Anda di halaman 1dari 48

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penelitian Terdahulu

Penelitian Siska Pratiwi pada tahun 2016 dengan judul Pengaruh Kualitas

Pelayanan Terhadap Kepuasan Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Sultan

Immanudin Pangkalan Bun Kalimantan Tengah, dengan hasil penelitian Dimensi-

dimensi kualitas pelayanan seperti Bukti Langsung (Tangibles), Kehandalan

(Reliability) Daya Tangap (Responsiveness), Jaminan (Assurance), dan Empati

(Emphaty) serta kepercayaan berpengaruh secara simultan dan signifikan terhadap

kepuasan pasien.

Penelitian Azura Ikhlashiah pada tahun 2013 tentang Gambaran Tingkat

Kepuasan Pasien dalam Mutu Pelayanan Keperawatan di Ruang Rawat Jalan

Rumah Sakit Adenin Adenan Medan. Metode penelitian yang digunakan adalah

kuantitatif deskriptif dengan pendekatan cross sectional. Teknik pengambilan

sampel yang digunakan adalah quota sampling dengan jumlah sampel 94

responden. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepuasan pasien pada mutu

pelayanan keperawatan di ruang rawat jalan Rumah Sakit Adenin Adenan sangat

memuaskan (78,88%), dimana nilai rata-rata tingkat kepuasan pasien pada tiap

dimensi mutu pelayanan keperawatan sangat memuaskan, yaitu reliability

(76,35%), responsiveness (79,5%), assurance (80,28%), empathy (79,33%) dan

tangible (79,73%). Diharapkan pihak manajemen berupaya meningkatkan mutu

pelayanan keperawatan dalam hal memberikan informasi yang dibutuhkan pasien

15
16

dengan cepat dan mudah dimengerti, serta memberikan penyuluhan dengan sabar,

jelas dan mudah dimengerti sesuai dengan keluhan dan kebutuhan pasien.

Penelitian Mastiur Napitupulu pada tahun 2012 tentang Pengaruh Mutu

Pelayanan Asuhan Keperawatan terhadap Kepuasan Pasien Kepuasan Pasien

Rawat Inap di RSUD Doloksanggul. Jenis penelitian adalah observasional dengan

pendekatan cross sectional pada 44 pasien. Data diperoleh melalui wawancara dan

menggunakan kuesioner dan dianalisis dengan dengan uji regresi logistik. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa mutu pelayanan asuhan keperawatan dari 5

variabel (bukti langsung, kehandalan, daya tanggap, jaminan, empati) hanya

variabel jaminan berpengaruh signifikan terhadap kepuasan pasien rawat inap

RSUD Doloksanggul. Variabel jaminan memiliki pengaruh yang paling besar

terhadap kepuasan pasien rawat inap (B= 6,256) Peneliti menyarankan dalam

memberikan kepuasan terhadap pasien rawat inap lebih meningkatkan mutu

pelayanan asuhan keperawatan dan melakukan penyempurnaan sistem manajemen

pelayanan keperawatan di mulai dari pasien masuk sampai pasien pulang.

Penelitian Baros WA pada tahun 2011 tentang Kontribusi Pengetahuan

Peserta Askes Sosial Terhadap Kepuasan Layanan Rawat Jalan Tingkat Lanjut

dan Rawat Inap PT Askes Tahun 2011. Metode cross sectional. Hasil penelitian

menunjukkan rata-rata terendah dimensi mutu pada kontak layanan Rawat Jalan

Tingkat Lanjut adalah dimensi Responsiveness (cepat tanggap/selalu siap

melayani) dan tertinggi adalah dimensi Tangible (fasilitas fisik). Sedangkan rata-

rata dimensi mutu pada kontak layanan Rawat Inap terendah adalah dimensi

Assurance (jaminan/rasa aman) dan dimensi tertingi adalah Tangible (fasilitas


17

fisik), serta Tingkat Kepuasan peserta Askes Sosial pada kontak layanan Rawat

Jalan Tingkat Lanjut PT Askes tahun 2011 adalah proporsi peserta yang puas

50,8% dan yang tidak puas 49,2%. Sedangkan tingkat Kepuasan peserta Askes

Sosial pada kontak layanan Rawat Inap PT Askes adalah proporsi peserta yang

puas 59,1% dan yang tidak puas 40,9%. Peneliti menyarankan meningkatkan

pengetahuan peserta yang tergolong masih rendah dengan cara perusahaan harus

lebih aktif memberikan informasi serta pemahaman atau penyuluhan melalui

media leaflet maupun media visual kepada peserta untuk mendapatkan pelayanan

di Rawat Jalan Tingkat Lanjut dan Rawat Inap Tingkat Lanjut.

Penelitian Suharmiati & Budijanto D pada tahun 2007 tentang Analisis

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kepuasan Responden Pengguna

Rawat Jalan Rumah Sakit Pemerintah di Indonesia. Metode analisis data

sekunder. Hasil penelitian menunjukkan tingkat kepuasan responden pada

pelayanan rawat jalan rumah sakit pemerintah dipengaruhi oleh variabel tangiable

84,3 %, assurance 78,6%. empathy 73,0%, responsiveness 71,1%, dan reliability

63,5%. Peneliti menyarankan untuk melakukan perbaikan dalam hal lama waktu

menunggu menjadi lebih singkat serta kebersihan fasilitas kesehatan yang ada

dirumah sakit pemerintah.

Penelitian Siti Mardiah pada tahun 2007 tentang Pengaruh Persepsi Tentang

Mutu Pelayanan Spesialistik Empat Dasar terhadap Kepuasan Pasien Rawat inap

Di Badan Pelayanan Kesehatan RSU. Sigli Tahun 2007. Penelitian explanatory

survey dengan sampel sebesar 94 orang pasien rawat inap. Hasil uji univariat

menunjukkan sebanyak 72,3% responden mempunyai persepsi yang baik tentang


18

reliability, sebanyak 79,8% responden mempunyai persepsi yang baik tentang

responsiveness dan 62,8% responden memiliki persepsi yang baik terhadap

tangible. Dalam hal ini kepuasan sebanyak 53,2% menyatakan cukup puas.

Distribusi mutu pelayanan yang paling banyak adalah baik dengan nilai 20

(21,3%) sedangkan kepuasan pasien rawat inap yang paling banyak menyatakan

cukup puas pada ruang penyakit dalam adalah 21 (22,3%). Hasil uji multivariat,

koefisien regresi (reliability) bernilai positif (1,134). Hal ini menunjukkan

pengaruh variabel reliability adalah searah dengan kepuasan pasien. Koefisien

regresi (tangible) bernilai positif (1,157). Hal ini menunjukkan pengaruh variabel

tangible adalah searah dengan kepuasan pasien. Untuk meningkatkan mutu

pelayanan spesialistik empat dasar terhadap kepuasan pasien, perlu adanya

training ilmu pengetahuan dan teknologi melalui seminar dan pelatihan secara

kontinu. Bagi pihak rumah sakit akan memprioritaskan perencanaan dan

pengembangan yang utama terhadap responsivennes dan melakukan pembenahan

mengenai tangible dan reliability guna untuk meningkatkan mutu pelayanan.

2.2. Konsep Kualitas Pelayanan Kesehatan

2.2.1 Pengertian Kualitas Pelayanan

Kualitas pelayanan rumah sakit adalah derajat kesempurnaan rumah sakit

untuk memenuhi permintaan konsumen akan pelayanan kesehatan yang sesuai

dengan standart profesi dan standart pelayanan dengan menggunakan potensi

sumber daya yang tersedia di Rumah Sakit dengan wajar, efisien dan efektif serta

diberikan secara aman dan memuaskan sesuai dengan norma, etika, hukum dan
19

sosial budaya dengan memperhatikan keterbatasan dan kemampuan pemerintah

dan konsumen (Kotler, dkk. 2012).

Kualitas pelayanan adalah merupakan fungsi harapan pasien pada saat

sebelum melakukan keputusan atas pilihan yang dilakukan, pada proses

penyediaan kualitas yang diterima pada dan pada kualitas output yang diterima.

Kualitas pelayanan harus dimulai dari kebutuhan pasien dan berakhir dengan

kepuasan pasien. Dua faktor utama yang mempengaruhi kepuasan pasien terhadap

kualitas jasa yaitu jasa yang diharapkan (expected service) dan jasa yang

dirasakan atau dipersepsikan (perceived service). Apabila perceived service sesuai

dengan expected service, maka kualitas jasa akan dipersepsikan baik atau positif.

Jika perceived service melebihi expected service, maka kualitas jasa dipersepsikan

sebagai kualitas ideal atau excellence. Apabila perceived service lebih jelek

dibandingkan expected service, maka kualitas jasa dipersepsikan negatif atau

buruk (Tjiptono, F. dan Chandra, 2011).

Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa kualitas pelayanan

adalah ukuran seberapa bagus pelayanan yang diberikan kepada pasien melalui

pemenuhan kebutuhan pasien sehingga pasien dapat memperoleh kepuasan

pasien.

Menurut Jacobalis, kualitas pelayanan kesehatan dapat dilihat dari dua

pendekatan yaitu:

a. Pendekatan kesehatan masyarakat (public health)

Pendekatan ini menyangkut seluruh sistim pelayanan kesehatan dan derajat

kesehatan masyarakat dalam suatu wilayah maupun negara.


20

Derajat kualitas pelayanan dalam hal ini misalnya :

1) Kelangsungan hidup : angka kematian bayi, angka kematian ibu

2) Angka morbiditas

3) Angka kecacatan

b. Pendekatan institusional atau individu

Pendekatan ini menyangkut mutu pelayanan kesehatan terhadap perorangan

oleh suatu institusi atau fasilitas seperti rumah sakit. Disini kualitas pelayanan

adalah salah satu aspek atau produk daripada sumber daya dan kegiatan

fasilitas itu (Azwar, A. 2017).

2.2.2 Aspek-Aspek Kualitas Pelayanan

Parasuraman dan Zeithml, (1998), memperkenalkan 10 dimensi SERVQUAL

(Service Quality) yang umum dipergunakan dalam mengukur kualitas pelayanan.

Kesepuluh faktor tersebut meliputi :

a. Reliability atau keandalan.

b. Responsiveness atau daya tanggap.

c. Competence atau kemampuan.

d. Access atau kemudahan untuk dihubungi.

e. Courtesy atau keramahan.

f. Credibility atau jujur.

g. Communication atau informasi.

h. Security atau rasa aman, bebas dari bahaya, resiko dan kesangsian.

i. Understanding atau penuh pengertian.

j. Tangibles atau jelas dapat dilihat dan dapat dibuktikan.


21

Dari kesepuluh dimensi, menurut Lupiyoadi (2013) di atas dapat

dirangkum dalam 5 (lima) dimensi kualitas pelayanan, yakni :

a. Tangible (bukti langsung)

Suatu pelayanan tidak bisa dilihat, tidak bisa dicium dan tidak bisa diraba,

maka aspek tangible menjadi penting sebagai ukuran terhadap pelayanan.

Pelanggan akan menggunakan indra penglihatan untuk menilai suatu kualitas

pelayanan atribut dari dimensi tangible meliputi gedung, peralatan, seragam, dan

penampilan fisik para karyawan yang melayani pelanggannya. Selain itu materi

promosi berupa brosur dan leaflet juga akan mempengaruhi pelanggan dalam

penilaian kualitas pelayanan. Tangible yang baik akan mempengaruhi persepsi

pelanggan. Pada saat yang bersamaan aspek tangible ini juga merupakan salah

satu sumber yang mempengaruhi harapan pelanggan. Karena tangible yang baik,

maka harapan pelanggan menjadi lebih tinggi. Oleh karena itu, penting bagi suatu

perusahaan untuk mengetahui seberapa jauh aspek tangible yang paling tepat yaitu

masih memberikan impresi yang positif terhadap kualitas pelayanan yang

diberikan tetapi tidak menyebabkan harapan pelanggan yang terlalu tinggi.

b. Reliability (keandalan)

Kepuasan pelanggan terhadap pelayanan juga ditentukan oleh dimensi

reliability yaitu dimensi yang mengukur kehandalan dari perusahaan dalam

memberikan pelayanan kepada pelanggannya. Dimensi ini sering dipersepsi

paling penting bagi pelanggan dari berbagai industri jasa.

Ada 2 aspek dari dimensi ini yaitu:


22

1) Kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan seperti yang

dijanjikan.

2) Seberapa jauh suatu perusahaan mampu memberikan pelayanan yang

akurat atau tidak ada eror.

Menurut Handi Irawan (2009), sekitar 60% dari keluhan konsumen berasal dari

ketidakpuasan terhadap perusahaan yang berhubungan dengan dimensi ini.

Konsumen mengeluh karena perusahaan tidak menepati janjinya atau melakukan

kesalahan dalam memberikan pelayanan. Dalam industri jasa, perusahaan

bergantung pada manusia yang memang susah konsisten. Yang lebih sulit lagi

karena jasa diproduksi dan dikonsumsi pada saat yang bersamaan. Oleh karena itu

tidak ada kesempatan bagi perusahaan jasa untuk memisahkan pelayanan yang

benar dan pelayanan yang salah.

c. Responsiveness (daya tanggap)

Responsiveness adalah dimensi kualitas pelayanan yang paling dinamis.

Harapan pelanggan terhadap kecepatan pelayanan hampir dapat dipastikan akan

berubah dengan kecenderungan naik dari waktu ke waktu. Kepuasan terhadap

dimensi responsiveness adalah berdasarkan persepsi dan bukan aktualnya. Karena

persepsi mengandung aspek psikologis, maka faktor komunikasi dan situasi fisik

di sekeliling pelanggan yang menerima pelayanan merupakan hal yang penting

dalam mempengaruhi penilaian pelanggan. Mengkomunikasikan kepada

pelanggan mengenai proses pelayanan yang diberikan akan membentuk persepsi

yang lebih positif. Pelayanan yang responsif atau yang tanggap, juga sangat
23

dipengaruhi oleh sikap front-line staf. Salah satunya adalah kesigapan dan

ketulusan dalam menjawab pertanyaan atau permintaan pelanggan.

d. Assurance (jaminan)

Assurance yaitu dimensi kualitas yang berhubungan dengan kemampuan

perusahaan dan perilaku front-line staf dalam menanamkan rasa percaya dan

keyakinan kepada para pelanggannya. Ada 3 aspek dari dimensi ini yaitu

keramahan, kompetensi, dan keamanan. Keramahan adalah salah satu aspek yang

mudah diukur. Ramah berarti banyak senyum dan bersikap sopan. Memang

menciptakan budaya senyum bukanlah hal yang mudah dan program yang murah.

Perlu upaya sistematis dan komitmen implementasi jangka panjang. Disamping

itu adalah kompetensi. Pelanggan sulit percaya bahwa kualitas pelayanan akan

dapat tercipta dari front line staf yang tidak kompeten atau terlihat bodoh. Oleh

karena itu sangatlah penting untuk terus memberikan training kepada karyawan

gugus depan mengenai pengetahuan produk dan hal- hal yang sering menjadi

pertanyaan pelanggan. Aspek yang berikutnya adalah security. Pelanggan akan

mempunyai rasa aman dalam melakukan transaksi bila perusahaan jujur dalam

bertransaksi. Mereka akan mencatat dan melakukan penagihan sesuai dengan

yang diminta dan dijanjikan.

e. Empathy (perhatian pribadi)

Dengan memberikan perhatian yang tulus dan bersifat individual atau pribadi

yang diberikan kepada para konsumen dengan berupaya memahami keinginan

konsumen.
24

Dimensi kualitas yang dikemukakan oleh Zeithaml, Berry dan Parasuraman

tersebut berpengaruh pada harapan pelanggan dan kenyataan yang mereka terima.

Jika kenyataannya pelanggan menerima pelayanan melebihi harapannya, maka

pelanggan akan mengatakan pelayanannya berkualitas dan jika kenyataannya

pelanggan menerima pelayanan kurang atau sama dari harapannya, maka

pelanggan akan mengatakan pelayanannya tidak berkualitas atau tidak

memuaskan. Harapan pasien sama dengan keinginan pelanggan yang ditentukan

oleh informasi yang mereka terima dari mulut ke mulut, kebutuhan pribadi,

pengalaman masa lalu dan komunikasi eksternal melalui iklan dan promosi. Jika

kesenjangan antara harapan dan kenyataan cukup besar, hal ini menunjukkan

bahwa perusahaan tidak mengetahui apa yang diinginkan oleh pelanggannya.

2.3 Konsep Tentang Rumah Sakit

2.3.1 Pengertian Rumah Sakit

Istilah hospital (rumah sakit) berasal dari kata Latin, yaitu hospes (tuan

rumah), yang juga menjadi akar kata hotel dan hospitality (keramahan).

Pengertian Rumah Sakit menurut WHO adalah suatu bagian menyeluruh dari

organisasi sosial dan medis yang berfungsi memberikan pelayanan kesehatan yang

lengkap kepada masyarakat baik kuratif maupun rehabilitatif, dimana pelayanan

keluarga menjangkau pelayanan keluarga dan lingkungan.

Pendapat di atas sejalan dengan American Hospital Association, 1974 bahwa

Rumah Sakit adalah suatu organisasi yang melakukan tenaga medis professional

yang terorganisir serta sarana kedokteran yang permanen menyelenggarakan


25

pelayanan kedokteran, asuhan keperawatan, yang berkesinambungan, diagnosis

serta pengobatan penyakit yang diderita oleh pasien (Alamsyah, 2011).

Rumah sakit menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009 adalah bagian

yang amat penting dari suatu sistem kesehatan. Dalam jejaring kerja pelayanan

kesehatan, rumah sakit menjadi simpul utama yang berfungsi sebagai pusat

rujukan. Rumah Sakit adalah organisasi yang bersifat padat karya, padat modal,

padat teknologi dan padat ketrampilan. Rumah sakit dapat diklasifikasikan

menjadi beberapa golongan berdasarkan jenis pelayanan, kepemilikan, jangka

waktu pelayanan, kapasitas tempat tidur dan fasilitas pelayanan, dan afiliasi

pendidikan.

Di dalam UU No 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit. berdasarkan jenis

pelayanannya, rumah sakit dapat digolongkan menjadi :

a. Rumah Sakit Umum

Rumah sakit umum adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan

yang bersifat dasar, spesialistik, dan sub spesialistik. Rumah sakit umum

memberi pelayanan kepada berbagai penderita dengan berbagai jenis penyakit,

memberi pelayanan diagnosis dan terapi untuk berbagai kondisi medik, seperti

penyakit dalam, bedah, pediatrik, psikiatrik, ibu hamil, dan sebagainya.

b. Rumah Sakit Khusus

Rumah sakit khusus adalah rumah sakit yang mempunyai fungsi primer,

memberikan diagnosis dan pengobatan untuk penderita yang mempunyai

kondisi medik khusus, baik bedah atau non bedah, misal : Rumah Sakit Ginjal,
26

Rumah Sakit Kusta, Rumah Sakit Jantung, Rumah Sakit Bersalin dan Anak,

dan lain-lain.

Berdasarkan pengelolaannya, rumah sakit dibagi atas :

a. Rumah Sakit Publik

Rumah Sakit Publik adalah rumah sakit umum milik pemerintah, baik pusat

maupun daerah, Departemen Pertahanan dan Keamanan, maupun Badan Usaha

Milik Negara. Rumah sakit umum pemerintah dapat dibedakan berdasarkan

unsur pelayanan ketenagaan, fisik dan peralatan menjadi empat kelas yaitu

rumah sakit umum Kelas A, B, C, dan D.

b. Rumah Sakit Umum Swasta, terdiri atas :

1) Rumah Sakit Umum Swasta Pratama, yaitu rumah sakit umum swasta yang

memberikan pelayanan medik bersifat umum, setara dengan rumah sakit

pemerintah kelas D.

2) Rumah Sakit Umum Swasta Madya, yaitu rumah sakit umum swasta yang

memberikan pelayanan medik bersifat umum dan spesialistik dalam empat

cabang, setara dengan rumah sakit pemerintah kelas C.

3) Rumah Sakit Umum Swasta Utama, yaitu rumah sakit umum swasta yang

memberikan pelayanan medik bersifat umum, spesialistik dan sub

spesialistik, setara dengan rumah sakit pemerintah kelas B.

Berdasarkan fasilitas pelayanan dan kapasitas tempat tidur, terdiri atas :

a. Rumah Sakit Kelas A

Rumah Sakit Kelas A yaitu rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan

kemampuan pelayanan medik spesialistik dan sub spesialistik luas, dengan


27

kapasitas lebih dari 1000 tempat tidur.

b. Rumah Sakit Kelas B

1) Rumah sakit B1 yaitu rumah sakit yang melaksanakan pelayanan medik

minimal sebelas spesialistik dan belum memiliki sub spesialistikluas dengan

kapasitas 300–500 tempat tidur.

2) Rumah sakit B2 yaitu rumah sakit yang melaksanakan pelayanan medik

spesialistik dan sub spesialistik terbatas dengan kapasitas 500- 1000 tempat

tidur.

3) Rumah Sakit Kelas C, yaitu rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas

dan kemampuan pelayanan medik dasar, yaitu penyakit dalam, bedah,

kebidanan atau kandungan, dan kesehatan, dengan kapasitas 100-500 tempat

tidur.

4) Rumah Sakit Kelas D, yaitu rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas

dan kemampuan pelayanan medik dasar, dengan kapasitas tempat tidur

kurang dari 100.

Definisi struktural rumah sakit adalah suatu fasilitas yang memberikan

perawatan rawat inap dan pelayanan untuk observasi, diagnose dan pengobatan

aktif untuk individu dengan keadaan medis, bedah, kebidanan, penyakit kronis

dan rehabilitasi yang memerlukan pengarahan dan penagwasan seoarang dokter

setiap hari dan definisi fungsional rumah sakit komunitas adalah suatu institusi

dengan tujuan untuk menyelenggarakn perawatan kesehatan pribadi dengan

memanfaatkan sumber yang dimiliki secara efektif untuk kepentingan masyarakat.


28

2.3.2 Fungsi Dan Tugas Rumah Sakit

Berdasarakan Undang-undang No. 44 Tahun 2009 menyatakan bahwa tugas

rumah sakit adalah memberikan kesehatan perorangan secara paripurna.

Sedangkan fungsi rumah sakit adalah:

a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai

dengan standar pelayanan rumah sakit.

b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan

kesehatan yang pairpurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis.

c. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka

meningkatkan kemampuan dalam memeberikan pelayanan kesehatan .

d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi

bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan

memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.

2.3.3 Tanggung Jawab Hukum Rumah Sakit

Rumah sakit bertanggung jawab secara hukum terhadap semua kerugian yang

ditimbulkan atau kelalaian yang dilakukan oleh tenaga kesehatan di rumah sakit.

Menurut UU No. 44 Tahun 2009 Pasal 3, pengaturan penyelenggaraan rumah

sakit bertujuan untuk:

a. Mempermudah akses masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan.

b. Memberikan perlindungan hukum terhadap keselamatan pasien, msyarakat,

lingkungan rumah sakit, dan sumber daya manusia di rumah sakit.

c. Meningkatkan mutu dan mempertahankan standar pelayanan rumah sakit.


29

d. Memberikan kepastian hukum kepada pasien , masyarakat, sumber daya

manusia rumah sakit, dan rumah sakit.

2.3.4 Indikator Pelayanan Rumah Sakit

a. Indikator Kualitas Pelayanan Umum

1) BOR (Bed Occupancy Ratio = Angka penggunaan tempat tidur)

Menurut Depkes RI (2015), BOR adalah prosentase pemakaian tempat tidur

pada satuan waktu tertentu. Indikator ini memberikan gambaran tinggi

rendahnya tingkat pemanfaatan tempat tidur rumah sakit. Periode

penghitungan BOR ditentukan berdasarkan kebijakan internal RS, bisa

bulanan, tribulan, semester, atau bahkan tahunan. Lingkup penghitungan

BOR juga ditentukan berdasarkan kebijakan internal rumah sakit, misalnya

BOR per bangsal atau BOR untuk lingkup rumah sakit (seluruh bangsal).

Standar internasional BOR dianggap baik adalah 80 – 90 %. Standar BOR

yang ideal menurut Depkes RI tahun 2005 adalah antara 60 – 85%. Nilai

ideal untuk BOR yang disarankan adalah 75% - 85 %.

Jumlah hari perawatan


Rumus BOR = x 100 %
jumlah tempat tidur X jumlah hari persatuan waktu

Keterangan :

(1) Jumlah hari perawatan adalah jumlah total pasien dirawat dalam satu

hari kali jumlah hari dalam satu satuan waktu

(2) Jumlah hari persatuan waktu, jika diukur persatu bulan maka

jumlahnya 28-31 hari, tergantung jumlah hari dalam bulan tersebut

2) ALOS (Average Length of Stay = Rata-rata lamanya pasien dirawat)


30

ALOS menurut Depkes RI (2005) adalah ratarata lama rawat seorang

pasien. Indikator ini disamping memberikan gambaran tingkat efisiensi,

juga dapat memberikan gambaran mutu pelayanan, apabila diterapkan pada

diagnosis tertentu dapat dijadikan hal yang perlu pengamatan yang lebih

lanjut. Secara umum nilai ALOS yang ideal antara 6-9 hari.

Jumlah hari perawatan pasien kelu ar


Rumus ALOS = x 100 %
jumlah pasien keluar( hidup+mati)

Keterangan :

(1) Jumlah hari perawatan pasien keluar adalah jumlah hari perawatan

pasien keluar hidup atau mati dalam satu periode waktu. Lama dirawat

yakni lamanya 1 orang pasien dirawat setelah pasien tersebut keluar

hidup (pulang atas izin dokter, pulang paksa, melarikan diri dan dirujuk)

atau meninggal.

(2) Jumlah pasien keluar (hidup + mati) adalah jumlah pasien yang pulang

atau meninggal dalam satu periode tertentu

3) TOI (Turn Over Interval = Tenggang perputaran)

TOI menurut Depkes RI (2005) adalah rata-rata hari dimana tempat tidur

tidak ditempati dari telah diisi ke saat terisi berikutnya. Indikator ini

memberikan gambaran tingkat efisiensi penggunaan tempat tidur. Idealnya

tempat tidur kosong tidak terisi pada kisaran 1-3 hari.

( Jumlah TT x hari )−Hari perawatan RS


Rumus TOI = x 100 %
Jumlah pasien( Hidup+ Mati)
31

Keterangan :

(1) Jumlah TT : jumlah total kapasitas tempat tidur yang dimiliki

(2) Hari perawatan :jumlah total hari perawatan pasien yang keluar hidup

dan mati

(3) Jumlah pasien keluar (hidup + mati) adalah jumlah pasien yang

dimutasikan keluar baik pulang, lari atau meninggal

4) BTO (Bed Turn Over = Angka perputaran tempat tidur)

BTO menurut Depkes RI (2005) adalah frekuensi pemakaian tempat tidur

pada satu periode, berapa kali tempat tidur dipakai dalam satu satuan waktu

tertentu. Idealnya dalam satu tahun, satu tempat tidur rata-rata dipakai 40-50

kali.

Jumlah pasienkeluar (hidup +mati )


Rumus BTO = x 100 %
Jumlah tempat tidur

Keterangan :

(1) Jumlah TT : jumlah total kapasitas tempat tidur yang dimiliki

(2) Jumlah pasien keluar (hidup + mati) adalah jumlah pasien yang

dimutasikan keluar baik pulang, lari atau meninggal

5) NDR (Net Death Rate)

NDR menurut Depkes RI (2005) adalah angka kematian 48 jam setelah

dirawat untuk tiap-tiap 1000 penderita keluar. Indikator ini memberikan

gambaran mutu pelayanan di rumah sakit.

Jumlah pasien mati> 48 jam


Rumus NDR= x 100 % :
Jumlah pasienkeluar (hidup +mati )
32

Keterangan :

(1) Jumlah pasien meninggal > 48 jam dirawat

(2) Jumlah pasien keluar (hidup + mati) adalah jumlah pasien yang

dimutasikan keluar baik pulang, lari atau meninggal

6) GDR (Gross Death Rate)

GDR menurut Depkes RI (2005) adalah angka kematian umum untuk setiap

1000 penderita keluar rumah sakit.

Jumlah pasienmati seluruhnya


Rumus GDR = x 100 % :
Jumlah pasienkeluar (Hidup+ Mati)

b. Indikator Kualitas Pelayanan Khusus

1) Kejadian infeksi nosocomial

Angka infeksi nosokomial adalah jumlah pasien infeksi yang didapat atau

muncul selama dalam perawatan dirumah sakit.

2) Kejadian cedera Angka cedera adalah jumlah pasien yang mengalami luka

selama dalam perawatan yang disebabkan karena tindakan jatuh, fiksasi dan

lainnya. Indikator ini dapat menggambarkan mutu pelayanan yang diberikan

pada pasien. Idealnya tidak ada kasus pasien yang cedera (Depkes RI,

2005).

2.4 Konsep Pelayanan Rawat Inap

2.4.1 Pengertian Pelayanan Rawat Inap


33

Pelayanan rawat inap adalah suatu kelompok pelayanan kesehatan yang

terdapat di rumah sakit yang merupakan gabungan dari beberapa fungsi

pelayanan. Kategori pasien yang masuk rawat inap adalah pasien yang perlu

perawatan intensif atau observasi ketat karena penyakitnya.

Pelayanan rawat inap adalah suatu kelompok pelayanan kesehatan yang

terdapat di rumah sakit yang merupakan gabungan dari beberapa fungsi

pelayanan. Kategori pasien yang masuk rawat inap adalah pasien yang perlu

perawatan intensif atau observasi ketat karena penyakitnya (Diah, 2009).

Sedangkan berdasarkan keputusan menteri kesehatan RI No.

828/Menkes/SK/IX/2008 mendefinisikan rawat inap adalah pelayanan kesehatan

perorangan yang meliputi observasi, diagnosa, pengobatan, rehabilitasi medik,

tinggal di ruang rawat inap di sarana kesehatan. Rawat inap berfungsi sebagai

rujukan antara yang melayani pasien sebelum dirujuk ke institusi rujukan yang

lebih mampu, atau dipulangkan kembali ke rumah (Depkes RI, 2009).

Menurut Revans (1986), bahwa pasien yang masuk pada pelayanan rawat inap

mengalami tingkat proses transformasi, yaitu :

a. Tahap Admission, yaitu pasien dengan penuh kesabaran dan kenyakinan

dirawat tinggal dirumah sakit.

b. Tahap Diagnosis, yaitu pasien diperiksa dan ditegakkan diagnosisnya.

c. Tahap treatment, yaitu berdasarkan diagnosis pasien dimasukkan dalam

program perawatan dan terapi

d. Tahap Inspection, yaitu secara terus menerus diobservasi dan dibandingkan

pengaruh serta respon pasien atas pengobatan.


34

e. Tahap Control, yaitu setelah dianalisa kondisinya, pasien dipulangkan.

Pengobatan diubah atau diteruskan, namun dapat juga kembali ke proses untuk

didiagnosa ulang.

Jadi rawat inap adalah pelayanan pasien yang perlu menginap dengan cara

menempati tempat tidur untuk keperluan observasi, diagnosa dan terapi bagi

individu dengan keadaan medis, bedah, kebidanan, penyakit kronis atau

rehabilitasi medik atau pelayanan medik lainnya dan memerlukan pengawasan

dokter dan perawat serta petugas medik lainnya setiap hari.

2.4.2 Kualitas Pelayanan Rawat Inap

Jacobalis (1990) menyampaikan bahwa kualitas pelayanan kesehatan di ruang

rawat inap rumah sakit dapat diuraikan dari beberapa aspek, diantaranya adalah :

a. Penampilan keprofesian atau aspek klinis. Aspek ini menyangkut pengetahuan,

sikap dan perilaku dokter dan perawat dan tenaga profesi lainnya

b. Efisiensi dan efektivitas, Aspek ini menyangkut pemanfaatan semua sumber

daya di rumah sakit agar dapat berdaya guna dan berhasil guna

c. Keselamatan pasien, Aspek ini menyangkut keselamatan dan kemanan pasien

d. Kepuasan pasien, Aspek ini menyangkut kepuasan fisik, mental dan social

pasien terhadap lingkungan rumah sakit, kebersihan, kenyamanan, kecepatan

pelayanan, keramahan, perhatian, biaya yang diperlukan dan sebagainya.

Menurut Muslihuddin (1996), mutu asuhan pelayanan rawat inap dikatakan

baik, apabila :

a. Memberikan rasa tentram kepada pasiennya yang biasanya orang sakit


35

b. Menyediakan pelayanan yang benar-benar profesional dari setiap strata

pengelola rumah sakit. Pelayanan bermula sejak masuknya pasien ke rumah

sakit sampai pulangnya pasien.

Dari kedua aspek ini dapat diartikan sebagai berikut :

a. Petugas menerima pasien dalam melakukan pelayanan terhadap pasien harus

mampu melayani dengan cepat karena mungkin pasien memerlukan

penanganan segera.

b. Penanganan pertama dari perawat harus mampu membuat menaruh

kepercayaan bahwa pengobatan yang diterima dimulai secara benar.

c. Penanganan oleh para dokter dan perawat yang profesional akan menimbulkan

kepercayaan pasien bahwa mereka tidak salah memilih rumah sakit .

d. Ruangan yang bersih dan nyaman, memberikan nilai tambah kepada rumah

sakit.

e. Peralatan yang memadai dengan operator yang profesional

f. Lingkungan rumah sakit yang nyaman.

Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 129/Menkes/SK/II2008

tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit, standar pelayanan minimal di

ruang rawat inap sebagai berikut (Depkes RI, 2008).

Tabel 2.1 Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit di Ruang Pelayanan


Rawat Inap
No Indikator Standar
.
1 Pemberi pelayanan di Rawat Inap a. Dokter spesialis
b. Perawat minimal
pendidikan D3
2 Dokter penanggung jawab pasien rawat inap 100%
36

3 Ketersediaan pelayanan rawat inap a. Anak


b. Penyakit Dalam
c. Kebidanan
d. Bedah
4 Jam visite dokter spesialis 08.00 s/d 14.00 setiap
hari kerja
5 Kejadian infeksi pasca operasi ≤ 1,5%
6 Kejadian infeksi nosocomial ≤ 1,5%
7 Tidak adanya kejadian pasien jatuh yang 100%
berakibat kecacatan/kematian
8 Kematian pasien > 48 jam ≤ 0,24%
9 Kejadian pulang paksa ≤ 5%
10 Kepuasan pelanggan ≥ 90%
11 Rawat Inap TB
a. Penegakan diagnosis TB melalui pmeriksaan a. ≥ 60%
mikroskopis TB
b. Terlaksana kegiatan pencatatan dan b. ≥ 60%
pelaporan TB di Rumah Sakit
12 Ketersediaan pelyanan rawat inap di rumah NAPZA, gangguan
sakit yang memberikan pelayanan jiwa psikotik, gangguan
neurotic, dan gangguan
mental organik
13 Tidak adanya kejadian kematian pasian 100%
gangguan jiwa karena bunuh diri
14 Kejadian re-admission pasien gangguan jiwa 100%
dalam waktu ≤ 1 bulan
15 Lama hari perawatan pasien gangguan jiwa ≤ 6 minggu
Sumber : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

Pelayanan rawat inap merupakan salah satu bentuk pelayanan rumah sakit yang

memberikan pelayanan kepada pasien yang perlu menginap untuk keperluan

observasi, diagnosis, pengobatan, bagi individu dengan keadaan medis tertentu,

pada kasus bedah, kebidanan, penyakit kronis atau rehabilitasi yang memerlukan

perawatan dokter setiap hari (Yohana, 2009).


37

2.5 Konsep Kepuasan Pasien

2.5.1 Pengertian Kepuasan

Kepuasan menurut Kamus Bahasa Indonesia adalah puas; merasa senang;

perihal (hal yang bersifat puas, kesenangan, kelegaan dan sebagainya). Kepuasan

dapat diartikan sebagai perasaan puas, rasa senang dan kelegaan seseorang

dikarenakan mengkonsumsi suatu produk atau jasa untuk mendapatkan pelayanan

suatu jasa.

Menurut Hill, Brierley & MacDougall mendefinisikan kepuasan sebagai

ukuran kinerja “Produk Total” sebuah organisasi dibandingkan serangkaian

keperluan pelanggan (costumer requirements). Pendapat ini sejalan dengan Kotler

dkk yang menyatakan bahwa kepuasan adalah tingkat kepuasan seseorang setelah

membandingkan kinerja atau hasil yang ia persepsikan dibandingkan dengan

harapannya. Jadi kepuasan atau ketidakpuasan adalah kesimpulan dari interaksi

antara harapan dan pengalaman sesudah memakai jasa atau pelayanan yang

diberikan (Tjiptono, F. dan Chandra, 2011).

Kepuasan adalah reaksi emosional terhadap kualitas pelayanan yang dirasakan

dan kualitas pelayanan yang dirasakan merupakan pendapat menyeluruh atau

sikap yang berhubungan dengan keutamaan pelayanan. Dengan kata lain kepuasan

pelanggan adalah kualitas pelayanan yang dipandang dari kepentingan konsumen

dalam hal ini adalah pasien. Pelayanan kesehatan yang berkualitas adalah

pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan setiap pemakai jasa pelayanan

kesehatan sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata penduduk serta


38

penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik dan standar pelayanan profesi yang

ada (Tjiptono, F. dan Chandra, 2011).

2.5.2 Pengertian Kepuasan Pasien

Memahami kebutuhan dan keinginan konsumen dalam hal ini pasien adalah hal

penting yang mempengaruhi kepuasan pasien. Pasien yang puas merupakan aset

yang sangat berharga karena apabila pasien puas mereka akan terus melakukan

pemakaian terhadap jasa pilihannya, tetapi jika pasien merasa tidak puas mereka

akan memberitahukan dua kali lebih hebat kepada orang lain tentang pengalaman

buruknya. Untuk menciptakan kepuasan pasien suatu perusahaan atau rumah sakit

harus menciptakan dan mengelola suatu system untuk memperoleh pasien yang

lebih banyak dan kemampuan untuk mempertahankan pasiennya.

Namun upaya untuk perbaikan atau kesempurnaan kepuasan dapat dilakukan

dengan berbagai strategi oleh perusahaan untuk dapat merebut pelanggan. Junaidi

berpendapat bahwa kepuasan konsumen atas suatu produk dengan kinerja yang

dirasakan konsumen atas poduk tersebut. Jika kinerja produk lebih tinggi dari harapan

konsumen maka konsumen akan mengalami kepuasan.

Hal yang hampir serupa menyebutkan adanya tiga macam kondisi kepuasan

yang bisa dirasakan oleh pasien berkaitan dengan perbandingan antara harapan

dan kenyataan, yaitu jika harapan atau kebutuhan sama dengan layanan yang

diberikan maka pasien akan merasa puas. Jika layanan yang diberikan pada pasien

kurang atau tidak sesuai dengan kebutuhan atau harapan konsumen maka

konsumen menjadi tidak puas. Kepuasan pasien merupakan perbandingan antara

harapan yang dimiliki oleh pasien dengan kenyataan yang diterima oleh pasien
39

pada saat mengkonsumsi produk atau jasa. Pendapat di atas sejalan dengan Kotler

dkk, yang menyatakan bahwa kepuasan adalah tingkat kepuasan seseorang setelah

membandingkan kinerja atau hasil yang ia persepsikan dibandingkan dengan

harapannya (Tjiptono, F. dan Chandra, 2011).

Berdasarkan uraian dari beberapa ahli tersebut diatas, maka dapat disimpulkan

bahwa kepuasan pasien adalah perasaan senang, puas yang dirasakan oleh pasien

karena terpenuhinya harapan pasien atau keinginan pasien dalam menerima jasa

pelayanan kesehatan.

2.5.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Pasien

Menurut Lupiyoadi (2013) mengemukakan bahwa pasien dalam mengevaluasi

kepuasan terhadap jasa pelayanan yang diterima mengacu pada beberapa aspek.

a. Kualitas produk atau jasa

Pasien akan merasa puas bila hasil evaluasi menunjukkan bahwa produk atau

jasa yang digunakan berkualitas. Persepsi konsumen terhadap kualitas poduk

atau jasa dipengaruhi oleh dua hal yaitu kenyataan kualitas poduk atau jasa

yang sesungguhnya dan komunikasi perusahaan terutama iklan dalam

mempromosikan rumah sakitnya.

b. Kualitas pelayanan

Pelanggan dalam hal ini pasien akan merasa puas jika mereka memperoleh

pelayanan yang baik atau sesuai dengan yang diharapkan.

c. Faktor emosional

Pasien yang merasa yakin bahwa orang lain kagum terhadap pasien yang
40

Memilih rumah sakit dengan kategori rumah sakit mahal cenderung memiliki

tingkat kepuasan yang lebih tinggi.

d. Harga

Harga merupakan aspek penting. Semakin mahal harga perawatan maka pasien

mempunyai harapan yang lebih besar dan menimbulkan kepuasan pada pasien.

e. Biaya

Pasien yang mendapatkan produk atau jasa dengan tidak mengeluarkan biaya

tambahan cenderung puas terhadap jasa pelayanan tersebut.

2.5.4 Aspek-Aspek Kepuasan Pasien

Bentuk kongret untuk mengukur kepuasan pasien rumah sakit, dalam seminar

survai kepuasan pasien di Rumah Sakit, Junadi P (2007) mengemukakan ada

empat aspek yang dapat diukur.

a. Kenyamanan, aspek ini dijabarkan dalam pertanyaan tentang halyang

menyenangkan dalam semua kondisi, lokasi rumah sakit, kebersihan,

kenyamanan ruangan, makanan dan minuman, peralatan ruangan, tata letak,

penerangan, kebersihan WC/kamar mandi, pembuangan sampah, kesegaran

ruangan, dan lain sebagainya.

b. Hubungan pasien dengan petugas Rumah Sakit, dapat dijabarkan dengan

pertanyaan petugas yang mempunyai kepribadian baik yang mendukung

jalannya pelayanan prima terjadi yang menyangkut keramahan, informasi yang

diberikan, sejauh mana tingkat komunikasi, dukungan, tanggapan

dokter/perawat di ruangan IGD, rawat jalan, rawat inap, farmasi, kemudahan


41

dokter/perawat dihubungi, keteraturan pemberian makanan, obat, pengukuran

suhu dan lain sebagainya.

c. Kompetensi teknis petugas, dapat dijabarkan dalam pertanyaan mengenai

ketrampilan, pengetahuan dan kualifikasi petugas yang baik seperti kecepatan

pelayanan pendaftaran, ketrampilan dalam penggunaan teknologi, pengalaman

petugas medis, gelar medis yang dimiliki, terkenal, keberanian mengambil

tindakan, dsb.

d. Biaya , dapat dijabarkan dalam pertanyaan berkaitan dengan jumlah yang harus

diberikan atas pelayanan yang telah didapatkan, seperti kewajaran biaya,

kejelasan komponen biaya, biaya pelayanan, perbandingan dengan rumah sakit

yang sejenis lainnya, tingkat masyarat yang berobat, ada tidaknya keringanan

bagi masyarakat miskin. Tentu saja faktor diatas bisa dikembangkan dan

disesuaikan dengan kondisi rumah sakit sepanjang itu dapat didefinisikan dan

diukur. Kepuasan pasien memang merupakan nilai subyektif terhadap kualitas

pelayanan yang diberikan, oleh karenanya subyektifitas pasien diperngaruhi

oleh pengalaman pasien di masa lalu, pendidikan, situasi psikhis saat itu, dan

pengaruh keluarga dan lingkungan.

2.5.5 Metode Mengukur Kepuasan Pasien

a. Sistem keluhan dan saran

Dengan menyediakan kotak saran, hotline service, dan lain-lain untuk

memberikan kesempatan seluas luasnya kepada pasien atau pelanggan untuk

menyampaikan keluhan, saran, komentar, dan pendapat mereka.

b. Ghost Shopping (Pembelanja Misterius)


42

Metode ini, organisasi pelayanan kesehatan mempekerjakan beberapa orang

atau (ghost shopper) untuk berperan atau bersikap sebagai pasien/pembeli

potensial produk/pelayanan organisasi pelayanan kesehatan lain yang

kemudian melaporkan temuannya sehingga dapat dijadikan pertimbangan

dalam pengambilan keputusan organisasi.

c. Lost Customer Analysis

Organisasi kesehatan menghubungi para pelanggan yang telah berhenti

membeli atau telah beralih ke organisasi pelayanan kesehatan lain agar dapat

memahami mengapa hal ini terjadi dan supaya dapat mengambil kebijakan

perbaikan/penyempurnaan selanjutnya.

d. Survei Kepuasan Pelanggan

Untuk mengetahui kepuasan pelangan para pemasar juga dapat melakukan

berbagai penelitian atau survai mengenai kepuasan pelanggan misalnya melalui

kuesioner, pos, telepon, ataupun wawancara langsung (Supranto, 2011).

2.5.6 Teori-Teori Kepuasan Pasien

a. Teori Kepuasan ( the expectancy disconfirmation model )

Teori kepuasan mengemukakan bahwa kepuasan dan ketidakpuasan konsumen

merupakan dampak dari perbandingan antara harapan konsumen sebelum

pembelian dengan kinerja produk yang sesungguhnya. Expectancy

Disconfirmation Teori merupakan teori yang dominan dalam studi perilaku

konsumen terhadap kepuasan pelanggan di sektor swasta (Erevelles and

Leavitt, 1992; Oliver, 1997; Yi, 1990 dalam Van Ryzin). Ketika membeli suatu
43

produk, konsumen memilki harapan tentang bagaimana kinerja produk tersebut

(product performance):

1) Produk berkinerja lebih baik dari yang diharapkan. Inilah yang disebut

diskonfirmasi positif (positive disconfirmation). Jika ini terjadi, konsumen

akan merasa puas.

2) Produk berkinerja seperti yang diharapkan. Inilah yang disebut konfirmasi

sederhana (simple confirmation). Produk tersebut tidak memberikan rasa

puas, tetapi juga tidak mengecewakan konsumen. Konsumen akan memilki

perasaan netral.

3) Produk berkinerja lebih buruk dari yang diharapkan. Inilah yang disebut

diskonfirmasi negative (negative disconfirmation). Produk yang berkinerja

buruk, tidak sesuai dengan harapan konsumen, akan menyebabkan

kekecewaan sehingga konsumen merasa tidak puas.

b. Teori Perasaan Afektif Eksperiental (experientially affective feeling theory)

Menurut Jones dalam Sopiah dan Sangadji (2013:183), teori ini beranggapan

bahwa kepuasan konsumen dipengaruhi oleh perasaan positif dan negatif yang

diasosiasikan konsumen dengan produk yang sudah dibeli dan dikonsumsi.

c. Attribution Theory

Attribution Theory mengidentifikasi proses yang dilakukan seseorang dalam

menentukan penyebab tindakannya, orang lain, dan objek tertentu. Atribusi

yang dilakukan oleh seseorang akan memengaruhi kepuasan purnabelinya

dalam produk tertentu, karena atribusi memoderasi perasaan puas atau tidak

puas. Atribusi sangat besar pengaruhnya terhadap kepuasan atau ketidakpuasan


44

pelanggan apabila keterlibatan, pengalaman dan pengetahuan pelanggan

terhadap produk relatif tinggi (Ali, H. 2013).

Ada tiga tipe atribusi pelanggan terhadap kejadian atau peristiwa yang tidak

diharapkan, yaitu:

1) Causal Attribution

Bila terjadi kesalahan, pelanggan segera menilai siapa yang patut

disalahkan. Jika pelanggan menyimpulkan bahwa perusahaan lah yang

salah, maka mereka akan sangat mungkin merasa tidak puas. Sebaliknya,

apabila pelanggan membebankan sebagian kesalahan pada diri mereka

sendiri, maka ketidakpuasan mereka cenderung akan berkurang.

2) Control Attribution

Pelanggan menilai apakah ketidakpuasan berada dalam kendali pemasar

atau tidak. Sebagai contoh, penumpang pesawat cenderung akan sangat

tidak puas terhadap keterlambatan penerbangan bila mereka yakin bahwa

penyebabnya adalah kelalaian pihak penyedia jasa dan bukan akibat

gangguan cuaca yang berada diluar kendali mereka.

3) Stability Attribution

Bila service encounter yang tidak memuaskan, pelanggan akan menilai

apakah kejadian itu mungkin terulang lagi atau tidak. Jika pelanggan

menilai bahwa kejadian tersebut cenderung terulang, maka ketidakpuasan

pelanggan akan bertambah besar.

4) Equity Theory

Equity theory beranggapan bahwa orang menganalisis rasio input dan


45

hasilnya dengan rasio input dan hasil mitra pertukarannya. Jika orang

merasa bahwa rasionya unfarotable dibandingkan lainnya dalam pertukaran

tersebut, orang cenderung akan merasakan adanya ketidak adilan.

2.6. Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)

2.6.1. Pengertian JKN

Beberapa pengertian yang patut diketahui terkait dengan asuransi adalah:

a. Asuransi sosial merupakan mekanisme pengumpulan iuran yang bersifat wajib

dari peserta, guna memberikan perlindungan kepada peserta atas risiko sosial

ekonomi yang menimpa mereka dan atau anggota keluarganya (UU SJSN

No.40 tahun 2004).

b. Sistem Jaminan Sosial Nasional adalah tata cara penyelenggaraan program

Jaminan Sosial oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan

dan BPJS Ketenagakerjaan.

c. Jaminan Sosial adalah bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh

rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak.

Dengan demikian, Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikembangkan di

Indonesia merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Sistem

Jaminan Sosial Nasional ini diselenggarakan melalui mekanisme Asuransi

Kesehatan Sosial yang bersifat wajib (mandatory) berdasarkan Undang-Undang

No.40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Tujuannya adalah

agar semua penduduk Indonesia terlindungi dalam sistem asuransi, sehingga


46

mereka dapat memenuhi kebutuhan dasar kesehatan masyarakat yang layak

(Depkes RI, 2014).

2.6.2 Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan adalah Badan hukum

yang dibentuk untuk menyelenggarakan program Jaminan Kesehatan Nasional

(JKN). BPJS Kesehatan mulai beroperasi sejak tanggal 1 Januari 2014. Jaminan

Kesehatan adalan jaminan berupa perlindungan kesehatan agar peserta

memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi

kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah

membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah (BPJS Kesehatan, 2015).

Peserta Jaminan Kesehatan Nasional berdasarkan BPJS Kesehatan (2015) yaitu

setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di

Indonesia, yang telah membayar iuran, meliputi :

a. Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (PBI): fakir miskin dan orang tidak

mampu, dengan penetapan peserta sesuai ketentuan peraturan perundang-

undangan.

b. Bukan Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (Non PBI), terdiri dari :

1) Pekerja Penerima Upah dan anggota keluarganya

(1) Pegawai Negeri Sipil

(2) Anggota TNI

(3) Anggota Polri

(4) Pejabat Negara

(5) Pegawai Pemerintah non Pegawai Negeri


47

(6) Pegawai Swasta

(7) Pekerja yang tidak termasuk huruf 1 sd 6 yang menerima Upah.

Termasuk WNA yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam)

bulan.

2) Pekerja Bukan Penerima Upah dan anggota keluarganya

(1) Pekerja di luar hubungan kerja atau Pekerja mandiri

(2) Pekerja yang tidak termasuk huruf (1) yang bukan penerima upah.

Termasuk WNA yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam)

bulan.

3) Bukan pekerja dan anggota keluarganya

(1) Investor

(2) Pemberi Kerja

(3) Penerima Pensiun, terdiri dari:

a. Pegawai Negeri Sipil yang berhenti dengan hak pension

b. Anggota TNI dan Anggota Polri yang berhenti dengan hak pension

c. Pejabat Negara yang berhenti dengan hak pension

d. Janda, duda, atau anak yatim piatu dari penerima pensiun yang

mendapat hak pension

e. Penerima pensiun lain

f. Janda, duda, atau anak yatim piatu dari penerima pensiun lain yang

mendapat hak pension

(4) Veteran

(5) Perintis Kemerdekaan


48

(6) Bukan Pekerja yang tidak termasuk huruf (1) sd (5) yang mampu

membayar iuran. Anggota keluarga yang ditanggung antara lain:

a. Pekerja Penerima Upah:

1) Keluarga inti meliputi istri/suami dan anak yang sah (anak

kandung, anak tiri dan/atau anak angkat), sebanyak-banyaknya 5

(lima) orang.

2) Anak kandung, anak tiri dari perkawinan yang sah, dan anak

angkat yang sah, dengan kriteria:

(1) Tidak atau belum pernah menikah atau tidak mempunyai

penghasilan sendiri.

(2) Belum berusia 21 (dua puluh satu) tahun atau belum berusia

25 (dua puluh lima) tahun yang masih melanjutkan

pendidikan formal.

b. Pekerja Bukan Penerima Upah dan Bukan Pekerja : Peserta dapat

mengikutsertakan anggota keluarga yang diinginkan (tidak terbatas).

c. Peserta dapat mengikutsertakan anggota keluarga tambahan, yang

meliputi anak ke-4 dan seterusnya, ayah, ibu dan mertua.

d. Peserta dapat mengikutsertakan anggota keluarga tambahan, yang

meliputi kerabat lain seperti Saudara kandung/ ipar, asisten rumah

tangga.

2.6.3 Pelayanan Jaminan Kesehatan Nasional

Peserta yang memerlukan pelayanan pertama-tama harus memperoleh

pelayanan kesehatan pada fasilitas kesehatan tingkat pertama. Bila peserta


49

memerlukan pelayanan kesehatan tingkat lanjut, maka harus dilakukan melalui

rujukan oleh fasilitas kesehatan tingkat pertama, kecuali dalam keadaan gawat

darurat (BPJS Kesehatan, 2015).

Pelayanan kesehatan yang dijamin meliputi :

a. Pelayanan kesehatan tingkat pertama, yaitu pelayanan kesehatan non

speasialistik mencakup :

1) Administrasi pelayanan

2) Pelayanan promotif dan preventif

3) Pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi medis

4) Tindakan medis non spesialistik, baik operatif maupun non operatif

5) Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai

6) Transfusi darah sesuai dengan kebutuhan medis

7) Pemeriksaan penunjang diagnostic laboratorium tingkat pratama dan Rawat

inap tingkat pertama sesuai dengan indikasi.

b. Pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjutan, yaitu pelayanan kesehatan

mencakup:

Rawat jalan yang meliputi:

1) Administrasi pelayanan

2) Pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi spesialistik oleh dokter spesialis

dan subspesialis

3) Tindakan medis spesialistik sesuai dengan indikasi medis

4) Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai

5) Pelayanan alat kesehatan implant


50

6) Pelayanan penunjang diagnostik lanjutan sesuai dengan indikasi medis

7) Rehabilitasi medis

8) Pelayanan darah

9) Pelayanan kedokteran forensic

10) Pelayanan jenazah di fasilitas kesehatan.

Pelayanan yang tidak di jamin :

1) Tidak sesuai prosedur.

2) Pelayanan diluar fasilitas kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS.

3) Pelayanan bertujuan kosmetik.

4) General Chek up dan pengobatan alternatif.

5) Pengobatan untuk mendapatkan keturunan, pengobatan impotensi.

6) Pelayanan kesehatan pada saat bencana.

7) Penyakit yang timbul akibat kesengajaan untuk menyiksa diri sendiri atau

bunuh diri atau narkoba.

c. Ruang perawatan untuk rawat inap

Di ruang perawatan kelas III bagi:

1) Peserta PBI Jaminan Kesehatan

2) Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta bukan Pekerja dengan

iuran untuk Manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas III

Di ruang Perawatan kelas II bagi:

1) Pegawai Negeri Sipil dan penerima pensiun Pegawai Negeri Sipil golongan

ruang I dan golongan ruang II beserta anggota keluarganya.


51

2) Anggota TNI dan penerima pensiun Anggota TNI yang setara Pegawai

Negeri Sipil golongan ruang I dan golongan ruang II beserta anggota

keluarganya.

3) Anggota POLRI dan penerima pensiun Anggota POLRI yang setara

Pegawai Negeri Sipil golongan ruang I dan golongan ruang II beserta

anggota keluarganya.

4) Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri yang setara Pegawai Negeri Sipil

golongan ruang I dan golongan ruang II beserta anggota keluarganya.

5) Peserta Pekerja Penerima Upah bulanan sampai dengan 2 (dua) kali

penghasilan tidak kena pajak dengan status kawin dengan 1 (satu) anak,

beserta anggota keluarganya.

6) Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta bukan Pekerja dengan

iuran untuk Manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas II.

Di ruang perawatan kelas I bagi:

1) Pejabat Negara dan anggota keluarganya.

2) Pegawai Negeri Sipil dan penerima pensiun pegawai negeri sipil Golongan

III dan Golongan IV beserta anggota keluarganya.

3) Anggota TNI dan penerima pensiun Anggota TNI yang setara Pegawai

Negeri Sipil Golongan III dan Golongan IV beserta anggota keluarganya.

4) Anggota POLRI dan penerima pensiun Anggota POLRI yang setara

Pegawai Negeri Sipil Golongan III dan Golongan IV beserta anggota

keluarganya.
52

5) Pegawai pemerintah non pegawai negeri yang setara Pegawai Negeri Sipil

Golongan III dan Golongan IV dan anggota keluarganya

6) veteran dan perintis kemerdekaan beserta anggota keluarganya

7) Peserta pekerja penerima upah bulanan lebih dari 2 (dua) kali PTKP dengan

status kawin dengan 2 (dua) anak dan anggota keluarganya.

8) Peserta pekerja bukan penerima upah dan peserta bukan

2.6.4 Hak dan Kewajiban Peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)

a. Hak Peserta

1) Mendapatkan kartu peserta sebagai bukti sah untuk memperoleh pelayanan

kesehatan.

2) Memperoleh manfaat dan informasi tentang hak dan kewajiban serta

prosedur pelayanan kesehatan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

3) Mendapatkan pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan yang bekerjasama

dengan BPJS Kesehatan.

4) Menyampaikan keluhan/pengaduan, kritik dan saran secara lisan atau

tertulis ke Kantor BPJS Kesehatan.

b. Kewajiban Peserta

1) Mendaftarkan dirinya sebagai peserta serta membayar iuran yang

besarannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

2) Melaporkan perubahan data peserta, baik karena pernikahan, perceraian,

kematian, kelahiran, pindah alamat atau pindah fasilitas kesehatan tingkat I.

3) Menjaga Kartu Peserta agar tidak rusak, hilang atau dimanfaatkan oleh

orang yang tidak berhak.


53

4) Mentaati semua ketentuan dan tata cara pelayanan kesehatan (BPJS

Kesehatan, 2015).

2.6.5 Sistem Rujukan Berjenjang

Sistem Rujukan pelayanan kesehatan adalah penyelenggaraan pelayanan

kesehatan yang mengatur pelimpahan tugas dan tanggung jawab pelayanan

kesehatan secara timbal balik baik vertikal maupun horizontal yang wajib

dilaksanakan oleh peserta jaminan kesehatan atau asuransi kesehatan sosial, dan

seluruh fasilitas kesehatan (BPJS Kesehatan, 2015).

Gambar 2.1. Alur Pelayanan Kesehatan


54

Gambar 2.2. Sistem Rujukan Berjenjang

Tata Cara Sistem Rujukan Berjenjang

a. Sistem rujukan pelayanan kesehatan dilaksanakan secara berjenjang sesuai

kebutuhan medis, yaitu:

1) Dimulai dari pelayanan kesehatan tingkat pertama oleh fasilitas kesehatan

tingkat pertama.

2) Jika diperlukan pelayanan lanjutan oleh spesialis, maka pasien dapat dirujuk

ke fasilitas kesehatan tingkat kedua.

3) Pelayanan kesehatan tingkat kedua di faskes sekunder hanya dapat diberikan

atas rujukan dari faskes primer.

4) Pelayanan kesehatan tingkat ketiga di faskes tersier hanya dapat diberikan

atas rujukan dari faskes sekunder dan faskes primer.


55

b. Pelayanan kesehatan di faskes primer yang dapat dirujuk langsung ke faskes

tersier hanya untuk kasus yang sudah ditegakkan diagnosis dan rencana

terapinya, merupakan pelayanan berulang dan hanya tersedia di faskes tersier.

c. Ketentuan pelayanan rujukan berjenjang dapat dikecualikan dalam kondisi:

1) Terjadi keadaan gawat darurat. Kondisi kegawatdaruratan mengikuti

ketentuan yang berlaku.

2) Bencana. Kriteria bencana ditetapkan oleh Pemerintah Pusat dan atau

Pemerintah Daerah.

3) Kekhususan permasalahan kesehatan pasien. untuk kasus yang sudah

ditegakkan rencana terapinya dan terapi tersebut hanya dapat dilakukan di

fasilitas kesehatan lanjutan.

4) Pertimbangan geografis.

5) Pertimbangan ketersediaan fasilitas.

d. Pelayanan oleh bidan dan perawat.

1) Dalam keadaan tertentu, bidan atau perawat dapat memberikan pelayanan

kesehatan tingkat pertama sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

2) Bidan dan perawat hanya dapat melakukan rujukan ke dokter dan/atau

dokter gigi pemberi pelayanan kesehatan tingkat pertama kecuali;

3) Dalam kondisi gawat darurat dan kekhususan permasalahan kesehatan

pasien, yaitu kondisi di luar kompetensi dokter dan/atau dokter gigi

pemberipelayanan kesehatan tingkat pertama.

e. Rujukan Parsial
56

1) Rujukan parsial adalah pengiriman pasien atau spesimen ke pemberi

pelayanan kesehatan lain dalam rangka menegakkan diagnosis atau

pemberian terapi, yang merupakan satu rangkaian perawatan pasien di

Faskes tersebut.

2) Rujukan parsial dapat berupa:

(1) Pengiriman pasien untuk dilakukan pemeriksaan penunjang atau

tindakan

(2) Pengiriman spesimen untuk pemeriksaan penunjang.

(3) Apabila pasien tersebut adalah pasien rujukan parsial, maka penjaminan

pasien dilakukan oleh fasilitas kesehatan perujuk (BPJS Kesehatan,

2015).
57

2.7 Kerangka Teori

Zeitham,VA ; Parasuraman,
A; Berry,LL (1990)

1. Tangible (bukti langsung)


2. Reliability (keandalan)
3. Responsiveness (daya tanggap)
4. Assurance (jaminan)
5. Empathy (perhatian pribadi)

Krowinsky dan Steiber (1996)


1. keterjangkauan
2. Ketersediaan sumber daya
KEPUASAN
3. Kontinuitas pelayanan
PASIEN
4. Efektivitas
5. Keuangan
6. Humanitas
7. Ketersediaan informasi
8. Pemberian informasi
9. Kenyamanan lingkungan
10. Kompetensi petugas

Gunarsa, Singgih (1995)

karakteristik pasien: umur,


pendidikan, pekerjaan, etnis,
sosio-ekonomi, dan diagnosis
penyakit.

Gambar 2.3 Kerangka Teori


58

Kepuasan pasien/ pelanggan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang

yang muncul setelah membandingkan antara persepsi/ kesannya terhadap kinerja

suatu produk dan harapan- harapannya (Kotler, dkk. 2012).

Tingkat kualitas pelayanan tidak dapat dinilai berdasarkan sudut pandang

perusahaan/ rumah sakit tetapi harus dipandang dari sudut pandang penilaian

pasien. Karena itu dalam merumuskan strategi dan program pelayanan, rumah

sakit harus berorientasi pada kepentingan pasien dengan memperhatikan

komponen kualitas pelayanan (Rangkuti, 2008).

Menurut Schnaars pada tahun 1991, dasarnya tujuan dari suatu bisnis (rumah

sakit) adalah untuk menciptkan para pelanggan (pasien) yang puas. Terciptanya

kepuasan pasien dapat memberikan beberapa manfaat diantaranya hubungan

antara rumah sakit dan pasiennya menjadi harmonis, memberikan dasar yang baik

bagi pembelian ulang dan tercapainya loyalitas pasien dan membentuk suatu

rekomendasi dari mulut ke mulut (word of mouth) yang menguntungkan bagi

rumah sakit (Tjiptono, F. dan Chandra, 2011).

Donebedian, A memperkenalkan tiga jenis unsur mutu yaitu unsur masukan

(input) berupa tenaga, sarana, prasarana, peralatan dan metode. Unsur proses

berupa proses pelayanan medik, keperawatan, tehnis dan administrasi. Serta unsur

hasil (outcome) berkisar pada kesembuhan pasien, angka kematian dan kepuasan

pasien (Wijono, 2011).

Tingkat kepuasan sangat tergantung pada mutu suatu produk. Suatu produk

dikatakan bermutu bagi seseorang bila produk tersebut dapat memenuhi

kebutuhannya. Kepuasan pasien akan tercapai apabila diperoleh hasil yang


59

optimal bagi setiap pasien dan pelayanan kesehatan memperhatikan kemampuan

pasien/ keluarganya, ada perhatian terhadap keluhan, kondisi lingkungan fisik dan

tanggap/ memprioritaskan kebutuhan pasien, sehingga tercapai keseimbangan

yang sebaik- baiknya antara tingkat rasa puas atau hasil dan serta jerih payah yang

telah dialami guna memperoleh hasil tersebut (Depkes RI, 1996).

Ada beberapa model penelitian yang digunakan untuk menilai kepuasan

pelanggan/ pasien terhadap mutu pelayanan, namun model penilaian yang

dikembangkan oleh Parasuraman, Berry dan Zaithaml merupakan konsep yang

paling banyak digunakan oleh pelaku bisnis di seluruh dunia yang berkecimpung

dalam hal pelayanan pelanggan. Model ini meliputi 5 dimensi penilaian yaitu: 1.

tangibles adalah bukti langsung misalnya peralatan yang digunakan, gedung,

kerapian penampilan petugas. 2. responsiveness (daya tanggap) yaitu keinginan

para karyawan dalam memberikan pelayanan dengan tanggap. 3. reliability adalah

kehandalan, kemampuan memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan segera

dan memuaskan. 4. assurance adalah jaminan yang mencakup kemampuan

petugas, kesopanan, sifat dapat dipercaya, bebas dari bahaya, resiko dan keragu-

raguan. 5. empathy adalah kemudahan dalam melakukan hubungan, penuh

perhatian dan memahami kebutuhan pelanggan (Irawan,H. 2009).

Teori yang mempengaruhi kepuasan menurut Krowinsky dan Steiber (1996),

meliputi: assesibility atau keterjangkauan, availability atau ketersediaan sumber

daya, kontinuitas pelayanan, efektivitas, keuangan, humanitas, ketersediaan

informasi, pemberian informasi, kenyamanan lingkungan, dan kompetensi

petugas. Teori yang lain menurut Gunarsa dan Singgih (1995), meliputi
60

karakteristik pasien yaitu meliputi karakteristik pasien: umur, pendidikan,

pekerjaan, etnis, sosioekonomi, dan diagnosis penyakit.

2.8 Kerangka Konsep

Kerangka konsep diturunkan dari konsep teori, yang tujuannya untuk

mengetahui kepuasan pasien rawat inap.

Tangible

Reliability

Responsiveness Kepuasan Pasien

Assurance

Empathy

Gambar 2.4. Kerangka Konsep Penelitian


61

2.9 Hipotesis Penelitian

Tingkat kepuasan pasien dipengaruhi oleh dimensi tangible, responsiveness,

reliability, assurance, dan empathy yang diberikan kepada pasien rawat inap

pengguna Jaminan Kesehatan Nasional di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II

Medan

2.10 Definisi Operasional dan Kriteria Objektif

Tabel 2.2. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif


No Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Skala Hasil
Ukur Ukur
1 Tangibles Tanggapan pasien atas apa yang Kuisioner Ordinal 1. Baik
bisa dilihat dan dirasakan (≥ 57,14)
langsung oleh pelanggan, 2. Tidak
misalnya : gedung, fasilitas, Baik
penampilan petugas di ruang (<57,14%)
rawat inap Rumah Sakit
Bhayangkara Tingkat II Medan.
2 Responsiv Tanggapan pasien terhadap Kuisioner Ordinal 1. Baik
eness kemampuan dan daya tanggap (≥ 57,14)
petugas untuk selalu siap 2. Tidak
membantu pelanggan dan Baik
memberikan pelayanan yang (<57,14%)
cepat di ruang rawat inap Rumah
Sakit Bhayangkara Tingkat II
Medan.
3 Reliability Tanggapan pasien terhadap Kuisioner Ordinal 1. Baik
kemampuan petugas untuk (≥ 57,14)
memberikan pelayanan yang 2. Tidak
dijanjikan secara handal dan Baik
akurat di ruang rawat inap (<57,14%)
Rumah Sakit Bhayangkara
Tingkat II Medan.
4 Assurance Tanggapan pasien terhadap Kuisioner Ordinal 1. Baik
jaminan pengetahuan dan (≥ 57,14)
kemampuan petugas, keamanan, 2. Tidak
kesopanan, dan dapat dipercaya Baik
di ruang rawat inap Rumah Sakit (<57,14%)
Bhayangkara Tingkat II Medan.
62

5 Empathy Tanggapan pasien terhadap Kuisioner Ordinal 1. Baik


perhatian yang tulus dan bersifat (≥ 57,14)
individual dari petugas dan 2. Tidak
upaya petugas memahami Baik
kebutuhan pelanggan di ruang (<57,14%)
rawat inap Rumah Sakit
Bhayangkara Tingkat II Medan.
6 Kepuasan Perasaan senang, puas yang Kuisioner Ordinal 1. Puas
Pasien dirasakan oleh pasien karena (≥ 57,14)
terpenuhinya harapan pasien 2. Kurang
atau keinginan pasien dalam Puas
menerima jasa pelayanan (<57,14%)
kesehatan di ruang rawat inap
Rumah Sakit Bhayangkara
Tingkat II Medan.

Anda mungkin juga menyukai