Anda di halaman 1dari 3

Tindak pidana korupsi merupakan kejahatan yang masuk dalam kategori

extraordianary crime dan penerapannya sudah mengakar di Indonesia. Korupsi merupakan


kejahatan yang sangat rumit penanggulangannya karena berkaitan erat dengan politik,
ekonomi, dan sosial suatu negara.1 Selama pandemi Covid -19, pemerintah telah
mengeluarkan dana penanganan yang terdiri atas biaya kesehatan dan dana pemulihan
ekonomi nasional. Penanganan ini memang harus dilakukan namun dengan dana besar
tersebut timbul pula potensi korupsi dalam perjalanannya.
Menurut Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo. Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Korupsi merupakan suatu
perbuatan secara melawan hukum yang bermaksud memperkaya diri sendiri, orang lain atau
suatu korporasi secara melawan hukum yang menyebabkan kerugian keuangan negara.2
Sedangkan selanjutnya dijelaskan bahwa korupsi yang dilakukan dalam keadaan tertentu
dapat dijatuhi hukuman mati. Yang dimaksud dari keadaan tertentu disini adalah dana yang
diperuntukan bagi penanggulangan dana dana keadaan bahaya, bencana nasional, keadaan
penanggulangan akibat kerusuhan sosial meluas, atau pada waktu negara dalam keadaan
krisis ekonomi moneter.3
Hukuman mati pada hukum positif di Indonesia menjadi polemik di masyarakat.
Menurut konvensi ICCPR pasal 6 ayat 2 bagi negara yang tidak menghapuskan hukuman
mati, mengaharuskan menerapkannya hanya untuk kejahatan yang sangat serius. Menurut
Drumble (2007), yang dimaksud dengan kejahatan yang sangat serius adalah kejahatan yang
terencana, sistematis dan terorganisasi yang membutuhkan banyak orang untuk bisa
melaksanakannya. Selain itu dampak dari kejahatan tersebut merugikan masyarakat banyak.
Secara historis konsep extraordinary crime diadaptasi dari statuta roma nomor 26
tahun 2000. Lalu konsep tersebut disesuaikan dengan sistem hukum Indonesia. Namun
masalahnya di Indonesia belum ada batasan jelas apa yang dimaksud dengan extraordinary
crimes dalam Undang-Undang maupun putusan mahkamah konstitusi. Menurut Muladi
mendefinisikan konsep extraordinary crimes dalam kriminologi dan viktimologi adalah
sesuatu yang berpotensi mengancam keamanan sosial yang sistematis atau terorganisasi, yang
mengancam stabilitas politik dan lain lain. Dapat disimpulkan bahwa definisi konsep

1
Mohamad Hidayat Muhtar, Model Politik Hukum Pemberantasan Korupsi Di Indonesia Dalam RAngka
Harmonisasi Lembaga Lembaga Hukum, Jambura Law Review, JALREV 1 (1) 2019, Hlm.71
2
Lilil Mulyadi, Tindak Pidana Korupsi di Indonesia, Normatif, Teoritis dan Masalahnya, (Bandung: Alumni,
2007), Hlm.525
3
Erwin Ubwarin dan Beatrix Salamor, Mekanisme Pengembalian Kerugian Negara oleh Terpidana yang
Meninggal Dunia Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 25/PUU-XIV/2016, Jurnal Muara Ilmu Sosial,
Humaniora dan Seni Volume 1 Nomor 1 Tahun 2017, Hlm.53
extraordinary crimes dapat dilihat dari kejahatannya yang sistematis dan dampakya yang
masif.
Berdasarkan konsideran dari Undang-Undang tindak pidana korupsi, korupsi
merupakan hal yang sangat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dan
menghambat pembangunan nasional. Hukuman mati untuk koruptor di Indonesia didasarkan
pada sifat korupsi korupsi yang mengarah kearah sistemik dan dampaknya meluas ke
masyarakat. Hal ini tentu saja akan mengarah kepada pelanggaran HAM pada bidang sosial
dan ekonomi.4
Dapat dilihat dari kasus-kasus tindak pidana korupsi di Indonesia sebelumnya, belum
ada hakim yang memutuskan pidana mati pada para koruptor. Memang pembuat undang-
undang memformulasikan pidana mati agar pada koruptor mendapatkan efek jera akibat
perbuatan yang dilakukannya, namun hal ini belum ada penerapannya. Jika dikaitkan dengan
korupsi yang dilakukan pada masa pandemi ini, secara normatif dapat dilakukan, tetapi untuk
hal ini banyak aspek aspek yang harus lebih dilihat kembali.
Dengan keluarnya Perppu Nomor 1 Tahun 2020 yang ditetapkan sebagai Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas sistem
Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID 19), dalam Pasal
27 disebutkan bahwa biaya yang dikeluarkan oleh pemerintah dan/atau lembaga KSSK dalam
rangka pelaksanaan kebijakan pendapatan negara, merupakan bagian dari biaya ekonomi
untuk penyelamatan perekonomian dari krisis dan bukan merupakan kerugian negara.
Dengan pasal pejabat pemerintah dapat terlindungi untuk mengambil langkah penting dalam
rangka pemulihan COVID-19 ini. Namun hal ini terlihat kontradiktif dengan apa yang yang
ada di Undang-Undang tipikor, dan seolah-olah penegak hukum tidak dapat melakukan
tindakan terhadap dugaan kasus korupsi tersebut.
Namun dalam Pasal 27 Ayat (2) disebutkan bahwa dalam melaksanakan tugasnya
pemerintah harus didasarkan pada itikad baik dan sesuai degan ketentuan perundang-
undangan. Hal tersebut menjadi batasan yang tidak boleh dilanggar dan sebagai dasar bagi
penegak hukum untuk tetap mengawasi jalannya pengelolaan keuangan dalam
penanggulangan pandemi ini.

4
file:///Users/user/Downloads/3604-9332-1-SM.pdf

Anda mungkin juga menyukai