DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 2
ALVYOLIAN B. MANANGSANG (20018012)
DESTI PALIMBUNGA (20018009)
MAGFIRAH PUTRI ARIFIN (20018014)
MIKA YONATAN KALELEAN (20018015)
NURFEBIYANTI YUSUF (20018011)
OWEN HENRY TANDIARRANG (20018013)
VINI ATIKA ARUM S. BEDES (20018010)
DOSEN PENGAMPUH :
SALDI HAPIWATY, S.Farm., M.Si., Apt
Kelompok 2
ii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR.....................................................................................ii
DAFTAR ISI.................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...................................................................................1
B. Rumusan Masalah.............................................................................2
C. Tujuan................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Uji Difusi.............................................................................................3
B. Uji Dilusi...............................................................................................
C. KLT Bioautografi..................................................................................
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan..........................................................................................
B. Kritik.....................................................................................................
C. Saran...................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................
LAMPIRAN.....................................................................................................
iii
BAB I
PENDAHULUAN
metode uji aktivitas antimikroba, yaitu metode difusi seperti difusi agar
(Kirby Bauer dan sumuran) dan metode dilusi (metode dilusi cair dan
dilusi padat) (Pratiwi, 2008).
Skrining adalah sejenis tes yang digunakan untuk mendeteksi adanya
antibiotik spesifik atau mikroorganisme dalam sejumlah besar spesimen.
Tes skrining relatif mudah dan tidak mahal (peralatan yang dibutuhkan
tidak terlalu rumit). Beberapa tes skrining masih dapat dilanjutkan dengan
tes lain yang lebih spesifik (Singleton and Sainbury, 2001).
Guna skrining mikroba, isolat murni dikulturkan dalam medium
produksi dan pada akhir proses fermentasi, cairan fermentasi
disentrifugasi untuk memperoleh supernatan bebas sel. Skrining mikroba
didasarkan terhadap kemampuan mikroba dalam menghasilkan molekul
yang disekresikan ke dalam medium (Wibisana, 2018).
Senyawa organik alami yang dihasilkan oleh mikroorganisme penting
bagi berbagai senyawa bioaktif. Skrining mikroba didasarkan terhadap
kemampuan mikroba dalam menghasilkan suatu senyawa bioaktif.
Skrining mikroorganisme dilakukan untuk medeteksi produk baru dari
suatu mikroba seperti metabolit, vitamin, dan enzim. Serta potensi
kegunaan ekonomis lainnya seperti kontrol biologis, biodegradasi,
bioremediasi, proses kimiawi (biotransformasi, bioakumulasi), pangan dan
pemerosesan pangan, pengembangan uji (Cappucino and Sherman,
2000).
I.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas, rumusan masalah yang didapatkan
adalah bagaimana teknik dalam skrining serta identifikasi dalam uji
aktivitas suatu mikroorganisme?
5
Tabel 3. Rata-rata diameter zona hambat pada bakteri Sterptococcus
agalactiae
B. Uji Disolusi
Metode dilusi adalah salah satu metode yang digunakan untuk
mengetahui potensi suatu senyawa terhadap aktifitas mikroba dengan
menentukan Konsentrasi Hambat Minimal (KHM) dan Konsentrasi Bunuh
Minimal (KBM) (Lennette dkk., 1991).
13
Hasil MBC pada Tabel 2 menunjukkan bahwa pada konsentrasi
20% sampai konsentrasi 80% masih tumbuh koloni bakteri
Staphylococcus epidermidis, sedangkan pada konsentrasi 100%
tidak tumbuh koloni bakteri Staphylococcus epidermidis. Hal ini
menunjukkan bahwa pada konsentrasi 100% infusa daun beluntas
mempunyai daya bunuh terhadap bakteri Staphylococcus
epidermidis dan bisa dikatakan sebagai nilai MBC (Minimum
Bactericidal Concentration). Tabung kontrol positif tidak tumbuh
bakteri Staphylococcus epidermidis, sedangkan tabung kontrol
negatif tumbuh bakteri Staphylococcus epidermidis.
Berdasarkan Tabel 2 pada pengamatan hasil MBC menunjukkan
bahwa pada konsentrasi 20% sampai 80% setelah inkubasi 24 jam
masih tumbuh koloni bakteri Staphylococcus epidermidis,
sedangkan pada konsentrasi 100% sudah tidak tumbuh koloni
bakteri Staphylococcus epidermidis sehingga dikatakan sebagai
nilai MBC. Nilai14MBC atau konsentarasi terendah yang mempunyai
daya bunuh terhadap bakteri Staphylococcus epidermidis
ditentukan dengan cara pengamatan ada tidaknya koloni
Staphylococcus epidermidis yang tumbuh pada medium MH agar
setelah inkubasi 24 jam. Menurut Ariyanti et al (2015) bahwa
semakin tinggi konsentrasi zat anti mikroba maka semakin besar
kemampuannya untuk mengendalikan dan membunuh
mikroorganisme tersebut.Hal ini menunjukkan bahwa infusa daun
beluntas mempunyai daya bunuh terhadap bakteri Staphylococcus
epidermidis.
Berdasarkan hasil penelitian tentang pengaruh infusa daun
beluntas terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus
epidermidis, maka dapat dikatakan bahwa infusa daun beluntas
dapat menghambat dan membunuh bakteri Staphylococcus
epidermidis.Karena diduga adanya senyawa metabolit sekunder
yang dapat menghambat pertumbuhan Staphylococcus
epidermidis.
15
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Kritik
C. Saran
16
DAFTAR PUSTAKA
Angeh, J. E. (2006). Isolation and Characterization of Antibacterial
Compounds. Thesis; University of Pretoria, South Africa
Katrin, D., Idiawati, N., and Sitorus, B. 2015. Uji Aktivitas Antibakteri dari
Ekstrak Daun Malek (Litsea graciae Vidal) terhadap Bakteri
Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Jurnal Kimia Khatulistiwa.
Vol.4(1):11.
18
LAMPIRAN
Lampiran 1. “Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Afrika
(Vernonia amygdalina Delile) Asal Papua terhadap Bakteri
Staphylococcus aureus dan Escherichia coli”
http://jurnalnasional.ump.ac.id/index.php/PHARMACY/article/view/3493/23
61
19
Lampiran 2. “Daya Hambat Dekok Kulit Apel Manalagi (Malus
sylvestris Mill.) terhadap Pertumbuhan Escherichia coli dan
Steptococcus agalactiae Penyebab Mastitis pada Sapi Perah”
https://ternaktropika.ub.ac.id/index.php/tropika/article/download/257/247
20
Lampiran 3. “Perbandingan Pengujian Aktivitas Antibakteri Starter
Yogurt dengan Metode Difusi Sumuran dan Metode Difusi Cakram”
http://jurnal.unpad.ac.id/jthp/article/download/27537/14214
21
Lampiran 4 “Daya antibakteri estrak kulit dan biji buah pulasan
(nephelium mutabile) terhadap staphylococcus aureus dan
escherichia coli secara in vitro
https://media.neliti.com/media/publications/127184-ID-none.pdf
22
https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/UnnesJLifeSci/article/view/12278
23
Lampiran 6 “Potensi Antibakteri dari Ekstrak Etanol Spons Agelas
cavernosa”
https://www.researchgate.net/publication/330711121_Potensi_Antibakteri_
dari_Ekstrak_Etanol_Spons_Agelas_cavernosa
24