Spektrofotometri UV-Vis melibatkan energi elektronik yang besar pada molekul
yang dianalisis, sehingga spektrofotometri UV-Vis lebih banyak dipakai untuk analisis kuantitatif dibandingkan kualitatif (Widjaja dkk, 2008). Prinsip dasar spektrofotometri yaitu metode analisa kimia berdasarkan serapan molekul terhadap gelombang elektromagnetik (cahaya). Sehingga berhubungan dengan absorbansi dan transmitansi. Absorbansi adalah cahaya yang dapat diserap oleh sampel dan transmitasi adalah cahaya yang diteruskan panjang gelombang maksimum, menentukan standard dan menentukan konsentrasi sampel (Welfare, 2006). Asam salisilat mempunyai dua radikal fungsi dalam struktur kimianya, yaitu radikal hidroksi fenolik dan radikal karboksil yang terikat pada inti benzene (Sumardjo, 2009). Asam salisilat merupakan senyawa yang berkhasiat sebagai fungisidal dan bakteriostatis lemah. Asam salisilat bekerja keratolitis sehingga digunakan dalam sediaan obat luar terhadap infeksi jamur yang ringan. Asam salisilat bersifat sukar larut dalam air. Apabila asam salisilat diformulasikan sebagai sediaan topical (Astuti dkk, 2007). Asam salisilat dapat menyerap radiasi UV karena memiliki gugus kromofor atau ikatan rangkap terkonjugasi dan auksokorm dalam strukturnya. Gugus kromofor adalah ikatan atau gugus fungsi spesifik dalam molekul yang bertanggung jawab atas penyerapan cahaya pada panjang gelombang tertentu. Sedangkan gugus auksokorm adalah gugus fungsi dalam suatu molekul yang dapat mempengaruhi absorpsi radiasi gugus kromofor (Charke, 2005). Pada percobaan ini, langkah awal yang dilakukan adalah penyiapan sampel uji. Disiapkan 3g asam salisilat dan dimasukan dalam labu alas bulat. Kemudian tambahkan 6 ml asetat anhidrat atau asam glasial. Anhidrida asetat digunakan sebagai pelarut asam salisilat yang berperan dalam proses asetilasi pembentukan asam asetil salisilat tanpa diencerkan terlebih dahulu dengan akuades (H2O) (Martin, 2012). Asam asetat anhidrad ini dapat digantikan dengan asam asetat glasial karena asam asetat glasial ini bersifat murni dan tidak mengandung air selain itu asam asetat anhidrad juga terbuat dari dua asam asetat glasial (Moore, 2003). Kemudian ditambahkan 5 tetes H2SO4 pekat. Penambahan asam sulfat pada campuran adalah sebagai katalik asam yang dapat mempercepat terjadinya sintesa dengan cara menurunkan energi aktivasi sehingga reaksi berjalan lebih cepat dan energi yang diperlukan dalam reaksi asetilasi semakin sedikit. Asam sulfat (H2SO4) merupakan asam anorganik berwujud cair kental tidak berwarna, menyerupai minyak dan bersifat higroskopis. Dalam keadaan pekat bersifat oksidator dan zat pengoksidator. Digunakan sebagai cat, rayon, bahan peledak dan pupuk (Martin, 2012). Reaksi antara asam salisilat dan asetat anhidrat membutuhkan h2so4 agar reaksi berjalan secara optimal (Finar, 1973). Setelah itu dimasukkan kedalam wadah es batu, hingga terbentuk Kristal aspirin. Pendinginan menggunakan batu es dilakukan untuk mempercepat proses terjadinya pembentukan kristal asam asetil salisilat karena penurunan suhu akan menginduksi pembentukan kristal secara cepat yang berdasarkan perbedaan titik beku komponen (Hart, 2003; Martin, 2012). Kristal yang terbentuk menjadi semkin padat dimana kisikisi kristal semakin rapat dan warna kristal semakin putih dan berkilau (Hart, 2003). Saring Kristal, lalu dimasukkan kedalam corong buncher kemudian dicuci dengan aquadest . Kumpulkan Kristal kemudian buat langkah selanjutnya dengan rekristalisasi. Rekristalisasi adalah pembentukan struktur butiran batu dalam bahan padat oleh migrasi batas butir yang menghasilkan butir yang lebih besar (Zhao, dkk., 2014). Tujuan dilakukannya rekristalisasi yaitu untuk menghasilkan suatu kristal murni yang tertinggal diatas kertas saring (Hart, 2003). Langkah awal rekristalisasi pindahkan aspirin kedalam gelas piala, ditambahkan 20 ml aquadest panaskan hingga mendidih. Penambahan H2O bertujuan untuk membentuk kristal agar berlangsung secara sempurna serta untuk menghidrolisis kelebihan asam pada kristal asam asetil salisilat yang terbentuk. Saat penambahan air pada kristal, larutan terdapat seperti minyak yang menandakan asam sulfat yang digunakan sebagai katalik asam terhidrolisis oleh air (Martin, 2012). Kemudian tambahkan etanol tetes demi tetes hingga aspirin larut. Saring panas-panas. Penyaringan dilakukan untuk memisahkan antara zat-zat padat yang berbentuk kristal dengan pelarut akuades, dimana kristal disini merupakan residu sedangkan akuades merupakan filtrate (Martin, 2012). . Sedangkan Pemanasan dilakukan untuk menghilangkan zat pengotor pada larutan agar dihasilkan kristal dengan kemurnian yang tinggi serta untuk mempercepat kelarutan padatan asam salisilat, dimana terjadinya gerakan kinetik antar partikel yang semakin cepat sehingga dapat mempercepat laju reaksi (Martin, 2012). Dinginkan filtrate dalam wadah es. Pendinginan menggunakan batu es dilakukan untuk mempercepat proses terjadinya pembentukan kristal asam asetil salisilat karena penurunan suhu akan menginduksi pembentukan kristal secara cepat yang berdasarkan perbedaan titik beku komponen (Hart, 2003; Martin, 2012). Kemudian kumpulkan Kristal. Kemudian ulangi Langkah diatas, pindahkan aspirin kedalam gelas piala kemudian tambahkan 25ml campuran asam asetat glasial dan H2O 1 : 1. . Panaskan sampai mendidih dan saring panas-panas. Dinginkan filtrate dalam wadah es. Kemudian kumpulkan Kristal. Selajutnya dilakukan Pengukuran absorbansi sampel pada spektrofotometer, Hasil sintesis Kristal aspirin dimasukkan dalam kurva baku. Kemudian dilarutkan dengan aquadest steril. Setelah itu diukur absorbansi pada spektrofotometer. Untuk penentuan kadar asam asam salisilat dilakukan pengukuran absorbansi larutan sampel. Konsentrasi (x) asam salisilat dalam sampel diperoleh dengan cara mensubstitusikan nilai absorbansi larutan sampel terhadap (y) yaitu 43,87 pada persamaan y = 0,0475x + 0,04 18. Sehingga didapat nilai x sebesar 43,87. Hal ini tidak sesuai dengan literature, karena Farmakope Indonesia Edisi V [20] yang menyatakan bahwa kadar masing-masing senyawa tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 110,0%. Adapun faktor kesalahan yaitu pada saat pencampuran bahan yang teliti, kesalahan pengamatan, fluktuasi suhu dan perbedaan kecil jumlah reagen yang digunakan (Higson, 2004).