Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

OSTITIS MEDIA SUPURATIS KRONIK DI RUANG


ANGGREK 1

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Keperawatan Medikal Bedah

Disusun Oleh :

YOHANES TEDI SARITO (P07120520018)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN YOGYAKARTA
2021
1) KONSEP TEORI

A. DEFINISI
Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga
tengah, tuba eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Otitis media
sering diawali dengan infeksi pada saluran napas seperti radang
tenggorokan atau pilek yang menyebar ket elinga tengah melalui
tubaeustachius (Kusuma, Hardi & Amin Huda Nurarif, 2013). Otitis media
supuratif kronik (OMSK) adalah stadium dari penyakit telinga tengah
dimana terjadi peradangan kronis dari telinga tengah, mastoid dan
membrane timpani tidak intak (perforasi) dan ditemukan sekret (otorea),
purulen yang hilang timbul. Istilah kronik digunakan apabila penyakit ini
hilang timbul atau menetap selama 2 bulan atau lebih (Fung, K, 2004).
OMSK adalah infeksi di telinga tengah dengan perforasi membran timpani
dan sekret yang keluar dari telinga tengah terus- menerus atau hilang
timbul. Sekret mungkin encer atau kental, bening atau berupa nanah
(Efiaty, 2007)

B. ETIOLOGI
Kejadian OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang pada
anak, jarang dimulai setelah dewasa. Faktor infeksi biasanya berasal dari
nasofaring (adenoiditis, tonsilitis, rinitis, sinusitis), mencapai telinga
tengah melalui tuba Eustachius. Fungsi tuba Eustachius yang abnormal
merupakan faktor predisposisi yang dijumpai pada anak dengan cleft
palate dan down’s syndrom. Faktor host yang berkaitan dengan insiden
OMSK yang relatif tinggi adalah defisiensi immune sistemik. Penyebab
OMSK antara lain:
1. Lingkungan
Hubungan penderita OMSK dan faktor sosial ekonomi belum jelas, tetapi
mempunyai hubungan erat antara penderita dengan OMSK dan
sosioekonomi, dimana kelompok sosioekonomi rendah memiliki insiden
yang lebih tinggi.Tetapi sudah hampir dipastikan hal ini berhubungan
dengan kesehatan secaraumum, diet, tempat tinggal yang padat.
2. Genetik
Faktor genetik masih diperdebatkan sampai saat ini, terutama apakah
insidenOMSK berhubungan dengan luasnya sel mastoid yang dikaitkan
sebagai faktorgenetik. Sistem sel-sel udara mastoid lebih kecil pada
penderita otitis media, tapibelum diketahui apakah hal ini primer atau
sekunder.
3. Otitis media sebelumnya
Secara umum dikatakan otitis media kronis merupakan kelanjutan dari
otitismedia akut dan atau otitis media dengan efusi, tetapi tidak diketahui
faktor apayang menyebabkan satu telinga dan bukan yang lainnya
berkembang menjadikronis.
4. Infeksi
Bakteri yang diisolasi dari mukopus atau mukosa telinga tengah hampir
tidakbervariasi pada otitis media kronik yang aktif menunjukkan bahwa
metode kulturyang digunakan adalah tepat. Organisme yang terutama
dijumpai adalah Gram-negatif, flora tipe-usus, dan beberapa organisme
lainnya.
5. Infeksi saluran napas bagian atas
Banyak penderita mengeluh sekret telinga sesudah terjadi infeksi saluran
nafasatas. Infeksi virus dapat mempengaruhi mukosa telinga tengah
menyebabkanmenurunnya daya tahan tubuh terhadap organisme yang
secara normal beradadalam telinga tengah, sehingga memudahkan
pertumbuhan bakteri.
6. Autoimun
Penderita dengan penyakit autoimun akan memiliki insiden lebih besar
terhadapotitis media kronis.
7. Alergi
Penderita alergi mempunyai insiden otitis media kronis yang lebih
tinggidibanding yang bukan alergi. Yang menarik adalah dijumpainya
sebagianpenderita yang alergi terhadap antibiotik tetes telinga atau
bakteria atau toksin-toksinnya, namun hal ini belum terbukti
kemungkinannya.
8. Gangguan fungsi tuba eustacius
Pada otitis kronis aktif, dimana tuba eustachius sering tersumbat oleh
edematetapi apakah hal ini merupakan fenomen primer atau sekunder
masih belumdiketahui. Pada telinga yang inaktif berbagai metode telah
digunakan untukmengevaluasi fungsi tuba eustachius dan umumnya
menyatakan bahwa tubatidak mungkin mengembalikan tekanan negatif
menjadi normal.

C. PATOFISIOLOGI
OMSK dibagi dalam 2 jenis, yaitu benigna atau tipe mukosa, dan maligna
atau tipe tulang. Berdasarkan sekret yang keluar dari kavum timpani secara
aktif juga dikenal tipe aktif dan tipe tenang (Arif Mansjoer, 2011). Pada
OMSK benigna, peradangan terbatas pada mukosa saja, tidak mengenai
tulang. Perforasi terletak di sentral. Jarang menimbulkan komplikasi
berbahaya dan tidak terdapat kolesteatom. (Arif Mansjoer, 2011). OMSK
tipe maligna disertai dengan kolesteatom. Perforasi terletak marginal,
subtotal, atau di atik. Sering menimbulkan komplikasi yang berbahaya
atau fatal (Arif Mansjoer, 2011). Kolesteotoma yaitu suatu kista epiterial
yang berisi deskuamasi epitel (keratin). Deskuamasi terbentuk terus, lalu
menumpuk. Sehingga kolesteotoma bertambah besar.

D. PATHWAY : terlampir

E. TANDA DAN GEJALA


Pasien mengeluh otore, vertigo, tinitus, rasa penuh ditelinga atau gangguan
pendengaran. (Arif Mansjoer, 2011). Nyeri telinga atau tidak nyaman
biasanya ringan dan seperti merasakan adanya tekanan ditelinga. Gejala-
gejala tersebut dapat terjadi secara terus menerus atau intermiten dan dapat
terjadi pada salah satu atau pada kedua telinga
 Telinga berair (otorrhoe) Sekret bersifat purulen (kental, putih) atau
mukoid (seperti air dan encer) tergantung stadium peradangan. Sekret
yang mukus dihasilkan oleh aktivitas kelenjar sekretorik telinga tengah
dan mastoid. Pada OMSK tipe jinak, cairan yang keluar mukopus yang
tidak berbau busuk yang sering kali sebagai reaksi iritasi mukosa telinga
tengah oleh perforasi membran timpani dan infeksi. Keluarnya
sekretbiasanya hilang timbul. Meningkatnya jumlah sekret dapat
disebabkan infeksi saluran nafas atas atau kontaminasi dari liang telinga
luar setelah mandi atau berenang.
Pada OMSK stadium inaktif tidak dijumpai adanya sekret telinga. Sekret
yang sangat bau, berwarna kuning abu-abu kotor memberi kesan
kolesteatoma dan produk degenerasinya. Dapat terlihat keping-keping
kecil, berwarna putih, mengkilap. Pada OMSK tipe ganas unsur mukoid
dan sekret telinga tengah berkurang atau hilang karena rusaknya lapisan
mukosa secara luas. Sekret yang bercampur darah berhubungan dengan
adanya jaringan granulasi dan polip telinga dan merupakan tanda adanya
kolesteatom yang mendasarinya. Suatu sekret yang encer berair tanpa
nyeri mengarah kemungkinan tuberkulosis.
 Gangguan pendengaran. Ini tergantung dari derajat kerusakan tulang-
tulang pendengaran. Biasanyadijumpai tuli konduktif namun dapat pula
bersifat campuran. Gangguan pendengaran mungkin ringan sekalipun
proses patologi sangat hebat, karena daerah yang sakit ataupun
kolesteatom, dapat menghambat bunyi dengan efektif ke fenestra ovalis.
Bila tidak dijumpai kolesteatom, tuli konduktif kurang dari 20 db ini
ditandai bahwa rantai tulang pendengaran masih baik. Kerusakan dan
fiksasi dari rantai tulang pendengaran menghasilkan penurunan
pendengaran lebih dari 30 db. Beratnya ketulian tergantung dari besar dan
letak perforasi membran timpani serta keutuhan dan mobilitas sistem
pengantaran suara ke telinga tengah. Pada OMSK tipe maligna biasanya
didapat tuli konduktif berat karena putusnya rantai tulang pendengaran,
tetapi sering kali juga kolesteatom bertindak sebagai penghantar suara
sehingga ambang pendengaran yang didapat harus diinterpretasikan secara
hati-hati. Penurunan fungsi kohlea biasanya terjadi perlahan-lahan dengan
berulangnya infeksi karena penetrasi toksin melalui jendela bulat (foramen
rotundum) atau fistel labirin tanpa terjadinya labirinitis supuratif. Bila
terjadinya labirinitis supuratif akan terjadi tuli saraf berat, hantaran tulang
dapat menggambarkan sisa fungsi kohlea.
 Otalgia ( nyeri telinga) Nyeri tidak lazim dikeluhkan penderita OMSK,
dan bila ada merupakan suatu tanda yang serius. Pada OMSK keluhan
nyeri dapat karena terbendungnya drainase pus. Nyeri dapat berarti adanya
ancaman komplikasi akibat hambatan pengaliran sekret, terpaparnya
durameter atau dinding sinus lateralis, atau ancaman pembentukan abses
otak. Nyeri telinga mungkin ada tetapi mungkin oleh adanya otitis
eksterna sekunder. Nyeri merupakan tanda berkembang komplikasi
OMSK seperti Petrositis, subperiosteal abses atau trombosis sinus lateralis.
 Vertigo. Vertigo pada penderita OMSK merupakan gejala yang serius
lainnya. Keluhanvertigo seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistel
labirin akibat erosi dinding labirin oleh kolesteatom. Vertigo yang timbul
biasanya akibat perubahan tekanan udara yang mendadak atau pada
panderita yang sensitif keluhan vertigo dapat terjadi hanya karena
perforasi besar membran timpani yang akan menyebabkan labirin lebih
mudah terangsang oleh perbedaan suhu. Penyebaran infeksi ke dalam
labirin juga akan meyebabkan keluhan vertigo. Vertigo juga bisa terjadi
akibat komplikasi serebelum. Fistula merupakan temuan yang serius,
karena infeksi kemudian dapat berlanjut dari telinga tengah dan mastoid ke
telinga dalam sehingga timbul labirinitis dan dari sana mungkin berlanjut
menjadi meningitis. Uji fistula perlu dilakukan pada kasus OMSK dengan
riwayat vertigo. Uji ini memerlukan pemberian tekanan positif dan negatif
pada membran timpani, dengan demikian dapat diteruskan melalui rongga
telinga tengah.

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK/PENUNJANG
a. Untuk melengkapi pemeriksaan, dapat dilakukan pemeriksaan klinik
sebagaiberikut :
Pemeriksaan Audiometri

Pada pemeriksaan audiometri penderita OMSK biasanya didapati tuli


konduktif. Tapi dapat pula dijumpai adanya tuli sensotineural, beratnya
ketulian tergantung besar dan letak perforasi membran timpani serta
keutuhan dan mobilitas sistim penghantaran suara ditelinga tengah.
Paparela, pada penderita OMSK ditemukan tuli sensorineural yang
dihubungkan dengan difusi produk toksin ke dalam skala timpani melalui
membran fenstra rotundum, sehingga menyebabkan penurunan ambang
hantaran tulang secara temporer/permanen yang pada fase awal terbatas
pada lengkung basal kohlea tapi dapat meluas kebagian apek kohlea.
Gangguan pendengaran dapat dibagi dalam ketulian ringan, sedang,
sedang berat, dan ketulian total, tergantung dari hasil pemeriksaan
( audiometri atau test berbisik). Derajat ketulian ditentukan dengan
membandingkan rata-rata kehilangan intensitas pendengaran pada
frekuensi percakapan terhadap skala ISO Derajat ketulian dan nilai
ambang pendengaran

1. Normal : 10 dB sampai 26 dB 


2. Tuli ringan : 27 dB sampai 40 dB 
3. Tuli sedang : 41 dB sampai 55 dB 
4. Tuli sedang berat : 56 dB sampai 70 dB 
5. Tuli berat : 71 dB sampai 90 dB
6. Tuli total : lebih dari 90 dB.

Evaluasi audimetri penting untuk menentukan fungsi konduktif dan


fungsi kohlea. Dengan menggunakan audiometri nada murni pada
hantaran udara dan tulang serta penilaian tutur, biasanya kerusakan
tulang-tulang pendengaran dapat diperkirakan, dan bisa ditentukan
manfaat operasi rekonstruksi telinga tengah untuk perbaikan
pendengaran. Untuk melakukan evaluasi ini, observasi berikut bias
membantu :

1. Perforasi biasa umumnya menyebabkan tuli konduktif tidak lebih dari


15-20 dB 
2. Kerusakan rangkaian tulang-tulang pendengaran menyebabkan tuli
konduktif 30-50 dB apabila disertai perforasi. 
3. Diskontinuitas rangkaian tulang pendengaran dibelakang membran
yang masih utuh menyebabkan tuli konduktif 55-65 dB. 
4. Kelemahan diskriminasi tutur yang rendah, tidak peduli
bagaimanapun keadaan hantaran tulang, menunjukan kerusakan
kohlea parah.

Pemeriksaan audiologi pada OMSK harus dimulai oleh penilaian


pendengarandengan menggunakan garpu tala dan test Barani.
Audiometri tutur dengan maskingadalah dianjurkan, terutama pada
tuli konduktif bilateral dan tuli campur.

b. Pemeriksaan Radiologi.

Pemeriksaan radiografi daerah mastoid pada penyakit telinga kronis


nilaidiagnostiknya terbatas dibandingkan dengan manfaat otoskopi dan
audiometri. Pemerikasaan radiologi biasanya mengungkapkan mastoid
yang tampak sklerotik, lebih kecil dengan pneumatisasi leb ih sedikit
dibandingkan mastoid yang satunya atau yang normal. Erosi tulang,
terutama pada daerah atik memberi kesan kolesteatom. Proyeksi radiografi
yang sekarang biasa digunakan adalah :

1. Proyeksi Schuller, yang memperlihatkan luasnya pneumatisasi


mastoid dariarah lateral dan atas. Foto ini berguna untuk
pembedahan karena memperlihatkan posisi sinus lateral dan
tegmen. Pada keadaan mastoid yang skleritik, gambaran radiografi
ini sangat membantu ahli bedah untuk menghindari dura atau sinus
lateral.
2. Proyeksi Mayer atau Owen, diambil dari arah dan anterior telinga
tengah. Akantampak gambaran tulang-tulang pendengaran dan atik
sehingga dapat diketahui apakah kerusakan tulang telah mengenai
struktur-struktur.

3. Proyeksi Stenver, memperlihatkan gambaran sepanjang piramid


petrosusdan yang lebih jelas memperlihatkan kanalis auditorius
interna, vestibulum dan kanalis semisirkularis. Proyeksi ini
menempatkan antrum dalam potongan melintang sehingga dapat
menunjukan adanya pembesaran akibatkolesteatom.

4. Proyeksi Chause III, memberi gambaran atik secara longitudinal


sehingga dapat memperlihatkan kerusakan dini dinding lateral atik.
Politomografi dan atau CT scan dapat menggambarkan kerusakan
tulang oleh karena kolesteatom, ada atau tidak tulang-tulang
pendengaran dan beberapa kasus terlihat fistula pada kanalis
semisirkularis horizontal. Keputusan untuk melakukan operasi
jarang berdasarkan hanya dengan hasil X-ray saja. Pada keadaan
tertentu seperti bila dijumpai sinus lateralis terletak lebih anterior
menunjukan adanya penyakit mastoid.

G. KOMPLIKASI

Komplikasi OMSK dibagi menjadi intratemporal (fistula labirin, paralisis


nervus fasialis, abses mastoid, petrositis dan labirintitis) dan
ekstratemporal.Komplikasi ekstratemporal terdiri dari:

1.Intrakranial: jaringan granulasi atau abses ekstradural, tromboflebitis


sinus lateral, meningitis, abses otak, meningoensefalokel, hidrosefalus
otik dan abses subdural.

2.Ekstrakranial: abses subperiosteal dan abses Bezold

H. PENATALAKSANAAN
Menurut Arief Mansjoer (2011), Terapinya sering lama dan harus
berulang-ulang karena:
1. Adanya perforasi membran timpani yang permanen 
2. Terdapat sumber infeksi di faring, nasofaring, hidung, dan sinus
paranasal, 
3. Telah terbentuk jaringan patologik yang ireversibel dalam rongga
mastoid 
4. Gizi dan kebersihan yang kurang.

2) KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

1) Sakit telinga/nyeri
2) Penurunan/tak ada ketajaman pendengaran pada satu atau kedua telinga
3) Tinitus
4) Perasaan penuh pada telinga
5) Suara bergema dari suara sendiri
6) Bunyi “letupan” sewaktu menguap atau menelan
7) Vertigo, pusing, gatal pada telinga
8) Penggunaan minyak, kapas lidi, peniti untuk membersihkan telinga
9) Penggunanaan obat (streptomisin, salisilat, kuirin, gentamisin)
10) Tanda-tanda vital (suhu bisa sampai 40o C), demam
11) Kemampuan membaca bibir atau memakai bahasa isyarat
12) Reflek kejut
13) Toleransi terhadap bunyi-bunyian keras
14) Tipe warna 2 jumlah cairan
15) Cairan telinga; hitam, kemerahan, jernih, kuning
16) Alergi
17) Dengan otoskop tuba eustacius bengkak, merah, suram
18) Adanya riwayat infeksi saluran pernafasan atas, infeksi telinga
sebelumnya, alergi
19) Fokus Intervensi

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Gangguan persepsi sensori auditorius b.d obstruksi dan infeksi telinga


2. Nyeri b.d terbentungnya drainase puss
3. Ansietas b.d prosedur pembedahan
4. Resko injury b.d ketidakseimbangan labirin : vertigo

C. INTERVENSI KEPERAWATAN

No Diagnosa Tujuan dan Intervensi Rasional


. kriteria hasil
1. Gangguan Setelah - Dorong klien - Membantu
persepsi dilakukan menggunaka mengurang
sensori tindakan n alat bantu depresi
pendengaran asuhan dengar sensorik
b.d ostruksi keperawatan, - Atur - Menguragi
dan infeksi diharapkan lingkungan depresi
telinga gangguan untuk sensorik
persepsi menyeimban - aStimulus
sensori gi defisit verbal dapat
pendengaran klien meningkatkan
dapat teratasi - Bicara orientasi
dengan dengan klien realitas
kriteria ketika
hasil : memberikan
Pendengaran perawatan
klien baik, dan atur
klien waktu
berespon bersama
terhadap klien
stimulus
lingkungan.
2. Nyeri b.d Tujuan : - Kaji skala - Dapat
terbendungny nyeri dapat nyeri dan mengetahui
a drainase teratasi dranase puss tingkat
puss Kriteria hasil keparahan
: nyeri dan besar
hilang, skala terbentungny
nyeri 0, TTV a puss
dalam - Monitor - Nyeri dapat
rentang TTV dikethui dari
normal, puss peningkatan
dapat TTV
dikeluarkan. - Untuk
- Atur periode meningkatkan
istirahat kesejahteraan
tanpa dan
terganggu mengurangi
rasa nyeri
- Analgetik
- Kolaborasi dapat
dalam mengurangi
pemberian nyeri
analgetik
sesuai
indikasi
3. Ansietad b.d Tujuan : - Pantau tanda - Mengetahui
prosedur ansietas dan gejala tingkat
pembedahan teratasi ansietas ansietas
Kriteria hasil - Pantau TTV - Perubahan
: ekspresi TTV dapat
tenang, menunjukan
mengatakan tingkat
dan ansietas
menunjukan - Beri - Dukungan
ansietas dukungan spiritual dapat
berkurang, spiritual membuat
TTV normal, klien tenang
menunjukkan - Libatkan - Menjamin
kping orang adanya sistem
positif/adapti terdekat pendukung
f. sebagai bgi klien dan
petunjuk memberikan
dala kesempatan
pengambilan orang
keputusan. terdekat
untuk
berpatisipasi.

DAFTAR PUSTAKA

Arif Mansjoer, 2011. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC


Efiaty. 2007. Buku Ajar Keperawatan Anak. Jakarta: Salemba Medika

Kusuma, Hardi & Amin Huda Nurarif. 2013. Asuhan Keperawatan anak. Jakarta:
EGC

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosa Keperawatan


Indonesia(1st ed.). Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat
Nasional Indonesia.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia(I).
Jakarta.

Sylvia A. Price & Lorraine M.W. 2006. Patofisiologi konsep klinis dan proses-
proses penyakit. Jakarta: EGC
PATHWAY

Anda mungkin juga menyukai