Anda di halaman 1dari 9

PENGOLAHAN PADA TANAH GARAMAN

PENGOLAHAN TANAH DAN AIR


Dosen : Prof. Dr. Ir. Suntoro, M.S.

Disusun oleh :
Nama : Suci Prastyaningrum
NIM : H0719173
Kelas : PTA-B

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tanah merupakan hamparan benda alam yang berasal dari bahan induk
berupa batuan dan bahan pembentuk lainnya yang terangkut dari tempat lain,
kemudian mengendap pada suartu tempat. Tanah memiliki beberapa sifat
antara lain sifat fisik, kimia dan biologi yang sangat berpengaruh terhadap
kesuburan tanah. Tanah yang subur untuk bidang pertanian semakin tahun
semakin berkurang, sehingga lahan marginal sangat dimanfaatkan seperti
halnya tanah salin atau tanah garaman.
Indonesia memiliki potensi tanah salin yang luas sebab Indonesia adalah
negara kepulauan. Luas tanah salin semakin meningkat dengan adanya
peningkatan dan perubahan iklim dunia antara lain kenaikan suhu dan kenaikan
permukaan air laut. Kendala pada tanah salin dalam budidaya tanaman adalah
tingginya kadar garam terlarut utamanya NaCl. Salinitas menurunkan
kemampuan tanaman menyerap air sehingga menyebabkan penurunan
kecepatan pertumbuhan. Apabila tanaman menyerap garam berlebihan akan
menyebabkan keracunan pada daun tua. Hal tersebut akan menyebabkan
penuaan daun lebih awal dan mengurangi luas daun yang berfungsi pada proses
fotosintesis.
Beberapa upaya dapat dilakukan untuk mengurangi pengaruh buruk dari
tanah salin dengan melakukan perbaikan tanah salin baik melalui cara kimia
maupun biologi. Perbaikan tanah salin banyak dilakukan secara kimia dengan
penambahan bahan pembenah tanah seperti gipsum atau CaSO4, reklamasi
secara biologi dapat dilakukan dengan penambahan bahan organik/pupuk
organik seperti pupuk kandang, penanaman tanaman halofita pada tanah salin.
Penambahan kalium juga dapat memperbaiki pengaruh buruk dari tanah salin.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan masalah
sebagai berikut :
1. Bagaimana karakteristik tanah garaman?
2. Apa saja kendala yang terjadi pada tanah garaman?
3. Bagaimana kegiatan pengolahan pada tanah garaman?
C. Tujuan
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat diambil tujuan sebagai
berikut :
1. Mengetahui karakteristik tanah garaman.
2. Mengetahui kendala yang terjadi pada tanah garaman.
3. Mengetahui kegiatan pengolahan pada tanah garaman.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Tanah Garaman

Tanah garaman merupakan tanah bermasalah sebab kebanyakan tanaman


tidak dapat tumbuh sama sekali pada tanah salin. Tanah garaman sering disebut
dengan tanah salin ini mengandung garam mudah larut yang jumlahnya cukup
besar bagi pertumbuhan kebanyakan tanaman seperti NaCl. Kandungan NaCl
yang berlebih dapat menghambat pertumbuhan tanaman, sehingga ada
beberapa tanaman yang tidak dapat tumbuh dengan baik pada tanah salin.
Menurut Candrabarata (2011), proses penimbunan garam mudah larut dalam
tanah sehingga membentuk tanah garaman atau tanah salin disebut salinisasi.
Jumlah H2O yang berasal presipitasi tidak cukup untuk menetralkan jumlah
H2O yang hilang oleh evaporasi dan evapotranspirasi. Sewaktu air diuapkan ke
atmosfer, garam-garam tertinggal dalam tanah. Garam-garam tersebut terutama
adalah NaCl, Na2SO4, CaCO3 dan atau MgCO3. Tanah salin dapat ditemukan
di dua daerah yang berbeda, yaitu daerah pantai yakni salinitas yang
disebabkan oleh genangan atau intrusi air laut dan daerah arid dan semi arid
yakni salinitas yang disebabkan oleh evaporasi air tanah atau air permukaan.
Peningkatan konsentrasi garam terlarut di dalam tanah akan
meningkatkan tekanan osmotik sehingga menghambat penyerapan air dan
unsur-unsur hara yang berlangsung melalui proses osmosis. Jumlah air yang
masuk ke dalam akar akan berkurang sehingga mengakibatkan menipisnya
jumlah persediaan air dalam tanaman. Menurut Karyanto et al., (2012) tanah
salin memiliki nilai pH tanah berkisar 8,5 hingga 10. Nilai pH yang tinggi pada
banyak di antara tanah-tanah tersebut juga menurunkan ketersediaan sejumlah
hara mikro. Jenis tanah ini sering kahat dalam Fe, Cu, Zn, dan/atau Mn. Selain
itu, dengan pH lebih dari 7,5 kandungan kalsium yang tinggi dapat mengikat
fosfat sehingga ketersediannya menurun.
B. Kendala Tanah Garaman

Pada tanah salin tidak semua tanaman dapat tumbuh dan berproduktivitas
dengan baik. Gejala yang ditimbulkan yaitu tanaman mengalami kekeringan
fisiologis dan akhirnya mati. Hal tersebut dapat mengakibatkan penurunan
hasil panen yang akan didapatkan petani di daerah tersebut. Selain itu, kadar
garam yang tinggi pada tanah salin menyebabkan tanah salin kekurangan
beberapa unsur hara yang diperlukan bagi tanaman. Menurut Karyanto et al.,
(2012), tanah salin mengandung NaCl yang tinggi pada tanah salin
menyebabkan rusaknya struktur tanah, sehingga aerasi dan permeabilitas tanah
tersebut menjadi sangat rendah. Banyaknya ion Na di dalam tanah
menyebabkan berkurangnya ion-ion Ca, Mg, dan K yang dapat ditukar, yang
berarti menurunnya ketersediaan unsur tersebut bagi tanaman. Selain itu, tanah
salin memiliki nilai pH yang tinggi sehingga dapat menurunkan ketersediaan
sejumlah hara mikro. Jenis tanah ini sering kahat dalam Fe, Cu, Zn, dan/atau
Mn. Selain itu, dengan pH lebih dari 7,5 kandungan kalsium yang tinggi dapat
mengikat fosfat sehingga ketersediannya menurun.
Kendala pemanfaatan tanah salin untuk budidaya tanaman adalah garam
terlarut netral, terutama NaCl yang dalam jumlah besar berpengaruh buruk
terhadap pertumbuhan tanaman. Menurut Kusmiyati et al. (2018), konsentrasi
garam terlarut yang besar akan meningkatkan tekanan osmotik dari larutan
tanah sehingga menghambat penyerapan air dan unsur hara. Sifat fisika tanah
salin juga sangat buruk sehingga tidak mendukung pertumbuhan tanaman yang
baik. Menurut Szombathova et al. (2008), kecepatan perkolasi rendah, struktur
tanah rusak, distribusi ukuran pori tidak optimal dan persentase agregat tanah
yang dapat menahan air rendah pada tanah salin. Humus tanah salin juga
rendah sehingga aktivitas mikroorganisme tanah juga rendah.
C. Pengolahan Tanah Garaman

Perbaikan tanah salin banyak dilakukan secara kimia dengan


penambahan bahan pembenah tanah seperti gipsum atau CaSO4. Reklamasi
secara biologi dapat dilakukan dengan penambahan bahan organik/pupuk
organik seperti pupuk kandang, penanaman tanaman halofita pada tanah salin.
Penambahan kalium juga dapat memperbaiki pengaruh buruk dari tanah salin.
Gipsum (CaSO4) memiliki fungsi sebagai reklamasi tanah sodik,
meningkatkan agregasi tanah, perkolasi tanah, dan menurunkan pH tanah
Gipsum dapat menggantikan ion sodium atau Na+ dalam tanah dengan Ca2+.
Hal ini dapat mengakibatkan Na+ akan dibuang secara aktif sehingga dapat
meningkatkan perkolasi tanah. Menurut Hanafiah (2007), pada akar Ca2+
berperan membatasi penyerapan Na+ dan meningkatkan penyerapan kalium.
Menurut Tan (1995), secara bersamaan Ca2+ dapat menggantikan Na+ dalam
kompleks pertukaran. Masing-masing senyawa Ca2+ mudah larut tidak akan
mempengaruhi pH dan bersama air dapat menurunkan Na+.
Gipsum berperan dalam meningkatkan Aktivitas Nitrat Reduktase
(ANR). Menurut Mulyono (2001), penambahan gipsum pada tanah salin akan
meningkatkan indeks stabilitas agregat tanah secara nyata. Gipsum (CaSO.)
merupakan bahan yangrelatif mudah larut sehingga ion kalsium (Ca) yang
dihasilkan akan lebih banyak, Kalsium menggantikan Na pada kompleks
jerapan sehingga Na akan tercuci sehingga terbentuk agregat yang lebih
mantap. Menurut Rhodes dan Loveday (1996) dalam Jumberi dan Yufdy
(2009), pengelolaan tanah dapat dilaksanakan dengan mencegah terjadinya
akumulasi garam (salt) pada daerah perakaran, yaitu dengan mengatur
gundukan barisan tanaman. Salah satu cara dengan double row bed pada tanah
yang tingkat salintasnya tidak terlalu tinggi. Secara single row bed maka akan
terjadi akumulasi garam di daerah perakaran. Penggunaan irigasi sprinkler
pada saat pre-emergen dapat mencegah akumulasi garam atau dengan spesial
furrow.
Pencucian (leaching) merupakan cara paling efektif menurunkan kadar
garam, tetapi membutuhkan air segar yang banyak, dan waktu lama. Alternatif
lain adalah penambahan bahan amelioran untuk meminimalkan pengaruh
buruk unsur Na. Menurut Purwaningrahayu dan Taufiq (2018), aplikasi pupuk
K efektif mengurangi efek toksik unsur Na. Aplikasi gipsum, kompos dan
gipsum efektif untuk ameliorasi tanah salin. Unsur S meningkatkan toleransi
tanaman terhadap salinitas. Kompos dan besi sulfat efektif menurunkan pH,
salinitas, dan sodisitas tanah salin. Pemulsaan menurunkan evapotranspirasi
dan akumulasi garam ke permukaan, menjaga kelembaban tanah di daerah
perakaran, menurunkan suhu tanah, evaporasi, dan akumulasi garam.
Pemulsaan mengurangi efek negatif salinitas pada tanaman kapas.
Berbagai upaya dilakukan untuk memperbaiki kondisi tanah salin
sehingga dapat digunakan untuk budidaya tanaman yaitu penggunaan tanaman
toleran. Pencegahan garam-garam terlarut naik ke daerah perakaran melalui
pengaturan penguapan misalnya dengan residu tanaman atau mulsa dan
penambahan bahan organik mampu menjadi upaya pengolahan tanah garaman.
Menurut Minahas dan Sharma (2003), penambahan bahan organik dalam
bentuk residu tanaman, kotoran ternak dan kompos akan mengakibatkan
tercucinya garam dan menggerakkan kalsium dalam tanah melalui proses
dekomposisi dan meningkatkan aktivitas mikroorganisme tanah.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan tersebut dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut:
1. Tanah garaman mengandung garam mudah larut yang jumlahnya cukup
besar, pH lebih dari 7,5, dan banyak mengandung Na.
2. Kendala tanah salin adalah banyak ion Na di dalam tanah menyebabkan
berkurangnya ion-ion Ca, Mg, dan K yang dapat ditukar dan garam terlarut
netral, terutama NaCl yang dalam jumlah besar berpengaruh buruk
terhadap pertumbuhan tanaman.
3. Perbaikan tanah salin dilakukan dengan pemberian gipsum, penambahan
bahan organik/pupuk organik, dan pengaturan penguapan misalnya
dengan residu tanaman atau dengan mulsa.
B. Saran
Berdasarkan hasil literasi pembahasan pada kegiatan pengolahan tanah
garaman menunjukkan pentingnya pengolahan lahan agar memberikan
dampak baik bagi tanah dan tanaman. Pengelolaan baik secara kimia maupun
biologi mampu memperbaiki kondisi tanah yang kurang menguntungkan
sehingga dapat menjadi media tanam yang optimal.
DAFTAR PUSTAKA

Candrabarata, R. 2011. Kimia Tanah. http://www.scribd.com/doc/59755089/kimia-


tanah. Akses 17 Maret 2021.
Hanafiah, K.A. 2007. Dasar–dasar ilmu tanah. Jakarta. PT. Raja Grafindo Persada.
Karyanto, A, L. Zen dan M.S. Hadi. 2012. Ketersediaan Hara Dalam Tanah.
Kusmiyati, F., Purbajanti, Surahmanto. 2017. Pertumbuhan dan produksi rumput
benggala pada berbagai dosis pupuk kandang di tanah salin. Semarang.
Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Minhas, P.S. dan O.P. Sharma. 2003. Management of Soil Salinity and Alkalinity
Problems in India. In: S.S. Goyal, S.K. Sharma, D.W. Rains. (Eds). Crop
Production in Saline Environments: Global and Integrative PerspectivesThe
Haworth Press, Inc., India.
Mulyono. 2001. Aplikasi berbagai macam sumber kalsium dan dosis bahan organik
sebagai pembenah tanah dalam usaha perbaikan sifat fisik tanah garaman. J
Ilmu-Ilmu Pertanian 9: 55 – 63.
Purwaningrahayu, R. D., Taufiq, A. 2018. Pemulsaan dan ameliorasi tanah salin
untuk pertumbuhan dan hasil kedelai. Jurnal Agronomi Indonesia
(Indonesian Journal of Agronomy). 46(2): 182-188.
Jumberi, A., Yufdy, M. P. 2009. Potensi penanaman tanaman serealia dan sayuran
pada tanah terkena dampak tsunami. Balai Penelitian Tanah Rawa dan
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatra Utara.
Szombathova, N., P. Elias., D. Dite dan M. Macak. 2008. Soil properties and
vegetation on saline-sodic soil in the nature reserve Mostova. Folio
Oecologica 35: 60 – 65.
Tan, K.H. 1995. Dasar-dasar kimia tanah. Gadjah Mada University
Press.Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai