Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Mikroorganisme merupakan semua makhluk yang berukuran
beberapa mikron atau lebih kecil lagi. Yang temasuk golongan ini adalah
bakteri, cendawan atau jamur tingkat rendah, ragi yang menurut
sistematik masuk golongan jamur, gangang, hewan bersel satu atau
protozoa, dan virus yang hanya nampak dengan mikroskop elektron
(Dwidjoseputro, 1990).
Mikroorganisme dapat diperoleh dari lingkungan air, tanah, udara,
subtrat yang berupa bahan pangan, tanaman dan hewan. Jenis
mikroorganisme dapat berupa bakteri, kapang, dan sebagainya. Populasi
dari mikroba yang ada di lingkungan ini sangatlah beranekaragam
sehingga dalam mengisolasi diperlukan beberapa tahap penanaman
sehingga berhasil diperoleh koloni yang tunggal (Buchana and Gibbons,
2003).
Sumber mikroorganisme penghasil antibiotika atau sebagai
antimikroba antara lain berasal dari tanah, air laut, lumpur, kompos, isi
rumen, limbah domestik, bahan makanan busuk, dan lain-lain. Namun
kebanyakan mikroba penghasil antibiotika diperoleh dari mikroba tanah
terutama jenis steptomices dan jamur (Suwandi, 1989).
Teknik isolasi mikroorganisme adalah suatu usaha untuk
menumbuhkan mikroba diluar dari lingkungan alaminya. Pemisahan
mikroorganisme dari lingkungannya ini bertujuan untuk memperoleh
biakan bakteri yang sudah tidak bercampur lagi dengan bakteri lainnya
dan ini disebut dengan biakan murni (Dwyana, 2006).
Uji aktivitas mikroorganisme seperti antimikroba bertujuan untuk
menentukan potensi suatu zat yang diduga atau telah memiliki aktivitas
sebagai antibakteri dalam
1 larutan terhadap suatu bakteri. Macam-macam

metode uji aktivitas antimikroba, yaitu metode difusi seperti difusi agar
(Kirby Bauer dan sumuran) dan metode dilusi (metode dilusi cair dan
dilusi padat) (Pratiwi, 2008).
Skrining adalah sejenis tes yang digunakan untuk mendeteksi adanya
antibiotik spesifik atau mikroorganisme dalam sejumlah besar spesimen.
Tes skrining relatif mudah dan tidak mahal (peralatan yang dibutuhkan
tidak terlalu rumit). Beberapa tes skrining masih dapat dilanjutkan dengan
tes lain yang lebih spesifik (Singleton and Sainbury, 2001).
Guna skrining mikroba, isolat murni dikulturkan dalam medium
produksi dan pada akhir proses fermentasi, cairan fermentasi
disentrifugasi untuk memperoleh supernatan bebas sel. Skrining mikroba
didasarkan terhadap kemampuan mikroba dalam menghasilkan molekul
yang disekresikan ke dalam medium (Wibisana, 2018).
Senyawa organik alami yang dihasilkan oleh mikroorganisme penting
bagi berbagai senyawa bioaktif. Skrining mikroba didasarkan terhadap
kemampuan mikroba dalam menghasilkan suatu senyawa bioaktif.
Skrining mikroorganisme dilakukan untuk medeteksi produk baru dari
suatu mikroba seperti metabolit, vitamin, dan enzim. Serta potensi
kegunaan ekonomis lainnya seperti kontrol biologis, biodegradasi,
bioremediasi, proses kimiawi (biotransformasi, bioakumulasi), pangan dan
pemerosesan pangan, pengembangan uji (Cappucino and Sherman,
2000).
I.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas, rumusan masalah yang didapatkan
adalah bagaimana teknik dalam skrining serta identifikasi dalam uji
aktivitas suatu mikroorganisme?

I.3 Tujuan Penelitian


1. Untuk mengetahui berbagai uji aktivitas mikroorganisme dan hasil
yang didapat dari jurnal-jurnal
2 penunjang atau penelitian sebelumnya.
2. Untuk mengetahui cara identifikasi dari setiap uji aktivitas
mikroorganisme.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Uji Difusi
Metode difusi digunakan untuk menentukan aktivitas agen
antimikroba. Piringan yang berisi agen antimiroba diletakkan pada media
agar yang telah ditanami mikroorganisme yang akan berdifusi pada media
agar tersebut. Area jernih pada permukaan media agar mengindikasikan
adanya hambatan pertumbuhan mikroorganisme oleh agen antimikroba
(Pratiwi, 2008). Metode difusi agar dibedakan menjadi dua, yaitu cara
Kirby Bauer dan cara sumuran. Kelebihan metode difusi adalah mudah
dilakukan karena tidak memiliki alat khusus dan mencakup fleksibilitas
yang lebih besar dalam memilih obat atau antimikroba yang akan
diperiksa (Katrin, et al., 2015).
1. Penelitian oleh Pratiwi dan Elsye (2018) mengenai “Uji Aktivitas
Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Afrika (Vernonia amygdalina
Delile) Asal Papua terhadap Bakteri Staphylococcus aureus dan
Escherichia coli”
Penelitian ini bertujuan untuk menguji efektivitas antibakteri
ekstrak etanol daun afrika (Vernonia amygdalina Delile) terhadap
bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli menggunakan
metode difusi agar. Pengujian aktivitas antibakteri ekstrak etanol
daun afrika, kontrol negatif, dan kontrol positif menggunakan
metode difusi agar menggunakan kertas cakram atau disebut juga
metode Disc Diffusion Kirby Bauer secara in vitro terhadap bakteri
S.aureus dan E.coli. Media yang digunakan adalah media MHA,
kertas cakram dicelupkan dalam ekstrak etanol daun afrika (seri
konsentrasi: 100, 250, 500, 750, dan 1000 ppm) kemudian
ditempatkan diatas permukaan media yang ditumbuhkan bakteri.
Cawan petri diinkubasi pada suhu 37˚C selama 24 jam, kemudian
3
diamati zona hambat yang terbentuk. Berikut tabel dan gambar
hasil uji aktivitas antibakteri yang didapatkan :
Tabel 1. Aktivitas antibakteri ekstrak daun afrika terhadap
bakteri S.aureus dan E.coli

Gambar 1. Uji daya hambat bakteri S.aureus (a) 100μg/mL, (b)


250μg/mL, (c) 500 μg/mL, (d) 1000μg/mL

Gambar 2. Uji daya hambat bakteri E.coli (a) 100μg/mL, (b)


250μg/mL, (c) 500 μg/mL, (d) 1000μg/mL

Berdasarkan hasil yang diperoleh, menurut Davis dan Stout


(1971), kriteria lemah jika daya hambat >5 mm, sedang jika daya
hambat 5-10 mm, kuat jika daya hambat 10-20 mm dan sangat kuat
jika daya hambatnya
4 >20 mm. Daya hambat ekstrak daun afrika
terhadap bakteri S.aureus dan E.coli pada konsentrasi 100, 250,
500, 750, dan 1000 ppm termasuk kategori sedang.
2. Penelitian oleh Surjowardojo, Tri, dan Vasco (2016) mengenai
“Daya Hambat Dekok Kulit Apel Manalagi (Malus sylvestris Mill.)
terhadap Pertumbuhan Escherichia coli dan Steptococcus
agalactiae Penyebab Mastitis pada Sapi Perah”
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan dari
dekok kulit apel Manalagi (Malus sylvestris Mill.) dalam
menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli dan
Streptococcus agalactiae penyebab mastitis pada sapi perah dan
menentukan konsentrasi optimal dalam menghambat pertumbuhan
bakteri tersebut. Metode yang digunakan, yaitu metode difusi
sumuran dengan perlakuan yang terdiri dari konsentrasi 10%,
20%, 30% dan iodips sebagai perlakukan standar. Media yang
digunakan adalah media NA, media yang telah bercampur dengan
bakteri dilubangi pada bagian tengah dengan cork borer yang
memiliki diameter lubang sebesar 5 mm. P₀, P₁, P₂, dan P₃
dimasukkan menggunakan mikropipet ke dalam media yang telah
dilubangi. Cawan petri kemudian diwrapping dengan
menggunakan plastic wrap sampai rapat lalu diinkubasi dengan
suhu 37˚C selama 24 jam. Pengamatan dilakukan dengan melihat
diameter zona bening (vertikal dan horizontal) disekeliling lubang
pada cawan diuukur yang menunjukkan daerah hambatan
pertumbuhan bakteri diukur menggunakan jangka sorong. Berikut
hasil yang didapatkan dari penelitian ini :
Tabel 2. Rata-rata diameter zona hambat pada bakteri E.coli

5
Tabel 3. Rata-rata diameter zona hambat pada bakteri Sterptococcus
agalactiae

Dari tabel tersebut dapat dikatakan bahwa dekok kulit apel


manalagi (Malus sylvestris Mill.) dengan konsentrasi 10%, 20%,
dan 30% dapat menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli
dan Sterpotococcus agalactiae. Dengan hasil yang paling baik,
yaitu pada perlakukan yang diujikan terhadap bakteri
Streptococcus agalactiae dengan konsentrasi 30% yang sudah
mampu mengimbangi kekuatan daya hambat dari iodips.
3. Penelitian oleh Nurhayati, Nadhira, dan Akhmad (2020) mengenai
“Perbandingan Pengujian Aktivitas Antibakteri Starter Yogurt
dengan Metode Difusi Sumuran dan Metode Difusi Cakram”
Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan dua metode
pengujian antibakteri untuk menganalisis anterter terhadap bakteri
Escherichia coli dan Staphylococcus aureus. Pengujian aktivitas
antibakteri menggunakan dua metode, yaitu metode disk difusi
dengan kertas cakram dan metode agar difusi sumuran dengan 5
seri konsentrasi starter yogurt 2%, 4%, 6%, 8%, dan 10%.
Pengujian dengan metode sumuran dan metode cakram
menggunakan media MHA. Pada metode sumuran, media MHA
dilubangi sedangkan
6
pada metode cakram, kertas cakram yang
telah direndam ke dalam starter yogurt diletakkan pada permukaan
media MHA secara aseptik. Hasil pada penelitian dapat dilihat
pada tabel berikut :

Tabel 4. Aktivitas Antibakteri Starter Yogurt pada berbagai


konsentrasi dengan metode cakram dan metode sumuran terhadap
S.aureus

Tabel 5. Aktivitas Antibakteri Starter Yogurt pada berbagai


konsentrasi dengan metode cakram dan metode sumuran terhadap
E.coli

Gambar 3. Aktivitas Antibakteri Starter Yogurt terhadap S.aureus; (a)


metode cakram dan (b) metode sumuran, dan E.coli; (c) metode
cakram dan (d) metode sumuran

Dari hasil tersebut dapat dikatakan bahwa aktivitas antibakteri


terhadap S.aureus yang dihasilkan starter yogurt berkisar pada
1,18-1,35 mm menggunakan metode cakram sedangkan
menggunakan metode
7 sumuran berkisar pada 1,33-1,54 mm.
Aktivitas antibakteri terhadap E.coli yang dihasilkan starter yogurt
berkisar pada 0,75--,90 mm menggunakan metode cakram
sedangkan menggunakan metode sumuran berkisar pada 1,03-
1,21 mm. Aktivitas antibakteri menggunakan metode sumuran
lebih tinggi dibandingkan dengan aktivitas antibakteri dengan
metode cakram. Hal ini diduga karena sampel yang dimasukkan
ke dalam sumuran yang telah dibuat menghasilkan proses
osmosis dapat terjadi lebih homogen dan efisien sehingga lebih
efektif dalam menghambat pertumbuhan bakteri.
Berdasarkan penelitina diperoleh hasil bahwa dengan metode
sumuran diperoleh aktivitas antibakteri lebih besar daripada
metode cakram untuk bakteri E.coli dan S.aureus.

B. Uji Disolusi
Metode dilusi adalah salah satu metode yang digunakan untuk
mengetahui potensi suatu senyawa terhadap aktifitas mikroba dengan
menentukan Konsentrasi Hambat Minimal (KHM) dan Konsentrasi Bunuh
Minimal (KBM) (Lennette dkk., 1991).

1. Penelitian oleh Y. Fatisa (2013) mengenai “Daya Antibakteri Estrak


Kulit Dan Biji Buah Pulasan (Nephelium Mutabile) Terhadap
Staphylococcus Aureus Dan Escherichia Coli Secara In Vitro
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan Konsentasi Hambat
Minimum (KHM) dan Konsentrasi Bakterisidal Minimum (KBM) dari
ekstrak kasar etil asetat, dan etanol kulit dan biji buah pulasan
terhadap bakteri Staphylococcus aureus (Gram+) dan Escherichia
coli (Gram -) , sehingga dapat menambah sumber antibakteri alami
yang sangat dibutuhkan untuk kesehatan. Media yang digunakan
yaitu media NA (Nutrient Agar). Adapun mekanisme kerjanya yaitu
pembuatan Larutan Standard Mc. Farland, Pembuatan Ekstrak,
Pembiakan Bakteri, Penentuan KHM dan KBM. Penentuan KHM
8
dan KBM dilakukan dengan metode dilusi cair Kirby and Bauer
yang dimodifikasi (Lennete, dkk., 1991) menggunakan media cair
Nutrien Broth (NB) dan diukur absorbansi dengan
spektrofotometer UV-Vis sebelum dan sesudah inkubasi untuk
melihat pertumbuhan bakteri uji. Ekstrak yang dilakukan uji
penentuan KHM dan KBM adalah ekstrak etil asetat biji, ekstrak
etil asetat kulit, ekstrak etanol biji, dan ekstrak etanol kulit. Hasil
pada penelitian dapat dilihat pada tabel berikut :

Hasil penelitian ini menunjukkan kemiripan hasil dengan penelitian


yang dilakukan oleh Thitilertdecha dkk. (2008) terhadap ekstrak
tumbuhan Nephelium lappaceum L yang satu famili dengan
pulasan, dimana Nephelium lappaceum L mengandung senyawa-
senyawa fenolik dari golongan flavonoid yang bersifat sebagai
antioksidan dan aktifitas antimikroba, selanjutnya dalam penelitian
ini didapat 542,2 mg/g senyawa fenol dari ekstrak kering metanol
kulit dan biji rambutan pada semua variasi konsentrasi mempunyai
aktifitas antimikroba melawan lima bakteri patogen dengan strain
yang paling sensitive adalah Staphylococcus epidermis dengan
KHM 2.0 mg/ml untuk ekstrak kulit rambutan. Ling (2010)
9
mendapatkan bagianbagian tertentu dari tanaman Nephelium
lappaceum dan Nephelium mutobile secara umum mengandung
senyawa fenolik, bersifat sitotoksik dan berpotensi sebagai
antioksidan. Penelitian lain mendapatkan bahwa konsentrasi
minimal (KHM) yang efektif untuk menghambat pertumbuhan tiga
bakteri patogen Aeromonas hydrophila, A. salmonicida dan
Streptococcus sp. adalah pada konsentrasi 50-75%, dan semakin
tinggi konsentrasinya menunjukkan kandungan bahan aktif
flavonoid dalam biji rambutan semakin berfungsi sebagai anti
bakteri patogen pada ikan (Ibrahim, dkk., 2013).

2. Penelitian oleh Ariatyawan (2017) “Potensi Antibakteri dari


Ekstrak Etanol Spons Agelas cavernosa”.
Penelitian ini bertujuan untuk Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui aktivitas antibakteri ekstrak etanol dari spons Agelas
cavernosa. Pada penelitian ini uji aktivitas antibakteri dilakukan
dengan metode mikrodilusi karena metode ini dapat memberikan
hasil 30 kali lebih sensitif dibandingkan dengan metode difusi.
Selain itu metode mikrodilusi dapat digunakan untuk analisis
semikuantitatif hingga kuantitatif sehingga dapat menentukan
KHM, tidak mahal, dan sampel yang digunakan relatif sedikit
dibandingkan dengan metode makrodilusi (Ellof, 1998). Pada
penelitian ini ditambahkan larutan pereaksi warna INT yang
bertujuan untuk mengetahui adanya bakteri hidup secara visual
pada setiap sumuran yang ditandai dengan adanya warna merah.
Reaksi warna ini terjadi berdasarkan transfer elektron dari NAD+
menjadi NADH yang dikatalisa oleh TDH (Threonine
dehydrogenase) yang berasal dari bakteri. Selama masa aktif
pertumbuhan bakteri, elektron ditransfer dari NADH ke INT dan
terjadi proses reduksi membentuk kristal formazan yang berwarna
merah (Angeh, 10
2006). Sehingga bila terjadi pertumbuhan bakteri
pada uji mikrodilusi ini akan timbul warna merah pada masing-
masing lubang microplate yang masih ditumbuhi oleh bakteri. Hasil
pada penelitian dapat dilihat pada tabel berikut :

Hasil yang diperoleh menunjukkan (Tabel 1) bahwa ekstrak


etanol Agelas cavernosa dapat menghambat pertumbuhan
Pseudomonas 11
aeruginosa dengan KHM sebesar 150 ppm,
Escherichia coli dengan KHM sebesar 200 ppm, Staphylococcus
aureus dengan KHM sebesar 250 ppm. Berdasarkan pustaka,
aktivitas antibakteri dapat dibagi menjadi 4 golongan berdasarkan
harga KHM yakni KHM 1000 ppm (tergolong tidak aktif) (Silva dkk.,
2015). Berdasarkan hal tersebut dapat dinyatakan bahwa ekstrak
spons A. cavernosa memiliki aktivitas antibakteri yang sedang
terhadap ketiga bakteri tersebut. Beberapa faktor yang
mempengaruhi proses uji aktivitas antibakteri antara lain
konsentrasi bakteri yang ditambahkan pada agar (jumlah
inokulum), adanya patogen kontaminasi), suhu pertumbuhan,
waktu inkubasi dan kandungan nutrien (Bauer dkk., 1996). Selain
itu faktor penting yang juga harus diperhatikan untuk mencapai
hasil yang baik adalah galur mikroba uji yang digunakan karena
pada galur yang berbeda terdapat perbedaan tingkat kepekaan.

3. Penelitian oleh Maftuhah (2015) “Pengaruh infusa daun beluntas


(Pluchea indica) terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus
epidermidis”
Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
penelitian eksperimen yang dilakukan dilaboratorium Fakultas
Kedokteran mikrobiologi molekuler Universitas Diponegoro, untuk
mengetahui pengaruh infusa daun beluntas terhadap bakteri
Staphylococcus epidermidis dengan menggunakan metode dilusi.
Perlakuan dalam penelitian ini adalah: bahan dasar infusa daun
beluntas dibagi dalam beberapa konsentrasi yaitu: 20%, 40%, 60%,
80%, 100% (Manu et al 2013). Pada konsentrasi 0 % digunakan
aquades steril (kontrol negatif) dan sebagai kontrol positif
menggunakan Ciprofloxasin.Setiap perlakuan dilakukan 3 kali ulangan.
Pada penelitian ini menggunakan dua medium yaitu Nutrient Broth
untuk menentukan MIC dan untuk Mueller HintonAgar untuk
menentukan MBC.
12 Pembuatan infusa beluntas menggunakan metode
infusa.Kemudian infusa daun beluntas dapat diuji antibakteri pada
Staphylococcus epidermidis dengan metode dilusi. Hasil pada
penelitian dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 1 menunjukkan bahwa nilai MIC terletak pada konsentrasi


20% ditandai dengan penurunan nilai OD sebelum dan sesudah
inkubasi dimana merupakan konsentrasi minimal yang
menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus epidermidis.
Pada kontrol negatif diperoleh nilai ΔOD positif, hal ini berarti pada
kontrol negatif tidak dapat menghambat pertumbuhan bakteri
Staphylococcus epidermidis. Hal ini dikarenakan pada kontrol
negatif tidak diberi perlakuan infusa daun beluntas maupun
antibiotik.

13
Hasil MBC pada Tabel 2 menunjukkan bahwa pada konsentrasi
20% sampai konsentrasi 80% masih tumbuh koloni bakteri
Staphylococcus epidermidis, sedangkan pada konsentrasi 100%
tidak tumbuh koloni bakteri Staphylococcus epidermidis. Hal ini
menunjukkan bahwa pada konsentrasi 100% infusa daun beluntas
mempunyai daya bunuh terhadap bakteri Staphylococcus
epidermidis dan bisa dikatakan sebagai nilai MBC (Minimum
Bactericidal Concentration). Tabung kontrol positif tidak tumbuh
bakteri Staphylococcus epidermidis, sedangkan tabung kontrol
negatif tumbuh bakteri Staphylococcus epidermidis.
Berdasarkan Tabel 2 pada pengamatan hasil MBC menunjukkan
bahwa pada konsentrasi 20% sampai 80% setelah inkubasi 24 jam
masih tumbuh koloni bakteri Staphylococcus epidermidis,
sedangkan pada konsentrasi 100% sudah tidak tumbuh koloni
bakteri Staphylococcus epidermidis sehingga dikatakan sebagai
nilai MBC. Nilai14MBC atau konsentarasi terendah yang mempunyai
daya bunuh terhadap bakteri Staphylococcus epidermidis
ditentukan dengan cara pengamatan ada tidaknya koloni
Staphylococcus epidermidis yang tumbuh pada medium MH agar
setelah inkubasi 24 jam. Menurut Ariyanti et al (2015) bahwa
semakin tinggi konsentrasi zat anti mikroba maka semakin besar
kemampuannya untuk mengendalikan dan membunuh
mikroorganisme tersebut.Hal ini menunjukkan bahwa infusa daun
beluntas mempunyai daya bunuh terhadap bakteri Staphylococcus
epidermidis.
Berdasarkan hasil penelitian tentang pengaruh infusa daun
beluntas terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus
epidermidis, maka dapat dikatakan bahwa infusa daun beluntas
dapat menghambat dan membunuh bakteri Staphylococcus
epidermidis.Karena diduga adanya senyawa metabolit sekunder
yang dapat menghambat pertumbuhan Staphylococcus
epidermidis.

C. Uji KLT Bioautografi

15

DAFTAR PUSTAKA
Angeh, J. E. (2006). Isolation and Characterization of Antibacterial
Compounds. Thesis; University of Pretoria, South Africa

Bauer, A. W., Kirby, W. M., Sherris, J. C. & Turek, M. (1996). Antibiotic


Susceptibility Testing by a Standardized Single Diskmethod. American
Journal of Clinical Pathology; 45; 493-498.

Buchana, R.E., and Gibbons, N.E. 2003. Bergey’s Manual of


Determinative Bacteriology. USA: The William and Wilkins Company
Baltimore.

Cappucino, J.G., and Sherman, N. 2000. Microbiology: A Laboratory


Manual. California: The Benjamin Publishing Company, Inc.

Dwayana, Z. 2006. Penuntun Praktikum Mikrobiologi Farmasi. Makassar:


Universitas Hasanuddin.

Dwidjoseputro, D. 1990. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta: Djambatan.

Eloff, J. N. (1998). A Sensitive and Quick Microplate Method to Determine


the Minimal Inhibitory Concentration of Plant Extracts for Bacteria.
Planta Medica; 64; 711-713

Ibrahim, A., Y. T. Adiputra, A. Setawan dan S. Hudaidah. 2013. Potensi


kulit buah dan biji rambutan (Nephelium lappaceum) sebagai senyawa
antibakteri patogen pada ikan. e-JRTBP. 1(2) : 135-142

Katrin, D., Idiawati, N., and Sitorus, B. 2015. Uji Aktivitas Antibakteri dari
Ekstrak Daun Malek (Litsea graciae Vidal) terhadap Bakteri
Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Jurnal Kimia Khatulistiwa.
Vol.4(1):11.

Lennette, T. H., Barilows, A., Hausler, W. J., dan Shadoni, H. J. 1991.


Manual Clinical Microbiology (5th ed). Washington, DC: American
Sociaty for Microbiology.

Manu R. R. S. 2013. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Beluntas


16
(Pluchea indica L) terhadap Staphylococcus aureus, Bacillus subtillis
Dan Pseudomonas aerugenosa.Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas
Surabaya.Vol. 2 (1).
Pratiwi, S, T. 2008. Mikrobiologi Farmasi. Jakarta: Erlangga.

Singleton, P., and Sainbury, D. 2001. Dictionary of Microbiology and


Molecular Biology, 3rd Edition.

Suwandi, U. 1989. Mikroorganisme Penghasil Antibiotik. Cermin Dunia


Kedokteran: Penerbit PT.Kalbe Farma.

Wibisana, A. 2018. Isolasi dan Skrining Mikroba Penghasil Biosurfaktan


dari Air Laut yang Tercemar Minyak. Jurnal Ilmiah Teknik Kimia
UNPAM. Vol.2(2):14.

17

LAMPIRAN
Lampiran 1. “Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Afrika
(Vernonia amygdalina Delile) Asal Papua terhadap Bakteri
Staphylococcus aureus dan Escherichia coli”

http://jurnalnasional.ump.ac.id/index.php/PHARMACY/article/view/3493/23
61
18
Lampiran 2. “Daya Hambat Dekok Kulit Apel Manalagi (Malus
sylvestris Mill.) terhadap Pertumbuhan Escherichia coli dan
Steptococcus agalactiae Penyebab Mastitis pada Sapi Perah”

https://ternaktropika.ub.ac.id/index.php/tropika/article/download/257/247

19
Lampiran 3. “Perbandingan Pengujian Aktivitas Antibakteri Starter
Yogurt dengan Metode Difusi Sumuran dan Metode Difusi Cakram”

http://jurnal.unpad.ac.id/jthp/article/download/27537/14214
20
Lampiran 4 “Daya antibakteri estrak kulit dan biji buah pulasan
(nephelium mutabile) terhadap staphylococcus aureus dan
escherichia coli secara in vitro

https://media.neliti.com/media/publications/127184-ID-none.pdf

Lampiran 5 “Potensi Antibakteri dari Ekstrak Etanol Spons Agelas


cavernosa”.

21
https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/UnnesJLifeSci/article/view/12278

22
Lampiran 6 “Potensi Antibakteri dari Ekstrak Etanol Spons Agelas
cavernosa”

https://www.researchgate.net/publication/330711121_Potensi_Antibakteri_
dari_Ekstrak_Etanol_Spons_Agelas_cavernosa

23

Anda mungkin juga menyukai