Anda di halaman 1dari 34

MAKALAH

INDIKATOR MUTU PELAYANAN KESEHATAN


Mata Kuliah : Manajemen Keperawatan

Disusun Oleh
Kelompok 4, Tingkat 3.C :
1. Nuril Qalbi
2. Nurul Hanifah
3. Rifka Delvia
4. Surya Ningsih

Dosen Pemimbing:
Ns. Hilma Yessi, S. Kep, M. Kep

PRODI DIII KEPERAWATAN


JURUSAN KESEHATAN DAN REKREASI
FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2021
KATA PENGANTAR

Assalamua’alakum Wr.Wb.
Sudah selayaknya ucapan syukur atas kehadirat Allah SWT. Karena berkat rahmat, petunjuk
dan pertolongan-Nyajualah sehingga makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya, walaupun
dalam bentuk yang sederhana. Dan salam dan taslim senantiasa terkirimkan atas junjungan Nabiullah
Muhammad SAW yang telah mengantarkan kita dari alam kegelapan ke alam terang benderang
dengan curahan ilmu pengetahuan.
Makalah ini berjudul “Indikator Mutu Pelayanan Kesehatan”. Dibuat sebagai salah satu tugas
mata Kuliah Manajemen Keperawatan yang bertujuan untuk mempelajari Indikator Mutu Pelayanan
Kesehatan. Ucapan terima kasih kami haturkan kepada dosen pembimbing mata kuliah Manajemen
Keperawatan.
Saya sangat menyadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu,kritik dan
saran yang bersifat konsrruktif sangat diharapkan demi kesempurnaan makalah ini diwaktu
mendatang.

Wassalam.......

Pariaman, 09 Maret 2021

Kelompok 4
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.......................................................................................................
KATA PENGANTAR....................................................................................................
DAFTAR ISI ..................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN ..............................................................................................
A. Latar Belakang.....................................................................................................
B. Tujuan .................................................................................................................
C. Manfaat Penulisan...............................................................................................
BAB II PEMBAHASAN ..............................................................................................
A. Konsep Mutu Pelayanan Kesehatan....................................................................
B. Konsep Teoritis Jaminan Mutu Asuhan Keperawatan............................................
C. Konsep Teoritis Praktek Keperawatan Berbasis Bukti (EBP)..............................
D. Indikator Penilaian Mutu Asuhan Keperawatan.................................................
E. Audit Internal Pelayanan Keperawatan………………………………………...
F. Audit Personal …………………………………………………………………..
G. Keselamatan Pasien……………………………………………………………
H. Perawat Diri……………………………………………………………………..
I. Kepuasan Pasien..................................................................................................
J. Kenyamanan…………………………………………………………………….
K. Kecemasan……………………………………………………………………..
L. Pengetahuan…………………………………………………………………….
BAB III PENUTUP ......................................................................................................
A. Kesimpulan.........................................................................................................
B. Saran...................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Di tengah krisis multidimensi yang melanda tanah air kita, terdapat banyak masalah
terjadi yang membuat rakyat Indonesia kebingungan untuk memajukan bangsa ini. Satu per satu
masalah muncul di negeri ini, mulai dari bencana alam sampai penyebaran wabah penyakit. Isu
yang paling mengancam nasib bangsa ini adalah masalah kesehatan nasional. Masalah kesehatan
nasional yang dihadapi bangsa kita sekarang adalah penyebaran wabah penyakit, pelayanan
kesehatan yang buruk, serta kurangnya biaya pengadaan fasilitas kesehatan padahal kesehatan
nasional merupakan fondasi penting dalam memajukan bangsa ini dari keterpurukan.Yang
menjadi pertanyaan adalah apakah sistem pelayanan kesehatan Indonesia sudah memadai dalam
menangani masalah kesehatan Indonesia. 
Salah satu permasalahan yang terjadi adalah pelayanan kesehatan di rumah sakit. Kualitas
pelayanan rumah sakit dapat diketahui dari penampilan professional personil rumah sakit,
efisiensi dan efektivitas pelayanan serta kepuasan pasien. Kepuasan pasien ditentukan oleh
keseluruhan pelayanan: pelayanan admisi, dokter, perawat, makanan, obat-obatan, sarana dan
peralatan, fasilitas dan lingkungan fisik rumah sakit.
Dalam pengalaman sehari-hari, ketidakpuasan pasien yang paling sering dikemukakan
dalam kaitannya dengan sikap dan perilaku petugas RS, antara lain: keterlambatan pelayanan
dokter dan perawat, dokter sulit ditemui, dokter yang kurang komunikatif dan informatif,
lamanya proses masuk rawat, aspek pelayanan di RS, sertaketertiban dan kebersihan lingkungan
RS.
Perilaku, tutur kata, keacuhan, keramahan petugas, serta kemudahan mendapatkan
informasi dan komunikasi menduduki peringkat yang tinggi dalam persepsi kepuasan pasien RS.
Tidak jarang walaupun pasien/keluarganya merasa outcome tak sesuai dengan harapannya
merasa cukup puas karena dilayani dengan sikap yang menghargai perasaan dan
martabatnya.Dalam memberikan pelayanannya rumah sakit harus cepat tanggap terhadap
kebutuhan pasien baik itu dari segi pengobatan, administrasi maupun ketepatan dalam bertindak.
Tidak semua rumah sakit akan kita dapatkan mutu pelayanan yang maksimal untuk pasiennya.
Untuk itu penulis mengangkat permasalahan mengenai Mutu Pelayanan di Rumah Sakit yang
saat ini banyak tidak memenuhi kepuasaan pasien.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui sejauh mana pelayanan yang diberikan oleh suatu rumah sakit apakah
sudah memenuhi kepuasaan pasien dalam mendapatakan pelayanan yang optimal dari rumah
sakit tersebut sehingga rumah sakit itu tergolong rumah sakit yang bermutu di mata pasien.
2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui apa itu mutu pelayanan kesehatan.
2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menentukan mutu pelayanan kesehatan terutama
mutu pelayanan di sebuah rumah sakit.
3. Untuk mengakaitkan hubungan antara mutu pelayanan di rumah sakit apakah sudah
sesuai dengan dimensi mutu.
4.  Untuk mengetahui aspek apa saja yang berhubungan dengan kepuasan pasien di rumah
sakit.
5. Untuk mengetahui indikator apa yang menyatakan bahwa pasien sudah puas dengan
pelayanan yang diterima dari rumah sakit.

C. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat penulisan dari makalah tentang mutu pelayanan kesehatan dan kepuasan
pasien adalah:
1. Untuk mengetahui definisi mutu dan mutu pelayanan kesehatan.
2. Dapat mengetahui faktor-faktor yang menentukan mutu pelayanan kesehatan terutama mutu
pelayanan di sebuah rumah sakit.
3. Mengetahui aspek apa saja yang berhubungan dengan kepuasan pasien di rumah sakit.
4. Dapat mengakaitkan dimensi mutu dalam pelayanan di rumah sakit.
5. Mengetahui indikator apa yang menyatakan bahwa pasien sudah puas dengan pelayanan yang
diterima dari rumah sakit.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Mutu Pelayanan Keperawatan


1. Pengetian
Mutu merupakan gambaran total sifat dari suatu produk atau jasa pelayanan yang
berhubungan dengan kemampuannya untuk memberikan kebutuhan kepuasan.(American society
for quality control). Mutu adalah “fitness for use” atau kemampuan kecocokan penggunaan.
(J.M. Juran, 1989). Pelayanan merupakan aktivitas, manfaat atau kepuasan yang ditawarkan
untuk dijual, sehingga dapat dikatakan bahwa pelayanan itu merupakan suatu aktivitas yang
ditawarkan dan menghasilkan sesuatu yang tidak berwujud namun dapat dinikmati atau
dirasakan Tjiptono (2004). Menurut Herderson (1966, dalam Kozier et al, 1997) menjelaskan
keperawatan sebagai kegiatan membantu individu sehat atau sakit dalam melakukan upaya
aktivitas untuk membuat individu tersebut sehat atau sembuh dari sakit atau meninggal dengan
tenang (jika tidak dapat disembuhkan), atau membantu apa yang seharusnya dilakukan apabila ia
mempunyai cukup kekuatan, keinginan, atau pengetahuan.
Peningkatan mutu pelayanan adalah derajat memberikan pelayanan secara efisien dan
efektif sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan yang dilaksanakan secara menyeluruh
sesuai dengan kebutuhan pasien, memanfaatkan teknologi tepat guna dan hasil penelitian dalam
pengembangan pelayanan kesehatan/keperawatan sehingga tercapai derajat kesehatan yang
optimal.

2. Pengukuran Mutu Pelayanan


Menurut Donabedian, mutu pelayanan dapat diukur dengan menggunakan tiga variabel,
yaitu input, proses, dan output/outcome.
a. Input adalah segala sumber daya yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan seperti
tenaga, dana, obat, fasilitas peralatan, teknologi, organisasi, dan informasi.
b. Proses adalah interaksi profesional antara pemberi pelayanan dengan konsumen (pasien dan
masyarakat). Setiap tindakan medis/keperawatan harus selalu mempertimbangkan nilai yang
dianut pada diri pasien. Setiap tindakan korektif dibuat dan meminimalkan risiko terulangnya
keluhan atau ketidakpuasan pada pasien lainnya. Program keselamatan pasien bertujuan
untuk meningkatkan keselamatan pasien dan meningkatkan mutu pelayanan. Interaksi
profesional yang lain adalah pengembangan akreditasi dalam meningkatkan mutu rumah
sakit dengan indikator pemenuhan standar pelayanan yang ditetapkan Kementerian Kesehatan
RI. ISO 9001:2000 adalah suatu standar internasional untuk sistem manajemen kualitas yang
bertujuan menjamin kesesuaian dari suatu proses pelayanan terhadap kebutuhan persyaratan
yang dispesifikasikan oleh pelanggan dan rumah sakit. Keilmuan selalu diperbarui untuk
menjamin bahwa tindakan medis/keperawatan yang dilakukan telah didukung oleh bukti
ilmiah yang mutakhir. Interaksi profesional selalu memperhatikan asas etika terhadap pasien,
yaitu:
1) berbuat hal hal yang baik (beneficence) terhadap manusia khususnya pasien, staf klinis dan
nonklinis, masyarakat dan pelanggan secara umum;
2) tidak menimbulkan kerugian (nonmaleficence) terhadap manusia;
3) menghormati manusia (respect for persons) menghormati hak otonomi, martabat,
kerahasiaan, berlaku jujur, terbuka, empati;
4) berlaku adil (justice) dalam memberikan layanan.
c. Output/outcome adalah hasil pelayanan kesehatan atau pelayanan keperawatan, yaitu berupa
perubahan yang terjadi pada konsumen termasuk kepuasan dari konsumen. Tanpa mengukur
hasil kinerja rumah sakit/keperawatan tidak dapat diketahui apakah input dan proses yang
baik telah menghasilkan output yang baik pula.

3. Konsep Mutu Bedasar SERVQUAL (Service Quality)


Menurut Parasuraman (2001: 162) bahwa konsep kualitas layanan yang diharapkan dan
dirasakan ditentukan oleh kualitas layanan. Kualitas layanan tersebut terdiri atas daya tanggap,
jaminan, bukti fisik, empati dan keandalan. Selain itu, pelayanan yang diharapkan sangat
dipengaruhi oleh berbagai persepsi komunikasi dari mulut ke mulut, kebutuhan pribadi,
pengalaman masa lalu dan komunikasi eksternal, persepsi inilah yang memengaruhi pelayanan
yang diharapkan (Expectation) dan pelayanan yang dirasakan (Perception) yang membentuk
adanya konsep kualitas layanan.
Konsep kualitas layanan dari harapan yang diharapkan seperti dikemukakan di atas,
ditentukan oleh empat faktor, yang saling terkait dalam memberikan suatu persepsi yang jelas
dari harapan pelanggan dalam mendapatkan pelayanan. Keempat faktor tersebut antara lain
sebagai berikut.

a. Komunikasi dari mulut ke mulut (word of mouth communication)


Faktor ini sangat menentukan dalam pembentukan harapan pelanggan atas suatu jasa/
pelayanan. Pemilihan untuk mengonsumsi suatu jasa/pelayanan yang bermutu dalam banyak
kasus dipengaruhi oleh informasi dari mulut ke mulut yang diperoleh dari pelanggan yang
telah mengonsumsi jasa tersebut sebelumnya.
Promosi merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan suatu program pemasaran.
Betapapun berkualitasnya suatu produk ataupun jasa, bila konsumen belum pernah
mendengarnya dan tidak yakin bahwa produk tersebut dapat berguna, maka konsumen tidak
akan pernah membeli produk tersebut. Salah satu alat promosi yang paling ampuh adalah
dengan sistem WOM (Word of Mouth) (Trarintya, 2011). WOM merupakan sebuah
komunikasi informal di antara seorang pembicara yang tidak komersial dengan orang yang
menerima informasi mengenai sebuah merek, produk, perusahaan atau jasa. WOM dapat
diartikan sebagai aktivitas komunikasi dalam pemasaran yang mengindikasikan seberapa
mungkin pelanggan akan bercerita kepada orang lain tentang pengalamannya dalam proses
pembelian atau mengonsumsi suatu produk atau jasa. Pengalaman pelanggan tersebut dapat
berupa pengalaman positif atau pengalaman negatif.
Sebenarnya hubungan dari mulut ke mulut berbentuk U, apabila seseorang puas maka ia
akan menyebarkan berita positif dari mulut ke mulut, tapi apabila mengeluh tidak puas maka
ia akan menyebarkan berita negatif dari mulut ke mulut. Pengalamanyang kurang
memuaskanpada pelanggandapatmemunculkan berbagai respons kepada perusahaan.
Perusahaan dapat menanggapi respons tersebut dengan berbagai cara yang dinamis. Peluang
meningkatnya aktivitas WOM tersebut dapat memberikan pengaruh yang hebat.

b. Kebutuhan pribadi (personal need)


Harapan pelanggan bervariasi tergantung pada karakteristik dan keadaan individu
yang memengaruhi kebutuhan pribadinya.

c. Pengalaman masa lalu (past experience)


Pengalaman pelanggan merasakan suatu pelayanan jasa tertentu di masa lalu yang
memengaruhi tingkat harapannya untuk memperoleh pelayanan jasa yang sama di masa kini
dan yang akan datang.
d. Komunikasi eksternal (company’s external communication)
Komunikasi eksternal yang digunakan oleh organisasi jasa sebagai pemberi pelayanan
melalui berbagai bentuk upaya promosi juga memegang peranan dalam pembentukan harapan
pelanggan.
Berdasarkan pengertian di atas terdapat tiga tingkat konsep kualitas layanan yaitu:
1) Bermutu (quality surprise), bila kenyataan pelayanan yang diterima melebihi pelayanan
yang diharapkan pelanggan.
2) Memuaskan (satisfactory quality), bila kenyataan pelayanan yang diterima sama dengan
pelayanan yang diharapkan pelanggan.
3) Tidak bermutu (unacceptable quality), bila ternyata kenyataan pelayanan yang diterima
lebih rendah dari yang diharapkan pelanggan.
Parasuraman (2001:26) mengemukakan konsep kualitas layanan yang berkaitan dengan
kepuasan ditentukan oleh lima unsur yang biasa dikenal dengan istilah kualitas layanan
“RATER” (responsiveness, assurance, tangible, empathy dan reliability). Konsep kualitas
layanan RATER intinya adalah membentuk sikap dan perilaku dari pengembang pelayanan
untuk memberikan bentuk pelayanan yang kuat dan mendasar, agar mendapat penilaian
sesuai dengan kualitas layanan yang diterima.
Berdasarkan inti dari konsep kualitas layanan “RATER” kebanyakan organisasi kerja
yang menjadikan konsep ini sebagai acuan dalam menerapkan aktualisasi layanan dalam
organisasi kerjanya, dalam memecahkan berbagai bentuk kesenjangan (gap) atas berbagai
pelayananyang diberikanoleh pegawai dalam memenuhi tuntutan pelayanan masyarakat.
Aktualisasi konsep“RATER” juga diterapkan dalam penerapan kualitas layanan pegawai baik
pegawai pemerintah maupun nonpemerintah dalam meningkatkan prestasi kerjanya.

a. Responsiveness (Daya Tanggap)


Perawat yang tanggap adalah yang ‘bersedia atau mau membantu pelanggan dan
memberikan pelayanan yang cepat/tanggap. Ketanggapan juga didasarkan pada persepsi
pasien sehingga faktor komunikasi dan situasi fisik disekitar pasien merupakan hal yang
penting untuk diperhatikan. Oleh karena itu ketanggapan dalam pelayanan keperawatan
dapat dijabarkan sebagai berikut : perawat memberikan informasi yang jelas dan mudah
dimengerti oleh pasien, kesediaan perawat membantu pasien dalam hal beribadah,
kemampuan perawat untuk cepat tanggap menyelesaikan keluhan pasien, dan tindakan
perawat cepat pada saat pasien membutuhkan.
b. Assurance (jaminan)
Jaminan kepastian dimaksudkan bagaimana perawat dapat menjamin pelayanan
keperawatan yang diberikan kepada pasien berkualitas sehingga pasien menjadi yakin
akan pelayanan keperawatan yang diterimanya. Untuk mencapai jaminan kepastian dalam
pelayanan keperawatan ditentukan oleh komponen meliputi kompetensi yang berkaitan
dengan pengetahuan dan keterampilan perawat dalam memberikan pelayanan
keperawatan, keramahan yang juga diartikan kesopanan perawat sebagai aspek dari sikap
perawat, dan keamanan yaitu jaminan pelayanan yang menyeluruh sampai tuntas sehingga
tidak menimbulkan dampak yang negatif pada pasien dan menjamin pelayanan yang
diberikan kepada pasien aman.

c. Tangible (bukti langsung)


Merupakan hal-hal yang dapat dilihat dan dirasakan langsung oleh pasien yang
meliputi fasilitas fisik, peralatan, dan penampilan staf keperawatan. Sehingga dalam
pelayanan keperawatan, bukti langsung dapat dijabarkan melalui : kebersihan, kerapian,
dan kenyamanan ruang perawatan, penataaan ruang perawatan, kelengkapan, kesiapan dan
kebersihan peralatan perawatan yang digunakan, dan kerapian serta kebersihan
penampilan perawat.

d. Emphaty (empati)
Empati lebih merupakan perhatian dari perawat yang diberikan kepada pasien secara
individual. Sehingga dalam pelayanan keperawatan, dimensi empati dapat diaplikasikan
melalui cara berikut, yaitu : memberikan perhatian khusus kepada setiap pasien, perhatian
terhadap keluhan pasien dan keluarganya, perawatan diberikan kepada semua pasien tanpa
memandang status sosial dan lain-lain.

e. Reliability (keandalan)
Keandalan dalam pelayanan keperawatan merupakan kemampuan untuk memberikan
pelayanan keperawatan yang tepat dan dapat dipercaya, dimana dapat dipercaya dalam hal
ini didefinisikan sebagai pelayanan keperawatan yang konsisten. Oleh karena itu,
penjabaran keandalan dalam pelayanan keperawatan adalah prosedur penerimaan pasien
yang cepat dan tepat, pemberian perawatan yang cepat dan tepat, jadwal pelayanan
perawatan dijalankan dengan tepat dan konsisten (pemberian makan, obat, istirahat, dan
lain-lain), dan prosedur perawatan tidak berbelat belit.

B. Konsep Teoritis Jaminan Mutu Asuhan Keperawatan


Program menjaga mutu adalah suatu upaya yang dilakukan secara berkesinambungan,
sistematis, objektif dan terpadu dalam menetapkan masalah dan penyebab masalah mutu
pelayanan kesehatan berdasarkan standar yang telah ditetapkan, menetapkan dan melaksanakan
cara penyelesaian masalah sesuai dengan kemampuan yang tersedia, serta menilai hasil yang
dicapai dan menyusun saran-saran tindak lanjut untuk lebih meningkatkan mutu pelayanan
kesehatan (Herlambang, 2016).
Menurut Herlambang (2016), menyatakan bahwa manfaat dari program jaminan mutu
adalah:
1. Dapat Meningkatkan Efektifitas Pelayanan Kesehatan
Peningkatan efektifitas pelayanan kesehatan ini erat hubungannya dengan dapat
diatasinya masalah kesehatan secara tepat, karena pelayanan kesehatan yang diselenggarakan
telah sesuai dengan kemajuan ilmu dan teknologi ataupun standar yang telah ditetapkan.
2. Dapat Meningkatkan Efisiensi Pelayanan Kesehatan
Peningkatan efisiensi yang dimaksudkan ini erat hubungannya dengan dapat
dicegahnya pelayanan kesehatan yang dibawah standar ataupun yang berlebihan. Biaya
tambahan karena harus menangani efek samping atau komplikasi karena pelayanan kesehatan
dibawah standar dapat dihindari. Demikian pula halnya mutu pemakaian sumber daya yang
tidak pada tempatnya yang ditemukan pada pelayanan yang berlebihan.
3. Dapat Meningkatkan Penerimaan Masyarakat Terhadap Pelayanan Kesehatan
Peningkatan penerimaan ini erat hubungannya dengan telah sesuainya pelayanan
kesehatan dengan kebutuhan dan tuntutan pemakai jasa pelayanan. Apabila peningkatan
penerimaan ini dapat diwujudkan, pada gilirannya pasti akan berperan besar dalam
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat secara keseluruhan.
4. Dapat Melindungi Penyelenggara Pelayanan Kesehatan dan Kemungkinan Timbulnya
Gugatan Hukum
Pada saat ini sebagai akibat makin baiknya tingkat pendidikan masyarakat, maka
kesadaran hukum masyarakat juga telah semakin meningkat. Untuk mencegah kemungkinan
gugatan hukum terhadap penyelenggara pelayanan kesehatan, antara lain karena
ketidakpuasan terhadap pelayanan kesehatan, perlulah diselenggarakan pelayanan kesehatan
yang sebaik-baiknya.
Dari uraian tersebut, mudah dipahami bahwa terselenggaranya program menjaga mutu
pelayanan kesehatan mempunyai peranan yang besar dalam melindungi penyelenggara
pelayanan kesehatan dan kemungkinan timbulnya gugatan hukum, karena memang pelayanan
kesehatang yang diselenggarakan telah terjamin mutunya.

C. Konsep Teoritis Praktek Keperawatan Berbasis Bukti (EBP)


Evidence Based Practice (EBP) adalah proses penggunaan bukti-bukti terbaik
yang jelas, tegas dan berkesinambungan guna pembuatan keputusan klinik dalam merawat
individu pasien. Dalam penerapan EBP harus memenuhi tiga kriteria yaitu berdasar bukti
empiris, sesuai keinginan pasien, dan adanya keahlian dari praktisi.
a) Model Evidence Based
Practice 1
Model Stetler
Model Stetler dikembangkan pertama kali tahun 1976
kemudian diperbaiki tahun 1994 dan revisi terakhir 2001.
Model ini terdiri dari 5 tahapan dalam menerapkan Evidence
Base Practice Nursing.
 Tahap persiapan.
Pada tahap ini dilakukan identifikasi masalah atau isu
yang muncul, kemudian menvalidasi masalah dengan
bukti atau landasan alasan yang kuat.
 Tahap validasi.
Tahap ini dimulai dengan mengkritisi bukti atau jurnal
yang ada (baik bukti empiris, non empiris, sistematik
review), kemudian diidentifikasi level setiap bukti
menggunakan table “level of evidence”. Tahapan bisa
berhenti di sini apabila tidak ada bukti atau bukti yang ada
tidak mendukung.
 Tahap evaluasi perbandingan/ pengambilan keputusan.
Pada tahap ini dilakukan sintesis temuan yang ada dan
pengambilan bukti yang bisa dipakai. Pada tahap ini bisa
muncul keputusan untuk melakukan penelitian sendiri
apabila bukti yang ada tidak bisa dipakai.
 Tahap translasi atau aplikasi.
Tahap ini memutuskan pada level apa kita akan
melakukan penelitian (individu, kelompok,organisasi).
Membuat proposal
untuk penelitian, menentukan strategi untuk melakukan
diseminasi formal dan memulai melakukan pilot projek.
 Tahap evaluasi.
Tahap evaluasi bisa dikerjakan secara formal maupun non
formal, terdiri atas evaluasi formatif dan sumatif, yang di
dalamnya termasuk evaluasi biaya.
b) Manfaat Evidence Based Practice
Manfaat EBP penting untuk praktik keperawatan :
 Memberikan hasil asuhan keperawatan yang lebih baik kepada
pasien
 Memberikan kontribusi perkembangan ilmu keperawatan
 Menjadikan standar praktik saat ini dan relevan
 Meningkatkan kepercayaan diri dalam mengambil keputusan
 Mendukung kebijakan dan rosedur saat ini dan termasuk
menjadi penelitian terbaru
 Integrasi EBP dan praktik asuhan keperawatan sangat penting
untuk meningkatkan kualitas perawatan pada pasien.

D. Indikator Penilaian Mutu Asuhan Keperawatan


Mutu asuhan kesehatan sebuah rumah sakit akan selalu terkait dengan struktur, proses, dan
outcome sistem pelayanan RS tersebut.

1. Aspek Struktur (Input)


Struktur adalah semua input untuk system pelayanan sebuah RS yang meliputi M1 (tenaga),
M2 (sarana prasarana), M3 (metode asuhan keperawatan), M4 (dana), M5 (pemasaran), dan
lainnya. Ada sebuah asumsi yang menyatakan bahwa jika struktur system RS tertata dengan baik
akan lebih menjamin mutu pelyanaan. Kualitas struktur RS diukur dari tingkat kewajaran,
kuantitas, biaya (efisiensi), dan mutu dari masing-masing komponen struktur

2. Proses
Proses adalah semua kegiatan dokter, perawat, dan tenaga profesi lain yang mengadakan
interkasi secara profesional dengan pasien. Interaksi ini diukur antara lain dalam bentuk
penilaian tentang penyakit pasien, penegakan diagnosis, rencana tindakan pengobatan, indikasi
tindakan, penanganan penyakit, dan prosedur pengobatan.

3. Hasil (Outcome)
Outcome adalah hasil akhir kegiatan dokter, perawat, dan tenaga profesi lain terhdap
pasien.
a. Indikator-indikator mutu yang mengacu pada aspek pelayanan meliputi:
1) Angka infeki nosokomial : 1-2%
2) Angka kematian kasar: 3-4%
3) Kematian pasca bedah: 1-2%
4) Kematian ibu melahirkan: 1-2%
5) Kematian bayi baru lahir: 20/1000
6) NDR (Net Death Rate): 2,5%
7) ADR (Anesthesia Death Rate) maksimal 1/5000
8) PODR (Post-Operation Death Rate): 1%
9) POIR (Post-Operative Infection Rate): 1%

b. Indikator mutu pelayanan untuk mengukur tingkat efisiensi RS:


1) Biaya per unit untuk rawat jalan
2) Jumlah penderita yang mengalami dekubitus
3) Jumlah penderita yang jatuh dari tempat tidur
4) BOR: 70-85%
5) BTO (Bed Turn Over): 5-45 hari atau 40-50 kali per satu tempat tidur/tahun
6) TOI (Turn Over Interval): 1-3 hari TT yang kosong
7) LOS (Length of Stay): 7-10 hari (komplikasi, infeksi nosokomial; gawat darurat;
tingkat kontaminasi dalam darah; tingkat kesalahan; dan kepuasan pasien)
8) Normal tissue removal rate: 10%
c. Indikator mutu yang berkaitan dengan kepuasan pasien dapat diukur dengan jumlah keluhan
dari pasien/keluarganya, surat pembaca di Koran, surat kaleng, surat masuk di kotak saran,
dan lainnya.

d. Indikator cakupan pelayanan sebuah RS terdiri atas:


1) Jumlah dan persentase kunjungan rawat jalan/inap menurut jarak RS dengan asal pasien
2) Jumlah pelayanan dan tindakan seperti jumlah tindakan pembedahan dan jumlah
kunjungan SMF spesialis
3) Untuk mengukur mutu pelayanan sebuah RS, angka-angka standar tersebut di atas
dibandingkan dengan standar (indicator) nasional. Jika bukan angka standar nasional,
penilaian dapat dilakukan dengan menggunakan hasil pencatatan mutu pada tahun-
tahun sebelumnya di rumah sakit yang sama, setelah dikembangkan kesepakatan pihak
manajemen/direksi RS yang bersangkutan dengan masing-masing SMF dan staf lainnya
yang terkait.

e. Indikator mutu yang mengacu pada keselamatan pasien:


1) Pasien terjatuh dari tempat tidur/kamar mandi
2) Pasien diberi obat salah
3) Tidak ada obat/alat emergensi
4) Tidak ada oksigen
5) Tidak ada suction (penyedot lendir)
6) Tidak tersedia alat pemadam kebakaran
7) Pemakaian obat
8) Pemakaian air, listrik, gas, dan lain-lain.

Indikator keselamatan pasien, sebagaimana dilaksanakan di SGH (Singapore General


Hospital, 2006) meliputi:
 Pasien jatuh disebabkan kelalaian perawat, kondisi kesadaran pasien, beban kerja
perawat, model tempat tidur, tingkat perlukaan, dan keluhan keluarga
 Pasien melarikan diri atau pulang paksa, disebabkan kurangnya kepuasan pasien, tingkat
ekonomi pasien, respons perawat terhadap pasien, dan peraturan tumah sakit
 Clinical incident diantaranya jumlah pasien phlebitis, jumlah pasien ulkus dekubitus,
jumlah pasien pneumonia; jumlah pasien tromboli, dan jumlah pasien edema paru karena
pemberian cairan yang berlebih
 Sharp injury, meliputi bekas tusukan infuse yang berkali-kali kurangnya keterampilan
perawat, dan complain pasien
 Medication incident, meliputi lima tidak tepat (jenis obat, dosis, pasien, cara, waktu)

Tabel 2.1 Standar Nasional Indikator Mutu Pelayanan


Standar Nasional
∑ BOR 75-80%
∑ ALOS 1-10 hari
∑ TOI (Turn Over Interval) 1-3 hari
∑ BTO (Bed Turn Over) 5-45 hari
∑ NDR (Net Death Rate) < 2,5%
∑ GDR (Gross Death Rate) < 3%
∑ ADR (Anesthesia Death Rate) 1,15000
∑ PODR (Post-Operation Death Rate) < 1%
∑ POIR (Post-Operative Infection Rate) < 1%
∑ NTRR (Normal Tissue Removal Rate) < 10%
∑ MDR (Maternal Death Rate) < 0,25%
∑ IDR (Infant Death Rate) < 2%

E Audit Internal Pelayanan Keperawatan


Audit internalmerupakan suatu penilaian atas keyakinan, independen, obyektif dan aktivitas
konsultasi yang dirancang untuk menambah nilai dan meningkatkan operasi organisasi. Ini
membantu organisasi mencapai tujuannya dengan membawa pendekatan yang sistematis dan disiplin
untuk mengevaluasi dan meningkatkan efektivitas proses manajemen risiko, pengendalian, dan tata
kelola. Audit internal adalah katalis untuk meningkatkan efektivitasorganisasi dan efisiensi dengan
memberikan wawasan dan rekomendasi berdasarkan analisis dan penilaian data dan proses bisnis.
Dengan komitmen untuk integritas dan akuntabilitas, audit internal yang memberikan nilai kepada
mengatur badan dan manajemen senior sebagai sumber tujuan saran independen.Profesional yang
disebut auditor internal yang digunakan oleh organisasi untuk melakukan kegiatan audit internal.
Audit keperawatan internal dilakukan oleh organisasi profesi di dalam institusi tempat praktik
keperawatan, audit keperawatan eksternal dilakukan oleh organisasi profesi di luar
institusi.Kebijakan audit medis di Rumah Sakit didasarkan pada Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor : 496/Menkes/SK/IV/2005 tanggal 5 April 2005 tentang Pedoman Audit
Medis di RS, sedangkan untuk audit keperawatan belum ada kebijakan yang mengatur.
Pelaksana Audit Keperawatan di Rumah Sakit :
·         Tim pelaksana dapat merupakan tim atau panitia yg dibentuk di bawah Komite Keperawatan atau
panitia khusus untuk itu à pelaksana audit keperawatan di RS dapat dilakukan oleh Komite
Keperawatan, Sub Komite (Panitia) Peningkatan Mutu Keperawatan atau Sub Komite (Panitia) Audit
Keperawatan
·         Pelaksana audit keperawatan wajib melibatkan bagian rekam keperawatan
Pelaksana audit wajib melibatkan SMF mulai dari pemilihan topik, penyusunan standar & kriteria
serta analisa hasil audit keperawatan
·         Apabila diperlukan dapat mengundang konsultan tamu atau organisasi profesi terkait untuk
melakukan analisa hasil audit keperawatan & memberikan rekomendasi khusus
Langkah-langkah (Proses Audit)
1. Identifikasi masalah
Hal-hal yang dapat dipertimbangkan dalam pemilihan topik adalah :
·         Adanya standar nasional dan pedoman yang menjadi rujukan praktik klinis yang lebih efektif
Area yang menjadi masalah dapat dijumpai di lahan praktik
·         Rekomendasi dari pasien dan masyarakat
·         Berpotensi jelas untuk meningkatkan pemberian pelayanan Kaitan dengan volume, risiko dan
biaya tinggi jika upaya perbaikan diterapkan
2. Menetapkan kriteria dan standar
·         Kriteria adalah pernyataan eksplisit yang didefinisikan sebagai elemen representatif dari
pelayanan yang dapat diukur secara objektif.
·         Standar adalah aspek pelayanan yang dapat diukur, yang selalu didasarkan pada hasil penelitian
yang terbaik (ekspektasi tiap kriteria)
·         Standar & kriteria wajib (Must Do) à merupakan kriteria minimum yg absolut dibutuhkan utk
menjalankan kegiatan sesuai kebutuhan & harus dipenuhi oleh setiap dokter
·         Standar kriteria tambahan (Should do) à merupakan kriteria-2 dari hasil riset yg dapat dibuktikan
dan penting
3. Pengumpulan data
Untuk menjamin pengumpulan data tepat dan teliti, dan hanya informasi penting yang
dikumpulkan, tentunya detail dari hal-hal yang akan di audit ditetapkan sejak awal. Diantaranya
adalah :
·         Kelompok yang termasuk pengguna pelayanan, dengan tanpa perkecualian
·         Profesional kesehatan yang termasuk pemberi pelayanan
·         Periode penerapan dari kriteria. Ukuran sampel dapat ditentukan menggunakan statistik, data
dapat dikumpulkan baik dengan sistem informasi komputer maupun secara manual. Yang terpenting
adalah data apakah yang akan diambil?, dimanakah data dapat ditemukan? Dan siapakan yang akan
mengambil data?
4.Membandingkan hasil pengumpulan data dengan standar.
Tahap ini merupakan tahap analisis, dimana hasil dari pengumpulan data dibandingkan
dengan kriteria dan standar.Hasil akhir dari analisis adalah apakah standar sudah sesuai, jika dapat
diaplikasikan, identifikasi alasan ketidaksesuaian standar dengan kasus.
5.Melakukan upaya perbaikan (Melakukan analisa kasus yg tidak sesuai dgn standar & kriteria).
Setelah hasil audit dipublikasikan dan didiskusikan, kesepakatan sebaiknya dibuat sebagai
rekomendasi perbaikan. Rencana kegiatan dilaporkan untuk menentukan siapa yang akan
menyetujui, apa yang akan dilakukan dan kapan akan dimulai. Tiap-tiap poin sebaiknya didefinisikan
dengan jelas termasuk nama-nama individu yang akan bertanggung jawab dan target waktu
pencapaian.
6. Tindakan korektif
7. Rencana re-audit
Aspek struktur, proses dan hasil pelayanan dipilih dan dievaluasi secara sistematis
berdasarkan kriteria eksplisit. Jika diindikasikan, upaya-upaya perbaikan diterapkan pada tim
individu atau tingkat pelayanan dan monitoring selanjutnya digunakan untuk memberi konfirmasi
adanya perbaikan dalam pemberian pelayanan.Audit klinik adalah suatu kegiatan berkesinambungan
penilaian mutu pelayanan yang dilakukan para pemberi jasa pelayanan kesehatan langsung (oleh
dokter, perawat, dan atau profesi lain) suatu Rumah Sakit untuk menghasilkan perbaikan-perbaikan
jika hasil penilaian menunjukkan bahwa mutu pelayanan mereka ternyata dibawah optimal.
Pengertian klinik dalam konteks ini meliputi kelompok medik dan keperawatan, dengan demikian
audit klinik dapat merupakan audit medik, audit keperawatan, atau gabungan antara audit medik dan
keperawatan.Menurut Elison, audit keperawatan secara khusus merujuk pada pengkajian kualitas
keperawatan klinis yang merupakan upaya evaluasi secara profesional terhadap mutu pelayanan
keperawatan yang diberikan kepada pasien, dengan menggunakan rekam keperawatan dan
dilaksanakan oleh profesi keperawatan.

F .Audit Manajemen Personalia


Audit manajemen personalia adalah perencanaan, pengembangan, pembagian kompensasi,
penginterprestasian, dan pemeliharaan tenaga keraja dengan maksud untuk membantu mencapai
tujuan perusahaan, individu dan masyarakat (Ranupandojo dan Husnan, 2002).
Manajemen personalia adalah ilmu seni untuk melaksanakan antara lain perencanaan,
pengorganisasian, pengawasan, sehingga efektivitas dan efisiensi personalia dapat ditingkatkan
semaksimal mungkin dalam mencapai tujuan (Nitisemito, 1996:143).
Ø  TujuanManajemen Personalia
Tujuan manajemen personalia berhubungan dengan tujuan perusahaan secara umum.Hal ini
dikarenakan manajemen perusahaan berusaha untuk menimbulkan efisiensi dalam bidang tenaga
kerja sebagai efisiensi keuntungan dan kontinuitas.
Tujuan manajemen personalia ada dua macam, yaitu (Manullang, 2001:165) :
1. Production Minded (efisiensi dan daya guna);
2. People Minded (Kerja sama).
Karena itu manajemen personalia ini menyangkut usaha untuk menciptakan kondisi dimana
setiap karyawan didorong untuk memberikan sumbangan sebaik mungkin bagi majikannya, karena
tidak dapat mengharapkan efisiensi yang maksimal tanpa kerjasama yang penuh dari para karyawan.
Ø  Fungsi Manajemen Personalia
Fungsi audit manajemen personalia terdiri dari :
1. Perencanaan. Perencanaan berarti menentukan program personalia yang akan membantu
mencapai tujuan perusahaan yang telah ditetapkan. Tujuan ini memerlukan partisipasi aktif dari
manajer personalia.
2. Pengorganisasian. Jika perusahaan telah menentukan fungsi-fungsi yang harus dijalankan
oleh karyawannya, maka manajer personalia harus membentuk organisasi dengan merancang
susunan dari berbagai hubungan antara jabatan personalia dan faktor-faktor fisik. Organisasi
merupakan suatu alat untuk mencapai tujuan.
3. Pengarahan. Apabila manajer sudah mempunyai rencana dan sudah mempunyai organisasi
untuk melaksanakan rencana tersebut, fungsi selanjutnya adalah mengadakan pengarahan terhadap
pekerjaan. Fungsi itu berarti mengusahakan agar karyawan bekerja sama secara efektif.
4. Pengawasan. Pengawasan adalah mengamati dan membandingkan pelaksanaan dengan
rencana dan mengoreksinya apabila terjadi penyimpangan. Dengan kata lain pengawasan adalah
fungsi yang menyangkut masalah pengaturan berbagai kegiatan sesui dengan rencana personalia
yang dirumuskan sebagi dasar analisis dari tujuan organisasi fundamental.
Fungsi audit manajemen personalia secara operasionalnya terdiri dari :
1. Pengadaan adalah menyediakan sejumlah tertentu karyawan dan jenis keahlian yang
diperlukan untuk mencapai tujuan perusahaan. Tujuan tersebut menyangkut masalah pemenuhan
kebutuhan tenaga kerja, proses seleksi dan penempatan kerja.
2. Pengembangan karyawan yang telah diperoleh dengan malalui pelatihan dengan tujuan
untuk mengembagkan ketrampilan. 
3. Pemberian kompensasi adalah pemberian penghargaan yang adil dan layak terhadap para
karyawan sesuai dengan sumbangan mereka dalam mencapai tujuan perusahaan.
4. Pengintegrasian adalah menyangkut penyesuaian keinginan dari individu dengan keungan
pihak perusahaan dan masyarakat.
5. Pemeliharaan adalah mempertahankan dan meningkatkan kondisi yang telah ada


G . Keselamatan Pasien
yang dimaksud dengan keselamatan pasien (patien safety) adalah proses dalam suatu Rumah
Sakit yang memberikan pelayanan pasien yang lebih aman. Termasuk di dalamnya asesmen risiko,
identifikasi, dan manajemen risiko terhadap pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan
untuk belajar dan menindaklanjuti insiden, dan menerapkan solusi untuk mengurangi serta
meminimalisir timbulnya risiko. Standar keselamatan pasien tersebut menurut Pasal 43 ayat (2)
dilaksanakan melalui pelaporan insiden, menganalisa, dan menetapkan pemecahan masalah dalam
rangka menurunkan angka kejadian yang tidak diharapkan.Yang dimaksud dengan insiden
keselamatan pasien adalah kesalahan medis (medical error), kejadian yang tidak diharapkan
(adverse event), dan nyaris terjadi (near miss).Untuk meningkatkan mutu pelayanan Rumah Sakit,
Menteri Kesehatan menurut Pasal 3 ayat (1) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1691/Menkes/Per/VIII/2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit, membentuk Komite Nasional
Keselamatan Pasien Rumah Sakit.Komite Nasional tersebut merupakan organisasi nonstruktural dan
independen dibawah koordinasi direktorat jenderal yang membidangi rumah sakit, serta bertanggung
jawab kepada Menteri.
Standar keselamatan pasien menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1691/Menkes/Per/VIII/2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit, Pasal 7 ayat (2) meliputi:
1. Hak pasien
2. Mendidik pasien dan keluarga;
3. Keselamatan pasien dalam kesinambungan pelayanan;
4. Penggunaan metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan program peningkatan
keselamatan pasien;
5. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien;
6. Mendidik staf tentang keselamatan pasien;dan
7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien.
Selanjutnya Pasal 8 Peraturan Menteri Kesehatan tersebut diatas mewajibkan setiap Rumah
Sakit untuk mengupayakan pemenuhan Sasaran Keselamatan Pasien yang meliputi tercapainya 6
(enam) hal sebagai berikut:
1. Ketepatan identifikasi pasien;
2. Peningkatan komunikasi yang efektif;
3. Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai;
4. Kepastian tepat-lokasi, tepat-prosedur, tepat-pasien operasi;
5. Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan;dan
6. Pengurangan risiko pasien jatuh.
Dalam rangka menerapkan Standar Keselamatan Pasien, menurut Pasal 9 Peraturan Menteri
Kesehatan tersebut diatas, Rumah Sakit melaksanakan Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien
Rumah Sakit yang terdiri dari:
1. Membangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien;
2. Memimpin dan mendukung staf;
3. Mengintegrasikan aktivitas pengelolaan risiko;
4. Mengembangkan sistem pelaporan;
5. Melibatkan dan berkomunikasi dengan pasien;
6. Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien;dan
7. Mencegah cedera melalui implementasi sistem keselamatan pasien.

H. Perawatan Diri
 Angka tidak terpenuhinya kebutuhan mandi,berpakaian,dan eliminasi yang
disebabkan oleh keterbatasan diri
 Angka tidakterpenuhinya kebutuhan diri(mandi toilet,pada timgkat ketergantungan
parsial dan total)
Perawatan diri yang mana suatu tindakan yang untuk memelihara kebersihan dan
kesehatan sesorng untuk kesejahteraan fisik dn psikis,kurang perawatan diri dimana
seorang tidak mampu melakukan perawatan kebersihan untuk dirinya.
I . Kenyamanan
              Kenyamanandidefinisikan sebagai kondisi yang dialami oleh resipien berdasarkan
pengukuran kenyamanan.Ada tiga tipe kenyamanan (dorongan, ketentraman dan transcendence)
serta empat konteks pengalaman (fisik, psikospiritual, sosial dan lingkungan).
Tipe-tipe kenyamaman didefiniskan sebagai berikut :
·         Dorongan (relief): kondisi resipien yang membutuhkan penanganan yang spesifik dan segera.
·         Ketenteraman (ease): kondisi yang tenteram atau kepuasan hati.
·         Transcendence: kondisi dimana individu mampu mengatasi masalahnya (nyeri).
Empat konteks kenyamanan
·         Fisik : berkaitan dengan sensasi jasmani.
·         Psikospiritual : berkaitan dengan kesadaran diri, internal diri, termasuk penghargaan, konsep diri,
seksual dan makna hidup; berhubungan dengan perintah yang terbesar atau kepercayaan.
·         Lingkungan : berkaitan dengan keadaan sekitarnya, kondisi-kondisi, dan pengaruhnya.
·         Sosial : berkaitan dengan hubungan interpersonal, keluarga, dan sosial.
Teori kenyamanan meliputi tiga tipe alasan logis:
A.Induction
Induksi terjadi setelah terjadi proses generalisasi dari pengamatan terhadap objek yang
spesifik (Bishop & Hardin, 2006). Ketika perawat mendalami tentang praktek keperawatan dan
keperawatan sebagai disiplin, perawat menjadi familiar dengan konsep implisit atau eksplisit, term,
proposisi, dan asumsi yang mendukung praktik keperawatan.
B.Deduction
Deduksi merupakan proses penyimpulan prinsip atau premis yang bersifat general menjadi
kesimpulan yang lebih spesifik (Bishop & Hardin, 2006).
Tahapan deduktif dari perkembangan teori menghasilkan hubungan comfort dengan konsep
lain untuk menghasilkan sebuah teori. Pendapat dari ketiga theorist disertakan dalam teori comfort,
oleh karena itu Kolcaba mencari bentuk dasar yang dibutuhkan untuk menyatukan ketiga konsep
dasar: relief, ease, dan transcendence. Sesuatu hal yang diinginkan adalah suatu kerangka konsep
general yang mampu menjelaskan comfort menjadi istilah yang lebih mudah dipahami dan
mengurangi tingkat abstraksinya (Tomey & Alligood, 2010).
C.Retroduction
Retroduction digunakan untuk menyeleksi fenomena yang sesuai untuk dikembangkan lebih luas
untuk kemudian diuji kembali. Tipe ini diaplikasikan dalam area yang hanya memiliki beberapa teori
(Bishop & hardin, 2006).. Hasil yang diharapkan dari pemberian intervensi keperawatan adalah
diperolehnya kenyamanan pasien yang dapat dilihat dari persepsi yang dikemukakan oleh pasien
J. Kepuasan Pasien
Kepuasan adalah tingkat keadaan yang dirasakan seseorang yang merupakan hasil dari
membandingka penampilan atau outcome produk yang dirasakan dalam hubungannya dengan
harapan seseorang (Philip Kotler). Kepuasaan pelanggan adalah suatu keadaan dimana keinginan,
harapan dan kebutuhan pelanggan dipenuhi. Suatu pelayanan dinilai memuaskan
bila pelayanan tersebut dapat memenuhi kebutuhan dan harapan pelanggan.
Pengukuran kepuasan pelanggan merupakan elemen penting dalam menyediakan pelayanan yang
lebih baik, lebih efisien dan lebih efektif. Apabila pelanggan merasa tidak puas terhadap
suatu pelayanan yang disediakan, maka pelayanan tersebut dapat dipastikan tidak efektif dan
tidak efisien. Hal initerutamasangat penting bagi pelayanan publik.
Tingkat kepuasan pelanggan terhadap pelayanan merupakan faktor yang penting dalam
mengembangkan suatu sistim penyediaan pelayanan yang tanggap terhadap
kebutuhan pelanggan, meminimalkan biaya dan waktu serta memaksimalkan
dampak pelayanan terhadap populasi sasaran (Triatmojo, 2006). Dalam rangka mengembangkan
mekanisme pemberian pelayanan yang memenuhi kebutuhan, keinginan dan harapan pelanggan,
perlu mengetahui apa yng dipikirkan pelanggan tentang jenis, bentuk dan orang yang
memberi pelayanan. Lupiyoadi (2001:158) menyatakan bahwa dalam menentukan tingkat
kepuasan, terdapat lima faktor utama yang harus diperhatikan oleh perusahaan, yaitu:
 Kualitas produk; Pelanggan akan merasa puas bila hasil evaluasi mereka menunjukkan
bahwa produk yang mereka gunakan berkualitas.
 Kualitas pelayanan; Terutama untuk industri jasa, pelanggan akan merasa puas bila
mereka mendapatkan pelayanan yang baik atau yang sesuai dengan yang diharapkan.
 Emosional; Pelanggan akan merasa bangga dan mendapatkan keyakinan bahwa orang
lain akan kagum terhadap dia bila menggunakan produk dengan merek tertentu yang
cenderung mempunyai tingkat kepuasan lebih tingg
 Kepuasan yang diperoleh bukan karena kualitas dari produk tetapi nilai social atau self
esteem yang membuat pelanggan menjadi puas terhadap merek tertentu.
 Harga; Produk yang mempunyai kualitas sama tetapi menetapkan harga yang relatif
murah akan memberikan nilai yang lebih tinggi kepada pelanggannya.
 Biaya; Pelanggan tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan atau tidak perlu membuang
waktu untuk mendapatkan suatu produk atau jasa cenderung puas terhadap produk atau
jasa itu.
Keistimewaan produk yang memenuhi kebutuhan pelanggan diantaranya yaitu:
 Mutu yang lebih tinggi dari produk memungkinkan (memberikan manfaat) untuk
 Meningkatkan kepuasan pelanggan.
 Membuat produk mudah laku dijual
 Memenangkan persaingan
 Meningkatkan pangsa pasar
 Memperoleh pemasukan dari penjualan
 Menjamin harga premium
 Dampak yang teruatama adalah terhadap penjualan
 Biasanya, mutu yang lebih tinggi membutuhkan biaya lebih banyak
 Mengurangi tingkat kesalahan
 Mengurangi pekerjaan ulang dan pemborosan
 Mengurangi kegagalan di lapangan, beban garansi
 Mengurangi ketidakpuasan pelanggan
 Mengurangi keharusan memeriksa dan menguji
 Memendekkan waktu guna melempar produk baru ke pasar
 Tingkatkan hasil/kapasitas
 Meningkatkan kinerja pengiriman
 Dampak utama biaya
 Biasanya mutu lebih tinggi biayanya lebih sedikit

Kepuasan Pelanggan:
Puas atau tidak puas seseorang tergantung pada Sikapnya terhadap ketidaksesuaian (rasa
senang atau tidak senang).Tingkatan daripada evaluasi “baik atau tidak” untuk dirinya,
melebihi atau di bawah standar.

Mengukur Kepuasan Pelanggan di Rumah Sakit


Kepuasan pelanggan adalah indikator pertama dari standar suatu rumah sakit dan merupakan
suatu ukuran mutu pelayanan. Kepuasan pelanggan yang rendah akan berdampak terhadap
jumlah kunjungan yang akan mempengaruhi provitabilitas rumah sakit, sedangkan sikap
karyawan terhadap pelanggan juga akan berdampak terhadap kepuasan pelanggandimana
kebutuhan pelanggan dari waktu ke waktu akan meningkat, begitu pula tuntutannya akan
mutu pelayanan yang diberikan.
Kepuasan pelanggan, sangat berhubungan dengan kenyaman, keramahan, dan
kecepatan pelayanan. Kepuasan pelanggan, merupakan indikator yang berhubungan dengan
jumlah keluhan pelanggan atau keluarga, kritik dalam kolom surat pembaca, pengaduan mal
praktek, laporan dari staf medik dan perawatan dsb. 
Bentuk kongkret untuk mengukur kepuasan pelanggan rumah sakit, dalam seminar
survai kepuasan pelanggan di RS, Junadi (2007), mengemukakan ada empat aspek yang dapat
diukur yaitu: Kenyamanan, Hubungan pelanggandengan petugas, kompetensi petugas dan
biaya
1. Kenyaman, aspek ini dijabarkan dalam pertanyaan tentang lokasi rumah sakit, kebersihan,
kenyamanan ruangan, makanan dan minuman, peralatan ruangan, tata letak, penerangan,
kebersihan WC, pembuangan sampah, kesegaran ruangan dll.
2. Hubungan pelanggan dengan petugas Rumah Sakit, dapat dijabarkan dengan pertanyaan
yang menyangkut keramahan, informasi yang diberikan, sejauh mana tingkat komunikasi,
responsi, support, seberapa tanggap dokter/perawat di ruangan IGD, rawat jalan, rawat
inap, farmasi, kemudahan dokter/perawat dihubungi, keteraturan pemberian meal, obat,
pengukuran suhu dsb.
3. Kompetensi teknis petugas, dapat dijabarkan dalam pertanyaan
kecepatan pelayanan pendaftaran, keterampilan dalam penggunaan teknologi,
pengalaman petugas medis, gelar medis yang dimiliki, terkenal, keberanian mengambil
tindakan, dsb.
4. Biaya, dapat dijabarkan dalam pertanyaan kewajaran biaya, kejelasan komponen biaya,
biaya pelayanan, perbandingan dengan rumah sakit yang sejenis lainnya, tingkat masyarat
yang berobat, ada tidaknya keringan bagi masyarakat miskin dsb.

Kepuasan Pelanggan mencerminkan mutu pelayanan Rumah sakit

Dalam konsep quality assurance (QA), kepuasan pelanggan dipandang sebagai unsur penentu


penilaian  baik buruknya sebuah rumah sakit. Unsur penentu lainnya dari empat komponen
yang mempengaruhi kepuasan adalah: aspek klinis, efisiensi dan efektivitas dan
keselamatan pelanggan. Aspek Klinis, merupakan komponen yang
menyangkut pelayanan dokter, perawat dan terkait dengan teknis medis.

Efisiensi dan efektivitas, menunjuk pada pelayanan yang murah, tepat guna, tidak ada
diagnosa dan terapi yang berlebihan. Aspek Keselamatan pelanggan, adalah upaya
perlindungan pelanggan dari hal-hal yang dapat membahayakan keselamatan pelanggan,
seperti jatuh, kebakaran, dll. Kepuasan pelanggan, sangat berhubungan dengan kenyaman,
keramahan, dan kecepatan pelayanan.

Jaminan mutu pelayanan di Rumah Sakit (RS) merupakan salah satu faktor penting dan
fundamental khususnya bagi manajemen RS itu sendiri dan para stakeholdernya, pasalnya
dampak dari QA menentukan hidup matinya sebuah rumah sakit. Bagi Rumah Sakit, adanya
QA yang baik tentu saja membuat RS mampu untuk bersaing dan tetap exist di masyarakat.
Bagi pelanggan, QA dapat dijadikan sebagai faktor untuk memilih RS yang bermutu dan
baik.. 

Bagi praktisi medis, selain terikat dengan standar profesinya, dengan adanya QA para praktisi
medis dituntut untuk semakin teliti, telaten, dan hati – hati dalam menjaga mutu
pelayanannya. Dan bagi pemerintah sendiri, adanya QA dapat menjadikan standar dalam
memutuskan salah benarnya suatu kasus yang terjadi di Rumah sakit.

Pandangan Pasien terhadap Mutu

Pandangan pasien terhadap Mutu Klinik, yaitu :

 Dokter terlatih dengan baik.


 Melihat dokter yang sama setiap visite.
 Perhatian pribadi dokter terhadap pasien.
 Privacy dalam diskusi penyakit.
 Ongkos klinik terbuka.
 Waktu tunggu dokter yang singkat.
 Informasi dari dokter.
 Ruang istirahat yang baik.
 Staf yang menyenangkan.
  Ruang tunggu yang nyaman.

Mutu pelayanan rumah sakit (RS) dapat ditelaah dari tiga hal yaitu:

1) struktur (sarana fisik, peralatan, dana, tenaga kesehatan dan nonkesehatan, serta pasien)
2) proses (manajemen RS baik manajemen interpersonal, teknis maupun pelayanan
keperawatan yang kesemuanya tercermin pada tindakan medis dan nonmedis kepada
pasien),
3) Outcome
a. Aspek
Mutu yang dapat dipakai sebagai indikator untuk menilai mutu pelayanan RS yaitu:
 penampilan keprofesian (aspek klinis),
 efisiensi dan efektivitas,
 keselamatan
 kepuasan pasien.
b. Dalam pengalaman sehari-hari, ketidakpuasan pasien yang paling sering dikemukakan
dalam kaitannya dengan sikap dan perilaku petugas RS, antara lain:
 keterlambatan pelayanan dokter dan perawat.
 dokter sulit ditemui.
 dokter yang kurang.
 komunikatif dan informatif.
 lamanya proses masuk pasien RS

Indikator kepuasan pasien di Ruah Sakit yaitu:

a. Pelayanan masuk RS:


 Lama waktu pelayanan sebelum dikirim ke ruang perawatan.
 Pelayanan petugas yang memproses masuk ke ruang perawatan
 Kondisi tempat menunggu sebelum dikirim ke ruang perawatan.
 Pelayanan petugas Instalasi Gawat Darurat(IGD)
 Lama pelayanan di ruang IGD.
 Kelengkapan peralatan di ruang IGD.

b. Pelayanan dokter:
 Sikap dan perilaku dokter saat melakukan pemeriksaan rutin.
 Penjelasan dokter terhadap pengobatan yang akan dilakukannya.
 Ketelitian dokter memeriksa responden.
 Kesungguhan dokter dalam menangani penyakit responden.
 Penjelasan dokter tentang obat yang harus diminum.
 Penjelasan dokter tentang makanan yang harus dipantang.
 Kemanjuran obat yang diberikan dokter.
 Tanggapan dan jawaban dokter atas keluhan responden.
 Pengalaman dan senioritas dokter.

c. Pelayanan perawat:
 Keteraturan pelayanan perawat setiap hari (pemeriksaan nadi, suhu tubuh, dan
sejenisnya
 Tanggapan perawat terhadap keluhan responden
 Kesungguhan perawat melayani kebutuhan responden
 Keterampilan perawat dalam melayani (menyuntik, mengukur tensi, dan lain -lain)
 Pertolongan sifatnya pribadi (mandi, menyuapi makanan, dan sebagainya)
 Sikap perawat terhadap keluarga pasien dan pengunjung/tamu pasien
 Pemberian obat dan penjelasan cara meminumny
 . Penjelasan perawat atas tindakan yang akan dilakukannya
 Pertolongan perawat untuk duduk, berdiri, dan berjalan.

d. Pelayanan makanan pasien:


 Variasi menu makanan
 Cara penyajian makana
 Ketepatan waktu menghidangkan makanan
 Keadaan tempat makan (piring, sendok)
 Kebersihan makanan yang dihidangkan
 Sikap dan perilaku petugas yang menghidangkan makanan.

e. Sarana medis dan obat-obatan:


 Ketersediaan obat-obatan di apotek RS
 Pelayanan petugas apotek RS
 Lama waktu pelayanan apotek RS
 Kelengkapan peralatan medis sehingga tak perlu dikirim ke RS lain untuk pemakaian
suatu alat
 Kelengkapan pelayanan laboratorium RS
 Sikap dan perilaku petugas pada fasilitas penunjang medis.
 Lama waktu mendapatkan kepastian hasil dari penunjang medis.
f. Kondisi fasilitas RS (fisik RS):
 Keterjangkauan letak RS
 Keadaan halaman dan lingkungan RS
 Kebersihan dan kerapian gedung, koridor, dan bangsal RS
 Keamanan pasien dan pengunjung RS
 Penerangan lampu pada bangsal dan halaman RS di waktu malam
 Tempat parkir kendaraan di RS.

g. Kondisi fasilitas ruang perawatan:


 Kebersihan dan kerapian ruang perawata
 Penerangan lampu pada ruang perawata
 Kelengkapan perabot ruang perawatan
 Ruang perawatan bebas dari serangga (semut, lalat, nyamuk).

h. Pelayanan administrasi keluar RS:


 Pelayanan administrasi tidak berbelit-belit dan menyulitkan
 Peraturan keuangan sebelum masuk ruang perawatan
 Cara pembayaran biaya perawatan selama dirawat
 Penyelesaian administrasi menjelang pulang
Sikap dan perilaku petugas administrasi menjelang pul

L. PENGETAHUAN
Menurut ;otoadmodjo (Pengetahuan merupakan hasil , dan ini terjadi setelah orang
melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Jadi pengetahuan ini diperoleh dari aktivitas
pancaindra yaitu penglihatan, penciuman,peraba dan indra perasa, sebagian besar pengetahuan
diperoleh melalui mata dan telinga(pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat
penting dalam membentuk tindakan seseorang. (penelitian vogers dalam buku pendidikan dan
perilaku kesehatan otoatmodjo, mengungkapkan bahwa
sebelum orang mengadopsi perilaku baru, didalam diri orang tersebut terjadi proses
yang berurutan, yaitu
1. wareness kesadaran& ketika seseorang menyadari dalam arti mengetahui terlebih
dahulu terhadap stimulus objek
2 interst tertarik&, ketika seseorang mulai tertarik pada stimulus.
3 aluation menimbang-nimbang& terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut
baginya.
4 trial mencoba&, ketika seseorang telah mencoba perilaku baru.
5 doption adaptasi&, ketika seseorang telah berprilaku baru yang sesuai dengan
pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.
namun, berdasarkan penelitian selanjutnya, ogers menyimpulkan bahwa perubahan perilaku
tidak selalu melewati tahapan di atas. jika penerima perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses
seperti ini yaitu dengan didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif, maka perilaku
itu akan bersifat
langgeng long lasting. sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh
pengetahuan dan kesadaran, perilaku itu tidak akan berlangsung lama.

M. kecemasan
merupakan reaksi yang pertama muncul atau dirasakan oleh pasien dan keluarganya disaat
pasien harus dirawat mendadak atau tanpa terncana begitu mulai masuk rumah sakit.kecemasan akan
terus menyertai pasien dan keluarganya dalam setiap tidakan perawatan terhadap pemyakit yang
diderita pasien.
cemas adalah emosi tanpa objek yang spesiik,penyebabnya tidkak diketahui dan didhui oleh
pengalaman baru,yang mana menndakan suatu keadaan yang mengancam kebutuhan serta
keberadaan dirinya dan dimanifestikan dalam bentu perilaku seperti rasa tidak berdaya,rasa tidak
mampu,rasa takut dan fobia tertentu.
A penilaian kecemasan
Zung self-rating anxiety adalah penilaian kecemasan pada pasien dewasa yang dirancang oleh
william W.K.zung dikembangkan berdasarkan gejala kecemasan dalam diaqnosis.
Rentang penilain 20-80 dengan pengelompokkan antara lin
 skor 20-44:normal/tiak cemas
 skor 40-59: kecemasan rigan
 skor 60-74:kecemasan sedang
 skor 75-80:kecemasan berat.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Mutu pelayanan keperawatan sebagai indikator kualitas pelayanan kesehatan menjadi salah
satu faktor penentu citra institusi pelayanan kesehatan di mata masyarakat. Peningkatan mutu
pelayanan adalah derajat memberikan pelayanan secara efisien dan efektif sesuai dengan standar
profesi, standar pelayanan yang dilaksanakan secara menyeluruh sesuai dengan kebutuhan pasien,
memanfaatkan teknologi tepat guna dan hasil penelitian dalam pengembangan pelayanan
kesehatan/keperawatan sehingga tercapai derajat kesehatan yang optimal.
Indikator mutu pelayanan keperawatan merupakan hal yang sangat penting bagi suatu institusi
rumah sakit, karena mutu pelayanan keperawatan ini merupakan penilaian bagi masyarakat terhadap
suatu rumah sakit. Indikator mutu ini merupakan citra dari suatu rumah sakit. Ada beberapa faktor
yang mempengaruhi pelaksanaan indikator mutu pelayanan keperawatan di ruang rawat inap.

B. Saran
Adapun saran yang diberikan yaitu agar mutu pelayanan kesehatan di Indonesia harus lebih
ditingkatkan salah satunya dengan meningkatkan disiplin kepada karyawan yang sesuai dengan
aturan yang berlaku sehingga dapat menumbuhkan kehandalan dalam memberikan pelayanan
kesehatan sehingga ada kepuasan tersendiri bagi konsumen dan akhirnya meningkatkan mutu
pelayanan kesehatan baik di rumah sakit maupun di puskesmas dan mencapai masyarakat yang sehat
dan terbebas dari berbagai macam penyakit.
DAFTAR PUSTAKA

Arwani & Heru Suprianto. 2017. Manajemen Keperawatan : pengelolaan tenaga kerja. Jakarta :
EGC
Swans Burg, R.C. 2018. Pengantar Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan untuk perawat
klinis. Jakarta : Salemba Medika
Agus Kintoro. 2019. Buku Ajar Manajemen Keperawatan. Yogyakarta : Nuha Medika
Herlambang, Susatyo. 2016. Manajemen Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit. Gosyen Publishing :
Yogyakarta
Bustami. 2017. Penjaminan Mutu Pelayanan Kesehatan & Akseptabilitasnya. Erlangga : Jakarta
34

Anda mungkin juga menyukai