Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

HIPERBILIRUBIN

Keperawatan Anak

Oleh :

Susmiati
72020040163

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUDUS
2020/2021
LAPORAN PENDAHULUAN HIPERBILIRUBIN

1. Pengertian
Hiperbilirubin adalah warna kuning pada bayi yang ditandai pada kulit, mukosa
akibat akumulasi bilirubin dan diberi istilah jaundice atau ikterus (Bobak, 2014).
Hiperbilirubin adalah meningkatnya kadar bilirubin dalam darah yang kadar nilainya
lebih dari normal (Suriadi, 2011).
Hiperbilirubin adalah suatu keadaan dimana kadar bilirubin dalam darah mencapai
suatu nilai yang mempunyai potensi untuk menimbulkan kern icterus kalau tidak ditanggani
dengan baik atau mempunyai hubungan dangan keadaan yang patologis. Brown menetapkan
hiperbilirubin bila kadar bilirubin mencapai 12 mg% pada cukup bulan dan 15 mg% pada
bayi kurang bulan (Suriadi, dan Rita Y. 2011).
Hiperbilirubinemia adalah suatu keadaan dimana kadar bilirubin mencapai suatu nilai
yang mempunyai potensi menimbulkan kern ikterik bila tidak ditanggulangi dengan baik
(Prawirohardjo, 2017).
Nilai normal : bilirubin indirek 0,3 – 1,1 mg/dl, bilirubin direk 0,1 – 0,4 mg/dl.

2. Etiologi
Menurut (Prawirohadjo, Sarwono. 2017) penyebab hiperbilirubin yaitu :
a. Hemolysis pada inkompatibilitas yang terjadi bila terdapat ketidaksesuaian golongan
darah ibu dan anak pada golongan rhesus dan ABO.
b. Gangguan konjugasi bilirubin.
c. Rusaknya sel-sel hepar, obstruksi hepar.
d. Pembentukan bilirubin yang berlebihan.
e. Keracunan obat (hemolysis kimia : salsilat, kortiko steroid, kloramfenikol).
f. Bayi dari ibu diabetes, jaundice ASI.
g. Penyakit hemolitik yaitu meningkatnya kecepatan pemecahan sel darah merah. Disebut
juga icterus hemolitik.
h. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan , misalnya
hiperbilirubin atau karena pengaruh obat-obatan.
i. Bayi imatur, hipoksia, BBLR dan kelainan system syaraf pusat akibat trauma atau
infeksi.
j. Gangguan fungsi hati (infeksi) yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau
toksin yang dapat langsung merusak sel hati dan sel darah merah seperti : infeksi
toxoplasma, shypilis.
3. Macam – Macam Ikterus
 Ikterus Fisiologis
a. Timbul pada hari ke dua dan ketiga.
b. Kadar bilirubin indirek tidak melebihi 10 mg% pada neonates cukup bulan dan 12,5
mg% untuk neonatus lebih bulan.
c. Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg% perhari.
d. Ikterus menghilang pada 10 hari pertama.
e. Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologik.
 Ikterus Patologik
a. Ikterus terjadi dalam 24 jam pertama.
b. Kadar bilirubin melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan atau melebihi 12,5 mg%
pada neonatus kurang bulan.
c. Peningkatan bilirubin lebih dari 5 mg% perhari.
d. Ikterus menetap sesudah 2 minggu pertama.
e. Kadar bilirubin direk melebihi 1 mg%.
f. Mempunyai hubungan dengan proses hemolitik. (Syaifuddin, Bari Abdul. 2012)

4. Patofisologi
Terjadinya hiperbilirubin diantaranya yaitu, hemolysis, rusaknya sel-sel hepar,
gangguan konjugasi bilirubin. Setelah pemecahan hemoglobin, bilirubin tak terkonjugasi
akan mengalami gangguan dalam hati dan tidak bisa mengikat bilirubin dan mengakibatkan
peningkatan bilirubin yang terkonjugasi dalam darah yang mengakibatkan warna kuning
pucat pada kulit.
Bilirubin yang tak terkonjugasi dalam hati tidak mampu diubah oleh enzim glukoronil
transferase yang berfungsi untuk merubah bilirubin tak terkonjugasi menjadi bilirubin
konjugasi sehingga bilirubin yang tak dapat diubah akan larut dalam lemak dan
mengakibatkan ikterik pada kulit. Bilirubin yang tak terkonjugasi tidak larut dalam air ini
tidak bisa diekskresikan dalam urine dan tidak terjadi bilirubinuria. Namun demikian terjadi
peningkatan pembentukan urobilinogen (akibat peningkatan bilirubin terhadap hati dan
peningkatan konjugasi serta ekskresi) yang selanjutnya mengakibatkan peningkatan ekskresi
dalam feses dan urine dan feses berwarna gelap.
Oleh sebab itu dengan semakin banyaknya bilirubin yang larut dalam lemak akan
memberikan dampak yang buruk terhadap kerja hepar karna secara terus menerus melakukan
transferase tanpa adanya pembuangan melalui eliminasi, dan jika berlanjut akan
menyebabkan hepatomegaly yang mengakibatkan terjadinya rasa mual muntah, jadi dengan
adanya peningkatan bilirubin didalam darah maka akan menyebabkan terjadinya
hiperbilirubin. apabila bilirubin tak terkonjugasi melampaui 20 mg/dl maka akan terjadi suatu
keadaan yang disebut kernicterus jika tidak dengan segera maka akan dapat mengakibatkan
kejang , tonus otot kaku, spasme otot, reflek hisap lemah (Alimul, Hidayat A. 2015).
5. Pathways

Hemoglobin

Globin Heme

Biliverdir Fe.co

Peningkatan destruksi eritrosit ( Gangguan konjungasi bilirubin / gangguan


transport bilirubin / peningkatan siklus enterohepatik ) Hb dan eritrosit abnormal

Pemecahan bilirubin berlebih / bilirubin yang tidak berikan dengan albumin meningkat

Suplay bilirubin melebihi kemampuan hepar

Kurangnya Hiperbilirubin Resiko injuri


pengetahuan
orang tua
Hepar tidak mampu melakukan konjungasi

Sebagian masuk kembali ke siklus emerohepatik

Peningkatan bilirubin unconjugned dalam darah

Ikrerus pada sclera leher dan badan peningkatan bilirubin indirex > 12 mg/dl

Indikasi fototerapi
Gangguan Integritas kulit

Sinar dengan Intensitas tinggi

Resiko terjadi Resico deficit volume


cidera cairan
Kecemasan
orang tua
(Sumber : IDAI, 2016)
6. Manifestasi klinis
Tanda dan gejala yang jelas pada anak yang menderita hiperbilirubin adalah (Suriadi, dan
Rita Y. 2011)
a. Tampak ikterus pada sklera, kuku atau kulit dan membran mukosa.
b. Jaundice yang tampak dalam 24 jam pertama disebabkan oleh penyakit hemolitik pada
bayi baru lahir, sepsis, atau ibu dengan diabetik atau infeksi.
c. Jaundice yang tampak pada hari ke dua atau hari ke tiga, dan mencapai puncak pada hari
ke tiga sampai hari ke empat dan menurun pada hari ke lima sampai hari ke tujuh yang
biasanya merupakan jaundice fisiologis.
d. Ikterus adalah akibat pengendapan bilirubin indirek pada kulit yang cenderung tampak
kuning terang atau orange, ikterus pada tipe obstruksi (bilirubin direk) kulit tampak
berwarna kuning kehijauan atau keruh. Perbedaan ini hanya dapat dilihat pada ikterus
yang berat.
e. Muntah, anoksia, fatigue, warna urin gelap dan warna tinja pucat, seperti dempul
f. Perut membuncit dan pembesaran pada hati
g. Pada permulaan tidak jelas, yang tampak mata berputar-putar
h. Letargik (lemas), kejang, tidak mau menghisap
i. Dapat tuli, gangguan bicara dan retardasi mental
j. Bila bayi hidup pada umur lebih lanjut dapat disertai spasme otot, epistotonus, kejang,
stenosis yang disertai ketegangan otot
7. Klasifikasi
Ada 2 macam icterus menurut (Vian Nanny Lia Dewi, 2010) yaitu :
a. Ikterus fisiologi (direks)
1) Timbul pada hari ke-2 atau ke 3
2) kadar bilirubin serum pada bayi cukup bulan tidak lebih dari 10 mg/dl dan 12 mg/dl
pada bayi kurang bulan
3) Peningkatan kecepatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg/dl per hari
4) Ikterus hilang 10-14 hari
5) Tidak ada mempunyai hubungan dengan patologis
b. Ikterus patologis
1) Ikterus timbul dalam 24 jam pertama kehidupan
2) Peningkatan kadar bilirubin 5 mg/dl atau lebih dalam 24 jam
3) Apabila kadar bilirubin serum pada bayi cukup bulan tidak lebih dari 10 mg/dl dan 10
mg/dl pada bayi kurang bulan
4) Ikterus menetap setelah 2 minggu
5) Mempunyai hubungan dengan hemolitik

8. Penatalaksanaan
Pemeriksaan pada bayi hiperbilirubin menurut Marilyn E. Dongoes, 2011 yaitu :
1. Ikterus yang timbul sebelum 24 jam pasca kelahiran adalah patologis. Tindakan
fototerapi dan mempersiapkan tindakan tranfusi tukar.
2. Pada usia 25-48 jam pasca kelahiran, fototerapi dianjurkan bila kadar bilirubin serum
total > 12 mg/dl (170 mol/L). Fototerapi harus dilaksanakan bila kadar bilirubin serum
total  15 mg/dl (260 mol/L). Bila fototerapi 2 x 24 jam gagal menurunkan kadar
bilirubin serum total < 20 mg/dl (340 mol/L), dianjurkan untuk dilakukan tranfusi tukar.
Bila kadar bilirubin serum total  20 mg/dl (>340 mol/L) dilakukan fototerapi dan
mempersiapkan tindakan tranfusi tukar. Bila kadar bilirubin serum total > 15 mg/dl (>
260 mol/L) pada 25-48 jam pasca kelahiran, mengindikasikan perlunya pemeriksaan
laboratorium ke arah penyakit hemolisis.
3. Pada usia 49-72 jam pasca kelahiran, fototerapi dianjurkan bila kadar bilirubin serum
total > 15 mg/dl (260 mol/L). Fototerapi harus dilaksanakan bila kadar bilirubin serum
total  18 mg/dl (310 mol/L). Bila fototerapi 2 x 24 jam gagal menurunkan kadar
bilirubin serum total < 25 mg/dl (430 mol/L), dianjurkan untuk dilakukan tranfusi tukar.
Bila kadar bilirubin serum total > 18 mg/dl (> 310 mol/L) fototerapi dilakukan sambil
mempersiapkan tindakan tranfusi tukar. Bila kadar bilirubin serum total > 25 mg/dl (>
430 mol/L) pada 49-72 jam pasca kelahiran, mengindikasikan perlunya pemeriksaan
laboratorium ke arah penyakit hemolisis.
4. Pada usia > 72 jam pasca kelahiran, fototerapi harus dilaksanakan bila kadar bilirubin
serum total > 17 mg/dl (290 mol/L). Bila fototerapi 2 x 24 jam gagal menurunkan kadar
bilirubin serum total < 20 mg/dl (340 mol/L), dianjurkan untuk dilakukan tranfusi tukar.
Bila kadar bilirubin serum total sudah mencapai > 20 mg/dl (> 340 mol/L) dilakukan
fototerapi sambil mempersiapkan tindakan tranfusi tukar. Bila kadar bilirubin serum total
> 25 mg/dl (> 430 mol/L) pada usia > 72 jam pasca kelahiran, masih dianjurkan untuk
pemeriksaan laboratorium ke arah penyakit hemolisis.
Penanganan Umum :
a. Memeriksakan golongan darah ibu pada waktu hamil
b. Mencegah trauma lahir, pemberian obat pada ibu hamil atau bayi baru lahir yang
dapat menimbulakan ikterus, infeksi dan dehidrasi.
c. Pemberian makanan dini dengan jumlah cairan dan kalori yang sesuai dengan
kebutuhan bayi baru lahir.
b. Imunisasi

Khusus:
a. Foto terapi:
Dilakukan pada penderita dengan kadar bilirubin indirek > 10mg/dL dan pada bayi
dengan proses hemolisis yang ditandai dengan adanya ikterus pada hari pertama
kelahiran.
Mekanisme : menimbulkan dekomposisi bilirubin, kadar bilirubin dipecah sehingga
mudah larut dalam air dan tidak toksik, yang dikeluarkan melalui urine (urobilinogen)
dan feses (sterkobilin).
Terdiri dari 8-10 buah lampu yang tersusun pararel 160-200 watt, menggunakan
cahaya Fluorescent (biru atau putih), lama penyinaran tidak lebih dari 100 jam.
Jarak bayi dan lampu antara 40–50cm, posisi berbaring tanpa pakaian, daerah mata
dan alat kelamin ditutup dengan bahan yang dapat memantulkan cahaya (contoh :
karbon), dan posisi bayi diubah setiap 1-6 jam.
Dapat dilakukan pada sebelum atau sesudah transfusi tukar.
b. Terapi obat
Farmakologi
- Phenobarbital dapat menstimulasi hati untuk menghasilkan enzim
yang meningkatkan konjugasi Bilirubin dan mengekresinya. Obat ini efektif
baik diberikan pada ibu hamil untuk beberapa hari sampai beberapa minggu
sebelum melahirkan. Penggunaan penobarbital pada post natal masih menjadi
pertentangan karena efek sampingnya (letargi).
( Phenobarbital (luminal) → 1-2 mg / kg 1 x – 2-3x / hr (3 hari))
- Colistrisin dapat mengurangi Bilirubin dengan mengeluarkannya lewat urine
sehingga menurunkan siklus Enterohepatika.
- Mesoporpirin timah menghambat heme oksigenase, dan dengan demikian,
menghambat produksi bilirubin. Sampai sekarang, lebih dari 500 bayi-baru-lahir
telah mendapatkan mesoporphyrin timah dalam trial-trial kontrol, tetapi obat ini
masih menunggu persetujuan FDA USA.
- Antibiotik : diberikan bila terkait dengan adanya infeksi
- Transfusi Tukar
Tujuan : menurunkan kadar bilirubun dan mengganti darah yang terhemolisis.
Indikasi : pada keadaan kadar bilirubin indirek ³ 20 mg/dL atau bila sudah tidak
dapat ditangani dengan fototerapi, kenaikan biirubin yang cepat yaitu 0,3 -1
mgz/jam, anemia berat pada neonatus dengan gejala gagal jantung, atau bayi
dengan kadar Hb tali pusat 14 mgz dan uji coombs direk positif.
Non Farmakologi
- Menyusui bayi dengan ASI
- Terapi sinar matahari

9. Komplikasi
a. Bilirubin encephalopathy ( komplikasi yang serius )
b. Kern icterus
c. Kerusakan neurologis
d. Cerebral palsy
e. Retardasi mental
f. Gangguan pendengaran dan penglihatan
g. Kematian
(Suriadi & Rita Yuliani, 2011)
 
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
1. Pengkajian
a. Identitas
meliputi : nama, tempat/tanggal lahir, umur,jenis kelamin,anak-ke, BB/TB, alamat.
b. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya keadaan umum lemah , TTV tidak stabil terutama suhu tubuh. Reflek hisap
menurun, BB turun, pemeriksan tonus otot (kejang/tremor). Hidrasi bayi mengalami
penurunan, kulit tampak kunin, sclera mata kuning, perubahan warna pada feses dan
urine
2) Riwayat kesehatan keluarga
Kemungkinan ibu dengan rhesus (-) atau golongan darah O dan anak yang mengalami
neonatal icterus yang dini, kemungkinan adanya erytrolastosisfetalis (Rh, ABO,
incompatibilitas lain golongan darah suspect sph). Ada saudara yang menderita penyakit
hemolitik bawaan atau icterus
3) Riwayat kehamilan
a) Ketuban pecah dini, kesukaran dengan manipulasi berlebihan merupakan predisposisi
terjadinya infeksi.
b) Pemberian obat anastesi, analgesic yang berlebihan akan mengakibatkan gangguan
nafas (hypoksia), asidosis akan menghambat konjugasi bilirubin.
c) Bayi dengan APGAR score rendah memungkinkan terjadinya (hypoksia), asodosis
yang akan menghambat konjugasi bilirubin
d) Kelahiran premature berhubungan dengan prematuritas organ tubuh hepar.
\
c. Pemeriksaan Fisik
1. KU : biasanya lesu, biasanya letargi coma
2. TTV
TD : -
N : biasanya 120-160x/i
R : biasanya 40x/i
S : biasanya 36,5 – 37 ºC
3. Kesadaran : biasanya apatis sampai koma.
4. Kepala, mata dan leher
Kulit kepala tidak terdapat bekas tindakan persalinan seperti : vakum atau terdapat
caput. Biasanya dijumpai ikterus mata (sclera) dan selaput mukosa pada mulut. Dapat
juga diidentifikasi icterus dengan melakukan tekanan langsung pada daerah menonjol
untuk bayi dengan kulit bersih (kuning) (Haws, Paulette S.Hasws, 2007).
5. Hidung : biasanya tampak bersih
6. Mulut : ada lendir atau tidak, ada labiopalatoskisis atau tidak (Hidayat, 2009). Pada
kasus mulut berwarna kuning (Saifuddin, 2002).
7. Telinga : biasanya tidak terdapat serumen.
8. Thorak : Biasanya selain ditemukan tanpak icterus juga dapat ditemukan peningkatan
frekuensi nafas. Biasanya status kardiologi menunjukan adanya tachycardia,
khususnya icterus disebabkan oleh adanya infeksi.
9. Abdomen : Biasanya perut buncit, muntah, mencret merupakan akibat gannguan
metabolism bilirubin enterohepatik.
10. Urogenital : Biasanya feses yang pucat seperti dempul atau kapur akibat gangguan
hepar atau atresia saluran empedu.
11. Ekstremitas : Biasanya tonus otot lemah.
12. Integument : Biasanya tampak ikterik, dehidrasi ditunjukan pada turgor tangan jelek,
elastisitas menurun.

2. Diagnosa Keperawatan
Kemungkinan diagnosa yang mungkin muncul pada klien hiperbilirubin yaitu : Syaifuddin,
Bari Abdul. 2018
1. Resiko injury (internal) berhubungan dengan peningkatan serum bilirubin sekunder dari
pemecahan sel darah merah (SDM) dan gangguan ekskresi bilirubin
2. Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan hilangnya air (Insible Water Loss)
tanpa disadari sekunder dari fototerapi
3. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan fototerapi
4. Kecemasan orang tua berhubungan dengan kurangnya pengalaman bonding
5. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurangnya pengalaman orang tua
6. Resiko injury pada mata berhubungan fototerapi
3. Perencanaan
Dx1 : Resiko injury (internal) berhubungan dengan peningkatan serum bilirubin
sekunder dari pemecahan sel darah merah (SDM) dan gangguan ekskresi bilirubin
Tujuan :Bayi terbebas dari injury
KH : serum bilirubin menurun, tidak ada jaundice, reflek moro normal, tidak terdapat sepsis
refleks hisap dan menelan baik.
Intervensi
- Kaji hiperbillirubin tiap 1 – 4 jam dan catat
- Berikan fototerapi sesuai program
- Monitor kadar billirubin 4 – 8 jam sesuai program
- Antisipasi kebutuhan transfusi tukar

DX2 : Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan hilangnya air (Insible
Water Loss) tanpa disadari sekunder dari fototerapi
Tujuan : Bayi tidak menunjukkan tanda-tanda dehidrasi
KH: urine output kurang dari 1-3 ml/kg/jam, membran mukosa normal, ubun-ubun tidak
cekung, temperatur dalam batas normal
Intervensi
- Pertahankan intake (pemasukan cairan)
- Berikan minum sesuai jadual
- Monitor inteke dan output (pemasukan dan pengeluaran)
- Berikan terapi infus sesuai program bila indikasi, meningkatnya temperatur,
meningkatnya konsentrasi urine dan cairan hilang berlebihan
- Kaji dehidrasi, membran mukosa, ubun-ubun, turgor kulit, mata
Monitor temperatur setiap 2 jam

DX3: Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan fototerapi


Tujuan : Bayi tidak menunjukkan adanya iritasi pada kulit
KH: tidak terdapat ras dan tidak ada ruam makuler eritematosa
Intervensi
- inspeksi kulit setiap 4 jam
- Gunakan sabun bayi
- Merubah posisi bayi dengan sering
- Gunakan pelindung daerah genital
- Gunakan pengalas yang lembut

DX4 : Kecemasan orang tua berhubungan dengan kurangnya pengalaman bonding


Tujuan : Orang tua tidak tanpak cemas
KH : orang tua mengekspresikan perasaan dan perhatian pada bayi dan aktif dalam
partisipasi perawatan bayi
Intervensi
- Pertahankan kontak orang tua-bayi
- Jelaskan kondisi bayi, perawatan dan pengonatannya
- Ajarkan orang tua untuk mengekspresikan perasaan, dengarkan rasa takut dan perhatian
orang tua

DX5 : Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurangnya pengalaman orang


tua
Tujuan : Orang tua memahami kondisi bayi dan
KH : orang tua memahami alasan pengobatan dan berpartisipasi dalam perawatan bayi
(pemberian minum dan menangani popok)
Intervensi
- Ajak orang tua untuk diskusi dengan menjelaskan tentang fisiol.ogis alasan perawatan
dan pengobatan
- Libatkan dan ajarkan orang tua dalam perawatan bayi
- Jelaskan komplikasi dengan mengenal tanda dan gejala, lethargi, kekakuan otot,
menangis terus, kejang dan tidak  mau makan dan minum, meningkatnya temperatur, dan
tangisan yang melengking

DX6 :Resiko injury pada mata berhubungan fototerapi


Tujuan :Bayi tidak mengalami injury pada mata
KH : tidak ada konjungtivitis
Intervensi
- Gunakan pelindung pada mata saat fototerapi
- Pastikan mata tertutup, hindari penekanan pada mata yang berlebihan karena dapat
menimbulkan jejas pada mata yang tertutup atau kornea  dapat tergores jika dapat
membuka matanya saat dibalut.

DARTAR PUSTAKA

Alimul, Hidayat A. 2015. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak I. Jakarta: Salemba medika.


IDAI. 2016. Iowa Outcomes Project Nursing Classification (NOC). St. Louis ,Missouri ;
Mosby.

NANDA International. 2012. Nursing Diagnoses : Definitions & Classifications 2012-2014.


Jakarta : EGC

Suriadi, dan Rita Y. 2011. Asuhan Keperawatan Pada Anak  . Edisi I. Fajar Inter Pratama.
Jakarta.

Ngastiah. 1997. Perawatan Anak Sakit. EGC. Jakarta.

Prawirohadjo, Sarwono. 2017. Ilmu Kebidanan. Edisi 3. Yayasan Bina Pustaka. Jakarta.

Syaifuddin, Bari Abdul. 2012. Buku Ajar Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal Dan
Neonatal. JNPKKR/POGI & Yayasan Bina Pustaka. Jakarta.

Doengoes, E Marlynn & Moerhorse, Mary Fraces. 2011. Rencana Perawatan Maternal / Bayi.
EGC. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai