Keperawatan Anak
Oleh Kelompok 2 :
1. Fera Wardiana
2. Susmiati
3. Dewi Ratnasari
4. Eti Indrayani
5. Tri Susanti
Pertama-tama kami ingin mengucapkan puji dan sykur kepada Tuhan yang Maha
Esa yang telah memberkati kami sehingga laporan pendahuluan dan laporan kasus ini
dapat diselesaikan. Kami juga ingin mengucapkan terima kasih bagi seluruh pihak yang
telah membantu kami dalam pembuatan laporan seminar ini dan berbagai sumber yang
telah kami pakai sebagai data dan fakta pada laporan pendahuluan ini.
Maka dari itu seperti yang telah dijelaskan bahwa kami memiliki keterbatasan dan
juga kekurangan, kami bersedia menerima kritik dan saran dari pembaca yang budiman.
Kami akan menerima semua kritik dan saran tersebut sebagai batu loncatan yang dapat
memperbaiki makalah kami di masa datang. Sehingga semoga makalah berikutnya dan
makalah lain dapat diselesaikan dengan hasil yang lebih baik.
Penulis.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu keadaan yang menyerupai penyakit hati yang terdapat pada bayi baru
lahir adalah terjadinya hiperbillirubinemia yang merupakan salah satu kegawatan pada
bayi baru lahir karena dapat menjadi penyebab gangguan tumbuh kembang bayi.
Kelainan ini tidak termasuk kelompok penyakit saluran pencernaan makanan, namun
karena kasusnya banyak dijumpai maka harus dikemukakan.
Kasus ikterus ditemukan pada ruang neonatus sekitar 60% bayi aterm dan pada 80
% bayi prematur selama minggu pertama kehidupan. Ikterus tersebut timbul akibat
penimbunan pigmen bilirubin tak terkonjugasi dalam kulit. Bilirubin tak terkonjugasi
tersebut bersifat neurotoksik bagi bayi pada tingkat tertentu dan pada berbagai keadaan.
Ikterus pada bayi baru lahir dapat merupakan suatu gejala fisiologis atau
patologis. Ikterus fisiologis terdapat pada 25-50% neonatus cukup bulan dan lebih tinggi
lagi pada neonatus kurang bulan sebesar 80%. Ikterus tersebut timbul pada hari kedua
atau ketiga, tidak punya dasar patologis, kadarnya tidak membahayakan, dan tidak
menyebabkan suatu morbiditas pada bayi. Ikterus patologis adalah ikterus yang punya
dasar patologis atau kadar bilirubinnya mencapai suatu nilai yang disebut
hiperbilirubinemia. Dasar patologis yang dimaksud yaitu jenis bilirubin, saat timbul dan
hilangnya ikterus, serta penyebabnya.
Neonatus yang mengalami ikterus dapat mengalami komplikasi akibat gejala sisa
yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangannya. Oleh sebab itu perlu
kiranya penanganan yang intensif untuk mencegah hal-hal yang berbahaya bagi
kehidupannya dikemudian hari. Perawat sebagai pemberi perawatan sekaligus pendidik
harus dapat memberikan pelayanan yang terbaik dengan berdasar pada ilmu pengetahuan
yang dimilikinya.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui gambaran umum asuhan keperawatan pada neonatus dengan
hiperbilirubin.
2. Tujuan Khusus
Setelah dilakukan presentasi diharapkan mahasiswa dapat;
a. Mengetahui definisi, klasifikasi dan etiologi hiperbilirubin pada neonatus
b. Mengetahui patofisiologi, manifestasi klinik dan komplikasi penyakit
hiperbilirubin pada neonatus
c. Mengetahui pemeriksaan diagnostic keperawatan dan penatalaksanaan penyakit
hiperbilirubin pada neonatus
d. Mengetahui konsep asuhan keperawatan pada neonatus dengan hiperbilirubin.
BAB II
TINJAUAN TEORI
2. Etiologi
Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat disebabkan oleh
beberapa faktor:
a. Produksi yang berlebihan
Hal ini melebihi kemampuannya bayi untuk mengeluarkannya, misal pada hemolisis
yang meningkat pada inkompabilitas darah Rh, ABO, golongan darah lain, defisiensi
enzim G6PD, piruvat kinase, perdarahan tertutup dan sepsis.
b. Gangguan proses “uptake” dan konjugasi hepar.
Gangguan ini dapat disebabkan oleh immturitas hepar, kurangnya substrat untuk
konjugasi bilirubin, gangguan fungsi hepar, akibat asidosis, hipoksia dan infeksi atau
tidak terdapatnya enzim glukoronil transferase (sindrom Criggler-Najjar) penyebab lain
atau defisiensi protein Y dalam hepar yang berperan penting dalam “uptake” bilirubin ke
sel hepar.
c. Gangguan transportasi.
Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkat ke hepar. Ikatan bilirubin
dengan albumin dapat dipengaruhi oleh obat misalnya salisilat, dan sulfaforazole.
Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak terdapat bilirubin indirek yang bebas
dalam darah yang mudah melekat ke sel otak.
d. Gangguan dalam ekskresi.
Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau di luar hepar. Kelainan di
luar hepar biasanya disebabkan oleh kelainan bawaan. Obstruksi dalam hepar biasanya
akibat infeksi/kerusakan hepar oleh penyebab lain.
3. Anatomi Fisiologi
Hati adalah organ yang terbesar yang terletak disebelah kanan atas rongga perut
dibawah diafragma. Beratnya 1.500 gr atau 2,5% dari berat badan orang dewasa normal.
Pada kondisi hidup berwarna merah tua karena kaya akan persendian darah. Hati terbagi
menjadi lobus kiri dan lobus kanan yang dipisahkan oleh ligamentum falciforme. Lobus
kanan yang lebih besar dari lobus kirinya dan mempunyai tiga bagian utama yaitu lobus
kanan atas, lobus caudatus dan lobus quadrates (Price & Wilson, 2015).
Hati disuplai oleh pembuluh darah,yaitu :
a. Vena porta hepatica yang berasal dari lambung dan usus yang kaya akan nutrient seperti
asam amino, monosakarida, vitamin yang larut dalam air dan mineral.
b. Arteri hepatica cabang dari arteri kuliaka yang kaya akan oksigen.
Fungsi hati
a. Mengubah zat makanan yang di absorbsi dari usus dan yang disimpan dari suatu tempa
dalam tubuh dikeluarkan sesuai dengan pemakaiannya.
b. Mengubah zat buangan dan bahan racun untuk diekskresikan dalam empedu dan urine.
c. Menghasilkan enzim glikolik glukosa menjadi glukogen.
d. Sekresi empedu, garam empedu dibuat dihati dibentuk dalam retikulo endulium dialirkan
ke empedu
e. Untuk menyimpan berbagai zat seperti mineral (Cu,Fe) serta vitamin yang larut dalam
lemak (vitamin A,D,E,K) glikogen dan berbagai racun yang tidak dapat dikeluarkan
dalam tubuh (seperti peptisida).
f. Untuk fagositosis mikroorganisme, eritrosit dan leukosit yang sudah tua dan rusak.
g. Untuk pembentukan ureum, hati menerima asam amino di ubah menjadi ureum,
dikeluarkan dari darah oleh ginjal dalam bentuk urine.
h. Menyiapkan lemak untuk pemecahan terakhir asam karbonat dan air.
4. Patofisologi
Bilirubin diproduksi dalam sistem retikuloendotelial sebagai produk akhir dari
katabolisme heme dan terbentuk melalui reaksi oksidasi reduksi. Karena sifat hidrofobiknya,
bilirubin tak terkonjugasi diangkut dalam plasma, terikat erat pada albumin. Ketika
mencapai hati, bilirubin diangkut ke dalam hepatosit, terikat dengan ligandin. Setelah
diekskresikan ke dalam usus melalui empedu, bilirubin direduksi menjadi tetrapirol tak
berwarna oleh mikroba di usus besar. Bilirubin tak terkonjugasi ini dapat diserap kembali ke
dalam sirkulasi, sehingga meningkatkan bilirubin plasma total (Mathindas ,dkk, 2013).
Bilirubin mengalami peningkatan pada beberapa keadaan. Kondisi yang sering
ditemukan ialah meningkatnya beban berlebih pada sel hepar, yang mana sering ditemukan
bahwa sel hepar tersebut belum berfungsi sempurna. Hal ini dapat ditemukan apabila
terdapat peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia, pendeknya umur eritrosit pada
janin atau bayi, meningkatnya bilirubin dari sumber lain, dan atau terdapatnya peningkatan
sirkulasi enterohepatik (Atikah & Jaya, 2016).
Bilirubin di produksi sebagian besar (70-80%) dari eritrosit yang telah rusak.
Kemudian bilirubin indirek (tak terkonjugasi) dibawa ke hepar dengan cara berikatan
dengan albumin. Bilirubin direk (terkonjugasi) kemudian diekskresikan melalui traktus
gastrointestinal. Bayi memiliki usus yang belum sempurna, karna belum terdapat bakteri
pemecah, sehingga pemecahan bilirubin tidak berhasil dan menjadi bilirubin indirek yang
kemudian ikut masuk dalam aliran darah, sehingga bilirubin terus bersirkulasi (Atikah &
Jaya, 2016)
5. Pathways
6. Manifestasi klinis
a. Kulit jaundice (kuning)
b. Sklera ikterik
c. Peningkatan konsentrasi bilirubin serum 10 mg/dl pada neonatus yang cukup bulan dan
15 mg% pada neonatus yang kurang bulan.
d. Kehilangan berat badan sampai 5% selama 24 jam yang disebabkan oleh rendahnya
intake kalori.
e. Asfiksia
f. Hipoksia
g. Sindrom gangguan nafas
h. Pemeriksaan abdomen terjadi bentuk perut yang membuncit
i. Feses berwarna seperti dempul dan pemeriksaan neurologis dapat ditemukan adanya
kejang
j. Epistotonus (posisi tubuh bayi melengkung)
k. Terjadi pembesaran hati
l. Tidak mau minum ASI
m. Letargi
(AH Markum, 2012)
7. Klasifikasi
Ada 2 macam icterus menurut (Vian Nanny Lia Dewi, 2010) yaitu :
a. Ikterus fisiologi (direks)
1) Timbul pada hari ke-2 atau ke 3
2) kadar bilirubin serum pada bayi cukup bulan tidak lebih dari 10 mg/dl dan 12 mg/dl
pada bayi kurang bulan
3) Peningkatan kecepatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg/dl per hari
4) Ikterus hilang 10-14 hari
5) Tidak ada mempunyai hubungan dengan patologis
b. Ikterus patologis
1) Ikterus timbul dalam 24 jam pertama kehidupan
2) Peningkatan kadar bilirubin 5 mg/dl atau lebih dalam 24 jam
3) Apabila kadar bilirubin serum pada bayi cukup bulan tidak lebih dari 10 mg/dl dan 10
mg/dl pada bayi kurang bulan
4) Ikterus menetap setelah 2 minggu
5) Mempunyai hubungan dengan hemolitik
8. Penatalaksanaan
Penanganan hiperbilirubin pada bayi baru lahir menurut Varney (2014), antara lain :
a. Memenuhi kebutuhan atau nutrisi
1) Beri minum sesuai kebutuhan, karena bayi malas minum, berikan berulang-ulang,
jika tidak mau menghisap dot berikan pakai sendok. Jika tidak dapat habis berikan
melalui sonde.
2) Perhatikan frekuensi buang air besar, mungkin susu tidak cocok (jika bukan ASI)
mungkin perlu ganti susu.
b. Mengenal gejala dini mencegah meningkatnya ikterus
1) Jika bayi terlihat mulai kuning, jemur pada matahari pagi (sekitar pukul 1- 8 selama
30 menit)
2) Periksa darah untuk bilirubin, jika hasilnya masih dibawah7 mg% ulang esok harinya.
3) Berikan banyak minum
4) Perhatikan hasil darah bilirubin, jika hasilnya 7 mg% lebih segara hubungi dokter,
bayi perlu terapi
c. Gangguan rasa aman dan nyaman akibat pengobatan
1) Mengusahakan agar bayi tidak kepanasan atau kedinginan
2) Memelihara kebersihan tempat tidur bayi dan lngkungannya
3) Mencegah terjadinya infeksi ( memperhatikan cara bekerja aseptik).
9. Komplikasi
a. Bilirubin encephalopathy (komplikasi serius).
b. Kernikterus, kerusakan neurologis, cerebral palsy, retardasi mental, hyperaktif, bicara
lambat, tidak ada koordinasi otot dan tangisan melengking.
(Suriadi & Rita Yuliani, 2012)
10. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan pada bayi hiperbilirubin menurut Marilyn E. Dongoes, 2011 yaitu :
a. Tes comb pada tali pusat bayi baru lahir : hasil positif tes comb indirek menandakan
adanya antibody Rh-positif, anti-A, atau anti-B dalam darah ibu. Hasil positif dari tes
comb direk menandakan adanya sentisisasi (Rh-positif, anti-A, anti-B) sel darah merah
dari neonatus.
b. Golongan darah bayi dan ibu : mengidentifikasi inkompatibilitas ABO.
c. Bilirubin total : kadar direk (terkonjugasi bermakna jika melebihi 1,1-1,5 mg/dl, yang
mungkin dihubungkan dengan sepsis. Kadar indirek (tak terkonjugasi) tidak boleh
melebihi peningkatan 5 mg/dl dalam 24 jam atau tidak boleh lebih dari 20 mg/dl pada
bayi yang cukup bulan atau 15 mg/dl pada bayi praterm (tergantung BB bayi).
d. Protein serum total : kadar kurang dari 3,0 mg/dl menandakan penurunan kapasitas
ikatan, terutama pada bayi paterm.
e. Hitung darah lengkap : hemoglobin mungkin rendah (< 14 mg/dl) karena hemolisis.
Hematokrit mungkin meningkat (> 65%) pada polisitemia, penurunan (< 45%) dengan
hemolisis dan anemia berlebihan.
f. Daya ikat karbondioksida : penurunan kadar menunjukan hemolisis.
g. Meter ikterik transkutan : mengidentifikasi bayi yang memerlukan penentuan bilirubin
serum.
h. Jumlah retikulosit : peningkatan retikulosit menandakan peningkatan produksi sel darah
merah dalam respons terhadap hemolisis yang berkenaan dengan penyakit Rh.
i. Smear darah perifer : dapat menunjukan sel darah merah abnormal atau imatur,
eritroblastosis pada penyakit Rh atau sferositis pada inkompabilitas ABO.
j. Pemeriksaan bilirubin serum merupakan baku emas penegakan diagnosis ikterus
neonatorum serta untuk menentukan perlunya intervensi lebih lanjut.
k. Ultrasonografi, digunakan untuk membedakan antara kolestatis intra hepatic dengan
ekstrahepatic.
l. Biobsy hati, digunakan untuk memastikan terutama untuk pada kasus yang sukar seperti
diagnosa membedakan obstruksi ekstrahepatic dengan intra hepatic selain itu juga untuk
memastikan keadaan seperti hepatitis, serosis hepatis dan hepatoma.
m. Radioisotop scan, digunakan untuk membantu membedakan hepatitis dan atresia billiari.
n. Scanning enzim G6PD untuk menunjukan adanya penurunan bilirubin.
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian Umun
a. Identitas
meliputi : nama, tempat/tanggal lahir, umur,jenis kelamin,anak-ke, BB/TB, alamat.
b. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya keadaan umum lemah , TTV tidak stabil terutama suhu tubuh. Reflek hisap
menurun, BB turun, pemeriksan tonus otot (kejang/tremor). Hidrasi bayi mengalami
penurunan, kulit tampak kunin, sclera mata kuning, perubahan warna pada feses dan
urine
2) Riwayat kesehatan keluarga
Kemungkinan ibu dengan rhesus (-) atau golongan darah O dan anak yang mengalami
neonatal icterus yang dini, kemungkinan adanya erytrolastosisfetalis (Rh, ABO,
incompatibilitas lain golongan darah suspect sph). Ada saudara yang menderita penyakit
hemolitik bawaan atau icterus
3) Riwayat kehamilan
a) Ketuban pecah dini, kesukaran dengan manipulasi berlebihan merupakan predisposisi
terjadinya infeksi.
b) Pemberian obat anastesi, analgesic yang berlebihan akan mengakibatkan gangguan
nafas (hypoksia), asidosis akan menghambat konjugasi bilirubin.
c) Bayi dengan APGAR score rendah memungkinkan terjadinya (hypoksia), asodosis
yang akan menghambat konjugasi bilirubin
d) Kelahiran premature berhubungan dengan prematuritas organ tubuh hepar.
2. Pengkajian Kusus
a. Aktivitas/ Istirahat
Letargi, malas
b. Sirkulasi
Mungkin pucat, menandakan anemia, nadi apikal mungkin cepat dan atau tidak teratur
dalam normal (120-160x/mnt)
c. Eliminasi
Biasanya bayi mengalami diare, urin mengalami perubahan warna gelap dan tinja
berwarna pucat. Bising usus hipoaktif, pasase mekonium mungkin lambat, feses mungkin
lunak / coklat kehijauan selama pengeluaran bilirubin, urine gelap pekat, hitam
kecoklatan (sindrom bayi bronze).
d. Nutrisi
Pada umumnya bayi malas minum ( reflek menghisap dan menelan lemah) sehingga BB
bayi mengalami penurunan. Riwayat pelambatan / makanan oral buruk, palpasi abdomen
dapat menunjukkan pembesaran limfe, hepar.
e. Istirahat
Bayi tampak cengeng dan mudah terbangun, letargi, malas
f. Aktifitas
Bayi biasanya mengalami penurunan aktifitas, letargi, hipototonus dan mudah terusik
g. Personal Hygiene
Kebutuhan personal hygiene bayi oleh keluarga terutama ibu
h. Pernafasan
Mungkin dangkal, tidak teratur,pernafasan diafragmatik intermitten atau periodik (40 –
60x/mnt). Pernafasan cuping hidung, retraksi suprasternal, atau substernal, atau derajat
sianosis mungkin ada. Adanya bunyi ampelas pada auskultasi menanda sindrom disters
pernafasan (RDS)
i. Neurosensori
Sutura tengkorak dan fontanel tampak melebar, penonjolan fontanel karena ketidak
adekuatan pertumbuhan tulang mungkin terlihat, kepala kecil dengan dahi menonjol,
batang hidung cekung, hidung pendek mencuat, bibir atas, dagu maju. Tonus otot dapat
tampak kencang dengan fleksi ekstremitas bawah dan atas dan keterbatasan gerak,
pelebaran tampilan mata. Sefalohematoma besar mungkin terlihat pada satu atau kedua
tulang parietal yang berhubungan dengan trauma kelahiran/kelahiran ekstraksi vakum.
Edema umum, hepatosplenomegali, kehilangan refleks moro mungkin terlihat.
j. Makanan / cairan
Disproporsi berat badan dibandingkan dengan panjang dan lingkar kepala, kulit kering,
pecah – pecah, dan terkelupas dan tidak adanya jaringan subkutan. Penurunan masa otot,
khususnya pada pipi, bokong dan paha, ketidakseimbangan metabolik dengan
hipoglikemia atau hipokalsemia.
k. Keamanan
Suhu berfluktuasi dengan mudah, tidak terdapat garis alur pada telapak tangan, warna
mekonium mungkin jelas pada jari tangan dan dasar tali pusat dengan warna kehijauan,
menangis mungkin lemah.
l. Seksualitas
Labio minora wanita mungkin lebih besar dari labia mayora dengan klitoris menonjol,
testis pria mungkin tidak turun, rugae mungkin banyak atau tidak pada scrotum.
3. Diagnosa Keperawatan
a. Ikterus Neonatus
b. Hipertermi b.d suhu lingkungan tinggi dan efek fototerapi.
d. Risiko infeksi b.d proses invasif.
e. Risiko kekurangan volume cairan b.d tidak adekuatnya intake cairan, efek fototerapi dan
diare.
f. Risiko kerusakan integritas kulit b.d hiperbilirubinemia dan diare.
g. Risiko cedera b.d peningkatan kadar bilirubin dan proses fototerapi.
h. Ketidakefektifan pola makan bayi b.d penurunan daya hisap bayi.
( NANDA, 2015 )
4. Intervensi Keperawatan
NO Dx. Keperawatan NOC NIC
.
1 Ikterus Neonatus Setelah dilakukan asuhan 1. Fototerapi: neonates
b.d neonates keperawatan, maka a. Kaji ulang riwayat maternal dan bayi
mengalami didapatkan kriteria: mengenai adanya faktor risiko terjadinya
kesulitan transisi 1. Adaptasi bayi baru hyperbilirubinemia.
kehidupan ekstra lahir c. Observasi tanda-tanda (warna) kuning.
uterin, a. Warna kulit d. Periksa kadar serum bilirubin, sesuai
keterlambatan b. Mata bersih kebutuhan, sesuai protokol dan
pengeluaran c. Kadar bilirubin permintaan dokter.
mekonium, 2. Organisasi b. Edukasikan keluarga mengenai prosedur
penurunan berat (Pengelolaan) bayi dalam perawatan isolasi.
badan tidak premature e. Tutup mata bayi, hindari penekanan
terdeteksi, pola a. Warna kulit yang berlebihan.
makan tidak tepat 3. Fungsi hati , resiko f. Ubah posisi bayi setiap 4jam per
dan usia ≤ 7 hari. gangguan. protokol.
a. Pertumbuhan dan 2. Monitor tanda vital
perkembangan bayi a. Monitor nadi, suhu, dan frekuensi
dalam batas normal pernapasan dengan tepat.
a. Tanda-tanda vital c. Monitor warna kulit, suhu, dan
bayi dalam kelembaban.
batas normal
2 Hipertermi b.d Setelah dilakukan 1. Temperature regulation (pengaturan suhu)
suhu lingkungan asuhan keperawatan, a. Monitor sushu minimal tiap 2 jam.
tinggi dan efek maka didapatkan b. Rencanakan monitoring suhu secara
fototerapy kriteria: kontinyu.
1. Termoregulasi. c. Monitor nadi dan RR.
a. berkeringat saat panas d. Monitor warna dan suhu kulit.
b. gemetaran saat dingin. e. sesuaikan suhu yang sesua dengan
c. Tingkat pernafasan. kebutuhan pasien. f. Monitor tanda-tanda
2. Kontrol resiko : hipertermi dan hipotermi.
hipertermi. g. Tingkatkan cairan dan nutrisi.
a. Teridentifikasi nya h. Berikan antipiretik jika perlu.
tanda dan gejala i. Gunakan kasur yang dingin dan mandi air
hipertermi hangat untuk perubahan suhu tubuh yang
b. Modifikasi lingkungan sesuai.
untuk mengontrol suhu 2. Manajemen demam
tubuh a. Monitor suhu secara continue
b. Monitor keluaran cairan
c. Monitor warna kulit dan suhu
d. Monitor masukan dan keluaran.
3 Risiko infeksi b.d Setelah dilakukan Infection Control (Kontrol Infeksi).
proses invasif. asuhan keperawatan, a. Bersihkan lingkungan setelah dipakai
maka didapatkan pasien lain.
kriteria: b. Pertahankan teknik isolasi.
Kontrol resiko : proses c. Batasi pengunjung bila perlu.
infeksi. d. Gunakan sabun antimikroba untuk cuci
Faktor risiko infeksi tangan.
teridentifikasi. (5) d. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah
tindakan keperawatan.
e. Gunakan baju, sarung tangan sebagai
pelindung.
g. Pertahankan lingkungan aseptik selama
pemasangan alat.
h. Tingkatkan intake nutrisi.
i. Berikan terapi antibiotik bila perlu
yang mengandung infection protection
(proteksi terhadap infeksi).
4 Defisit volume Fluid balance Manajemen cairan
cairan b/d Hydrarin a. Timbang popok jika diperlukan
kehilangan aktif Nutritional status : food b. Pertahankn cacatan intake & output yang
volume cairan and fluid intake. akurat.
(evaporasi). Mempertahankan urine c. Monitor status hidrasi (kelembaban
output sesuai dengan membrane mukosa ,nadi adekuat)
BB, BJ urine normal, d. Monitor vital sign
HT normal.
5. Resiko kerusakan Tissue integrity : skin and Tissue integrity
integritas kulit b/d Mucous membrance a. hindari kerutan pada tempat tidur.
pigmentasi Suhu tubuh dalam b. jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan
(jaundice) rentang normal 36º C - kering.
hipertermi, 37º C. c. Mobilisasi klien setiap 2 jam sekali.
perubahan turgor Hidrasi dalam batas d. Monitor adanya kemerahan.
kulit, eritemia. normal e. Oleskan lotin/baby oil pada daerah yang
Keutuhan kulit tertekan.
Pigmentasi dalam batas f. Mandikan dengan air hangat.
normal.
6 Risiko cedera b.d Setelah dilakukan Environment Management (manajemen
peningkatan kadar asuhan keperawatan, lingkungan).
bilirubin dan maka didapatkan a. Sediakan lingkungan yang aman untuk
proses fototerapi. kriteria: a. pasien.
1. Kontrol Resiko cidera b. Menghindari lingkungan yang berbahaya.
2. Terbebas dari cidera. c. Monitor kadar bilirubin, Hb, HCT
d. sebelum dan sesudah tansfusi tukar.
e. Monitor tanda vital.
f. Mempertahankan system
kardiopulmonary.
g. Mengkaji kulit pada abdomen.
h. Kolaborasi pemberian obat untuk
meningkatkan transportasi dan konjugasi
seperti pemberian albumin atau pemberian
plasma.
i. h. Mengontrol lingkungan dari kebisingan.
7. Nutrisi kurang dari Kriteria Hasil : Nutrision
kebutuhan tubuh Tidak terjadi penurunan a. Monitor jumlah nutrisi dan kecukupannya
b.d ketidak BB b. Be rikan ASI setiap 2 jam
Mampuan menelan Tidak terdapat tanda – c. Berikan informasi kepada keluarga terutama
tanda mal nutrisi ibu tentang pentingnya pemberian ASI tiap 2
Terjadi peningkatan BB jam
d. Kolaborasi dengan dokter maupun ahli gizi
tentang gizi yang dibutuhkan jika diperlukan
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
RIWAYAT BAYI
APGAR score : 8-9-10
Usia Gentasi : 38 mg
BBL/PBL : 3200 gram/42 cm
Komplikasi Persalinan :
a. Aspirasi mekonium : (√ ) tidak ( ) ya
b. DJJ Abnormal : (√ ) tidak ( ) ya
c. Prolap/lilita talipusat : (√ ) tidak ( ) ya
d. Ketuban pecah dini : (√ ) tidak ( ) ya
e. Masalah lain :-
RIWAYAT IBU
Usia Kehamilan Gravida Partus Abortus
38 mg 2 hr 1 0 0
Jenis persalinan
Pervaginam (.)
Sectio caesarea (√ )
Komplikasi persalinan ( . ) tidak (√ ) ya
Ruptur plasenta ( )
Preeklasmi (√ )
Suspect sepsis ( )
Persalinan Prenatur ( )
Persalinan postmatur ( )
Masalah lain …
Perawatan Antenatal ( )
PEMERIKASAAN FISIK
1. Reflek
moro (√ ) kuat ( ) lemah
menghisap ( ) kuat (√ ) lemah
menggenggam (√ ) kuat ( ) lemah
2. Tortus/aktivitas
Aktifitas (√ ) Tenang
Letargi ( ) Kejang
Menangis (√ ) Keras ( ) Lemah ( ) Melengking ( ) Sulit Mengais
Bayi tampak kurang aktif tonus otot masih lemah, banyak tidur,
3. Kepala/leher
Fontanel anterior (√ ) lunak ( ) Tegas ( ) Datar ( ) menonjol ( )cekung
Sutura Sagitalis (√ ) tepat ( ) menjauh ( ) Tumpang tindih ( )Terpisah
Gambaran Wajah (√ ) Simetris ( ) Asimetris ( ) Moldong
4. Mata
( ) bersih (√ ) Sekresi
5. THT
a. Telinga (√ ) Normal ( ) Abnormal
b. Hidung (√ ) simetris ( ) Asimetris ( . )Sekresi ( )Nafas cuping hiding
6. Wajah
( ) Bibir sumbing ( ) Sumbing palatum
Mulut : Bibir kering
7. Abdomen
(√ ) Lunak ( )Datar ( )Tegas ( )Kembung
Lingkar Perut 30 cm
Liver (√ ) teraba ( ) tidak teraba
8. Thoraks
(√ )Simetris ( ) Asimetris Linkar dada : 28 cm
Retraksi (√ ) Derajat 0 ( ) Derajat 1 ( ) Derajat 2
Klavikula (√ ) Normal ( ) Tidak Normal
9. Paru paru
a. Inspeksi : Ekspansi dada optimal, pernapasan teratur
b. Suara Nafas (√ ) Bersih ( ) Sekresi ( )Vesikuler ( . )Ronchi ( )wheezing
Kanan&kiri (√ ) Sama ( ) Tidak sama
c. Respiratori (√ ) Spontan ( ) Tidak spontan
d. Alat Bantu nafas ( ) Oxihoood ( ) Nasal Kanul ( ) Inkubator
RR : 48 x/mnt, SPO2 98%
10. Jantung
a. Bunyi (√ )Normal sinus rhytm ( )Mur mur Lokasi….
b. Waktu Pengisian Kapiler < 3 detik
c. Denyut Nadi 143 x/mnt
d. Nadi Perifer
Brachial Kanan (√ )Keras ( )Lemah
Brachial Kiri (√ )Keras ( )Lemah
Femoral Kanan (√ )Keras ( )Lemah
Femoral Kiri (√ )Keras ( )Lemah
11. Ekstremitas
a. Gerakan ROM (√ ) Bebas ( ) Terbatas ( ) Tidak terkaji
b. Ekstremitas atas (√ ) Normal ( ) Abnormal
c. Ekstremitas bawah (√ ) Normal ( ) Abnormal
d. Panggul (√ ) Normal ( ) Abnormal
12. Umbilikus
(√ ) Normal ( ) Abnormal
( ) inflamasi ( ) drainase
13. Genital
( . ) Perempuan ( ) Normal ( ) Abnormal
(√ ) Laki-laki (√ ) Normal ( ) Abnormal
14. Anus (√ ) Paten ( ) Inperforata
15. Spina
(√ ) Normal ( ) Abnormal
16. Kulit
a. Warna
( ) Pink ( . ) Pucat (√ ) Jaundice/Kuning
( )Sianosis ( ) Kuku ( ) Periorbital ( )Sikumora (√ ) Seluruh tubuh
Tanda Lahir -
b. Elastisitas kulit
(√ ) elastis ( ) tidak elastic ( ) edema ( ) lanugo
17. Suhu
a. Lingkungan ( ) penghangat Radia (√ ) Inkubator ( )Boks terbuka
b. Suhu Kulit 37,4 °C
RIWAYAT SOSIAL
a. Struktur keluarga ( genogram tiga generasi )
A. ANALISIS DATA
No Hr/Tgl Data Masalah Penyebab
1 Senin DS : - ketidakmampuan Ketidakseimbangan
28 Des DO : mengabsorbsi nutrisi : kurang dari
2020 A: BB:3200gr, PB:42cm, LK:29cm, nutrien kebutuhan tubuh
LP:30cm
B: Leukosit 9.610, HB: 15.8
bilirubin total 10.78 mg/dL
bilirubin Direck 0.38 mg/dL
C: Warna kulit jaundice/kuning
Bibir kering, kulit kering
D: Susu adlib 10 cc/ 6 jam
2 Senin DS : - fototerapi atau Resiko terjadi
28 Des DO : Fototherapy terpasang 24 jam peningkatan cedera
2020 dengan 2 lampu kadar bilirubin.
bilirubin total 10.78 mg/dL
bilirubin Direck 0.38 mg/dL
3 Senin DS : - pigmentasi Resiko kerusakan
28 Des DO : Warna kulit jaundice/kuning (jaundice) integritas kulit
2020 seluruh tubuh, Tugor kulit cukup, kulit
tampak kering, bibir kering
N: 122 x/mnt, S: 36,4 °C
RR : 44 x/menit
B. DIAGNOSIS KEPERAWATAN.
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d ketidakmampuan
mengabsorbsi nutrient
2. Resiko terjadi cedera b/d fototerapi atau peningkatan kadar bilirubin.
3. Resiko kerusakan integritas kulit b/d pigmentasi (jaundice)
C. PERENCANAAN KEPERAWATAN
No Hr/Tgl/J Diagnosa Kep Tujuan Intervensi
1 Senin 28 Ketidakseimba Setelah diberi asuhan 1. Pantau intake dan output
Des 2020 ngan nutrisi keperawatan selama 2x24 nutrisi
J 09.00 kurang dari jam kebutuhan nutrisi klien 2. Pantau BB setiap hari
kebutuhan terpenuhi dengan criteria : 3. Lakukan perawatan mulut
tubuh - TTV normal 4. Lakukan pengecekan residu
berhubungan - Tidak ada tanda lambung
dengan hipoglikemi 5. Ajarkan ibu cara
- BB meningkat 15
ketidakmampu menyiapkan ASI yang
gram/hari
an - Tidak ada residu benar
mengabsorbsi lambung 6. Berikan intake ASI tiap 6
nutrient - Bibir lembab jam
7. Kelola pemberian inf D5%
2 Senin 28 Resiko terjadi Setelah dilakukan tindakan 1. Letakkan bayi dekat
Des 2020 cedera b/d selama 2 x2 4 jam cahaya.
J 09.00 fototerapi atau diharapkan tidak 2. Tutup mata dengan kain
terjadikomplikasi dari yang dapat menyerap
peningkatan
fototerapi dengan kriteria : cahaya
kadar bilirubin - Tidak ada iritas mata 3. Matikan lampu dan buka
- Tidak ada tanda-tanda penutup mata bayi setiap 8
dehidrasi jam, lakukan inspeksi
- Suhu stabil warna sclera.
- Tidak terjadi kerusakan 4. Buk penutup matawaktu
kulit. memberi makanan.
5. Ajak bayi bicara selama
perawatan.
3 Senin 28 Resiko Setelah diberi asuhan 1. hindari kerutan pada
Des 2020 kerusakan keperawatan selama 2x24 tempat tidur.
J 09.00 integritas kulit jam gangguan intregitas 2. jaga kebersihan kulit agar
tetap bersih dan kering.
b/d kulit tidak terjadi dengan
3. Mobilisasi klien setiap 2
pigmentasi criteria : jam sekali.
(jaundice) - Suhu tubuh dalam 4. Monitor adanya
rentang normal 36º C - kemerahan.
37º C. 5. Oleskan lotin/baby oil
- Hidrasi dalam batas pada daerah yang tertekan.
normal 6. Mandikan dengan air
- Keutuhan kulit hangat.
- Pigmentasi dalam batas
normal
D. IMPLEMENTASI
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan dapat di tarik kesimpulan bahwa :
Hiperbilirubin adalah suatu keadaan dimana kadar bilirubin dalam darah melebihi
batas atas nilai normal bilirubin serum. Dikatakan meningkat bila kadarnya lebih dari 2
mg/dl. Tetapi pada kadar tersebut gejalanya belumlah kasat mata. Gejala baru tampak
bila kadar bilirubin di dalam darah > 5 mg/dl.
Tanda dan gejala yang dapat kita lihat pada Neonatus dengan hiperbilirubin, yaitu:
Kulit berwarna kuning sampai jingga, Pasien tampak lemah, Nafsu makan berkurang,
Reflex hisap kurang, Urine pekat, Perut buncit, Pembesaran lien dan hati.
DARTAR PUSTAKA
Bulecheck, Gloria M., Butcher, Howard K., Dochterman, J. McCloskey. 2012. Nursing
Interventions Classification (NIC). Fifth Edition.Iowa : Mosby Elsavier.
IDAI. 2016. Iowa Outcomes Project Nursing Classification (NOC). St. Louis ,Missouri ;
Mosby.
Suriadi, dan Rita Y. 2011. Asuhan Keperawatan Pada Anak . Edisi I. Fajar Inter Pratama.
Jakarta.
Syaifuddin, Bari Abdul. 2010. Buku Ajar Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal Dan
Neonatal. JNPKKR/POGI & Yayasan Bina Pustaka. Jakarta.