Disusun Oleh :
A. DEFINISI
Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga
tengah, tuba eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Otitis media
sering diawali dengan infeksi pada saluran napas seperti radang
tenggorokan atau pilek yang menyebar ket elinga tengah melalui
tubaeustachius (Kusuma, Hardi & Amin Huda Nurarif, 2013). Otitis media
supuratif kronik (OMSK) adalah stadium dari penyakit telinga tengah
dimana terjadi peradangan kronis dari telinga tengah, mastoid dan
membrane timpani tidak intak (perforasi) dan ditemukan sekret (otorea),
purulen yang hilang timbul. Istilah kronik digunakan apabila penyakit ini
hilang timbul atau menetap selama 2 bulan atau lebih (Fung, K, 2004).
OMSK adalah infeksi di telinga tengah dengan perforasi membran timpani
dan sekret yang keluar dari telinga tengah terus- menerus atau hilang
timbul. Sekret mungkin encer atau kental, bening atau berupa nanah
(Efiaty, 2007)
B. ETIOLOGI
Kejadian OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang pada
anak, jarang dimulai setelah dewasa. Faktor infeksi biasanya berasal dari
nasofaring (adenoiditis, tonsilitis, rinitis, sinusitis), mencapai telinga
tengah melalui tuba Eustachius. Fungsi tuba Eustachius yang abnormal
merupakan faktor predisposisi yang dijumpai pada anak dengan cleft
palate dan down’s syndrom. Faktor host yang berkaitan dengan insiden
OMSK yang relatif tinggi adalah defisiensi immune sistemik. Penyebab
OMSK antara lain:
1. Lingkungan
Hubungan penderita OMSK dan faktor sosial ekonomi belum jelas, tetapi
mempunyai hubungan erat antara penderita dengan OMSK dan
sosioekonomi, dimana kelompok sosioekonomi rendah memiliki insiden
yang lebih tinggi.Tetapi sudah hampir dipastikan hal ini berhubungan
dengan kesehatan secaraumum, diet, tempat tinggal yang padat.
2. Genetik
Faktor genetik masih diperdebatkan sampai saat ini, terutama apakah
insidenOMSK berhubungan dengan luasnya sel mastoid yang dikaitkan
sebagai faktorgenetik. Sistem sel-sel udara mastoid lebih kecil pada
penderita otitis media, tapibelum diketahui apakah hal ini primer atau
sekunder.
3. Otitis media sebelumnya
Secara umum dikatakan otitis media kronis merupakan kelanjutan dari
otitismedia akut dan atau otitis media dengan efusi, tetapi tidak diketahui
faktor apayang menyebabkan satu telinga dan bukan yang lainnya
berkembang menjadikronis.
4. Infeksi
Bakteri yang diisolasi dari mukopus atau mukosa telinga tengah hampir
tidakbervariasi pada otitis media kronik yang aktif menunjukkan bahwa
metode kulturyang digunakan adalah tepat. Organisme yang terutama
dijumpai adalah Gram-negatif, flora tipe-usus, dan beberapa organisme
lainnya.
5. Infeksi saluran napas bagian atas
Banyak penderita mengeluh sekret telinga sesudah terjadi infeksi saluran
nafasatas. Infeksi virus dapat mempengaruhi mukosa telinga tengah
menyebabkanmenurunnya daya tahan tubuh terhadap organisme yang
secara normal beradadalam telinga tengah, sehingga memudahkan
pertumbuhan bakteri.
6. Autoimun
Penderita dengan penyakit autoimun akan memiliki insiden lebih besar
terhadapotitis media kronis.
7. Alergi
Penderita alergi mempunyai insiden otitis media kronis yang lebih
tinggidibanding yang bukan alergi. Yang menarik adalah dijumpainya
sebagianpenderita yang alergi terhadap antibiotik tetes telinga atau
bakteria atau toksin-toksinnya, namun hal ini belum terbukti
kemungkinannya.
8. Gangguan fungsi tuba eustacius
Pada otitis kronis aktif, dimana tuba eustachius sering tersumbat oleh
edematetapi apakah hal ini merupakan fenomen primer atau sekunder
masih belumdiketahui. Pada telinga yang inaktif berbagai metode telah
digunakan untukmengevaluasi fungsi tuba eustachius dan umumnya
menyatakan bahwa tubatidak mungkin mengembalikan tekanan negatif
menjadi normal.
C. PATOFISIOLOGI
OMSK dibagi dalam 2 jenis, yaitu benigna atau tipe mukosa, dan maligna
atau tipe tulang. Berdasarkan sekret yang keluar dari kavum timpani secara
aktif juga dikenal tipe aktif dan tipe tenang (Arif Mansjoer, 2011). Pada
OMSK benigna, peradangan terbatas pada mukosa saja, tidak mengenai
tulang. Perforasi terletak di sentral. Jarang menimbulkan komplikasi
berbahaya dan tidak terdapat kolesteatom. (Arif Mansjoer, 2011). OMSK
tipe maligna disertai dengan kolesteatom. Perforasi terletak marginal,
subtotal, atau di atik. Sering menimbulkan komplikasi yang berbahaya
atau fatal (Arif Mansjoer, 2011). Kolesteotoma yaitu suatu kista epiterial
yang berisi deskuamasi epitel (keratin). Deskuamasi terbentuk terus, lalu
menumpuk. Sehingga kolesteotoma bertambah besar.
D. PATHWAY : terlampir
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK/PENUNJANG
a. Untuk melengkapi pemeriksaan, dapat dilakukan pemeriksaan klinik
sebagaiberikut :
Pemeriksaan Audiometri
b. Pemeriksaan Radiologi.
G. KOMPLIKASI
H. PENATALAKSANAAN
Menurut Arief Mansjoer (2011), Terapinya sering lama dan harus
berulang-ulang karena:
1. Adanya perforasi membran timpani yang permanen
2. Terdapat sumber infeksi di faring, nasofaring, hidung, dan sinus
paranasal,
3. Telah terbentuk jaringan patologik yang ireversibel dalam rongga
mastoid
4. Gizi dan kebersihan yang kurang.
A. PENGKAJIAN
1) Sakit telinga/nyeri
2) Penurunan/tak ada ketajaman pendengaran pada satu atau kedua telinga
3) Tinitus
4) Perasaan penuh pada telinga
5) Suara bergema dari suara sendiri
6) Bunyi “letupan” sewaktu menguap atau menelan
7) Vertigo, pusing, gatal pada telinga
8) Penggunaan minyak, kapas lidi, peniti untuk membersihkan telinga
9) Penggunanaan obat (streptomisin, salisilat, kuirin, gentamisin)
10) Tanda-tanda vital (suhu bisa sampai 40o C), demam
11) Kemampuan membaca bibir atau memakai bahasa isyarat
12) Reflek kejut
13) Toleransi terhadap bunyi-bunyian keras
14) Tipe warna 2 jumlah cairan
15) Cairan telinga; hitam, kemerahan, jernih, kuning
16) Alergi
17) Dengan otoskop tuba eustacius bengkak, merah, suram
18) Adanya riwayat infeksi saluran pernafasan atas, infeksi telinga
sebelumnya, alergi
19) Fokus Intervensi
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
DAFTAR PUSTAKA
Kusuma, Hardi & Amin Huda Nurarif. 2013. Asuhan Keperawatan anak. Jakarta:
EGC
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia(I).
Jakarta.
Sylvia A. Price & Lorraine M.W. 2006. Patofisiologi konsep klinis dan proses-
proses penyakit. Jakarta: EGC
PATHWAY