Anda di halaman 1dari 17

JOURNAL READING PEDODONSIA

Komplikasi Gigi Berhubungan dengan Intubasi Neonatal pada Bayi Prematur

Seminaris:

Ai Rafikah Nurpratiwi 160112180086

Pembimbing:

drg. Iwan Ahmad Musnamirwan, Sp.KGA (K)

drg. Nidia Risky Primanda

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS PADJADJARAN

BANDUNG

2020
Komplikasi Gigi Berhubungan Dengan Intubasi Neonatal Pada Bayi Prematur

Ik-Hwan Kim, Chung-Min Kang, Je Seon Song, Jae-Ho Lee

Departemen Kedokteran Gigi Anak, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Yonsei, Seoul, Korea

Makalah ini menjelaskan potensi komplikasi oral pada bayi prematur yang telah

menjalani intubasi orotrakeal. Intubasi neonatal dapat memiliki efek buruk pada gigi sulung,

jaringan lunak mulut, dan bahkan gigi permanen. Namun, intubasi endotrakeal mungkin penting

untuk kelangsungan hidup bayi prematur, karena perkembangan trakea yang tidak lengkap.

Tekanan berlebihan ke jaringan mulut harus dihindari, dalam kasus tertentu di mana intubasi

orotrakeal tidak bisa dihindari. Selain itu, potensi komplikasi oral harus dipertimbangkan ketika

intubasi neonatal dilakukan untuk kelangsungan hidup pasien, dan evaluasi ulang berikutnya dan

kesehatan mulut yang tepat perawatan dibutuhkan.

Kata kunci: Komplikasi oral; Intubasi Orotrakeal; Bayi prematur

Pendahuluan

Trauma orofasial yang menyebabkan cedera pada alveolar ridge sangat jarang terjadi,

sebelum erupsi gigi sulung anterior. Trauma orofasial terjadi saat bayi mulai merangkak,

insidennya meningkat ketika bayi mulai berjalan, dan memuncak pada usia 2-3 tahun ketika

anak-anak menjadi semakin aktif [1-3]. Untuk alasan ini, trauma yang terjadi sebelum erupsi gigi

sulung anterior pasti menimbulkan dampak, meski sering diabaikan sebagai etiologi kelainan

pada pertumbuhan gigi sulung [4]. Intubasi orotrakeal bisa menjadi salah satu penyebab paling

umum dari cedera sebelum gigi sulung erupsi.


Beberapa bayi prematur dengan berat badan rendah memerlukan operasi atau

perawatan inkubator, karena beberapa masalah medis. Mereka tidak siap untuk kehidupan ekstra-

uterus dan mereka pun memiliki otak, paru-paru, dan mata yang berkembang secara tidak

sempurna [5-6].

Beberapa bayi prematur memerlukan intubasi karena perkembangan paru yang tidak lengkap [7],

dan 1 dari 500 bayi baru lahir mungkin perlu intubasi pada saat lahir [8].

Intubasi endotrakeal merupakan teknik non-bedah yang cepat, aman, sederhana, yang

merupakan standar emas untuk manajemen jalan nafas, kelebihannya yaitu menyediakan jalan

nafas dengan paten dan mencegah aspirasi paru-paru [9]. Namun, trauma atau perforasi faring,

esofagus, dan trakea; intubasi batang utama bronkus; stenosis subglotis; ekstubasi tak disengaja;

atelektasis pasca ekstubasi; infeksi pernafasan; erosi nares atau septum; dan cedera pada alveolar

ridge anterior rahang atas dan perkembangan benih gigi mungkin terjadi selama proses intubasi

[10]. Tabung orotrakeal yang digunakan untuk mencegah septal dan gangguan pernapasan yang

disebabkan oleh tabung nasotrakeal, juga dapat berdampak pada perkembangan jaringan mulut.

Berbagai komplikasi intubasi orotrakeal pada bayi telah didokumentasikan dalam

literatur (Tabel 1 dan 2), termasuk trauma akut [13-16] dan kronis [17] pada struktur

hypopharyngeal, sistemik [18-20], dan efek samping lokal [21], dan efek buruk pada

perkembangan oral [22-25]. Erupsi tertunda, impaksi ektopik,dan malformasi gigi setelah

intubasi orotrakeal dilaporkan disebabkan oleh perpindahan dan lokalisasi trauma pada benih

gigi [4,26,27]. Selain itu, celah langit-langit, alveolar grooving, palatal grooving, palatal depth

dan asimetri lebar, crossbite, dan cacat gigi dapat terjadi sebagai akibat dari intubasi orotrakeal

[28].
Deformasi atau cacat enamel adalah kelainan gigi sulung yang klasik. Mineralisasi gigi

insisif primer dimulai pada 4 bulan setelah kelahiran, dan mineralisasi mahkota selesai pada 6

bulan. Disisi lain, mineralisasi molar sulung dimulai pada akhir bulan ke 5 dan selesai sekitar 1

tahun setelah kelahiran. Trauma pada wilayah benih gigi yang sedang berkembang selama

periode ini dapat menyebabkan anomali gigi [29]. Hipoplasia enamel terlihat pada sekitar 18-

80% bayi prematur atau bayi prematur lain yang mengalami kompromi secara medis, yang

menjalani intubasi neonatal [30,31].

Meskipun telah dilakukan penelitian medis dan gigi pada hubungan antara intubasi

orotrakeal dan perubahan perkembangan bayi, masih sulit untuk menentukan dengan jelas

apakah dampak pada jaringan orofasial tersebut akibat kelahiran prematur atau faktor ekstrinsik

seperti intubasi orotrakeal [32].

Tabel 1. Komplikasi yang disebabkan oleh intubasi orotrakeal selama perkembangan oral

Alveolar / Palatal grooving


Deformasi palatal
Perkembangan Kerusakan Enamel / Defective development of Enamel (DDE)
Malformasi gigi
Perpindahan benih gigi
Urutan erupsi
Crossbite
Cacat commissure oral
Cedera TMJ
Cidera lidah
Pelafalan yang tidak tepat

Tabel 2. Jenis komplikasi dan insidennya

Komplikasi Penulis (Tahun) Jumlah pasien Waktu intubasi Insidensi


yang diintubasi
Palatal Alves (2012) 66 36.4%

Grooving [32]
Erenberg (1984) 63 1 - 62 hari 47.6%

[24] (> 2 minggu) (87.5%)


Wetzel (1980) 5

[33]
DDE Suely (2014)[34] 77 57%
Seow (1984)[35] 40 85%
Deformasi Procter (1998) 23 1 - 32 hari

Palatal [36]
Alves (2012) 66 16.7%

[32]
Costa (2017)[37] 34 > 7 hari 67.6%

Alveolar dan Palatal Grooves

Di antara bayi prematur, yang menjalani intubasi orotrakeal, 23,1% menunjukkan

perubahan kontur alveolar [32] Erenberg dan Nowak [24] melaporkan hubungan antara insiden

yang lebih tinggi dari groove palatal dan intubasi neonatal. Menurut Boice et al. [38], cekungan

yang menonjol terlihat pada maksila kiri alveolar ridge pada bayi berat lahir rendah yang tidak

selamat, yang menjalani intubasi orotrakeal. Selain itu, perkembangan kerusakan pada organ

email terlihat pada area ini. Dalam penelitian lain, lekukan anterior ridge terlihat pada bayi yang

diberikan ventilasi secara mekanik setelah intubasi, karena kekuatan terus menerus yang

diberikan oleh tabung [33,39].

Perangkat pelindung intraoral telah digunakan bersama tabung intubasi orotrakeal,

untuk mencegah deformasi alveolar atau palatal yang disebabkan oleh intubasi. [40,41] Peralatan

ini dirancang untuk melindungi jaringan mulut dari tekanan yang diberikan oleh tabung [42,43].
Fadavi et al. [44] melakukan studi prospektif acak dengan 26 bayi yang telah disetujui

mendapatkan intubasi orotrakeal selama 7-109 hari dari kelahiran, dengan berat lahir 540–1.470

g. Sementara kelompok kontrol menunjukkan palatal groove 2-5 mm, bayi prematur yang

menggunakan alat pelindung tidak menunjukkan palatal groove.

Perkembangan Kerusakan Enamel

Perkembangan kerusakan enamel (DDE) dapat bermanifestasi sebagai kerusakan area

pada permukaan enamel atau mahkota yang tidak terbentuk sempurna (Gbr. 1).

Gambar 1. Tampilan klinis yang menggambarkan perkembangan kerusakan enamel pada gigi
insisif central primer maksila dengan lesi kekuningan.

Dibandingkan bayi prematur yang tidak mengalami intubasi, DDE 6 kali lebih sering

terjadi pada bayi prematur yang menjalani intubasi orotrakeal. Dari 157 bayi prematur, 77 bayi

menjalani intubasi dan 80 tidak. Lima puluh satu bayi menunjukkan DDE, 44 dari bayi yang

diintubasi. sedangkan 7 belum mengalami intubasi. Dari 77 bayi yang diintubasi, 44 bayi (57%)

menunjukkan DDE, dan 7 bayi (9%) dari 80 bayi yang tidak diintubasi menunjukkan DDE.

Selain itu, sebanyak 177 gigi DDE pada 51 bayi, dan jauh lebih banyak di maksila (80,2%)

daripada di mandibula (19,8%) [34].


Studi lain melaporkan bahwa kerusakan pada gigi seri rahang atas terjadi pada 85%

bayi yang diintubasi. Rata-rata berat lahir pada 63 bayi berat badan lahir rendah adalah 1154 g,

dengan kisaran antara 605 g – 1500 g. Dari jumlah tersebut, 40 bayi menjalani intubasi

endotrakeal, dan 34 (85%) mengalami kerusakan email gigi anterior rahang atas. Dari 23 bayi

yang tidak diintubasi, hanya 5 (21,7%) yang menunjukkan DDE pada gigi anterior rahang atas

[35].

Malformasi Gigi

Seorang pasien menjalani beberapa intubasi orotrakeal untuk enam putaran operasi,

mulai dari usia 9 hari hingga 4 tahun, karena kelainan jantung yang kompleks. Gigi insisif sentral

kanan rahang atas pasien belum erupsi sampai usia 3 tahun, dan gigi insisif kontralateral pasien

tidak erupsi sampai usia 6 tahun dan 10 bulan. Selain erupsi tertunda, gigi insisif sulung rahang

atas menunjukkan morfologi yang abnormal, terjadi hipoplasia enamel, dan pembentukan dentin

abnormal [27].

Seorang anak perempuan berusia 2 tahun datang ke klinik dengan keluhan utama gigi

seri sulung kiri rahang atas yang belum erupsi. Pasien lahir prematur pada usia kehamilan 25

minggu dan 6 hari, dengan berat lahir 830 g. Pasien menjalani intubasi orotrakeal dan

ditempatkan di inkubator selama sekitar 5 bulan, karena sindrom neonatal respiratory distress.

Pemeriksaan klinis mengungkapkan bahwa gigi insisif lateral kiri rahang atas dan kaninus belum

erupsi, dan radiografi menunjukkan malformasi gigi, keterlambatan erupsi, dan dilaserasi akar

gigi yang terlibat (Gbr. 2, 3). Selama tindak lanjut berkala, tidak ada nyeri spontan dan kelainan

klinis yang diamati pada gigi yang cacat. Tidak ada temuan abnormal yang terlihat pada gigi

permanen yang sedang berkembang [45].


Seorang anak laki-laki berusia 16 bulan datang ke klinik dengan keluhan utama gigi seri

sulung rahang atas erupsi dengan morfologi yang abnormal. Pasien dilahirkan prematur, pada

usia kehamilan 25 minggu dan 4 hari, dengan berat lahir 880g. Intubasi orotrakeal dipertahankan

selama sekitar 2 bulan, selama 3 bulan perawatan inkubator, karena displasia bronkopulmonalis

dan sindrom gangguan pernapasan neonatal. Pemeriksaan klinis menunjukkan erupsi tertunda

dari gigi insisif lateral kiri rahang atas primer dan gigi kaninus kiri rahang atas primer, dan

radiografi malformasi malformasi gigi yang sama (Gbr. 2, 3) [45].

Gambar. 2. Radiografi yang menggambarkan malformasi gigi insisif lateral kiri atas dan
kaninus kiri atas

Gambar 3. Gambar yang menunjukkan erupsi tertunda dari gigi insisif lateral kiri atas dan
kaninus kiri atas

Pergeseran Benih Gigi


Seorang anak perempuan berusia 16 bulan datang ke klinik dengan keluhan utama

erupsi gigi sulung yang tertunda. Pasien lahir prematur, pada usia kehamilan 24 minggu, dengan

berat lahir 480 g. Dia telah mengalami operasi paten ductus arteriosus pada usia 1 bulan, dan

operasi dengan anestesi umum pada usia 4 bulan, untuk hernia dan ablasi retina dan pada usia 8

bulan untuk oprasi ablasi retina sebelahnya. Pemeriksaan oral menunjukkan bahwa gigi insisif

primer kanan rahang atas dan gigi insisif bawah erupsi, tetapi gigi insisif primer kiri rahang atas

tidak erupsi. Tidak ada temuan abnormal lain yang ditemukan pada gigi sulung yang erupsi,

gambaran radiografi menunjukkan suspek malformasi insisif sentrali kiri primer rahang atas dan

perpindahan gigi insisif primer sentral dan lateral. Computed tomography (CT) dilakukan

dibawah sedasi selama follow up dua bulan kemudian, dengan persetujuan pengasuh. CT

menunjukkan pergeseran benih gigi insisif sentral kiri, lateral kiri, dan kaninus primer kiri,

disertai malformasi gigi insisif primer kiri. Pasien tidak memiliki penyakit sistemik yang

berhubungan dengan keterlambatan erupsi dan hanya memiliki riwayat intubasi orotrakeal

multiple sebelum erupsi gigi anterior primer, karena berbagai masalah medis terkait dengan

kelahiran prematur. Lebih lanjut, pertimbangan tentang keterlambatan erupsi, malformasi dan

pergeseran benih gigi terlokalisasi pada maksila kiri, temuan ini mungkin bisa berkontribusi

sebagai factor lokal. [46] Meskipun pergeseran benih gigi tidak dapat dideteksi selama

pemeriksaan klinis, hal ini sering disertai oleh erupsi ektopik atau keterlambatan erupsi.

Bentuk Palatal
Gambar 4. Gambaran langit-langit sempit

Deformasi dapat disebabkan oleh gaya mekanik yang tidak seimbang dan terus

menerus pada jaringan lunak [36]. Selama tahap awal perkembangan rongga mulut, tulang

palatal mudah dibentuk dan mudah dipengaruhi oleh tekanan ekstrinsik [47]. Deformasi dari

sutura palatine median dapat terjadi karena intubasi orotrakeal yang berkepanjangan, karena

tabung endotrakeal terus menerus menekan langit-langit [36,37,48,49].

Intubasi neonatal yang berlangsung selama lebih dari 10 hari dilaporkan menyebabkan

deformasi palatal pada bayi. Hal ini diduga akibat tekanan langsung yang ditimbulkan pada

sutura palatin median oleh orotracheal tube [36]; 12% bayi prematur yang menjalani intubasi

neonatal menunjukkan deformasi palatal [32].

Penelitian lain tentang efek intubasi orotrakeal pada bentuk palatal pada bayi prematur

mengklasifikasikan bentuk palatal neonatus menjadi square, narrow, dan ovoid. Morfologi

palatum narrow, (67,6%) lebih sering terjadi dibandingkan square (14,7%) atau ovoid (17,7%)

pada neonatus yang telah menjalani intubasi selama 7 hari atau lebih lama [37]. Morfologi

palatal narrow bahkan bertahan hingga pasien telah tumbuh dewasa (Gbr.4)

Ash et al. [40] menilai efek penggunaan pelindung piring langit-langit pada bayi

prematur. Mereka menyelidiki 15 bayi yang tidak diintubasi (kelompok kontrol) dan 30 bayi

yang diintubasi yang lahir sebelum usia kehamilan 32 minggu, dimana bayi diintubasi paling
sedikit 10 hari dan penggunanaan palatal plate terkontrol secara acak. Dibandingkan dengan

bayi yang tidak diintubasi, bayi yang tidak menggunakan palatal plate memiliki palatal yang

lebih kecil, dalam dan sempit. Saat palatal plate digunakan, terlihat pengurangan pendalaman

dan penyempitan palatal pada bayi yang diintubasi. Palatal plate tidak mengganggu

pertumbuhan lateral palatum bayi atau membahayakan jaringan mulut lainnya.

Cacat Komisura Oral Dapatan

Cacat komis oral yang disebabkan oleh intubasi endotrakeal berkepanjangan jarang

dilaporkan. Bayi yang lahir di usia kehamilan 23 minggu dan mendapatkan intubasi neonatal

setelah lahir untuk ventilasi mekanik dan memiliki riwayat sindrom gangguan pernapasan,

sepsis, pneumonia, paten ductus arteriosus, trakeitis, anemia, trombositopenia, hernia inguinalis,

dan pneumatocele kronis. Pada hari ke 72 setelah intubasi tabung endotrakeal (ETT) berukuran

3,5 mm, sebuah lesi bulat ditemukan di sisi kiri mulut saat mengganti dudukan ETT. Lesi, yang

terjadi di daerah commissure oral, bersih dan halus, tanpa perdarahan aktif, dengan peradangan

reaktif minimal [22].

Cedera Sendi Temporomandibular


Cedera sendi temporomandibular (TMJ) sangat jarang terjadi tetapi cukup berat.

Peningkatan tekanan dapat menyebabkan putusnya ligamen lateral saat mencari glotis selama

laringoskopi. Hal ini dapat menyebabkan pembukaan mulut terbatas, nyeri sendi, deviasi lateral

mandibula, dan protrusi mandibula [9].

Cedera Lidah

Kompresi karena intubasi endotrakeal berkepanjangan dapat menyebabkan iskemia

atau kongesti vena dan akhirnya dapat menyebabkan macroglossia. Obstruksi ductus

submandibular oleh ETT dapat menyebabkan pembengkakan lidah masif. Selain itu, cedera

akibat kompresi yang ditimbulkan selama proses intubasi telah dilaporkan menyebabkan cedera

pada saraf lidah [9,27]. Kelemahan lidah sementara, mati rasa, atau kelumpuhan setelah

laringoskopi dapat menyebabkan kompresi saraf hipoglosus [50]. Selain kerusakan lidah

sementara, kasus cedera uvula, sakit tenggorokan, odinofagia, batuk, dan obstruksi jalan napas

yang mengancam jiwa juga telah dilaporkan [51].

Peristiwa lainnya

Seperti yang telah dijelaskan dalam penelitian ini, intubasi orotrakeal pada bayi

premature bisa menimbulkan efek yang kompleks bukan efek yang tunggal pada jaringan mulut.

Menurut penelitian Alves et al. [32], kontur alveolar sangat jelas berhubungan dengan crossbite

dan urutan erupsi, sedangkan bentuk palatal dan warna mahkota menunjukkan korelasi yang

signifikan secara statistik. Kopra dan Davis melaporkan bahwa anak-anak yang diintubasi sering

menunjukkan lengkung palatal yang tinggi, palatal groove, dan crossbite posterior, dibandingkan
dengan kelompok kontrol yang tidak diintubasi, kelainan oral kompleks seperti itu dapat

menyebabkan gangguan bicara [28].

Sebab Predileksi pada Maksila Kiri

Sebab lokalisasi cedera pada perkembangan gigi anterior primer rahang atas kiri

mungkin dapat dijelaskan sebagai akibat proses intubasi endotrakeal dan laringoskopi. Pada

proses perawatan ideal, tidak boleh ada tekanan abnormal yang diberikan selama proses intubasi

ataupun laringoskopi, yang dapat mempengaruhi tulang alveolar. Namun, tekanan yang tidak

disengaja dapat terjadi pada tulang alveolar rahang atas kiri, saat memanipulasi perangkat pada

bayi berat lahir rendah. Terlebih lagi, perkembangkan benih gigi mungkin lebih sensitif terhadap

stimulasi eksternal pada bayi berat lahir sangat rendah, karena tulang kortikal lebih tipis akibat

osteopenia [35]. Menurut laporan sebelumnya, 86 dari 142 gigi sulung rahang atas dengan DDE

adalah gigi insisif kiri primer (61%), yang menyiratkan bahwa DDE memiliki kecenderungan

pada sisi kiri [34]. Studi lain juga melaporkan 44 gigi anterior rahang atas dengan cacat pada 40

gigi anak yang mengalami intubasi, dimana 13 gigi (30%) adalah gigi insisif kanan primer,

sementara 31 (70%) adalah gigi insisif kiri primer [35].

Kesimpulan

Meskipun penelitian ini membahas efek samping dari intubasi endotrakeal pada

perkembangan oral, intubasi sangat penting untuk kelangsungan hidup bayi prematur. Perangkat

pelindung telah dikembangkan untuk mengurangi efek samping intubasi. Namun, pembuatan
kesan sebelum intubasi orotrakeal mungkin sulit dan penggunaan alat pelindung mungkin

dibatasi tergantung pada situasi medis.

Tabung intubasi orotrakeal dapat menyebabkan gigi malformasi, cacat enamel,

pergeseran benih gigi, erupsi yang tertunda, dan perkembangan jaringan mulut, dan hal ini dapat

mempengaruhi baik gigi sulung maupun gigi permanen. Oleh karena itu, follow up berkala

sangat penting untuk evaluasi ulang dan perencanaan perawatan yang komprehensif, dan dokter

gigi bertanggung jawab untuk melakukan intervensi aktif dalam proses ini juga membimbing

wali tentang kebutuhan perawatan kesehatan mulut anak.

Deklarasi Kepentingan

Para penulis tidak memiliki konflik kepentingan untuk dideklarasikan.

Referensi

1. Gabris K, Tarjan I, Rozsa N. Dental trauma in children presenting for treatment at the
Department of Dentistry for Children and Orthodontics, Budapest, 1985-1999. Dent
Traumatol 2001; 17: 103-8.
2. Hamilton FA, Hill FJ, Holloway PJ. An investigation of dento-alveolar trauma and its
treatment in an adolescent population. Part 1: The prevalence and incidence of injuries
and the extent and adequacy of treatment received. Br Dent J 1997; 182: 91-5.
3. Petti S, Tarsitani G. Traumatic injuries to anterior teeth in Italian schoolchildren:
prevalence and risk factors. Endod Dent Traumatol 1996; 12: 294-7.
4. Uzamis M, Olmez S, Er N. Unusual impaction of inverted primary incisor: report of case.
ASDC J Dent Child 2001; 68: 67-9, 32.
5. Shin SM, Chang YP, Lee ES, Lee YA, Son DW, Kim MH, et al. Low birth weight, very
low birth weight, very low birth weight rates of newborn infants in Korea. J Korean Soc
Neonatol 2005; 12: 233-7.
6. Usher RH. The special problems of the premature infant. In: Neonatology :
Pathophysiology and Management of the Newborn. 2nd ed. Lippincott Williams and
Wilkins. 1981, pp 230-61.
7. Rennie JM, Kendall G. A Manual of Neonatal Intensive Care. 5th ed. CRC Press. 2013.
8. Palme-Kilander C. Methods of resuscitation in lowApgar-score newborn infants--a
national survey. Acta Paediatr 1992; 81: 739-44.
9. Chinnappa A, Ambareen Z. Dental complications of intubation in pediatric patients and
its management. Int J Dent Sci Res 2014; 2: 9-11.
10. Wyllie JP. Neonatal endotracheal intubation. Arch Dis Child Educ Pract Ed 2008; 93: 44-
9.
11. Jung AL, Thomas GK. Stricture of the nasal vestibule: a complication of nasotracheal
intubation in newborn infants. J Pediatr 1974; 85: 412-4.
12. Eastman DL. Dental outcomes of preterm infants. Newborn Infant Nurs Rev 2003; 3: 93-
8.
13. Lagoo JY, Jose J, Kilpadi KA. Tracheal perforation in a neonate: A devastating
complication following traumatic endotracheal intubation. Indian J Anaesth 2013; 57:
623-4.
14. Mollitt DL, Schullinger JN, Santulli TV. Selective management of iatrogenic esophageal
perforation in the newborn. J Pediatr Surg 1981; 16: 989-93.
15. Joshi VV, Mandavia SG, Stern L, Wiglesworth FW. Acute lesions induced by
endotracheal intubation. Occurrence in the upper respiratory tract of newborn infants with
respiratory distress syndrome. Am J Dis Child 1972; 124: 646-9.
16. Fan LL, Flynn JW, Pathak DR. Risk factors predicting laryngeal injury in intubated
neonates. Crit Care Med 1983; 11: 431-3.
17. Jones R, Bodnar A, Roan Y, Johnson D. Subglottic stenosis in newborn intensive care
unit graduates. Am J Dis Child 1981; 135: 367-8.
18. Harris H, Wirtschafter D, Cassady G. Endotracheal intubation and its relationship to
bacterial colonization and systemic infection of newborn infants. Pediatrics 1976; 58:
816-23.
19. Browning DH, Graves SA. Incidence of aspiration with endotracheal tubes in children. J
Pediatr 1983; 102: 582-4.
20. Marshall TA, Deeder R, Pai S, Berkowitz GP, Austin TL. Physiologic changes associated
with endotracheal intubation in preterm infants. Crit Care Med 1984; 12: 501-3.
21. Redding GJ, Fan L, Cotton EK, Brooks JG. Partial obstruction of endotracheal tubes in
children: incidence, etiology, significance. Crit Care Med 1979; 7: 227-31.
22. Kahn DJ, Spinazzola R. Acquired oral commissure defect: a complication of prolonged
endotracheal intubation. J Perinatol 2005; 25: 612-4.
23. Molteni RA, Bumstead DH. Development and severity of palatal grooves in orally
intubated newborns. Effect of 'soft' endotracheal tubes. Am J Dis Child 1986; 140: 357-9.
24. Erenberg A, Nowak AJ. Palatal groove formation in neonates and infants with
orotracheal tubes. Am J Dis Child 1984; 138: 974-5.
25. Macey-Dare LV, Moles DR, Evans RD, Nixon F. Long-term effect of neonatal
endotracheal intubation on palatal form and symmetry in 8-11-year-old children. Eur J
Orthod 1999; 21: 703-10.
26. Seow WK. Effects of preterm birth on oral growth and development. Aust Dent J 1997;
42: 85-91.
27. Mason C, Odell EW, Longhurst P. Dental complications associated with repeated
orotracheal intubation in infancy: a case report. Int J Paediatr Dent 1994; 4: 257-64.
28. Kopra DE, Davis EL. Prevalence of oral defects among neonatally intubated 3- to 5- and
7- to 10-year old children. Pediatr Dent 1991; 13: 349-55.
29. Andreasen JO. Traumatic injuries of the teeth. 2nd ed. Ik-Hwan Kim, et al 252 J Dent
Anesth Pain Med 2019 October; 19(5): 245-252 Munksgaard. 1981.
30. Seow WK, Masel JP, Weir C, Tudehope DI. Mineral deficiency in the pathogenesis of
enamel hypoplasia in prematurely born, very low birthweight children. Pediatr Dent
1989; 11: 297-302.
31. Seow WK, Humphrys C, Tudehope DI. Increased prevalence of developmental dental
defects in low birth-weight, prematurely born children: a controlled study. Pediatr Dent
1987; 9: 221-5.
32. Alves PV, Luiz RR. The influence of orotracheal intubation on the oral tissue
development in preterm infants. Oral Health Prev Dent 2012; 10: 141-7.
33. Wetzel RC. Defective dentition following mechanical ventilation. J Pediatr 1980; 97:
334.
34. Suely Falcao de Oliveira Melo N, Guimaraes Vieira Cavalcante da Silva RP, Adilson
Soares de Lima A. The neonatal intubation causes defects in primary teeth of premature
infants. Biomed Pap Med Fac Univ Palacky Olomouc Czech Repub 2014; 158: 605-12.
35. Seow WK, Brown JP, Tudehope DI, O'Callaghan M. Developmental defects in the
primary dentition of low birth-weight infants: adverse effects of laryngoscopy and
prolonged endotracheal intubation. Pediatr Dent 1984; 6: 28-31.
36. Procter AM, Lether D, Oliver RG, Cartlidge PH. Deformation of the palate in preterm
infants. Arch Dis Child Fetal Neonatal Ed 1998; 78: F29-32.
37. da Costa SC, dos Santos MTBR, de Carvalho WB, Miyazato DG, Ceccon MEJR, de
Albuquerque Diniz EM. Influence of orotracheal intubation on preterm infant palate
shape between 12 and 24 months old. J Oral Diag 2017; 2: 1-5.
38. Boice JB, Krous HF, Foley JM. Gingival and dental complications of orotracheal
intubation. JAMA 1976; 236: 957-8.
39. Wetzel RC. Defective dentition following mechanical ventilation. J Pediatr 1980; 97:
334.
40. Ash SP, Moss JP. An investigation of the features of the pre-term infant palate and the
effect of prolonged orotracheal intubation with and without protective appliances. Bri J
Orthod 1987; 14: 253-61.
41. Claure N, Bancalari E. Automated respiratory support in newborn infants. Semin Fetal
Neonatal Med 2009; 14: 35-41.
42. Erenberg A, Nowak AJ. Appliance for stabilizing orogastric and orotracheal tubes in
infants. Crit Care Med 1984; 12: 669-71.
43. von Gonten AS, Meyer JB Jr., Kim AK. Dental management of neonates requiring
prolonged oral intubation. J Prosthodont 1995; 4: 221-5.
44. Fadavi S, Adeni S, Dziedzic K, Punwani I, Vidyasagar D. Use of a palatal stabilizing
device in prevention of palatal grooves in premature infants. Crit Care Med 1990; 18:
1279-81.
45. Lim SY, Kim SO, Lee JH, Kim IH. Developmental disturbance of primary incisors in
preterm infants with endotracheal intubation : A case report. J Korean Dis Oral Health
2019; 15: 89-93.
46. Shin YK, Hyun HK, Kim YJ, Kim JW, Jang KT, Lee SH, et al. Effect of intubation on
the primary dentition prior to tooth eruption: A case report. J Korean Acad Pediatr Dent
2008; 35: 504-8.
47. Hohoff A, Rabe H, Ehmer U, Harms E. Palatal development of preterm and low
birthweight infants compared to term infants - What do we know? Part 1: The palate of
the term newborn. Head Face Med 2005; 1: 8.
48. Biskinis EK, Herz M. Acquired palatal groove after prolonged orotracheal intubation. J
Pediatr 1978; 92: 512-3.
49. Duke PM, Coulson JD, Santos JI, Johnson JD. Cleft palate associated with prolonged
orotracheal intubation in infancy. J Pediatr 1976; 89: 990-1.
50. Huehns TY, Yentis SM, Cumberworth V. Apparent massive tongue swelling. A
complication of orotracheal intubation on the Intensive Care Unit. Anaesthesia 1994; 49:
414-6.
51. Monroe MC, Gravenstein N, Saga-Rumley S. Postoperative sore throat: effect of
oropharyngeal airway in orotracheally intubated patients. Anesth Analg 1990; 70: 512-6

Anda mungkin juga menyukai