan yang diberikan oleh unit ATC , yang
terdiri dari; ADC (Tower) Service, APP Service dan ACC service.

1. Pelayanan Lalu Lintas Penerbangan


Pelayanan lalu lintas Penerbangan atau ATC service : dalah jenis
pelayanan ATC yang diberikan kepada pesawat udara, berdasarkan
wilayah tugas dan tanggung jawabnya, yaitu;

a. Aerodrome Control service;


Adalah jenis pelayanan lalu lintas penerangan, seperti;
pemberian instruksi, informasi dan clearance, kepada pesawat
udara yang beroperasi di wilayah tugas dan tanggung jawabnya
untuk, kelancaran, dan mempercepat arus lalu lintas
penerbangan, serta menjaga keselamatan seluruh pesawat
udara yang beroperasi di area pergerakan darat dan di udara di
sekitar Bandar Udara.

Untuk Bandara yang mempunyai tingkat kesibukan yang tinggi


seperti Soekarno-Hatta, jenis pelayan ADC service dibagi
menjadi 3, yaitu;

1) Clearance Delivery Position, pada posisi ini, ATC di unit


Tower yang bertanggung jawab memberikan pelayananan
start engine dan pemberian ATC Clearance kepada pesawat
udara.
2) Ground Controller position, pada posisi ini, unit unit ATC
Tower yang bertanggung jawab mengatur kelancaran
pergerakan pesawat udara yang berada di area pergerakan
darat di sekitar banara (maneuvering area).
3) Aerodrome Controller position, pada posisi ini unit ATC
Tower yang bertanggung jawab memberikan take off dan
landing clearance, serta mengatur pergerakan pesawat
udara yang berada di udara di sekitar bandara ( vicinity of
aerodrome). Setelah lepas dari wilayah tugas dan tanggung
jawabnya pesawat udara akan di transfer ke unit APP.
b. Approach control service;
Jenis pelayanan lalu lintas penerbangan, pada pesawat udara
yang datang/berangkat dengan mengatur ketinggian pesawat
udara yang turun/naik menuju ke ketinggian tertentu, serta
menjaga jarak aman antar pesawat udara, serta mencegah
terjadinya tabrakan antar pesawat udara, di wilayah udara yang
menjadi tugas dan tanggung jawabnya (zona pendekatan).
Setelah lepas pengendalian lalu lintas penerbangan di zona
pendekatan, pesawat udara tersebut akan di transfer ke unit
Tower untuk kedatangan dan ke unit ACC untuk pesawat udara
keberangkatan.

c. Area control service;


Jenis pelayanan lalu lintas penerbangan, kepada pesawat udara
yang naik menuju top level/turun dari top level, ke ketinggian
tertentu dan menjaga jarak aman serta mencegah terjadinya
tabrakan antar pesawat udara tersebut di wilayah udara, yang
menjadi tugas dan tanggung jawabnya (zona jelajah). Setelah
lepas pengendalian lalu lintas penerbangan dari wilayah zona
jelajah, pesawat udara akan di transfer ke unit APP atau
adjacent unit lainnya.
d. Pelayanan Komunikasi Penerbangan;
Pelayanan Informasi Penerbangan (Flight Information Service);
Flight Information Service adalah pelayanan untuk memberikan
petunjuk dan informasi yang berguna untuk keselamatan dan
efisiensi penerbangan.

e. Alerting service;
Pelayanan keadaan darurat (alerting service); adalah pelayanan
yang dilakukan ATC untuk memberikan notifikasi kepada
organisasi atau unit terkait untuk bantuan pencarian dan
pertolongan (search and rescue) pesawat udara, yang
mengalami kasus gangguan dalam operasi penerbangannya.

2. Pelayanan Telekomunikasi Penerbangan;


Pelayanan aeronautika tetap, pelayanan aeronautika bergerak dan
pelayanan radio navigasi aeronautika

Suksesnya navigasi udara melibatkan piloting pesawat dari


tempat ke tempat tanpa tersesat, melanggar undang-undang yang
berlaku untuk pesawat, atau membahayakan keselamatan orang-
orang di kapal atau di atas tanah. Navigasi udara berbeda dari
navigasi kerajinan permukaan dalam beberapa cara: perjalanan
Pesawat dengan kecepatan relatif tinggi, menyisakan sedikit waktu
untuk menghitung posisi mereka dalam perjalanan. Pesawat
biasanya tidak bisa berhenti di udara untuk memastikan posisi
mereka di waktu luang. Pesawat yang aman-dibatasi oleh jumlah
bahan bakar yang mereka dapat membawa, sebuah kendaraan
permukaan biasanya bisa hilang/tersesat, kehabisan bahan bakar,
maka mereka cukup menunggu penyelamatan. Tidak ada
penyelamatan dalam penerbangan untuk kebanyakan pesawat. Dan
tabrakan dengan penghalang biasanya berakibat fatal. Oleh karena
itu, kesadaran konstan posisi sangat penting untuk pilot pesawat.
Teknik yang digunakan untuk navigasi di udara akan tergantung
pada apakah pesawat tersebut terbang di bawah peraturan
penerbangan visual (VFR) atau aturan penerbangan instrumen
(IFR). Dalam kasus terakhir, pilot akan menavigasi secara eksklusif
menggunakan instrumen dan radio alat bantu navigasi seperti
beacon, atau seperti yang diarahkan bawah kendali radar oleh
kontrol lalu lintas udara. Dalam kasus VFR, pilot sebagian besar
akan menavigasi menggunakan perhitungan mati dikombinasikan
dengan pengamatan visual (dikenal sebagai pemanduan), dengan
mengacu pada peta yang sesuai. Hal ini dapat dilengkapi dengan
alat bantu navigasi radio.
Semua pesawat terbang dilengkapi dengan sistem navigasi agar
pesawat tidak tersesat dalam melakukan penerbangan. Panel-panel
instrument navigasi pada kokpit pesawat memberikan berbagai
informasi untuk sistem navigasi mulai dari informasi tentang arah
dan ketinggian pesawat. Pengecekan terhadap instrument sistem
navigasi harus seteliti dan seketat mungkin.
Sebagai contoh kejadian yang menimpa pesawat Adam Air pada
bulan Februari 2006 sewaktu menjalani penerbangan dari bandara
Soekarno Hatta menuju bandara Hasanudin di Makasar.
Ketidaktelitian pihak otoritas penerbangan yang mengizinkan
pesawat Adam Air terbang dengan sistem navigasi yang tidak
berfungsi menyebabkan Pesawat Adam Air berputar-putar di udara
tanpa tahu arah selama tiga jam, sebelum mendarat darurat di
bandara Tambolaka Nusa Tenggara Timur. Kesalahan akibat tidak
berfungsinya system navigasi adalah kesalahan yang fatal dalam
dunia penerbangan. Sanksi yang diberikan adalah dicabutnya izin
operasi bagi maskapai penerbangan yang melanggar.
a. Fasilitas Navigasi di Bandara
Fasilitas Navigasi dan Pengamatan adalah salah satu prasarana
penunjang operasi bandara. Fasilitas ini dibagi menjadi dua
kelompok peralatan, yaitu:
1) Pengamatan Penerbangan
Peralatan pengamatan Penerbangan terdiri dari:
a) Primary Surveillance Radar (PSR)
PSR merupakan peralatan untuk mendeteksi dan
mengetahui posisi dan data target yang ada di
sekelilingnya secara pasif, di mana pesawat tidak ikut
aktif jika terkena pancaran sinyal RF radar primer.
Pancaran tersebut dipantulkan oleh badan pesawat dan
dapat diterima di system penerima radar.
b) Secondary Surveillance Radar (SSR)
SSR merupakan peralatan untuk mendeteksi dan
mengetahui posisi dan data target yang ada di
sekelilingnya secara aktif, di mana pesawat ikut aktif jika
menerima pancaran sinyal RF radar sekunder. Pancaran
radar ini berupa pulsa-pulsa mode, pesawat yang
dipasangi transponder, akan menerima pulsa-pulsa
tersebut dan akan menjawab berupa pulsa-pulsa code ke
system penerima radar.
c) Air Traffic Control Automation (ATC Automation) terdiri
dari RDPS, FDPS. ADBS-B Processing dan ADS-C
Processing.
Automatic Dependent Surveillance Broadcast (ADS-B) dan
Automatic Dependent Surveillance Contract (ADS-C)
merupakan teknologi pengamatan yang menggunakan
pemancaran informasi posisi oleh pesawat sebagai dasar
pengamatan.
d) Global Navigation Satellite System

2) Rambu Udara Radio


Peralatan Rambu Udara Radio, yaitu Peralatan navigasi
udara yang berfungsi memberikan signal informasi berupa
Bearing (arah) dan jarak pesawat terhadap Ground Station,
yang terdiri dari peralatanStation, yang terdiri dari peralatan.
a) Non Directional Beacon (NDB)
Fasilitas navigasi penerbangan yang bekerja dengan
menggunakan frekuensi rendah (low frequency) dan
dipasang pada suatu lokasi tertentu di dalam atau di luar
lingkungan Bandar udara sesuai fungsinya.
b) VHF Omnidirectional Range (VOR)
Fasilitas navigasi penerbangan yang bekerja dengan
menggunakan frekuensi radio dan dipasang pada suatu
lokasi tertentu di dalam atau di luar lingkungan Bandar
udara sesuai fungsinya.
c) Distance Measuring Equipment (DME)
Alat Bantu navigasi penerbangan yang berfungsi untuk
memberikan panduan/informasi jarak bagi pesawat udara
dengan stasiun DME yang dituju (Stant range distance).
Penempatan DME pada umumnya berpasangan
(collocated) dengan VOR atau Glide Path ILS yang
ditempatkan di dalam atau di luar lingkungan bandara
tergantung fungsinya
3) Alat Bantu Pendaratan
a) Instrument Landing System
Sistem pendaratan instrumen dan Instrument Landing
System. Instrument Landing System adalah suatu sistem
peralatan yang ada di Bandar udara yang digunakan
untuk memandu pesawat dalam melakukan pendaratan
dengan aman dan lancar. Instrument Landing System
menggunakan dua transmisi. Transmisi yang pertama
berfungsi untuk memandu pesawat menuju landasan
pacu, transmisi yang kedua menginformasikan tentang
ketinggian pesawat dari landasan pacu.
Setelah memberi tahu pada bandara yang dituju, awak
pesawat menunggu instruksi dari petugas Air Traffic
Control. Pesawat akan diarahkan oleh Instrument
Landing System melaui radio beacon untuk menentukan
arah pendaratan agar tepat pada tengah tengah landasan
pacu.
b) Precision Approach Path Indicator (PAPI) dan Visual
Approach Slope Indicator System (VASIS)
yaitu rambu penerangan yang memancarkan cahaya
untuk memberi informasi kepada penerbangan mengenai
sudut luncur yang benar, dan memandu penerbang
melakukan pendekatan menuju titik pendaratan pada
daerah touch down.

3. Pelayanan Informasi Aeronautika


Pelayanan informasi aeronautika dan peta penerbangan, penerbitan
dan penyebarluasan notam, pelayanan informasi aeronautika.

4. Pelayanan Informasi Meteorologi Penerbangan;


Pelayanan informasi meteorology penerbangan (Aeronautical
Meterology Service/MET), Perum LPPNPI berkoordinasi dengan
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG)

5. Pelayanan Informasi Pencarian dan Pertolongan


Pelayanan informasi Search and Rescue (SAR), Perum LPPNPI
berkoordinasi dengan Badan Pencarian dan Pertolongan Nasional
(BASARNAS).

Anda mungkin juga menyukai