Anda di halaman 1dari 42

1

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pembalut wanita merupakan produk sekali pakai yang biasa digunakan wanita
setiap bulannya (Kumalasari, 2016). Kesehatan genetalia merupakan salah satu
pemasalahan organ reproduksi yang sering di alami wanita diberbagai negara
termasuk di Indonesia. Sebanyak 50% penyebab masalah genetalia disebabkan oleh
penggunaan pembalut yang kurang tepat (Ross, 2014). Pembalut merupakan
kebutuhan yang penting bagi perempuan sewaku menstruasi. Pada pembalut yang
banyak beredar, bahan penyerap (absorbent agent) pada pembalut diputihkan dengan
menambahkan berbagai zat kimia dan pemutih klorin sehingga menghasilkan
pembalut dengan tampilan putih. Riset EPA (Environmental Protection Agency)
menunjukkan bahwa rerata zat-zat berbahaya tersebut di dalam setiap pembalut
mengandung sekitar 400 ppt (Julina, 2012). Ditemukan penyebab utama kanker mulut
rahim di Indonesia adalah pembalut berkualitas buruk. Berdasarkan data saat survey
pendahuluan pada tanggal 24 Februari 2020 dengan wawancara pada siswi di SMP
Santa Maria Palangka Raya yang sudah mengalami menstruasi, siswi kurang
mengetahui tentang jenis bahan baku pembalut,bahan kimia yang terdapat didalam
pembalut dan bahaya yang disebakan oleh pembalut berbahan kimia terhadap
kesehatan reproduksi.
Menurut Word Health Organization (WHO) Indonesia merupakan negara
dengan penderita kanker mulut rahim (serviks) no.1 di dunia dan 62% nya
diakibatkan oleh penggunaan pembalut yang kurang berkualitas. Di RSCM, 400
pasien kanker serviks baru setiap tahunnya. Di RSCM, kematian akibat kanker
serviks sekitar 66% (Rismaniar, 2015). Di Indonesia, dilaporkan setiap 1 jam ada 1
wanita yang meninggal karena kanker ganas ini. Diperkirakan kematian akibat kanker
serviks ini akan terus meningkat sebesar 25% dalam kurun waktu 10 tahun
mendatang jika tidak dilakukan tindakan pencegahan dan penatalaksanaan yang tepat
(Kementerian Kesehatan RI Pusat Data dan Informasi Kesehatan, 2015). Hasil rekam
medik data di Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) dr. Doris Sylvanus Palangka

1
2

Raya tahun 2013 wanita positif kanker serviks 8,41%, tahun 2014 sebanyak 7,91%
wanita yang positif kanker serviks yang masih bertahan hidup 3,4%. Sedangkan
jumlah penderita kanker serviks mengalami kenaikan tahun 2015 11,11% positif
kanker serviks yang bertahan hidup 8,5%. Namun diantara penderita kanker serviks
yang di pernah mendapat perawatan di BLUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya
mulai Tahun 2013-2015 dari tahun 2013 sd 2015 sekitar 97% dan yang bertahan
hidup 89%. Diantara pasien yang meninggal akibat kanker serviks angka kulitas
hidup sekitar 1-2 tahun bahkan ada yang hanya bertahan 1 bulan sejak terdiagnosa
(BLUD dr. Doris Sylvanus, 2013-2015). Berdasarkan data saat survey pendahuluan
pada tanggal 24 Februari 2020 dengan wawancara pada siswi di SMP Santa Maria
Palangka Raya yang berjumah 5 orang siswi yang sudah mengalami menstruasi, data
yang diperoleh dari hasil wawancara tersebut adalah 3 dari antara 5 (60%) siswi
tersebut kurang mengetahui tentang jenis bahan baku pembalut,bahan kimia yang
terdapat didalam pembalut dan bahaya yang disebakan oleh pembalut berbahan kimia
terhadap kesehatan reproduksi.
Saat ini pembalut yang beredar di masyarakat dan banyak diminati adalah
pembalut sekali pakai. Menurut penelitian terdapat sebanyak 107 bakteri per
milimeter persegi ditemukan di atas pembalut wanita biasa, kondisi inilah yang
membuat pembalut biasa menjadi sumber sarang pertumbuhan bakteri merugikan,
meski pembalut biasa hanya dipakai selama 2 jam saja. Bayangkan banyaknya bakteri
pada permukaan seluas pembalut, apalagi jika dipakai lebih dari 2 jam 107 bakteri per
milimeter persegi ditemukan di atas pembalut biasa. Hampir semua wanita tidak
pernah tahu tentang pembalut yang biasa mereka beli dan pakai selama ini dan
mereka tidak pernah curiga dan tidak pernah mencoba merobek atau mengamati
bahan pembalut yang biasa mereka pakai. Banyak wanita suka membeli pembalut
biasa yang ada di pasaran hanya memikirkan harga murah dan cukup enak dipakai,
tanpa mengetahui sedikitpun resiko kesehatan dari pemakaian pembalut atau
pantyliner biasa (Mujahidah, 2010). Klorin (Cl2) yaitu klor berbentuk gas berwarna
kuning kehijauan. Klorin banyak digunakan di dalam pembuatan kertas, antiseptik,
bahan pewarna, makanan, insektisida, cat lukisan, produk-produk minyak bumi,
3

plastik, obat-obatan, tekstil, pelarut, dan banyak produk pengguna yang lain dimana
seiring dengan kemajuan teknologi dalam pembuatan pembalut dari bahan daur ulang
menggunakan bahan-bahan kimia untuk membersihkannya dan juga menggunakan
bahan klorin agar pembalut tersebut berwarna putih bersih (Matnuh, 2012).
Penggunaan bahan klorin pada pembalut wanita dapat menyebabkan gangguan alat
reproduksi yaitu keputihan, gatal-gatal, iritasi dan menyebabkan kanker (Faiz 2012).
Pengetahuan siswi mengenai pembalut kain sangat diperlukan agar masalah
kesehatan genetalia terutama kanker serviks dapat dicegah sejak memasuki masa
remaja. Begitu juga dengan minat siswi terhadap pembalut kain diharapakan setelah
dilakukan pendidikan kesehatan tentang pembalut dari kain siswi dapat meningkatkan
minat dalam menggunakan pembalut dari kain. Disini perawat mempunyai peran
penting dalam usaha promotif yang meliputi promosi tentang kesehatan seperti
memberikan informasi tentang dampak postif dari pengunaan pembalut kain terhadap
kesehatan reproduksi wanita. Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik untuk
meneliti hubungan pengetahuan tentang pembalut dari kain dengan minat siswi.

1.2 Rumusan Masalah


Pembalut wanita sekali pakai beresiko bagi kesehatan genetalia, dan
pengeluaran rutin untuk pembelian benda ini, ada kerugian lain yang ditimbulkan
oleh pemakaian pembalut wanita sekali pakai. Pembalut sekali pakai menghasilkan
limbah yang belum tertangani secara khusus sehingga mencemari lingkungan. Saat
ini sudah ada pembalut kain yang dijual di masyarakat, namun harganya terlalu mahal
sehingga hanya dapat dijangkau oleh masyarakat menengah atas.
Berdasarkan uraian diatas maka rumusan masalah yang dapat diangkat oleh
peneliti ˝Bagaimana hubungan pengetahuan tentang pembalut dari kain dengan minat
siswi ?˝
4

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pengetahuan
tentang pembalut dari kain dengan minat siswi.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Teoritis
Sebagai sumber informasi dan data dasar ilmiah yang dapat memperkuat terori
serta bahan acuan untuk dan tambahan pengetahuan siswi ataupun masyarakat
tentang pengetahuan dalam penggunaan pembalut dari kain.
1.4.2 Praktis
1.4.2.1 Iptek (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi)
Penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber ilmu dan informasi bagi siswi
atapun masyarakat mengenai penggunaan pembalut dari kain.
1.4.2.2 Bagi Mahasiswa
Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi bahan untuk meningkatkan mutu
pelayanan kesehatan dalam memberikan dan meningkatkan mutu asuhan keperawatan
khususnya dalam memberikan intervensi guna menambah pengetahuan masyarakat
khusunya tentang penggunaan pembalut dari kain.
1.4.2.3 Bagi Tempat Penelitian
Penelitian diharapkan dapat membantu siswi ataupun masyarakat dalam
memperoleh pengetahuan tentang penggunaan pembalut dari kain. Agar masyarakat
khusunya perempuan keluarga dapat mengembangkan dan menerapkan pengetahuan
dan informasi yang diperolehnya penggunaan pembalut dari kain. Diharapkan hasil
penelitian ini dapat menjadi bahan untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan
dalam memberikan dan meningkatkan mutu asuhan keperawatan khususnya dalam
memberikan intervensi guna menambah pengetahuan masyarakat khusunya tentang
penggunaan pembalut dari kain.
5

1.4.2.4 Bagi Institusi Pendidikan


Diharapkan penelitian ini dilaksanakan sebagai pelaksanaan misi dari Sekolah
Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangka Raya yaitu melakukan berbagai kegiatan
pengembangan dan penelitian guna pengembangan ilmu dan teknologi di bidang
kesehatan dan juga digunakan sebagai bahan tambahan penelitian, selanjutnya dapat
digunakan sebagai data dasar jika suatu saat akan dilakukan penelitian tentang hal
terkait.
1.4.2.5 Bagi Petugas Kesehatan
Penelitian ini diharapkan membantu petugas kesehatan dalam memberikan
pelayanan kesehatan kepada masyarakat khususnya perempuan agar mengetahui
tentang penggunaan pembalut dari kain.
6

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Remaja


2.1.1 Pengertian Remaja
Remaja adalah suatu masa dimana individu berkembang dari saat pertama kali
ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai
kematangan seksual (Sarwono, 2011). Masa remaja disebut juga sebagai masa
perubahan, meliputi perubahan dalam sikap, dan perubahan fisik (Pratiwi, 2012).
Remaja pada tahap tersebut mengalami perubahan banyak perubahan baik
secara emosi, tubuh, minat, pola perilaku dan juga penuh dengan masalah-masalah
pada masa remaja (Hurlock, 2011).
Batasan usia remaja berbeda-beda sesuai dengan sosial budaya daerah setempat.
WHO membagi kurun usia dalam 2 bagian, yaitu remaja awal 10-14 tahun dan
remaja akhir 15-20 tahun. Batasan usia remaja Indonesia usia 11-24 tahun dan belum
menikah (Sarwono, 2011). Menurut Hurlock (2011), masa remaja dimulai dengan
masa remaja awal (12-24 tahun), kemudian dilanjutkan dengan masa remaja tengah
(15-17 tahun), dan masa remaja akhir (18-21 tahun).
2.1.2 Tahapan Perkembangan Remaja
Menurut Sarwono (2011) dan Hurlock (2011) ada tiga tahap perkembangan
remaja, yaitu :
2.1.2.1 Remaja Awal (Early Adolescence)
Remaja awal (early adolescence) usia 11-13 tahun Seorang remaja pada tahap
ini masih heran akan perubahanperubahan yang terjadi pada tubuhnya. Remaja
mengembangkan pikiran-pikiran baru, cepat tertarik pada lawan jenis, dan mudah
terangsang secara erotis. Pada tahap ini remaja awal sulit untuk mengerti dan
dimengerti oleh orang dewasa. Remaja ingin bebas dan mulai berfikir abstrak.

6
7

2.1.2.2 Remaja Madya (middle adolescence)


Remaja Madya (middle adolescence) 14-16 tahun Pada tahap ini remaja sangat
membutuhkan teman-teman. Remaja merasa senang jika banyak teman yang
menyukainya. Ada kecendrungan “narcistic”, yaitu mencintai diri sendiri, dengan
menyukai teman-teman yang mempunyai sifat yang sama pada dirinya. Remaja
cendrung berada dalam kondisi kebingungan karena ia tidak tahu harus memilih yang
mana. Pada fase remaja madya ini mulai timbul keinginan untuk berkencan dengan
lawan jenis dan berkhayal tentang aktivitas seksual sehingga remaja mulai mencoba
aktivitas-aktivitas seksual yang mereka inginkan.
2.1.2.3 Remaja akhir (late adolesence)
Remaja akhir (late adolesence) 17-20 tahun Tahap ini adalah masa konsolidasi
menuju periode dewasa yang ditandai dengan pencapaian 5 hal, yaitu :
1. Minat yang makin mantap terhadap fungsi-fungsi intelek.
2. Egonya mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang-orang dan dalam
pengalaman-pengalaman yang baru.
3. Terbentuk identitas seksual yang tidak akan berubah lagi
4. Egosentrisme (terlalu memusatkan perhatian pada diri sendiri.
5. Tumbuh “dinding” yang memisahkan diri pribadinya (private self) dan publik.
2.1.3 Karakteristik Perkembangan Sifat Remaja
Menurut Ali (2011), karakteristik perkembangan sifat remaja yaitu:
2.2.3.1 Kegelisahan.
Sesuai dengan masa perkembangannya, remaja mempunyai banyak angan-
angan, dan keinginan yang ingin diwujudkan di masa depan. Hal ini menyebabkan
remaja mempunyai anganangan yang sangat tinggi, namun kemampuan yang dimiliki
remaja belum memadai sehingga remaja diliputi oleh perasaan gelisah.
2.1.3.2 Pertentangan
Pada umumnya, remaja sering mengalami kebingungan karena sering
mengalami pertentangan antara diri sendiri dan orang tua. Pertentangan yang sering
terjadi ini akan menimbulkan kebingungan dalam diri remaja tersebut.
8

2.1.3.3 Mengkhayal
Keinginan dan angan-angan remaja tidak tersalurkan, akibatnya remaja akan
mengkhayal, mencari kepuasan, bahkan menyalurkan khayalan mereka melalui dunia
fantasi. Tidak semua khayalan remaja bersifat negatif. Terkadang khayalan remaja
bisa bersifat positif, misalnya menimbulkan ide-ide tertentu yang dapat direalisasikan.
2.1.3.4 Akitivitas berkelompok
Adanya bermacam-macam larangan dari orangtua akan mengakibatkan
kekecewaan pada remaja bahkan mematahkan semangat para remaja. Kebanyakan
remaja mencari jalan keluar dari kesulitan yang dihadapi dengan berkumpul bersama
teman sebaya. Mereka akan melakukan suatu kegiatan secara berkelompok sehingga
berbagai kendala dapat mereka atasi bersama.
2.1.3.5 Keinginan mencoba segala sesuatu
Pada umumnya, remaja memiliki rasa ingin tahu yang tinggi (high curiosity).
Karena memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, remaja cenderung ingin berpetualang,
menjelajahi segala sesuatu, dan ingin mencoba semua hal yang belum pernah dialami
sebelumnya.

2.2 Konsep Dasar Menstruasi


2.2.1 Pengertian Menstruasi
Mestruasi/haid adalah perdarahan periodic pada uterus yang dimulai sekitar 14
haei setelah ovulasi (Bobak, 2004). Mestruasi merupakan proses alamiah yang terjadi
pada wanita. Mestruasi adalah perdarahan teratur dari uterus sebagai tanda bahwa
organ kandungan telah berfungsi secara matang. Umumnya, remaja mengalami
menarke (hadi pertama kali) ketika berusia 12-16 tahun. Periode ini akan mengubah
perilaku remaa dalam beberapa aspek, misalnya psikologi. Siklus mestruasi normal
terjadi setiap 22- 35 hari, dengan rata-rata lama menstruasi 2-7 hari (kusmiran, 2011).
Menstruasi adalah perdarahan yang terjadi secara periodik dan berkala akibat
meluruhnya lapisan endometrium pada dinding uterus yang akan berlangsung sekitar
14 hari setelah terjadinya proses ovulasi (Felicia, dkk 2015). Keadaan ini disebabkan
karena tidak adanya pembuahan oleh sperma pada sel telur, kemudian yang terjadi
9

selanjutnya lapisan endometrium (Lapisan dinding rahim) yang sudah menebal akan
menjadi luruh.

2.2.2 Siklus Menstruasi


2.2.2.1 Definisi Siklus Menstruasi
Siklus menstruasi merupakan waktu sejak hari pertama menstruasi sampai
datangnya menstruasi periode selanjutnya, sedangkan panjang siklus menstruasi
adalah jarak antara tanggal mulainya menstruasi yang lalu dan mulainya menstruasi
berikutnya (Sinaga, 2017). Siklus menstruasi penting sebagai fungsi reproduktif yang
menjalankan persiapan untuk konsepsi dan kehamilan. Selama kehidupannya seorang
perempuanakan mengalami menstruasi dari menarke sampai menopause. Siklus
menstruasi dikatakan normal bila jarak waktu antara hari pertama menstruasi dengan
hari pertama menstruasi berikutnya dalam satu siklus berjarak ± 21-35 hari. Lama
Menstruasi atau jarak dari hari pertama menstruasi sampai perdarahan menstruasi
berhenti berlangsung 3-7 hari, dengan jumlah darah selama menstruasi berlangsung
tidak lebih dari 80ml (Samsulhadi, 2011).

2.2.2.2 Fisiologi Siklus Menstruasi


Proses menstruasi melibatkan dua siklus yaitu siklus di ovarium dan siklus di
endometrium yang terjadi bersamaan. Siklus di ovarium terdiri dari fase folikel, fase
ovulasi, fase luteal. Siklus di endometrium terdiri atas 3 fase yaitu fase proliferatif,
fase sekretorik, fase menstruasi (Guyton , Hall , 2014).
1. Siklus di Ovarium:
1) Fase Folikel
Dua sampai tiga hari sebelum menstruasi, korpus luteum mengalami regresi
sampai hampir berinvolusi total dan sekresi progesteron, estrogen, serta inhibin dari
korpus luteum berkurang menjadi sangat rendah. Hal ini melepaskan hipofisis dan
hipotalamus dari efek umpan balik negatif hormon tersebut. Satu hari kemudian
menstruasi dimulai, sekresi follicle stimulating hormon (FSH) dan luteinizing hormon
(LH) oleh hipofisis mulai meningkat kembali, sebanyak dua kali lipat dan diikuti oleh
10

peningkatan sedikit LH yang merangsang pertumbuhan folikel. Selama 11-12 hari


pertama pertumbuhan folikel, Kecepatan sekresi FSH dan LH akan berkurang sedikit
akibat efek umpan balik negatif terutama dari estrogen pada kelenjar hipofisis
anterior sehingga hanya satu folikel dominan yang tetap tumbuh.
2) Fase ovulasi
Pada fase ini tejadi peningkatan estrogen yang tinggi yang dihasilkan folikel pre
ovulasi yang mengakibatkan efek perangsangan umpan balik positif pada hipofisis
anterior yang menyebabkan terjadinya lonjakan sekresi LH sehingga terjadi ovulasi.
Ovulasi diperkirakan terjadi 24-36 jam pasca puncak kadar estrogen dan 10-12 jam
pascapuncak LH.
3) Fase luteal
Saat akhir fase sekresi, endometrium sekretorius yang matang dengan sempurna
mencapai ketebalan halus seperti beludru. Fase ini sekresi berlangsung sejak hari
ovulasi sampai sekitar tiga hari sebelum periode menstruasi berikutnya. Endometrium
menjadi kaya akan darah dan sekresi kelenjar. Umumnya pada fase pasca ovulasi ini
wanita akan lebih sensitif. Dikarenakan pada fase ini hormon reproduksi (LH, FSH,
progesteron dan estrogen) mengalami peningkatan. Jadi pada fase ini wanita
mengalami yang namanya PMS (Pre Menstrual Syndrome). Beberapa hari setelah
gejala berlangsungnya PMS maka lapisan dinding rahim akan luruh lagi.

2. Siklus di Endometrium:
1) Fase proliferatif
Fase proliferasi merupakan periode pertumbuhan yang cepat berlangsung
kurang lebih sekitar hari ke-5 sampai hari ke-14 dari siklus haid. Pada fase ini
berlangsung proses pembentukan dan pematangan ovum di ovarium. Lapisan
permukaan endometrium secara lengkap kembali normal menjelang perdarahan
berhenti atau sekitar empat hari. Pada awal tahap ini, tebal endometrium hanya
sekitar 0.5 mm kemudiaan tumbuh menjadi sekitar 3,5-5 mm.
Fase proliferatif mempunyai durasi yang cukup lebar. Pada perempuan normal
yang subur, durasinya berkisar antara 5-7 hari, atau cukup lama sekitar 21-30 hari
11

(Samsulhadi, 2011). Pada fase proliferasi terjadi peningkatan kadar hormon estrogen,
karena fase ini tergantung pada stimulasi estrogen yang berasal dari folikel ovarium.
Pada fase proliferasi peran hormon estrogen sangat menonjol. Estrogen memacu
terbentuknya komponen jaringan, ion, air dan asam amino yang membantu stroma
endometrium yang kolaps saat menstruasi mengembang kembali.
2) Fase sekretorik
Setelah terjadi ovulasi, folikel de graaf berubah menjadi korpus rubrum lalu
menjadi korpus luteum yang akan mengeluarkan hormon estrogen dan progesteron,
kedua hormon ini mengubah fase proliferatif menjadi fase sekretorik. Pada fase ini
kelenjar endometrium aktif mengeluarkan glikogen untuk menjaga kestabilan hidup
mudigah. Jika implantasi dan pembuahan tidak terjadi maka korpus luteum menjadi
berdegenerasi, kemudian terjadi penurunan hormon progesteron dan estrogen
sehingga fase haid dan fase folikular baru dimulai kembali (Sherwood, 2011). Pada
akhir fase, ketebalan endometrium sudah mencapai 5-6 mm (Guyton , Hall , 2014).
3) Fase Menstruasi
Fase ini merupakan fase yang harus dialami oleh seorang wanita dewasa setiap
siklusnya/bulannya. Sebab pabila seseorang wanita sudah melalui fase ini wanita baru
dikatakan produktif. Oleh sebab itu fase menstruasi selalu dinanti dan menjadi
pertimbangan oleh para wanita, walaupun kedatangannya kadang membuat sebagian
wanita merasa tidak nyaman untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Pada umumnya
keadaan ketidaknyamanan ini terjadi sekitar 1-2 hari, dimana pada awal haid
gumpalan darah haid lebih sering keluar dan pendarahan yang keluar kadang lebih
banyak. Pada fase menstruasi ini tejadi bersamaan dengan dimulainya fase folikular
dan akhir fase luteal di ovarium. Waktu dimana korpus luteum berdegenerasi karena
tidak tejadi implantasi ovum dan fertilisasi yang dibebaskan oleh siklus sebelumnya
yang tidak adekuat, sehingga kadar estrogen dan progesterone menurun tajam
sehingga menyebabkan dinding endometrium menjadi meluruh (Sherwood, 2011).
Fase ini dinding uterus melepaskan endometrium sebagai proses disertai
pendarahan yang terjadi. Fase ini rata-rata berlangsung selama kurang lebih rentang
3-6 hari. Pada awal terjadinya fase menstruasi menyebabkan kadar progesterone,
12

estrogen, LH (Lutenizing Hormon) pada kadar terendahnya atau menurun, sedangkan


kadar FSH (Folikel Stimulating Hormon) dan siklus baru mulai meningkat. Selama
menstruasi normal, kira-kira 40 ml darah dan tambahan 35 ml cairan serosa
dikeluarkan.
Cairan menstruasi ini normalnya tidak membentuk bekuan, karena fibrinolisin
dilepaskan bersama dengan bahan nekrotik endometrium. Bila terjadi perdarahan
yang berlebihan dari permukaan uterus, jumlah fibrinolisin mungkin tidak cukup
untuk mencegah pembekuan. Adanya bekuan darah selama menstruasi sering
merupakan bukti klinis adanya kelainan patologi dari uterus. Dalam waktu 4 sampai 7
hari sesudah dimulainya menstruasi, pengeluaran darah akan berhenti, karena pada
saat ini endometrium sudah mengalami epitelisasi kembali (Guyton , Hall , 2014).
2.2.2.3 Hormon yang Mempengaruhi Siklus Menstruasi
Menurut (Hackney, 2016; Wulanda, 2011), berikut ini hormon yang
mempengaruhi menstruasi :
1) Estrogen
Estrogen merupakan salah satu hormon reproduksi yang dihasilkan oleh
ovarium. Ada beberapa jenis estrogen yaitu estron, estriol dan estradiol-β-17.
Estrogen pada menstruasi berguna untuk membentuk ketebalan endometrium datat
terjaga, menstabilkan kuantitas dan kualitas vagina dan cairan serviks agar dapat
diterima dalam prses penetrasi sperma, serta juga membantu dalam hal mengatur
suhu. Estrogen secara bertahap meningkat selama fase folikular ini berguna untuk
mendukung perkembangan oosit. Ada dua tempat produksi estrogen yaitu sel-sel teka
folikel di ovarium yang utama dan pada kalenjar adrenal melalui konversi hormon
androgen tetapi dalam jumlah lebih sedikit. Hormon estrogen di uterus menyebabkan
proliferasi endometrium.
2) Progesteron
Tempat produksi hormon progesteron antara lain pada korpus luteum, kalenjar
adrenal tapi hanya sebagian saja dan juga diproduksi di plasenta pada saat adanya
kehamilan. Progesteron saat menstruasi berguna untuk mengubah fase sekresi pada
endometrium uterus, yang berfungsi untuk mempersiapkan jika terjadinya implantasi.
13

3) GnRH (Gonadotrophin Releasing Hormone)


Hipotalamus memproduksi GnRH yang akan dilepaskan menuju aliran darah
dan berjalan ke hipofisis. Respon dari hipofisis dengan melepaskan hormon
gonadotropin yaitu luteinizing hormone (LH) dan follicle stimulating hormone (FSH).
Saat kadar estrogen tinggi, estrogen memberikan umpan balik ke hipotalamus
sehingga kadar GnRH menjadi rendah, dan begitupun sebaliknya. Pada wanita sehat
GnRH dilepaskan dengan cara pulsatile atau dengan denyutan.
4) FSH (Follicle Stimulating Hormone)
Hormon FSH diproduksi pada sel-sel basal hipofisis anterior, ini merupakan
bentuk respon dari GnRH yang berfungsi untuk memicu pematangan dan
pertumbuhan folikel dan sel-sel granulosa di ovarium. Melalui umpan balik negatif
Sekresi FSH dihambat oleh enzim inhibin dari sel-sel granulosa ovarium.
5) LH (Luteinizing Hormone)
Sama seperti FSH, LH juga memiliki fungsi untuk memicu perkembang folikel
yang berupa sel-sel granulosa dan sel-sel teka serta berkat hormon LH kemudian bisa
terjadi ovulasi di pertengahan siklus (LH-surge). Saat fase luteal, LH
mempertahankan dan meningkatkan fungsi dari korpus luteum pasca ovulasi dalam
memproduksi progesteron.
6) Lactotrophic Hormone/LTH (Prolaktin)
Hormon prolaktin ini juga sama-sama di produksi pada hipofisis anterior.
Fungsinya meningkatkan dan memicu produktivitas produksi air susu pada wanita.
Jika pada ovarium hormo prolaktin berfungsi untuk ikut mempengaruhi pematangan
sel telur dan fungsi korpus luteum. Saat terjadi kehamilan prolaktin diproduksi oleh
plasenta. Prolaktin juga mempengaruhi GnRH karena memiliki efek inhibis, jadi jika
kadar prolaktin berlebih dapat terjadi gangguan pematangan folikel, gangguan ovulasi
serta gangguan menstruasi berupa amenorea.
14

2.2.2.4 Faktor Penyebab ketidakteraturan siklus Menstruasi


Faktor –faktor yang menyebabkan ketidakteraturan siklus menstruasi yaitu:
1) Usia
Pada awal masa remaja, wanita umumnya mempunyai ketidakteraturan ovulasi
sehingga menyebabkan siklus menstruasi tidak teratur. Menurut Wronka et al, (2013)
ketidakteraturan siklus menstruasi terjadi terutama pada 2 tahun setelah menarke.
Usia menarke yang terlambat juga berhubungan dengan gangguan siklus menstruasi.
Tingkat usia menarke di Indonesia sangat bervariasi menurut Riskesdas 2010
menunjukkan rata-rata usia menarke di Indonesia adalah 13 tahun. Sebagian besar
penyimpangan terlambatnya menarke bisa bersifat sementara yang merupakan gejala
dari aksis hipotalamus-hipofisis-ovarium yang belum matang.
2) Status Pernikahan
Penyebab haid tidak teratur setelah menikah salah satunya adalah saat wanita
sedang dalam masa hamil. Keadaan ini mengakibatkan terjadinya proses pada saat
ovulasi, sperma akan membuahi sel telur yang dilepaskan oleh ovarium. Sehingga
terbentuklah zigot di rahim yang kemudian setiap tahap akan berkembang menjadi
embrio dan lama-kelamaan menjadi janin bayi
3) Status gizi atau IMT
Obesitas memiliki persentasi lemak tubuh yang tinggi yang merupakan bahan
dasar dalam pembentukan hormon estrogen. Cadangan lemak yang tinggi akan
meningkatkan aromatisasi androgen menjadi estrogen pada sel- sel granulosa dan
jaringan lemak sehingga kadar estrogen menjadi tinggi. Estrogen kadar tinggi
menyebabkan umpan balik terhadap FSH menjadi terganggu sehingga tidak mencapai
kadar puncak dan menggangu pertumbuhan folikel sehingga menyebabkan
pemanjangan dari siklus menstruasi (Rakhmawati, 2012).
Sama halnya dengan kekurangan gizi dapat menyebabkan gangguan pada
mekanisme hipotalamus memberikan rangsangan pada hiposifis anterior untuk
menghasilkan FSH dan LH yang berdampak pada siklus menstruasi (Felicia, Esther,
Rina, 2015). Memiliki IMT tinggi atau rendah dapat menyebabkan terjadinya
gangguan menstruasi dan siklus menstruasi tidak teratur.Berdasarkan data Riskesdas
15

2013, Kalimantan Timur termasuk dalam 13 provinsi yang penduduk perempuan


berusia >18 tahun dengan prevalensi obesitas di atas prevalensi nasional.
4) Faktor psikologis seperti stress dan kecemasan.
Stress menyebabkan resiko seorang wanita mengalami gangguan siklus
menstruasi dua kali lebih besar dibandingkan yang tidak stress. Fluktuasi hormonal
FSH dan LH terjadi akibat stress menyebabkan peningkatan kadar hormon
Corticotropin Releasing Hormone (CRH) dan Glucocorticoid sehingga menghambat
sekresi Gonadotropin Releasing Hormone (GnRH) oleh hipotalamus sehingga
menyebabkan pemanjangan atau pemendekan siklus menstruasi (Aljadidi et al.,
2016).
5) Aktifitas fisik
Aktifitas fisik dengan intensitas dan frekuensi tinggi meningkatkan resiko
wanita untuk mengalami gangguan menstruasi sebaliknya aktifitas fisik dengan
intensitas sedang dapat menurunkan resiko gangguan menstruasi (Anindita, 2016).
Aktivitas fisik dengan intensitas tinggi berhubungan dengan kejadian amenorea,
oligomenorea, pemendekan fase luteal, dan anovulasi melalui mekanisme
terganggunya aksis hipotalamus, pituitari, dan adrenal (HPA). Hal tersebut terjadi
akibat supresi GnRH yang diakibatkan olahraga intensitas tinggi sehingga sekresi
FSH dan LH menjadi berkurang yang menyebabkan menarke dapat tertunda dan
gangguan siklus menstruasi (Katherine,et al., 2014).
6) Hormon
FSH dibutuhkan untuk pematangan folikel primer, sementara LH yang
menstimulasi sekresi estradiol oleh folikel matang dibutuhkan untuk memicu ovulasi
dan setelah ovulasi akan memelihara korpus luteum. Jika keseimbangan hormon ini
terganggu maka akan mengakibatkan gangguan siklus menstruasi (Ahrens, 2015).
7) Gangguan endokrin
Beberapa penyakit seperti hipertiroid, hipotiroid, dan diabetes melitus
berhubungan dengan gangguan menstruasi. Hipertiroid meningkatkan resiko
oligomenore dan amenore. Hipotiroid meningkatkan resiko polimenore dan
menoragia. Polikistik ovarium sindrom, salah satunya diabetes melitus tipe II yang
16

terjadi pada penderita obesitas merupakan faktor resiko terjadinya oligomenore


(Harahap, 2010).
8) Genetik
Siklus menstruasi ibu berpengaruh terhadap siklus anaknya. Semakin teratur
siklus ibu, siklus menstruasi anaknya juga akan teratur (Jayakumari, Prabhu, Johnson,
kalaiselvi, 2016).
9) Penyakit reproduksi
Beberapa penyakit seperti Polycystic Ovarian Syndrome, endometriosis,
tumor ovarium, kanker serviks dapat menyebabkan perubahan hormon sehingga
mempengaruhi keteraturan siklus menstruasi (Anindita, 2016).

2.3 Konsep Dasar Pembalut


2.3.1 Pengertian Pembalut
Pembalut Wanita adalah alat kesehatan yang digunakan untuk menyerap darah
haid (BSN, 2000).Pembalut wanita merupakan produk sekali pakai yang biasa
digunakan wanita setiap bulannya (Kumalasari, 2016). Pembalut sebagai produk
pribadi bagi kaum hawa menjadi kebutuhan dasar bagi para wanita yang sudah
mencapai fase pubertas. Dimana pada fase ini para wanita akan mengalami yang
dinamakan haid. Usia haid biasanya antara 12 sampai 50 tahun dan ada kemungkinan
seorang wanita sudah mendapatkan haid sebelum usia 12 tahun, atau masih
mendapatkan haid sesudah usia 50 tahun.
Pembalut tradisional merupakan pembalut yang terbuat dari kain (tentu saja
dengan desain yang lebih baik, bukan sekadar potonga-potongan kain yang
disumpalkan) kembali muncul sekitar tahun 1970-an dan cukup populer pada tahun
1980-an sampai 1990-an. Wanita memilih memakai pembalut kain karena memiliki
kelebihan seperti alasan kenyamanan, kesehatan, dampak lingkungan, dan lebih
murah karena memungkin kan untuk dicuci. Namun pembalut tradisional ini sendiri
juga memiliki kekurangan seperti gangguan kesehatan reproduksi jika pembalut tidak
cuci dengan keadaan benar-benar bersih.
17

2.3.2 Menjaga Kebersihan Pembalut


Pada saat menstruasi, rahim sangat mudah terinfeksi sehingga diperlukan
penggantian pembalut sesering mungkin. Pada masa awal menstruasi, biasanya darah
yang keluar banyak maka diperlukan penggantian pembalut lebih dari 3 kali sehari.
Hal ini karena jika terlalu lama tidak diganti, menyebabkan pembalut jadi sangat
kotor oleh darah, dan ini bisa menjadi tempat bersarangnya banyak bakteri dan jamur.
Sehingga, jika tidak secara berkala diganti, bakteri akan berkembang dan membuat
daerah kewanitaan bermasalah.(dr Poedyo Armanto, Rachmad SpOG, 2016).

2.3.3 Pemilihan Pembalut


Sejak zaman dulu, ternyata perempuan sudah berusaham melakukan segala cara
agar merasa nyaman selama menstruasi. Pada zaman Mesir kuno paraperempuan
menggunakan kapas yang dilapisi dengan kertas papyrus. Pada abad ke 10, bangsa
Sudah mencatat dimana Ratu Hypatia yang hidup pada awal abad ke 4 menggunakan
kain untuk mengatasi masalah haid. Tahun 1986-an, pertama kali pembalut dibuat
secara modern yang bahannya berasal dari bubur kayu dan dapat langsung dibuang.
Tahun 1990-an, diciptakan berbagai jenis yaitu ada yang lebih tipis (Pantyliner),
penyerapannya ditengah thin/ tipis dan maxi (Regular) penyerapannya sangat tinggi,
biasanya digunakan saat haid sedang banyak (Maxi), digunakan saat malam dan lebih
B panjang (Night), digunakan bagi ibu setelah melahirkan/masa nifas (Maternity).
Pemilihan pembalut juga merupakan hal yang krusial. Seorang Wanita diharapkan
dapat memilih pembalut yang tepat.
Kesalahan memilih pembalut bisa berakibat iritasi kulit, alergi, hingga penyakit
kulit dan infeksi. Pembalut yang baik adalah yang memiliki permukaan halus dan
berdaya serap tinggi. Pembalut juga tidak mengandung pewangi dan materialnya
tidak terlalu padat alias ringan. Semua criteria ini agar sirkulasi udara di vagina tetap
terjaga, senantiasa kering sebab keadaan lembab membuat bakteri lebih mudah
berkembang biak dan menyebabkan iritasi. Pemilihan pembalut dengan kriteria di
atas juga disesuaikan dengan aktivitas yang akan dilakukan seorang wanita. Misalnya
pembalut yang lebih lebar saat tidur dan pembalut tipis saat beraktivitas.
18

2.3.4 Jenis Pembalut Cuci Ulang


Adanya kemungkinan kandungan zat kimia berbahaya membuat YLKI
(Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia ) menyerukan kepada wanita Indonesi untuk
kembali menggunakan pembalut berbahan kain yang dapat dicuci ulang. Saat ini
pembalut cuci ulang sudah ada yang dijual di pasaran dan bisa juga dibuat sendiri.
Untuk yang dijual di pasaran ada beberapa jenis, di bawah ini dicantumkan beberapa
bahan dasarnya dan manfaatnya serta kelebihan masing-masing dari berbagai
produsen yang mengedarkannya di Indonesia. Pembalut cuci ulang yang beredar di
pasaran ini memiliki kombinasi warna yang menarik, mempunyai harga relative
terjangkau dan tentu saja ramah lingkungan karena dapat dicuci dan dipakai ulang.
Ada bahan pembalut cuci ulang yang menggunakan bahan dasar kain kaos untuk
lapisan luar dan dalam dan memiliki ketebalan 10 lapis. Penggunaa bahan kaos
bermutu tinggi dipilih karena memiliki sifat :
1) Memiliki daya serap yang kuat
2) Lembut dan nyaman dipakai
3) Jika terkena noda/darah tidak melekat dan mudah dicuci
4) Tahan panas (setrika) sehingga menjaga bahan steril
5) Warna tidak luntur dan aman dipakai setiap saat
6) Tidak menimbulkan iritasi sehingga aman dipakai
7) Tidak mempunyai efek samping karena tidak mengandung bahan kimia berbahaya
8) Dapat digunakan dalam waktu lama karena tidak mudah rusak 3 tahun (± 36 kali
pemakaian)

2.3.5 Cara penggunaan pembalut wanita cuci ulang.


Cara penggunaan pembalut wanita cuci ulang sebagai berikut :
1) Sebelum digunakan pembalut dicuci terlebih dahulu.
2) Pembalut Cuci Ulang bersayap dipakai untuk haid yang tidak terlalu deras cukup
satu saja.
19

3) Untuk haid yang cukup deras dapat dengan menggabungkan 2 pembalut, yaitu satu
yang bersayap dengan yang tidak bersayap.
4) Jika haid banyak/deras, maka pembalut diganti setiap 3-4 jam agar lebih nyaman
dan aman.
5) Jika dibutuhkan, rendam dengan air hangat dan cuci dengan sabun mandi jika noda
benar-benar melekat.
Berikut ini Gambar contoh produk industri pembalut cuci ulang

                Gambar 1.1 Pembalut kain


(sumber : /https://www.instagram.com/p/B0AV6dlhQRm//Devita Nur Azizah)

2.3.6 Kekurangan Pembalut sekali pakai:


1) Pembalut sekali pakai mengandung zat kimia yang berbahaya mengingat bahan
baku pembalut sekali pakai adalah limbah kertas yang melalui proses bleaching
(pemutihan) sehingga banyak terkandung bahan kimia berbahaya di dalamnya
yang salah satunya adalah dioxin.
2) Pembalut sekali pakai membuat banyak limbah karena terbuat dari kertas dan
plastik, perlu waktu 60 tahun untuk menguraikannya sampai benar-benar habis.
3) Pembalut sekali pakai hanya dipakai satu kali sehingga setiap bulan para wanita
harus mengalokasikan uang setiap bulannya untuk membeli pembalut.
20

2.3.7 Kelebihan pembalut kain

1) Aman lingkungan
Pembalut wanita yang terbuat dari kain dapat dicuci dan dipakai kembali.
Sehingga mengurangi limbah kertas atau plastik yang biasanya dihasilkan dari
pemakaian pembalut wanita biasa.
2) Aman untuk kesehatan
Cenderung aman untuk kesehatan organ reproduksi karena tidak mengandung
zat pemutih atau berbahaya lainnya.Banyak wanita yang mengeluhkan
alergimenggunakan pembalut biasa, dikarenakan adanya sisa zat-zat kimia pada
pembalut disebabkan bahan bakunya terbuat dari kertas koran, kardus, pulp, yang
kemudian disterilkan dan diputihkan dengan bahan kimia.
3) Hemat biaya
Karena bisa pakai ulang, penggunaan pembalut dari kain tentu saja lebih hemat
biaya.

2.3.8 Pembuatan Pembalut Dengan Cara Dijahit


Untuk membuat pembalut sendiri diperlukan :
1) Mesin jahit yang bisa jahit zig zag bila perlu.
2) Kain Flannel: Baju flannel bekas & selimut bayi yang sudah tidak dipakai. Tetapi
menggunakan yang baru juga tidak apa-apa, asal dicuci dengan air panas agar
tidak susut ketika nanti dimanfaatkan.
3) Benang Jahit
4) Kancing jepret atau atau peniti
5) Gunting
6) Penggaris untuk mengukur pola kain.
Pembalut Berjahit ini terdiri dari 2 bagian yaitu bagian dalam dan bagian luar.
1) Pembalut Bagian Luar :
Terdiri dari 2 potongan kain bersayap yang terpisah sebagai bagian bawah (a) dan
1 potong bersayap utuh sebagai bagian bawah (b)
21

bagian bawah (a) bagian bawah (b)

Gambar 1.2 Pola pembalut kain


Sumber : Buku Manajemen Kesehtan Menstruasi

2) Pembalut Bagian Dalam


Selanjutnya 2 Potongan kain flannel dan 1 atau 2 potong atau lebih flannel sebagai
lembar pengisi Selanjutnya potongan dijahit zig zag seperti di bawah ini:

Gambar 1.3 Pola pembalut bagian dalam


Sumber : Buku Manajemen Kesehatan Mestruasi
22

Selanjutnya, pembalut bagian luar dijahit untuk menggabungkan bagian atas


dan bagian bawah

Gambar 1.4 Pola bagian luar pembalut kain


Sumber : Buku Manajemen Kesehatan Mestruasi

Selanjutnya ketika akan digunakan maka pembalut bagian dalamnya diselipkan


ke pembalut bagian luar. Ketika akan dipakai, masukkan bagian sayapnya kebagian
bawah celana dalam lalu diberi peniti atau dikancing. Ukuran Pola mengikuti
pembalut sekali pakai yang ada di pasaran, ada ukuran besar, kecil dan extra besar
disesuaikan dengan ukuran badan remaja putri dan juga masa haidnya(banyaknya
darah).

2.4 Konsep Pengetahuan


2.4.1 Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, yang terjadi setelah orang melakukan
pengindraan terhadap objek tertentu. Sebagian besar pengetahuan diperoleh dari mata
dan telinga. Pengetahuan merupakan pedoman dalam membentuk tindakan seseorang
23

(over behavior). Berdasarkan pengalaman dan penelitian diperoleh bahwa perilaku


yang didasari pengetahaun lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari
pengetahuan (Budiman, Agus Riyanto, 2013: 3).
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengidaraan terjadi melalui
pancaindera manusia yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan
raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.
(Notoatmodjo, 2012: 138).
Pengetahuan adalah hasil dari proses pembelajaran dengan melibatkan indra
penglihatan, pendengaran, penciuman dan pengecapan. Pengetahuan akan
memberikan penguatan terhadap individu dalam mengambil keputusan dan dalam
berprilaku (Setiawati, S 2008: 93).
Pengetahuan atau ranah kognitif merupakan domain yang sangat penting
dalam membentuk tindakan seseorang (over behavior)
2.4.2 Tingkat Pengetahuan di Dalam Domain Kognitif
Pengetahuan yang tercakup dalam doamain kognitif mempunyai enam
tingkatan
2.4.2.1 Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai meningat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.
Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (reccal)
sesuatu yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu ini merupakan tingkat pengetahuan
yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang
dipelajari antara lain dapat menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan,
dan sebagainya. Contoh: dapat menyebutkan tanda tanda kekurangan kalori dan
protein pada anak balita (Notoatmodjo, 2012: 138).
2.4.2.2.Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai kemampuan untuk menjelaskan secara benar
tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara
benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan,
menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya sebagai objek
24

yang dipelajari. Misalnya dapat menjelasakan mengapa harus makan-makanan yang


bergizi (Notoatmodjo, 2012: 138).
2.4.2.3 Aplikasi (aplication)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi dan kondisi real (sebenarnya). Aplikasi di sini dapat diartikan
sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukun, rumus, metode, prinsip, dan
sebagainya dalam konteks atau situasi yang lainya. Misalnya dapat menggunakan
rumus statistik dalam perhitungan-perhitungan hasil penelitian, dapat menggunakan
prinsip-prinsip siklus pemecahan masalah kesehatan dari kasus yang diberikan
(Notoatmodjo, 2012: 139).
2.4.2.4 Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek
ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur oranisasi, dan
masih ada kaitanya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari
penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan),
membedakan, memisahkan, mengelompokan dan lain sebagainya (Notoatmodjo,
2012: 139).
2.4.2.5 Sintetis (synthetis)
Sintetis menunjukan pada sesuatu kemampuan untuk meletakan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
Dengan kata lain sintetis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru
dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya, dapat menyususun, merencanakan,
meringkaskan, menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-
rumusan yang telah ada (Notoatmodjo, 2012: 139).
2.4.2.6 Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilain-penilaian itu didasarkan pada
suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah
ada. Misalnya, dapat membandingkan antara anak yang cukup gizi dengan anak yang
kekurangan gizi, dapat menanggapi terjadinya diare di suatu tempat, dapat
25

menafsirkan seba-sebab mengapa ibu-ibu tidak mau ikut KB dan sebagainya


(Notoatmodjo, 2012: 139).

2.4.3 Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan


2.4.3.1 Pendidikan
Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan keperibadian dan
kemampuan di dalam dan di luar sekolah (baik formal maupun nonformal),
berlangsung seumur hidup. Pendidikan adalah sebuah proses pengubahan sikap dan
tata laku seseorang atau kelompok dan juga usaha mendewasakan manusia melalui
pengajaran dan pelatihan. Pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin tinggi
pendidikan seseorang, makin mudah seseorang tersebut menerima informasi. Dengan
pendidikan tinggi, maka seseorang cenderung untuk mendapatkan informasi, baik
dari orang lain maupun dari media massa. Pengetahuan sangat erat kaitanya dengan
pendidikan dimana diharapkan seseorang dengan pendidikan tinggi, orang tersebut
semakin luas pengetahuanya. Namun, perlu ditekankan bahwa seorang yang
berpendidikan rendah tidak berarti mutlak berpengetahuan rendah pula.
2.4.3.2 Informasi/Media massa
Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun non formal dapat
juga memberikan pengaruh jangka pendenk (immediate impact) sehingga
menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan. Berkembangnya teknologi
akan menyediakan bermacam-macam media massa yang dapat mempengaruhi
pengetahuan masyarakat tentang inofasi baru. Dalam penyampaian informasi sebagai
tugas pokok, media massa juga membawa pesan-pesan yang berisi sugesti yang dapat
mengarahkan opini seseorang.
2.4.3.3 Sosial, Budaya, dan Ekonomi
Status ekonomi seseorang juga akan menentukan terjadinya suatu fasilitas yang
diperlukan untuk kegiatan tertentu sehingga status sosial ini akan mempengaruhi
pengetahuan seseorang.
26

2.4.3.4 Lingkungan.
Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar individu, baik
lingkungan fisik, biologis, maupun sosial. Lingkungan berpengaruh terhadap suatu
proses masuknya pengetahuan kedalam individu yang berada dalam lingkungan
tersebut.
2.4.3.5 Pengalaman
Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara untuk memperoleh
kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengetahuan yang diperoleh
dalam memecahkan masalah yang dihadapi masa lalu.
2.4.3.6 Usia
Usia mempengaruhi daya tangkap dan pola piker seseorang. Semakin
bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya
sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik (Budiman, 2013: 5).

2.4.4 Pengukuran Tingkat Pengetahuan


Pengukuran bobot pengetahuan seseorang ditetapkan menurut hal-hal sebagai
berikut,
1. Bobot I  : tahap tahu dan pemahaman
2. Bobot II  : tahap tahu, pemahaman, aplikasi, dan analisis
3. Bobot III : tahap tahu, pemahaman, aplikasi, analisis, sintetis dan evaluasi
Pengukuran pengetahuan dapat dapat dilakukan dengan wawancara atau angket
yang menanyakan isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden.
Kedalaman penegtahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan
dengan tingkatan-tingkatan di atas.
Menurut Arikunto (2006) membuat tingkat kategori tingkat pengetahuan
seseorang menjadi tiga tingkatan yang didasarkan pada nilai persentase yaitu sebagai
berikut :

1) Tingkat pengetahuan kategori Baik jika nilainya ≥75%


2) Tingkat pengetahuan kategori Cukup jika nilainya 56-74%
27

3) Tingkat pengetahuan kategori Kurang jika nilainya ≤55%


Dalam membuat kategori tingkat pengetahuan bisa juga dikelompokan
menjadi dua kelompok jika yang diteliti masyarakat umum, yaitu sebagai berikut.
1) Tingkat pengetahuan kategori Baik jika nilainya >50%
2) Tingkat pengetahuan kategori Kurang Baik jika nilainya <50%
Namun, jika yang diteliti respondenya petugas kesehatan, maka persentasinya
akan berbeda.
1) Tingkat pengetahuan kategori Baik jika nilainya >75%
2) Tingkat pengetahuan kategori Kurang Baik jika nilainya ≤75%

2.5 Konsep Dasar Minat


2.5.1 Pengertian Minat
Minat merupakan suatu ketertarikan secara khusus terhadap suatu hal tertentu
yang menjadi kesenangan atau perhatian bagi seseorang dan tergantung dari bakat
dan lingkungannya. Minat dapat juga diartikan sebagai kecenderungan yang kuat
terhadap suatu hal yang menjadi prioritas serta keinginan dalam mewujudkan tujuan
dan cita-cita sesuai dengan keinginan dan kemauannya. Pendapat tersebut sejalan
dengan pengertian minat yang diungkapkan oleh Slameto (2010: 180) yaitu “minat
adalah suatu rasa lebih suka dan rasa keterikatan pada suatu hal atau aktifitas, tanpa
ada yang menyuruh.”
Minat juga berkaitan dengan hubungan yang terjalin antara seseorang dengan
dunia luar atau lingkungan. Hal tersebut senada dengan ungkapan menurut Slameto
(2010: 180) bahwa “minat pada dasarnya adalah penerimaan akan suatu hubungan
antara diri sendiri dengan sesuatu di luar diri, dimana semakin kuat atau dekat
hubungan tersebut, semakin besar minat.” Minat terhadap suatu hal juga diikuti
dengan timbulnya suatu perhatian terhadap hal yang diminati tersebut. Hal tersebut
seiring sejalan dengan pendapat Syah (2005: 136) bahwa “minat adalah
kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap
sesuatu dan dapat menimbulkan perhatian pada kegiatan tersebut.” Sementara itu
Dendy Sugono (2008: 1027) mengatakan bahwa “minat adalah kecenderungan hati
28

yang tinggi terhadap sesuatu; perhatian; kesukaan.” Hal tersebut bermakna bahwa
seseorang akan memprioritaskan suatu hal yang telah menjadi minatnya.
Seseorang yang melakukan kegiatan berdasarkan minatnya, akan disertai
dengan perasaan senang ketika melakukannya. Lain halnya dengan kegiatan yang
diikuti dengan perhatian yang sifatnya sementara, maka hal tersebut belum tentu
disertai dengan perasaan senang. Minat tidak hanya menimbulkan perhatian semata,
melainkan akan mempermudah bagi seseorang untuk memfokuskan konsentrasi pada
bidang atau kegiatan yang dijalani. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Gie (2000:
142) bahwa konsentrasi adalah pemusatan pikiran terhadap suatu hal dengan dengan
menyampingkan semua hal lainnya yang tidak berhubungan dengan hal tersebut.  
Minat juga erat hubungannya dengan kesadaran seseorang. Dengan adanya
minat dari seseorang terhadap suatu hal, maka juga akan diiringi dengan kesadaran
seseorang untuk tertarik dan senang dengan hal tersebut. Seseorang dapat dikatakan
berminat terhadap suatu hal, apabila orang tersebut tahu dan menyadari akan hal
tersebut. Hal tersebut senada dengan ungkapan yang disampaikan oleh Witherington
(1985: 135) bahwa “minat adalah kesadaran seseorang bahwa suatu objek seseorang,
suatu soal atau suatu situasi yang mengandung sangkut paut dengan dirinya.
Berdasarkan uraian pendapat para ahli di atas, dapat diketahui indikator-
indikator yang akan menjadi acuan untuk mengukur tinggi rendahnya minat siswa
terhadap pemesinan adalah berupa faktor fisik, faktor psikis (motif, perasaan senang,
perhatian, ketertarikan, kesadaran, dan kemauan), serta faktor lingkungan.

2.5.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Minat


Minat yang timbul pada diri seseorang tidak dibawa sejak lahir, melainkan
timbul karena adanya pembawaan maupun pengalaman yang terjadi telah berinteraksi
kental dengan dirinya sendiri. Faktor yang mempengaruhi minat pada diri seseorang
pada umumnya timbul karena keadaan social ekonomi orang tersebut dalam
lingkungan kehidupannya. Hal tersebut sejalan dengan pernyataan Nurwakhid
(Sugandi, 2012: 29) bahwa “minat bertalian erat dengan perhatian, keadaan
29

lingkungan, perangsang dan kemauan.” Lebih lanjut Nurwakhid (Sugandi, 2012: 30)
menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi minat adalah sebagai berikut:
2.5.2.1 Faktor Fisik
Kondisi fisik individu sangat berperan dalam menentukan minat, misalnya saja
individu memilih pekerjaan yang berat maka kondisi fisiknya harus benar-benar kuat
karena pekerjaan berat adalah pekerjaan yang penuh dengan tantangan. Faktor fisik
merupakan pendukung utama setiap aktivitas yang dilakukan individu.
2.5.2.2 Faktor Psikis
Faktor psikis yang mempengaruhi minat adalah motif, perhatian dan perasaan.
Motif adalah dorongan yang akan datang dari dalam diri manusia untuk berbuat
sesuatu. Sementara itu perhatian akan menimbulkan minat seseorang jika subyek
mengalami keterlibatan dalam obyek. Sedangkan perasaan senang akan menimbulkan
minat yang akan diperkuat adanya sikap positif, sebab perasaan senang merupakan
suatu keadaan jiwa akibat adanya peristiwa yang datang pada subyek bersangkutan.
2.5.2.3 Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan yang mempengaruhi minat adalah lingkungan keluarga,
sekolah dan masyarakat.

2.5.3 Cara Meningkatkan Minat


Slameto (2010: 180-181) mengungkapkan bahwa ada beberapa cara didalam
meningkatkan minat siswa, yaitu:
2.5.3.1 Memanfaatkan minat yang telah ada
Misalnya siswa menaruh minat pada olahraga balap mobil. Sebelum
mengajarkan percepatan gerak, pengajar dapat menarik perhatian siswa dengan
menceritakan sedikit mengenai balap mobil yang baru saja berlangsung, kemudian
sedikit demi sedikit diarahkan ke materi pelajaran yang sesungguhnya.
2.5.3.2 Membentuk minat-minat baru
Membentuk minat-minat baru pada diri siswa dapat dicapai dengan jalan
memberikan informasi pada siswa mengenai hubungan antara suatu bahan pengajaran
yang akan diberikan dengan bahan pengajaran yang lalu, menguraikan kegunaannya
30

bagi siswa di masa yang akan datang. Ini dapat pula dicapai dengan cara
menghubungkan bahan pengajaran dengan suatu berita sensasional. Misalnya, siswa
akan menaruh perhatian pada pelajaran tentang gaya berat, bila hal itu dikaitkan
dengan peristiwa mendaratnya manusia pertama di bulan.
2.5.3.3 Memberikan insentif
Insentif merupakan cara yang dipakai untuk membujuk seseorang agar
melakukan sesuatu yang tidak mau melakukannya atau yang tidak dilakukannya
dengan baik. Diharapkan pemberian insentif akan membangkitkan motivasi siswa,
dan mungkin minat terhadap bahan yang diajarkan akan muncul. Berdasarkan teori
cara meningkatkan minat tersebut, dapat diketahui bahwa minat siswa terhadap
sesuatu hal dapat ditimbulkan meskipun siswa pada awalnya tidak menyukai atau
memberi perhatian lebih terhadap hal tersebut.
2.5.4 Angket Minat Belajar
Angket minat belajar setiap siswa dihitung melalui tahapan berikut:

2.5.4.1 Menghitung skor angket minat belajar setiap siswa di setiap pertemuan

Rumus yang digunakan untuk mencari rerata skor minat belajar dan lembar
observasi minat belajar diadaptasi dari Anas Sudijono (2011: 81) dengan
menjumlahkan data perolehan angket minat belajar dan lembar observasi minat
belajar setiap siswa dibagi dengan jumlah data, maka didapatkan rumus berikut ini:

Keterangan:
MBS= Minat Belajar Siswa
AMB= Skor perolehan angket minat belajar siswa
LMB= Skor perolehan lembar observasi minat belajar siswa
31

2.5.4.2 Mencari Rerata Minat Belajar Siswa Diakhir Siklus


Rumus yang digunakan untuk mencari rerata minat belajar dsiswa diakhir
siklus diadaptasi dari Anas Sudijono (2011: 81) dengan menjumlahkan data skor
perolehan minat belajar siswa di setiap pertemuan pada setiap siklus dibagi
dengan jumlah data, maka didapatkan rumus berikut ini:

Keterangan:
RMBS= Rerata minat belajar siswa
∑MBS= Jumlah skor perolehan minat belajar di setiap pertemuan
n= Banyaknya pertemuan

Adapun penggolongan kriteria minat belajar siswa diadapatasi dari


Suharsimi Arikunto dan Cepi Safruddin Abdul Jabar (2010: 35) dengan mencari
rentang bilangan dengan mengurangkan skor maksimal minat belajar terhadap skor
minimal minat belajar siswa maka diperoleh rentang bilangan sebesar 20. Rentang
bilangan tersebut kemudian dibagi menjadi tiga dikarenakan peneliti ingin
menggolongkan kriteria minat belajar menjadi tiga kriteria, maka menghasilkan
interval kelas sebesar 6, 67. Adapun hasil penggolongan kriteria minat belajar
sebagai berikut:

Tabel 1. Kriteria Minat Belajar

No Rentang Kriteria

1. 23,36 – 30,00 Tinggi

2. 16,68 − 23,35 Cukup

3. 10,00 − 16,67 Rendah


32

2.6. Penelitian Terkait
Penelitian yang dilakukan oleh Ambar Sulianti, Shofa Mutiara Arafah
Judul : Interaksi Pengetahuan dan Perceived Severity Kanker Serviks Dengan
Perilaku Pemilihan Pembalut Mahasiswi
Tabel 2.1 Interaksi Pengetahuan dan Perceived Severity Kanker Serviks Dengan
Perilaku Pemilihan Pembalut Mahasiswi

Nama Judul Metode penelitian Uji Hasil Penelitian


Peleliti Penelitian statistik
Ambar Interaksi Penelitian ini Cross- Hasil penelitian,
Sulianti, Pengetahuan dan menggunakan sectional menunjukkan bahwa
Shofa Perceived penelitian metode tidak terdapat perbedaan
Mutiara kuantitatif studi sifnifikan pemilihan
Severity Kanker
Arafah terhadap 125 pembalut baik pada
Serviks Dengan
Perilaku subjek penelitian. pengetahuan kanker
serviks tinggi maupun
Pemilihan
rendah. Namun terdapat
Pembalut
interaksi antara
Mahasiswi pengetahuan tinggi dan
perceived severity yang
tinggi dalam
pemeliharaan pembalut.

Penelitian yang dilakukan oleh Istiqomah Shariati Zamani, Laila Alfi Husna,
Aning Yulianingtyas
Judul : Pembalut Wanita Ramah Lingkungan dan Beretika
Tabel 2.2 Pembalut Wanita Ramah Lingkungan dan Beretika

Nama Judul Desain Penelitian Uji Hasil Penelitian


Peleliti Penelitian dan Teknik statistik
Analisa Data
Istiqomah Pembalut Penelitian ini - Hasil penelitian, pembalut
Shariati, Wanita menggunakan wanita memiliki
Zamani, Laila Ramah penelitian metode keunggulan antara lain,
Alfi Husna, Lingkungan pendekatan ramah lingkungan,
Aning dan menggunakan beretika, murah dan
Yulianingtyas Beretika metode observasi mudah dibuat, mudah
dengan dicuci dan bahan mudah
melakukan dijumpai.
pengumpulan
infromasi melalui
30
33

media elektronik
maupun
pengamatan
secara langsung.

2.7 Kerangka Konsep


Tahapa yang penting dalam suatu penelitian adalah menyusun kerangka konsep.
Konsep adalah abstraksi dari suatu realita agar dapat dikomunikasikan dan
membentuk suatu teori yang menjelaskan keterkaitan antar variable (baik variable
yang diteliti maupun yang tidak diteliti). Kerangka konsep akan membantu penelitian
menghubungakan hasil penemuan dengan teori (Notoadmojo, 2010:83).
34

Faktor yang mempengaruhi


Pengetahuan yaitu :
1. Umur
2. Tingkat pendidikan
Variabel Independen Variabel Dependen
3. Pekerjaan
4. Minat tentang pembalut dari kain :
Pengetahuan
5. Pengalaman Minat siswi tentang pebalut dari kain :
1.6. Pengertian pembalut
Sumber infrormasi 1. Menerima suatu stimulus atau objek
2. Cara Faktor
menjaga kebersihan
yang pembalut
mempengaruhi Minat yang diberikan oleh petugas kesehatan
3.yaitu
Cara
: pemilihan pembalut tentang pembalut kain.
4. Jenis pembalut 2. Merespons stimulus atau objek yang
1. Fisik
5. Cara penggunaan pembalut diberikan oleh petugas kesehatan
2. Psikis
6. Kekurangan pembalut sekali pakai tentang pembalut dari kain.
3. Faktor lingkungan
7. Kelebihan menggunakan pembalut kain 3. Menghargai sesuatu yang diberikan
8. Pembuatan pembalut kain dengan cara pleh petugas kesehatan tentang
dijahit pembalut kain
Keterangan : 4. Merespons bertanggung jawab tentang
: Diteliti pembalut dari kain.
: Tidak diteliti
: Berhubungan
: Berpengaruh

Bagan 2.1 Kerangka Konsep Hubungan Pengetahuan Tentang Pembalut Dari Kain
Dengan Minat Siswi.

2.8 Hipotesis Penelitian


Hipotesis adalah jawaban sementara dari rumusan masalah atau pertanyaan dari
penelitian (Notoatmodjo, 2010: 84).
Hipotesis adalah hubungan antara dua atau lebih variabel (Arikunto, 2009: 43).
Hipotesis nol (H0) adalah hipotesis yang digunakan untuk pengukuran statistic
dan interprestasi hasil statistik. Sedangkan hipotesis alternative (H1) adalah hipotesis
penelitian. Hipotesis ini menyatakan adanya suatu hubungan, pengaruh dan
perbedaan antara dua atau lebih variable (Nursalam, 2009: 59).

Hipotesis pada penelitian ini sebagai berikut


35

Ha : Ada hubungan pengetahuan tentang pembalut dari kain dengan minat siswi.

BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Perancangan Penelitian
Rancangan penelitian didefinisikan sebagai kerangka kerja metode dan teknik
yang dipilih oleh seseorang peneliti untuk menggabungkan berbagai komponen
penelitian dengan cara yang cukup logis sehingga masalah penelitian ditangani secara
efisien. Penelitian ini menggunakan penelitian korelasional. Desain penelitian
korelasional adalah untuk mengungkapkan hubungan korelatif dua variabel atau lebih
(Nursalam, 2014).
36

Desain ini digunakan peneliti untuk mengetahui hubungan pengetahuan


tentang pembalut dari kain dengan minat siswi. Macam penelitian korelasional
adalah studi hubungan, studi prediksi dan korelasi multivariate.
3.2. Kerangka Kerja
Kerangka kerja adalah tahap yang paling penting dalam suatu penelitian yaitu
menyusun kerangka konsep. Konsep adalah absraksi dari suatu realitas agar dapat
dikomunikasikan dan membentuk suatu teori yang menhjelaskan keterkaitan antar
variabel (baik variabel yang diteliti maupun yang tidak diteliti) (Nursalam, 2017).
Adapun langkah-langkah penelitian analisis data sekunder ( Wallace Foundation,
2015) merumuskan sebagai berikut.

Menetapkan (mencari-temukan) sumber data/informasi


36
35 pendidikan, dsb )
( sekolah, universitas, dinas

Mengumpulkan data yang sudah tersedia


(dalam ″dokumen ″)

Menormalisasikan data jika diperlakukan dan memungkinkan


( membuat data dari berbagai sumber sesetara mungkin ″ menjadi satu
bentuk yang sama″ )
37

Menganalisis data
( Misalnya menghitung, mentabulasi, memetakan data-data kuantitatif,
atau membandingkan berbagai peraturan dan menelaahnya )

3.1 Kerangka Kerja Hubungan Pengetahuan Tentang Pembalut Dari Kain Dengan
Minat Siswi.

3.3 Teknik Pengumpulan Data


Sumber data pada penelitian ini menggunakan data sekunder, dimana data yang
didapatkan merupakan dari hasil penelitian terdahulu, kemudian peneliti mencari data
dokumenter yang sudah dikumpulkan oleh orang lain dan didokumentasikan atau
telah dipublikasikan.
Tahap pengumpulan data dimulai dari menetapkan (mencari dan menemukan)
sumber data atau informasi data sekunder yang ada, seperti pada penelitian ini
hubungan pengetahuan tentang pembalut dari kain dengan minat siswi.
38

Tahap selanjutnya peneliti mengumpulkan data yang sudah tersedia dalam


dokumen. Kemudian peneliti membuat data dari berbagai sumber sesetara mungkin
agar menjadi satu bentuk yang sama, dengan kata lain peneliti menormalisasikan
data jika diperlukan dan memungkinkan. Dan tahap terakhir adalah menganalisis
data sekunder tersebut.
Data sekunder di peroleh dari hasil Riskesas, Data Profil Kesehatan, buku-buku
yang berkaitan dengan perancangan media promosi, penelitian terdahulu, jurnal, dan
data yang didapatkan melalui internet:
1) Kepustakaan
Mengkaji informasi melalui buku dan jurnal. Informasi yang didapat berupa
data verbal dan visual yang kemudian di kaji dan diambil inti-intinya.
2) Dokumentasi
Metode pengumpulan data yag tidak langsung guna memberi gambaran dan
menunjukkan tentang kondisi objek penelitian langsung. Data berupa foto, arsip, film
maupun berita mengenai layanan kesehatan yang diaplikasikan saat ini.
3) Internet/Jurnal Penelitian/Riskesdas
Pencarian informasi melalui media internet. Data yang dicari berupa artikel dan
komentar seseorang atau penelitian mengenai topik yang diteliti oleh peneliti.

Sumber data sekunder pada penelitian ini diperoleh dari website antara lain :
https://www.neliti.com/id/publications/170026/pembalut-wanita-ramah-lingkungan-
dan-beretika#cite
https://www.neliti.com/id/publications/170026/pembalut-wanita-ramah-lingkungan-
dan-beretika#cite
https://journal.uinsgd.ac.id/index.php/psy/article/view/3493
39

Penelitian Terkait
Penelitian yang dilakukan oleh Ambar Sulianti, Shofa Mutiara Arafah
Judul : Interaksi Pengetahuan dan Perceived Severity Kanker Serviks Dengan
Perilaku Pemilihan Pembalut Mahasiswi
Tabel 3.1 Interaksi Pengetahuan dan Perceived Severity Kanker Serviks Dengan
Perilaku Pemilihan Pembalut Mahasiswi

Nama Judul Metode penelitian Uji Hasil Penelitian


Peleliti Penelitian statistik
40

Ambar Interaksi Penelitian ini Cross- Hasil penelitian,


Sulianti, Pengetahuan dan menggunakan sectional menunjukkan bahwa
Shofa Perceived penelitian metode tidak terdapat perbedaan
Mutiara kuantitatif studi sifnifikan pemilihan
Severity Kanker
Arafah terhadap 125 pembalut baik pada
Serviks Dengan
Perilaku subjek penelitian. pengetahuan kanker
serviks tinggi maupun
Pemilihan
rendah. Namun terdapat
Pembalut
interaksi antara
Mahasiswi pengetahuan tinggi dan
perceived severity yang
tinggi dalam
pemeliharaan pembalut.

Penelitian yang dilakukan oleh Istiqomah Shariati Zamani, Laila Alfi Husna,
Aning Yulianingtyas
Judul : Pembalut Wanita Ramah Lingkungan dan Beretika
Tabel 3.2 Pembalut Wanita Ramah Lingkungan dan Beretika

Nama Judul Desain Penelitian Uji Hasil Penelitian


Peleliti Penelitian dan Teknik statistik
Analisa Data
Istiqomah Pembalut Penelitian ini - Hasil penelitian, pembalut
Shariati, Wanita menggunakan wanita memiliki
Zamani, Laila Ramah penelitian metode keunggulan antara lain,
Alfi Husna, Lingkungan pendekatan ramah lingkungan,
Aning dan menggunakan beretika, murah dan
Yulianingtyas Beretika metode observasi mudah dibuat, mudah
dengan dicuci dan bahan mudah
melakukan dijumpai.
pengumpulan
infromasi melalui
media elektronik
maupun
pengamatan
secara langsung.

3.4 Teknik Analisis Data


Teknik analisis data pada penelitian ini menggunakan metode koresional
30
41

analisis data sekunder dimana data sekunder merupakan salah satu metode penelitian
yang prosedurnya mengumpulkan data dan menganalisis data. Menurut Dinukil
Johnston, 2014 mengatakan bahwa data sekunder merupakan analisis lebih lanjut dari
himpunan data yang sudah ada, yang memunculkan tafsiran, simpulan atau
pengetahuan sebagai tambahan terhadap, atau yang berbeda dari apa yang telah
disajikan dalam keseluruhan dan temuan utama penelitian terdahulu atau semula.
Pada penelitian ini data sekunder merupakan kumpulan data dari jurnal-jurnal
penelitian tentang hubungan pengetahuan tentang pembalut dari kain dengan minat
siswi sehingga peneliti dapat memunculkan penjelasan atau pendapatnya mengenai
hubungan pendidikan kesehatan tentang pembalut kain terhadap pengetahuan dan
minat siswi
Analisis data sekunder pada penelitian ini sebagai berikut :

1) Reduksi Data
Peneliti melakukan penyaringan data yang dapat digunakan sebagai acuan dan
membuang data yang tidak perlu. Seperti contoh pada Jurnal Penelitian mengenai
“Hubungan Pengetahuan Tentang Pembalut Dari Kain Dengan Minat Siswi.”. Dari
penelitian tersebut data yang disaring dan digunakan sebagai pola dasar penjelasan
atau pendapat adalah hubungan pendidikan kesehatan tentang pembalut kain terhadap
pengetahuan dan minat siswi. Dimana Peneliti hanya memfokuskan pada 3 variabel
yang berkaitan dengan topik penelitiannya.

2) Penyajian Data
Penyajian data adalah kegiatan ketika beberapa informasi atau jurnal penelitian
terdahulu dapat disusun oleh peneliti untuk menggambarkan dalam bentuk narasi
lengkap, sehingga peneliti dapat menarik kesimpulan untuk penelitiannya. Pada
penelitian ini penyajian datanya dalam bentuk narasi dan grafik, yang menjelaskan
mengenai hubungan pengetahuan tentang pembalut dari kain dengan minat siswi dari
beberapa jurnal penelitian terdahulu.
42

3) Penarikan Kesimpulan
Penarikan kesimpulan adalah hasil analisis yang memberikan penjelasan dari
sebuah rumusan masalah sehingga diketahui tindakan apa yang harus dilakukan.
Kesimpulan ini bersifat sementara karena akan terus berkembang sejalan dengan
penelitian baru dikedepannya. Pada penelitian ini, akan menarik kesimpulan
mengenai bagaimana hubungan pengetahuan tentang pembalut dari kain dengan
minat siswi, sehingga peneliti akan memberikan opininya terkait data sekunder yang
diperoleh. Selanjutnya peneliti akan dapat menyimpulkan pendapatnya pada
kesimpulan dan saran.

3.5 Keterbatasan
Hambatan yang dirasakan oleh peneliti selama proses penyusunan penelitian ini
antara lain :

1. Peneliti perlu lebih mendalami lagi mengenai pengumpulan data sekunder.


2. Kurangnya literatur buku-buku terkait topik penelitian yang ingin diteliti.
3. Peneliti perlu memahami kembali cara mencari data di website

Anda mungkin juga menyukai